Mereka terkejut melihat Maxime langsung setuju.Padahal dulu Maxime pernah berkata, "Ini perusahaan, bukan tempat untuk pacaran."Sepertinya Reina memang harus pulang supaya dunia ini seimbang.Maxime sangat takut pada istrinya.Di sisi lain, Sisil mengetuk pintu kamar Deron cukup lama, tapi pria itu tidak kunjung membukakan pintu.Sisil mencoba mendorong pintu dan ternyata terbuka."Kok pintunya nggak dikunci? Dia pergi?" Sisil mengernyit bingung.Ketika Sisil hendak menutup pintu kamar Deron, dia melihat pria itu keluar kamar mandi hanya dengan mengenakan handuk.Mata mereka bertemu, wajah Sisil langsung semerah kepiting rebus saat melihat otot tubuh Deron."Ah itu ... Ka ... Kamu lupa ngunci pintu, aku nggak bermaksud masuk dan aku nggak tahu kamu lagi mandi!"Sisil sangat gugup. Setelah selesai bicara, dia langsung balik badan.Sebaliknya, Deron terlihat santai dan berkata, "Ya, aku tahu. Tunggu sebentar, aku pakai baju dulu.""Oke."Sisil memunggungi Deron dan mengangguk berulang
Gaby pun bertanya, "Sisil, kamu mau kemana?""Mau makan," jawab Sisil.Mau makan?Gaby yang polos pun tidak sengaja bertanya dengan santai, "Bukannya tadi sudah makan?"Sisil ingin sekali bersembunyi di dalam goa.Brigitta yang peka langsung meraih tangan Gaby, "Bodoh."Bukannya tadi Gaby bilang mau mencomblangkan Sisil dan Deron? Kenapa sekarang malah menghancurkan kesempatan bagus?Gaby, si bodoh. Dia langsung tersadar, tersenyum kikuk dan berkata, "Ohhh ... Kamu pasti belum kenyang, 'kan? Gih ikut Deron, makan yang banyak yah."Belum kenyang ...Sisil jadi makin ingin mengubur dirinya.Kalau begini, bukankah Deron akan berpikir dia banyak makan?Sisil berpikir macam-macam, tapi sebenarnya Deron tidak peduli sama sekali. Dia sudah tahu bahwa Sisil adalah seorang pecinta kuliner."Kalau begitu ayo kita pergi barbeku. Nanti kita bisa bungkus juga."Ucapan Deron membuat Sisil yang malu setengah mati pun merasa lebih baik."Oke."Keduanya pergi bersama.Sisi maskulin Sisil pun saat ini t
Di jalan yang ramai, Reina sekeluarga yang merupakan bibit unggul sangat menarik perhatian."Ih imut banget anak itu, orangtuanya juga ganteng dan cantik banget lagi.""Iya. Eh, kayaknya aku pernah lihat anak itu deh? Di mana ya?""Kayaknya dia artis deh."Riki awalnya sangat senang, tetapi ketika mendengar seseorang sepertinya mengenalinya, dia langsung memakai masker."Ma, ayo cepat pergi."Reina bingung, "Kenapa?""Aduuh, sudah jangan tanya-tanya dulu." Riki menyeret Reina untuk segera menyingkir.Maxime langsung menggendong Riki dan membenamkan kepala Riki di dadanya."Sudah kubilang jangan terlalu menonjolkan diri. Sekarang papa mamamu jadi ikutan terseret, 'kan? Sini, kamu aja yang sembunyi sendiri."Meski Riki sedikit enggan, sekarang dia hanya bisa bersembunyi dengan cara ini."Dasar papa jelek! Jangan harap aku mau membantumu lagi ya, hmph!"Meski Riki bicara seperti itu, sebenarnya dalam hati Riki masih mau membantunya.Keluarga itu sampai di restoran barbeku yang bagus denga
Reina bisa mendengar maksud tersirat dari kata-kata Erik, tapi dia tidak membantah dan dengan sabar menjelaskan, "Aku lumayan ingat banyak hal di masa kecilku.""Oh begitu." Erik masih menatap Reina dengan tatapan yang agak tidak ramah.Detik ini, barulah Jess sadar ternyata teman kencan butanya bukan orang biasa.Dia kenal Revin? Teman Revin!Jess tidak menanyakan pertanyaan lebih lanjut saat ini.Erik melanjutkan, "Kok kamu sendirian? Mana Maxime? Bukannya dia tuh paling takut terjadi sesuatu padamu?"Reina bisa merasakan aura Erik yang memusuhinya. Reina tidak tahu Erik berada di pihak yang baik atau tidak, jadi Reina pun menjawab singkat."Dia pergi ke toilet, paling sebentar lagi keluar. Aku permisi dulu."Setelah itu Reina pun balik badan dan pergi.Tatapan Erik jadi dingin, dia menggerutu. "Dasar wanita nggak punya hati."Erik langsung menyusul dan meraih pergelangan tangan Reina."Kenapa Nona Reina begitu terburu-buru? Kita bisa berdiskusi lebih banyak tentang kamu dan Kak Revi
Sebelum Erik sempat bereaksi, Jess di sampingnya berkata."Jadi kamu putra sulung Keluarga Casco?"Saat Erik dan Maxime tadi bertengkar, Jess mencari nama Erik dan menemukan bahwa Erik adalah anak orang kaya raya.Erik baru sadar, barusan dia terlalu gegabah mencari gara-gara dengan Reina sampai lupa untuk menyembunyikan identitasnya.Suasana hati Jess jadi sangat rumit.Dia tersenyum pahit dan berkata, "Aku nggak menyangka bisa pergi kencan buta sama putra sulung Keluarga Casco."Erik menunduk seperti anak kecil yang melakukan kesalahan, dia tidak tahu bagaimana harus menjelaskannya.Namun, Erik tidak berusaha keras karena dia pikir toh ini semua hanya untuk kesenangan semata.Jess tidak berkata apa-apa lagi, dia balik badan untuk membayar tagihan makan dan berjalan menjauh dari Erik.Awalnya Erik tidak peduli Jess akan tetap tinggal atau pergi, namun entah mengapa hati Erik terasa sesak dan pedih.Tiba-tiba ponselnya berdering, neneknya meneleponnya."Erik, gimana kencannya sama Jess
"Nggak usah, terima kasih."Jess menjawab dengan dingin dan langsung menutup telepon.Dia bukan dari keluarga kaya raya seperti Keluarga Sunandar, tapi bukan berarti dia tidak bisa menghidupi dirinya sendiri.Jess adalah seorang gadis, kalau bukan karena dia jatuh cinta pada Morgan, buat apa dia dengan rela kerja bagai kuda dan melakukan semua hal kotor?Jess bahkan tidak keberatan dengan Morgan yang dulu terkapar tidak berdaya.Sejujurnya kalau orang yang dirawatnya bukan Morgan, Jess pasti tidak akan bertahan selama ini.Morgan bukan orang yang tidak peka. Apa mungkin pria sepertinya sungguh tidak sadar akan perasaan Jess padanya?Jess melihat wajahnya yang terpantul di jendela mobil dan baru sadar kalau wajahnya sudah basah oleh air mata.Dia tidak sedih karena Morgan tidak menyukainya, tapi sedih karena Morgan kemungkinan besar sudah tahu akan perasaannya, tapi malah mau mengenalkan pria lain padanya.Morgan di ujung telepon menatap ponselnya, entah mengapa dia juga merasa bersalah
Reina benar-benar tidak tahu harus berbuat apa.Poin lebih pentingnya lagi adalah, anak sekecil Riki kenapa bisa menonton sinetron?Maxime langsung memanfaatkan kesempatan ini untuk menggenggam tangan Reina.Saat Reina hendak menariknya, Maxime berkata, "Nana, menurutku Riki benar. Coba mulai sekarang kita pelan-pelan pegangan tangan."Riki juga mengangguk berulang kali, "Yap! Menurutku ini ide bagus!"Reina mau menolak, tapi Riki terus menatapnya penuh harap, jadi Reina tidak punya pilihan selain menyetujuinya.Sepanjang perjalanan, punggung dan telapak tangan Reina berkeringat.Sesampainya di rumah, Reina buru-buru menarik tangannya.Maxime tidak mau melepaskan Reina dan berbisik."Nanti aja, tunggu Riki masuk kamar."Reina melihat Riki yang berjalan di depan menoleh, Reina pun setuju.Sesampainya di rumah, Brigitta dan yang lainnya menyambut Reina untuk mengambil pesanan barbeku mereka, saat itulah mereka melihat Reina dan Maxime bergandengan tangan.Gaby terkejut, "Nana, ingatanmu
"Kok gitu?" Reina bertanya sambil berjalan mengikuti mama Diera ke depan.Mungkin karena Reina sudah pernah berkomunikasi dengan mama Diera, Reina tidak merasa canggung.Mama Diera menghela napas, "Hahh, aku cerita tapi kamu jangan marah ya. Melisha mau menyerangmu dengan menyerang mama Bobby."Reina berhenti melangkah dan menatap mama Diera."Terus kok kamu nggak apa-apa?"Mama Diera tercekat, lalu mengangkat kedua jarinya untuk bersumpah, "Aku janji nggak mengkhianatimu, tapi selama setahun kamu menghilang, aku nggak bisa menyinggung perasaan Melisha. Jadi aku juga melakukan beberapa hal untuk menyenangkannya."Dulu mama Diera adalah orang yang bermuka dua, pergi ke pihak orang yang lebih kuat. Namun sekarang dia berada di kubu Reina.Mama Diera berbisik dan berkata, "Kamu lupa rahasia yang dulu kukasih tahu ke kamu? Aku sudah membocorkan semua rahasia yang kutahu, mana berani aku mengkhianatimu."Rahasia?Reina merasa begitu banyak hal yang dia lupakan.Reina terlihat tenang, tapi d
Ari baru pulang dari ibukota. Sudah dari awal dia ingin menghubungi Reina, tapi entah mengapa selalu tidak kesampaian.Sekarang akhirnya dia punya kesempatan bertemu sambil membawa beberapa aktor ke perusahaan Reina."Master Rei, kukira kamu sudah lupa sama aku," ucap Ari sambil memasang tampang sedih.Reina menjawab pasrah, "Aku sibuk banget."Reina pun melihat aktor yang dibawa Ari."Mereka ... bisa?""Jangan khawatir, mereka cuma disuruh akting jadi wanita kaya dan membuat hidup Diego susah, 'kan? Gampang itu sih." Ari terdiam sesaat, lalu melanjutkan, "Apalagi aku juga ikut. Kalau akting mereka kurang meyakinkan, aku bisa langsung turun tangan."Sebenarnya, Ari ikut bukan untuk mengajari para wanita itu tapi untuk memanfaatkan kesempatan ini untuk mendekati Reina."Kamu mau ikut kami juga?" Reina bertanya."Kenapa? Nggak boleh?" Ari bertanya, lalu menundukkan kepalanya, "Hahh, sudah lama banget kita nggak ketemu. Kayaknya sekarang kita bukan sahabat lagi ya?"Reina buru-buru mengge
"Aku benar-benar nggak tahu kok kamu bisa sih tahan sampai sekarang."Diego meringis kesakitan, lalu dia berkata, "Aku boleh pinjam ponselmu nggak? Aku mau nelepon kakakku."Diego adalah satu-satunya putra Keluarga Andara. Kalau terus disiksa seperti ini, dia akan mati.Sophia pun memberi ponselnya pada Diego.Sayangnya Diego tidak ingat nomor telepon Reina, dia mencoba beberapa kali tapi selalu orang lain menjawab teleponnya."Kamu mau menelepon kakakmu tapi kok kamu nggak ingat nomor teleponnya?"Diego menggaruk kepalanya, "Ya siapa pula yang bakal ingat?"Tiba-tiba sesuatu terlintas di benaknya, "Aku telepon Grup Yinandar."Diego mencari nomor layanan pelanggan perusahaan dari situs web dan meneleponnya."Halo, ada yang bisa kami bantu?" terdengar suara layanan pelanggan yang ramah dari ujung telepon.Diego buru-buru berkata, "Aku mau cari Reina, manajer umum kalian. Aku adiknya, Diego. Tolong sambungkan ke dia."Orang di seberang telepon terdiam.Samar-samar Diego bisa mendengar pe
Karena Diego setuju, Sophia membawa Diego ke tempat kerjanya.Diego sangat terkejut melihat tempat kerja Sophia.Diego menyunggingkan senyum saat melihat ke klub yang mewah itu."Kamu kerja di sini?"Pantas saja Sophia selalu pergi larut malam.Sophia bisa melihat Diego merendahkan tempat kerjanya, tapi dia tidak peduli, "Ya, cuma tempat kerja di sini yang bisa menghasilkan uang paling cepat.""Kamu ini nggak menyayangi diri sendiri." Diego mengkritik.Karena dulu sering berkunjung ke tempat-tempat ini, Diego tentu tahu bahwa wanita yang bekerja di sana bukanlah wanita yang baik.Hinaan Diego membuat cahaya di mata Sophia meredup."Ya, aku tahu, tapi aku bisa apa? Aku butuh uang."Bagaimana dia bisa merawat orangtuanya kalau tidak punya uang?Tanpa uang, orangtuanya akan mati!Diego teringat akan penyakit orangtua Sophia dan seketika langsung merasa bersalah, "Maaf, aku lupa orangtuamu sakit."Ini adalah pertama kalinya Diego benar-benar merasa bersalah pada seseorang.Diego yang dulu
Dua hari berlalu dalam sekejap mata.Tubuh Diego hampir pulih. Sophia pun tidak lembut hati dan membangunkannya jam 7 pagi."Bangun, cari kerja sana."Diego tidak menghiraukannya, "Aduuh, iya, iya. Nggak usah buru-buru, aku masih mau tidur bentar."Melihat Diego tidak bergeming, Sophia pun langsung menarik selimut dari tubuh Diego dalam sekali hentak.Begitu udara dingin menyerang, Diego langsung meringkuk dan menatap Sophia dengan kesal, "Kamu ngapain sih?""Bangun, atau aku guyur air."Sophia tidak bicara omong kosong. Dia langsung pergi ke kamar mandi, membawa baskom berisi air, lalu berdiri di depan Diego.Diego langsung bangun."Jangan, jangan. Nih aku bangun sekarang."Melihat Diego bangun, Sophia pun meletakkan ember itu kembali."Cepat bangun dan siap-siap, terus cari kerja supaya kamu bisa bayar aku." Setelah itu, Sophia mengurus keperluannya sendiri.Diego juga sebenarnya tidak mau bergantung hidup pada seorang wanita terus-terusan."Iya, iya aku tahu. Tunggu aja, bentar lagi
Sophia tetap takut meski pintu kamar mandi bisa dikunci.Dia tidak terlalu terbiasa dengan keberadaan pria lain di rumahnya."Iya, iya. Nggak usah takut, aku nggak tertarik sama kamu."Meski belum lama berinteraksi dengan Sophia, Diego mendapati Sophia seperti harimau betina yang tidak lembut dan tidak perhatian sama sekali. Sophia sama sekali bukan tipenya.Sophia tidak marah saat mendengar ucapannya.Setelah mandi.Sekarang waktunya mereka tidur, tapi tempat tidur di rumah cuma satu."Semalam kamu tidurnya gimana?" tanya Diego."Aku tidur di lantai," jawab Sophia.Kemarin Sophia takut Diego mati. Dia bahkan tidak tidur sepanjang malam dan terus duduk di tepi kasur sambil menatap Diego."Hah? Masa kamu tidur di lantai?" Sekarang akhirnya Diego tahu malu sedikit.Sophia menatap Diego balik dan berkata, "Ya sudah sekarang kamu tidur di lantai, aku yang tidur di kasur."Diego menjawab, "Aku itu tuan muda, aku nggak bakal tidur di lantai.""Ya sudah kalau gitu kamu keluar aja dari rumahku
Sophia tertegun sejenak, menatap Diego yang hanya mengenakan pakaian dalam dan menggigil kedinginan di depan pintu."Kok kamu di luar pakai baju setipis ini? Nggak dingin?"Saat Diego mendengar suara Sophia, Diego mengangkat kepalanya yang hampir membeku dengan ekspresi putus asa, "Ya ampuuun, akhirnya kamu pulang juga."Diego sudah hampir mati beku.Sophia tidak bertanya lebih jauh dan langsung membuka pintu.Diego juga langsung masuk kamar, baring di kasur dan membungkus tubuhnya erat-erat dengan selimut sambil bersin berulang kali."Kok kamu nggak ngasih tahu aku kalau pintu rumahmu tertutup otomatis? Aku cuma keluar jalan-jalan, tapi pas pulang, aku nggak bisa masuk.""Lah? Rumah biasa 'kan memang gini?" Sophia bertanya-tanya, "Kok kamu nggak tahu?"Diego mengernyit, "Hahh ... beda banget."Melihat tatapan menyedihkan Diego, Sophia pun mengeluarkan makanan yang dibawanya."Kamu lapar ya? Aku panasin makanan buat kamu ya."Perut Diego sudah keroncongan dari tadi, jadi dia sangat sen
Setelah membuat kesepakatan dengan Diego, Sophia pun pergi kerja."Kalau nanti siang lapar, kamu masak aja mi. Bisa 'kan masak?"Diego mengangguk dengan canggung.Hanya masak mi sih ... harusnya gampang ya.Sophia pikir masak mi juga hal yang mudah, Sophia tidak berpikir macam-macam dan berkata, "Biasanya malam nanti aku dapat makanan, nanti aku bawain buat kamu.""Oke." Diego mengangguk.Sophia menjelaskan semuanya dengan jelas, lalu menatap pakaian Diego."Mesin cuci ada di kamar mandi, kamu boleh pakai buat cuci bajumu. Mumpung cuacanya cerah, kamu jemur sekalian. Sebelum aku pulang, kamu sudah harus selesai cuci baju ya.""Oke." Diego mengangguk setuju.Kalau Reina ada di sini saat ini, dia pasti akan sangat terkejut dengan perubahan Diego.Saat Sophia pergi, untuk mencegah Diego berbuat jahat, Sophia tidak meninggalkan kuncinya.Setelah itu, Diego baring di kasur.Dia sangat lelah dan sekujur tubuhnya sakit.Untuk menghindari penagih utang akhir-akhir ini, Diego hidup bak anjing j
Sophia benar-benar terdiam. Orang aneh macam apa yang dia selamatkan?Sophia menjawab sambil menyantap mi-nya."Orangtuaku sakit dan aku anak tunggal. Keluargaku menjauh dari keluarga kami."Sejak orangtuanya jatuh sakit, semua sanak saudara menghindarinya.Diego langsung mengerti posisi Sophia."Hahh, aku nggak nyangka ada orang semenyedihkan kamu di dunia ini."Diego berpikir, kalau dia masih jadi dirinya di masa lalu, sedikit sedekah dari Diego pasti bisa membuat hidup Sophia berbalik 180 derajat.Meski ucapan ini terkesan penuh simpati, entah mengapa Sophia malah merasa kesal."Makanya kamu jangan jadi parasit aku. Sana pergi kalau sudah kenyang, aku beneran nggak punya duit."Diego tidak ingin pergi begitu saja."Sophia, aku itu nggak bohong sama kamu. Selama aku bisa menghubungi kakakku, dia pasti mau ngasih uang sebanyak yang kamu minta."Sophia memutar bola matanya, "Kamu itu sudah besar, tapi masih nyari kakakmu lah, nyari saudara lah. Kamu nggak merasa dirimu itu nggak bergun
"Ya sudah kalau sudah bangun, pergi sana," ucap gadis itu dengan nada kesal.Diego merasa seluruh tubuhnya sangat sakit. Dia tidak mau pergi, ke mana pula dia harus pergi?Dia tidak mau hidup di jalanan."Siapa namamu?" Diego malah bertanya pada gadis itu.Gadis itu menjawab, "Sophia Aries."Sophia?"Namaku Diego." Diego memperkenalkan dirinya, "Kukasih tahu ya, aku itu anak orang kaya. Kalau kamu bersedia menampungku, nanti waktu aku pulang, aku pasti balas kebaikanmu."Kalau Diego keluar dari rumah ini sekarang, sama saja dia akan mati.Para penagih hutang masih mencarinya ke mana-mana, jadi Diego tidak berani pulang."Oh. Ya kalau begitu cepat pulang sana, aku nggak perlu kamu balas budi kok."Sophia merasa Diego sedang membual.Kalau Diego benar-benar kaya, mana mungkin bisa begitu terpuruk?Diego bisa melihat Sophia tidak mempercayainya, tapi dia tidak dapat membuktikannya, "Aku masih nggak enak badan. Boleh nggak aku nginap di sini dua hari lagi?"Meski tempat ini kumuh dan kecil