Sebenarnya Riko juga ingin pulang ke rumah Reina, tapi kondisi Tuan Besar Jacob belum stabil dan hal ini membuat Riko khawatir.Apalagi Jovan dan Bibi Alana sangat tidak bisa diandalkan. Mereka masih sering bertengkar.Riko tidak tahu apa keduanya bisa berdamai dan bersatu.Riko mengkhawatirkan segalanya, dia jadi tidak bisa tidur nyenyak malamnya....Saat ini di Keluarga Andara.Malam itu Reina tidur cepat dan kali ini tidak setakut seperti di Kabupaten Sariang.Sementara Maxime tidak bisa tidur. Dia bangun berulang kali dan mau menghampiri Reina, tapi dia takut mengganggu istirahat Reina, jadi Maxime kembali lagi ke kamar.Setelah bergadang semalaman, keesokan paginya mata Maxime pun sembab karena kurang tidur.Maxime langsung pergi mencari Reina, tapi Sisil memberitahunya, "Bos lagi keluar.""Keluar? Kapan dia keluar? Kemana dia pergi?" Maxime buru-buru bertanya.Sisil menggeleng, "Aku nggak tahu, tapi nggak usah khawatir soalnya ada Deron kok."Saat ini Maxime bukan hanya khawatir
Reina mengepalkan tinjunya, "Kamu itu pembohong, gimana aku bisa percaya? Obat-obatan yang kamu berikan padaku bisa bikin aku sakit jiwa tahu?"Reina benar-benar tidak menyangka kalau Morgan yang sudah dianggapnya seperti seorang kakak malah justru akan tega menyakitinya.Morgan terlihat pilu."Itu satu-satunya cara yang kupunya!"Morgan tidak punya cara lain untuk membuat Reina tetap berada di sisinya, hanya strategi ini yang terpikir olehnya."Ha ..." Reina mencibir, "Apa maksudmu ini satu-satunya cara? Kamu egois dan jahat. Aku benar-benar nggak nyangka kamu akan berubah jadi begini."Berubah?Kalimat terakhir Reina membuat Morgan kehilangan kewarasannya, dia meraih lengan Reina dan matanya mulai memerah."Nana, kamu bilang aku berubah? Atas dasar apa kamu ngomong gini?"Dia meremas lengan Reina.Reina mengernyit kesakitan, "Lepaskan."Alih-alih melepaskannya, Morgan malah mencengkeram lengan Reina lebih erat."Kamu yang berubah duluan. Dulu waktu kecil kamu bilang mau menikah sama
Ketika Jess dan Morgan menuju ke perusahaan hari ini, mereka lewat tempat ini dan Morgan berkata dia mau keluar melihat-lihat.Jess menunggu Morgan kembali di luar gerbang universitas.Kebetulan, dia melihat pemandangan ini.Jess sadar Reina kehabisan napas, "Tuan Morgan, lepaskan Nona Reina, sepertinya dia nggak bisa bernapas."Morgan tersadar oleh suara Jess.Dia langsung melepaskan Reina dan melihat wajah Reina sudah pucat pasi, jelas kesulitan bernapas."Nana!" Morgan terlihat sangat cemas.Reina terengah-engah dan tidak punya waktu untuk menjelaskan.Jess menghampiri Reina."Nona Reina, bernapaslah pelan-pelan."Reina mengangguk.Setelah sekian lama, akhirnya keadaannya membaik.Rasa bersalah melintas di mata Morgan. Dia mengangkat tangannya untuk menyentuh Reina, "Kamu nggak apa-apa?"Reina langsung mundur beberapa langkah untuk menghindarinya."Aku hampir mati."Reina ketakutan, dia merasa jika Morgan berada di dekatnya, dia akan benar-benar mati.Tangan Morgan yang terangkat me
Morgan duduk di samping Jess, meski tidak bisa mendengar jelas percakapan mereka, samar-samar Morgan tahu Jess sedang bicara dengan pria lain."Jess, kamu punya pacar?" tanya Morgan dengan agak kaget.Jess terkejut dan tertegun sejenak, "Hmm ... entahlah. Kami masih dalam tahap mengenal satu sama lain."Morgan mengangguk, "Baguslah, kalau kamu nggak yakin, kasih tahu aku saja siapa orangnya, biar aku bantu nilai."Jess tidak menyangka Morgan akan mengucapkan kata-kata seperti itu dengan mudah tanpa ada rasa cemburu sama sekali.Hal ini membuatnya lebih yakin bahwa Tuan Morgan tidak punya perasaan sama sekali padanya.Jess tersenyum pahit, tapi tidak seperti biasanya, dia menolak Morgan."Nggak perlu, Tuan Morgan.""Kenapa?" Morgan bertanya.Jess juga tidak tahu apa yang salah dengan dirinya, namun dia merasa kesal tanpa alasan sehingga tidak bisa mengendalikan emosinya, "Ini urusan pribadiku."Morgan tercekat.Jess menambahkan, "Tuan Morgan, kamu melarangku mencampuri urusan pribadimu,
Morgan duduk di dalam mobil, mengamati Jess yang berkencan dengan seorang pria.Morgan memotret pria pasangan Jess dan menyelidiki identitasnya.Tak lama kemudian, bawahan Morgan melapor."Tuan Morgan, pria itu bernama Erik, dia sahabat Revin."Erik?Pantas saja Morgan merasa pria itu tidak asing di matanya.Morgan tahu latar belakang keluarga Jess, dia berasal dari keluarga biasa. Morgan tidak menyangka Jess bisa berhubungan dengan orang seperti Erik.Morgan memicingkan matanya dan seketika hendak bertanya pada Jess apa Jess mengetahui identitas Erik.Morgan mengawasi mereka cukup lama dan baru pergi setelah melihat Jess hendak keluar restoran.Awalnya Jess mau bayar, tapi ternyata Erik sudah membayarnya lebih dulu.Jess jadi sungkan, "Berapa? Aku transfer nanti."Dengan gaji Jess sebagai asisten, meski mampu membayar namun harga sekali makan di restoran seperti ini sama dengan gajinya sebulan.Erik tidak menyangka Jess begitu royal."Nggak perlu, lain kali aja baru kamu traktir aku.
Ari ingin sekali mengusir Revin, jadi dia langsung merebut balik partitur lagunya."Sejak kapan Pak Revin bisa nulis lagu?"Revin spontan tersenyum, "Aku nggak bisa nulis, tapi bukan berarti aku nggak bisa menilai lagu?"Revin melirik partitur Ari dan berkata, "Menurutku ini masih mentah banget, mendingan kamu jangan buang waktu Nana."Setelah berkata demikian, dia berkata pada Reina, "Nana, Brigitta dan yang lain sebentar lagi pulang. Kamu samperin mereka gih."Reina merasa lega dan menatap Revin dengan penuh rasa terima kasih, lalu langsung meninggalkan tempat itu.Reina tidak bisa menahan antusiasme Ari karena pemuda ini menunjukkan partitur sambil memamerkan perutnya yang berotot.Reina sangat penasaran bagaimana ceritanya dia bisa bertemu dengan pria muda yang begitu ceria.Setelah Reina pergi, Ari langsung menarik senyuman di wajahnya.Dia menatap Revin dengan jijik, "Kenapa? Kamu nggak berani ngerebut dari Maxime, sekarang juga nggak ngizinin aku merebutnya?"Revin yang dulu pas
Dengan kehadiran Ethan di vila, suasana pun makin meriah.Ethan terus menyombongkan putrinya di depan Maxime. Hari ini Jovan juga datang, dia hanya bisa terdiam melihat kedua sahabatnya yang sudah punya anak. Yang satu punya empat putra dan yang satu lagi punya seorang putri.Jovan tiba-tiba menyadari ucapan kakeknya, bagaimana rasanya sendirian.Matanya pun tertuju pada Alana yang sedang bermain dengan para bocah, sebuah pemikiran aneh pun muncul di dalam hatinya.Namun, Jovan buru-buru menggeleng dan berkata pada dirinya sendiri, "Nggak, nggak ... enakan nggak punya anak."Maxime tidak mendengar dengan jelas apa yang Jovan gumamkan, dia malah menyerahkan sesuatu pada Jovan."Periksa apa ini."Maxime memberikan sejenis obat pada Jovan.Ekspresi Jovan langsung menjadi serius, "Kak Reina pernah mengonsumsi ini?"Maxime mengangguk."Oke, aku akan memeriksanya."Maxime mendapat daftar obat dari suruhannya yang diminta membuntuti Reina.Jovan memfoto dokumen itu, lalu mengirimkannya ke baw
Maxime pusing saat mendengar ini.Adik laki-lakinya ini benar-benar membuatnya gelisah.Maxime terdiam beberapa saat sebelum menjawab, "Aku tahu, kita awasi dia.""Oke."Setelah Ethan dan Maxime selesai membicarakan bisnisnya, mereka mulai membicarakan urusan rumah tangga.Situasi Ethan saat ini bahkan lebih buruk daripada situasi Maxime. Brigitta memaksa bercerai darinya dan membawa Erina pergi."Kak Max, aku benar-benar nggak ngerti deh. Apa aku nggak memperlakukannya dengan baik? Kenapa dia ngotot banget mau cerai sama aku?"Maxime tidak tahu bagaimana menjawabnya."Pokoknya bicara baik-baik, jelaskan semuanya supaya nanti nggak ada penyesalan," ucap Maxime.Maxime bisa berkata seperti ini karena antara dia dan Reina juga sering terjadi kesalahpahaman. Andai mereka langsung membicarakannya baik-baik, mereka tidak perlu bertengkar.Saat ini, di dalam ruang tamu.Reina dan Alana berbaring bersama.Alana merangkul lengan Reina dan berkata, "Ya ampun Nana akhirnya kamu pulang. Kamu tahu
Saat Marshanda mendengar ini, hatinya tiba-tiba menjadi dingin.Dia masih ingin mengucapkan sesuatu yang lain, tetapi suara perawat terdengar dari belakang, "Telepon siapa kamu!"Marshanda langsung menutup telepon dan berpura-pura menekan nomor telepon secara acak."Keluar! Kalau nggak aku panggil Kak Max. Kalau dia tahu aku di sini, dia pasti akan datang untuk menyelamatkanku. Kamu nanti akan dibunuh sama dia!"Perawat itu melangkah maju dengan marah, "Kamu gila ya? Aku potong lho tanganmu."Marshanda meringis."Nggak, nggak, aku nggak berani ulangin lagi.""Kamu nggak berani, kenapa nggak balik ke kamarmu!" ucap perawat itu.Beraninya Marshanda kembali?Masalahnya kalau kembali, Marshanda pasti akan dipukul oleh temannya yang sakit jiwa itu.Namun dia tahu jika tidak menurut, perawat akan memberinya obat penenang. Jadi Marshanda hanya bisa masuk ke kamar.Saat dia masuk, dia berdoa agar teman sekamarnya sedang tidur.Marshanda membuka pintu dan memasuki kamar, dia langsung merasa leg
Morgan memperhatikan kedua orang itu pergi dengan depresi.Dia sendirian di depan pintu vila, angin dingin menderu-deru dan dia pun batuk-batuk.Pelayan yang melihatnya berkata, "Tuan Morgan, di luar dingin, silakan masuk ke dalam?"Morgan menggeleng, "Nggak, aku mau pergi.""Kalau begitu aku ambilkan jaket dulu sebentar.""Nggak perlu."Morgan menolak dan masuk ke dalam mobil.Di mata para pelayan, Morgan mudah bergaul, dia rendah hati dan sopan, tidak terlihat seperti tuan muda.Morgan duduk di dalam mobil dan kemarahan di wajahnya hilang.Dia menyetir, tapi tidak tahu ke mana harus pergi.Hari ini, Morgan sadar dia itu kesepian.Tanpa disadar, Morgan melajukan mobil ke apartemen tempat tinggal Jess.Sejak Jess mengundurkan diri, Morgan jadi pemarah.Ini pernah terjadi sekali.Yaitu waktu di luar negeri dia menerima kabar Reina sudah menikah dengan Maxime.Morgan pikir dia tidak akan merasa seperti itu lagi, tapi sekarang dia merasakannya lagi.Dia merasa seperti ada batu di hatinya.
Reina terdiam.Kenapa malah dia yang ditanya?Bagaimana dia bisa memutuskan hal seperti itu?Ini buah simalakama. Kalau Reina jawab 'Ya', akan menyinggung Joanna. Kalau Reina menjawab 'Tidak', akan menyinggung Daniel.Reina tiba-tiba merasa kesulitan.Joanna juga melirik Reina, "Nana, meski kami bercerai, aku akan tetap menjaga para cucu. Jangan khawatir, kita masih satu keluarga."Reina tidak tahu harus menjawab apa. Untungnya, Maxime menariknya ke dalam pelukannya dan berkata dengan lantang, "Ayah, Ibu, kami sebagai anak-anak nggak ada hubungannya dengan perceraianmu dan kami akan menghormati pilihanmu."Tatapan Daniel langsung berubah, dia mengedipkan mata pada Maxime, tapi Maxime pura-pura tidak melihat apa pun.Daniel pun melirik Morgan."Morgan, bagaimana menurutmu?"Kondisi mental Morgan sangat buruk akhir-akhir ini, dia gagal mengalahkan Maxime dan kehilangan koneksi."Menurutku nggak mudah bisa sampai di titik ini. Kalau bisa nggak bercerai, sebaiknya nggak usah."Dia menatap
Reina mengerti, tetapi tidak mudah untuk meyakinkan orang.Melihat Reina mengernyit, Maxime ikut sedih."Luangkan waktumu dan jangan terburu-buru. Kamu harus ingat, aku mendukungmu." Maxime menambahkan, "Kita bisa bekerja sama."Reina menolak, "Nggak, aku nggak bisa mengandalkanmu dalam segala hal, aku juga harus mengandalkan diriku sendiri."Dia menarik napas dalam-dalam."Jangan khawatir, aku akan mengurusnya."Reina agak kewalahan, kalau ibunya meninggal, dia pasti akan menghadapi lebih banyak kekacauan.Tapi, dia tidak bisa terus-terusan dibantu Maxime."Mendingan kamu ajarin kau gimana caranya menghadapi mereka?" Reina menatap Maxime dengan mata berbinar.Telinga Maxime memerah saat melihat wajah manja Reina, "Boleh, tapi kamu harus menjadi muridku.""Oke.""Coba panggil aku Pak Max," ucap Maxime sambil menatapnya dalam-dalam.Reina membuka mulutnya, tapi ragu untuk bicara, "Pak Max."Senyum Maxime makin merekah."Kalau gitu untuk sementara, kamu ikut aku ke Grup IM. Paginya kamu
"Yah, aku tahu." Reina pun menatap para eksekutif senior yang hadir.Hanya ada sekitar tujuh orang eksekutif senior di perusahaan cabang tersebut dan setengahnya sudah ada di sini.Mereka sadar Reina sedang memperhatikan mereka, jadi semuanya buang muka karena sungkan."Ayo, kita lanjut rapat."Tak satu pun dari mereka mengucapkan sepatah kata pun.Raihan terbatuk sebelum memecah kesunyian.Rapat tetap dilanjutkan, namun kali ini benar-benar membahas perkembangan perusahaan ke depan.Pertemuan itu bubar tanpa diskusi panjang.Raihan berlagak seperti pimpinan perusahaan yang mengantar mereka keluar ruangan satu per satu.Reina memperhatikan dalam diam, merasa sangat khawatir.Reina kembali ke kantornya dan melihat Maxime duduk di kursinya dengan sebagian besar tumpukan dokumen di depannya sudah terbaca.Sisil menarik tangan Reina, "Bos.""Ada apa?""Pak Maxime benar-benar hebat. Pas Bos pergi, dia duduk di sini tanpa bergerak, membaca banyak dokumen dan menandai semua masalah," bisik Si
Reina menarik Maxime masuk ke mobil.Maxime tidak berdaya, Reina hanya memedulikannya karena pekerjaan. Hahh ....Sesampainya di Grup Yinandar.Reina merasa ada yang tidak beres dengan suasana di perusahaan hari ini dan para karyawan membuang muka saat melihatnya.Maxime juga menyadarinya.Reina menelepon Sisil, sayangnya Sisil juga tidak tahu karena dia sedang ada di luar.Jadi Reina menelepon sekretaris."Apa terjadi sesuatu di perusahaan?"Sekretaris ragu-ragu sejenak, lalu berkata, "Manajemen senior perusahaan mendengar kesehatan Bu Liane semakin memburuk akhir-akhir ini dan mereka ingin membentuk dewan direksi untuk memutuskan arah masa depan perusahaan."Perusahaan mengadakan rapat dewan dan tidak memberitahunya? Dia 'kan manajer umum?"Di mana mereka sekarang?"Dari dulu Liane sudah khawatir karena dia sakit dan tidak bisa mengurus perusahaan, manajemen senior akan mengambil tindakan terhadap Reina.nggak, sekarang mereka mulai mencari masalah secara pribadi.Sebenarnya, mereka
Nenek Diego tidak merasa malu, malahan merasa sombong."Terus kenapa? Memangnya salah Diego minta uang ke kakak iparnya?"Reina benar-benar tidak ingin terus berdebat konyol dengan nenek Diego yang tidak masuk akal itu, "Aku sudah panggil polisi, sebentar lagi mereka datang. Kamu bicara langsung sama mereka.""A ... apa?" Mata nenek Diego membelalak.Reina mengangkat ponselnya, "Mungkin kamu nggak sampai di penjara sih, tetapi bisnis putramu pasti akan terpengaruh. Yah, soalnya ibunya dia memeras orang lain."Saat bicara tentang putranya, kesombongan nenek Diego pun sirna."Bagus sekali kamu Reina!"Nenek Diego tidak akan membiarkan dirinya dibawa polisi.nenek Diego langsung bangkit dari tanah dan berjalan keluar.Reina akhirnya menghela napas lega.Sebenarnya keluarga Treya adalah keluarga biasa dari pedesaan.Setelah Treya menikah dengan Anthony, Anthony membantu adik Treya membuka perusahaan kecil.Namun meski begitu, keluarga Treya masih belum puas. Waktu Treya masih hidup, mereka
Reina tahu betul seperti apa sikap orang penghisap darah seperti nenek Diego. Begitu dikasih sekali, pasti akan minta lagi lain kali.Joanna juga tahu, tapi dia tidak bisa apa-apa."Iya tapi kalau nggak dia malah bikin ribut di sini.""Kalau begitu panggil polisi."Joanna membelalak tidak percaya.Nenek Diego bahkan lebih terkejut, "Kurang ajar! Apa katamu? Aku ini nenekmu.""Treya dan aku nggak punya hubungan darah. Kamu bukan nenekku dan kamu nggak pernah sayang sama aku."Nenek Diego sangat marah dan menuding Reina, dia sangat marah sampai tidak bisa bicara.Reina juga tidak memberinya muka."Ucapanmu barusan sudah kurekam. Jadi kalau kamu mau memeras kami 100 miliar, kamu tunggu saja akan mendekam di penjara!" ucap Reina sambil mengangkat ponselnya.Nenek Diego tidak menyangka Reina akan merekam ucapannya barusan, "Dasar kurang ajar! Percuma putriku membesarkanmu, kamu malah berdiri di pihak orang lain!""Justru kamu yang orang luar, dia ini ibu mertuaku. Aku sudah menghargai Treya
"Kamu tertohok ya sama kata-kataku?" Melihat Joanna kesal, nenek Diego malah makin menyerang."Semua orang juga tahu suamimu nggak pernah pulang, bisa jadi dia punya banyak anak haram di luar!"Joanna terdidik dengan baik sejak kecil. Dia mengepalkan tangannya erat-erat dan berusaha untuk tidak membalas ucapan nenek Diego.Reina langsung melangkah maju ke hadapan nenek Diego."Kamu bilang Diego menghabiskan banyak uang untuk putri Keluarga Sunandar? Siapa? Mana buktinya?"Nenek Diego terdiam.Sebelum dia sempat berpikir, Reina melanjutkan, "Kalau nggak bisa ngasih bukti, aku bisa menuntutmu karena sudah memfitnah."Nenek Diego tersadar."Dasar gadis sialan! Hanna nama gadis itu! Dia dari Keluarga Sunandar, 'kan?""Mengenai bukti, wanita zaman sekarang itu pintar. Bisa aja mereka habiskan uang tanpa bukti." Nenek Diego menarik pakaian Reina, " Cepat minta ibu mertuamu balikin uangnya ke aku, atau aku akan sebarkan berita ini ke awak media.""Ternyata harta Keluarga Sunandar dari hasil p