Reina tiba di rumah Alana pagi-pagi sekali.Keduanya sarapan bersama sambil menunggu Marshanda datang minta maaf."Nana, kok Marshanda tiba-tiba mau minta maaf?" Alana sedikit bingung.Padahal beberapa hari yang lalu Marshanda masih menyuap media untuk menurunkan beritanya dari berita hangat. Kenapa sekarang tiba-tiba berinisiatif minta maaf? Aneh sekali.Reina juga tidak paham.Kalau sesuatu terjadi pada Marshanda, Maxime dan Jovan pasti tidak akan tinggal diam.Mereka pasti akan berusaha menyembunyikan berita buruk tentang Marshanda dan kalau mereka sudah berkehendak, pasti terjadi sesuai keinginan mereka.Jadi, satu-satunya kemungkinan yang terjadi adalah ada suatu alasan yang menyebabkan mereka berdua tidak ingin membantu Marsha."Sudah, jangan terlalu dipikirkan. Ingat, kita harus membuat dia membayar harga karena sudah membuatmu menderita," jawab Reina."Oke.""Aku sembunyi dulu ya, kamu bisa senang-senang menindasnya.""Ya."Jam 10 pagi, Marshanda pun datang dan Reina sembunyi d
Setelah itu, Marshanda memberitahukan alamat Reina pada Roy.Saat ini, di vila.Alana mengeluarkan kamera tersembunyi yang sudah disiapkannya dari awal."Untung aja Nana kenal banget tabiat Marshanda. Terima kasih ya Nana udah kasih ide untuk rekam video permintaan maaf wanita itu untuk jaga-jaga."Setelah itu, Alana membuka video yang tersimpan di ponselnya.Terekam sempurna bagaimana Marshanda meminta maaf dan mengakui plagiarisme, serta bagaimana wanita itu mencoba menyuapnya."Ya, aku memang sangat mengenal dia. Marsha itu orang yang rela melakukan apa pun untuk menguntungkan dirinya. Dia nggak akan minta maaf di depan umum kecuali benar-benar terpaksa.""Aku unggah videonya sekarang ya."Alana sangat bersemangat.Reina malah menghentikannya, "Nggak, jangan gegabah. Sekarang belum waktunya."Sekarang Marshanda sedang menjadi pusat perhatian, posisi Reina tidak diuntungkan dengan merilis video ini.Kalau mereka bertindak sembarangan, mungkin malah Alana yang akan diserang."Ya sudah
Semua orang terkejut.Maxime belum pernah pergi di tengah-tengah rapat seperti ini.Di bawah tatapan memohon semua orang, Ekki pun nekat mengikutinya keluar."Bos."Maxime menyuruhnya diam, lalu mengambil ponselnya dan bersiap menelepon Reina.Namun, tepat saat Maxime akan menekan tombol panggil, sebuah keraguan menyergap hatinya.Kalau dia menelepon sekarang, Reina pasti merasa dia tidak memercayainya.Sudahlah.Maxime pun tidak jadi menelepon.Sepanjang hari, Maxime selalu gelisah.Malamnya, Maxime tidak makan malam dan meminta sopir untuk langsung mengantarnya pulang.Waktu Maxime membuka pintu vila, ruang tamu terasa sangat sunyi dan kegelapan langsung menyerbunya.Maxime tidak menyalakan lampu dan hanya berbaring di sofa dengan perasaan kesal.Dia terus menghidupkan ponselnya, entah apa yang ditunggu.Waktu terus berlalu dan Maxime hanya duduk di ruang tamu. Setelah beberapa saat, ponselnya menyala.Maxime langsung melihat layar ponselnya dan mendapati ada pesan masuk dari pengawa
Setengah jam kemudian.Reina dan Revin akhirnya sampai di vila Alana.Sebelum Reina sempat membuka pintu, dia sudah lebih dulu mendengar suara dari dalam."Pelan-pelan, nanti kita kasih mama kamu kejutan. Sini taruh kuenya di sini, di sini loh ...."Reina tersenyum bahagia. Kedua orang ini bahkan berbohong padanya dengan mengatakan bahwa mereka terlalu mengantuk dan tidak ingin menemaninya pergi ke bandara.Ternyata karena mereka berdua diam-diam berencana merayakan ulang tahunnya."Sepertinya mereka akan kecewa," kata Revin yang berada di samping Reina."Kita tunggu dulu bentar ya," sahut Reina sambil menatap Revin.Ditatap oleh mata jernih Reina, Revin pun tercekat. "Oke."Mereka berdua pun berdiri di luar sambil menikmati semilir angin malam."Bagaimana kabar Bu Lyann akhir-akhir ini?""Dia sehat, dia minta aku bisa cepat membawamu pulang."Reina menjawab dengan sedikit khawatir, "Aku juga mau cepat pulang, tapi aku harus menyembuhkan Riki dulu.""Kita ngerti kok." Revin menatapnya
"Kuberi waktu satu menit. Sini keluar," kata Maxime dengan nada memerintah di ujung telepon.Keluar?Reina meremas ponselnya dan melihat ke luar jendela, "Kamu di sini?""Menurutmu?"Maxime langsung menutup telepon.Reina menatap telepon yang ditutup, lalu menatap Revin dengan tidak enak hati, "Revin, maaf ya aku harus pulang dulu."Revin ingin bertanya ada apa, tapi melihat ekspresi gugup dan cemas Reina, dia pun tidak bertanya dan mengangguk, "Oke, hati-hati ya."Reina meraih tasnya dan buru-buru pergi.Revin pun berdiri dari sofa dan pergi ke balkon. Dia menatap punggung Reina yang menghilang dari pandangannya, berbagai perasaan berkecamuk dalam hatinya.Di luar vila, terparkir sebuah mobil Cadillac berwarna hitam pekat. Awalnya mobil itu tidak terlihat karena menyatu dengan kegelapan malam, tapi lama kelamaan mulai terlihat.Reina berjalan menghampiri dengan ragu.Jendela mobil diturunkan dan memperlihatkan sosok Maxime yang duduk di kursi sopir dengan wajah tegas. Aura dingin yang
Reina tahu tidak ada gunanya meronta, jadi dia hanya bisa menahan dalam diam.Maxime membungkuk dan membisikkan peringatan di telinga Reina, "Sudah kubilang, kalau kalian berani bertemu lagi, aku akan mempersulit kalian semua!"Tiba-tiba Maxime menghentikan aksinya karena tangannya terasa basah. Maxime pun melihat noda merah di ujung jarinya.Maxime membalikkan wajah Reina dan mendapati darah sudah menyebar dari belakang telinga Reina ke sisi wajahnya.Maxime buru-buru melepas alat bantu dengar Reina."Kenapa telingamu berdarah lagi?"Reina sama sekali tidak bisa mendengar apa yang Maxime katakan.Di mata Reina Maxime hanya akan mengatakan kata-kata yang menyakitkan, jadi ada baiknya dia tidak bisa mendengarnya.Maxime bertanya lagi, "Kamu bawa obat?"Maxime dijawab oleh keheningan.Maxime pun sadar Reina tidak bisa mendengarnya, jadi Maxime memutuskan untuk langsung pergi ke rumah sakit.Di rumah sakit.Meski dokter sudah merawat Reina, dia masih tidak bisa mendengar.Setelah dokter p
Di bawah sinar bulan.Reina menatap wajah pria yang dia kagumi selama separuh hidupnya dan mulai tercekat, tetapi dia tetap berujar, "Pak Maxime, bukannya kita sudah janji?"Tangan Maxime yang sedang menangkup wajah Reina pun terasa kaku, dia menatap mata jernih Reina yang mulai terlihat kabur.Seolah detik berikutnya Reina akan menangis.Maxime juga tidak mengerti apa yang terjadi padanya, hanya saja hatinya terasa sangat sesak. Dia menyingkirkan tangannya dari wajah Reina, menyibak selimut, berdiri dan pergi dari kamar rawat Reina.Meski sudah di luar, Maxime tetap tidak bisa melupakan tatapan Reina padanya, seolah menatap seseorang yang begitu asing.Pak Maxime?Maxime duduk di dalam mobil, merokok dan menelepon Ekki, "Ada apa di hari ini?"Saat ini jam dua pagi, Ekki yang terbangun tiba-tiba oleh telepon Maxime pun masih linglung.Ekki berpikir sejenak, tetapi tidak menemukan petunjuk apa pun. Akhirnya Ekki terpaksa bangun untuk memeriksa agenda.Hari ini tidak ada janji tanda tang
Bibi pengasuhnya bertanya dengan keheranan, "Serius?"Riki mengangguk dalam-dalam."Kalau nggak, kenapa sampai sekarang Om nggak punya istri dan nggak punya anak?"Maxime hampir berusia tiga puluh tahun. Sangat jarang pria berusia tiga puluhan tidak punya istri dan anak, apalagi Maxime tergolong pria kaya.Bibi pengasuhnya menganggap alasan Riki cukup masuk akal."Riki kecil-kecil tahu banyak juga ya." Bibi pengasuh pun spontan memujinya.Keduanya sangat akrab dan saling bercanda dengan senang tanpa menyadari bahwa Reina dan Maxime telah tiba di Vila Mata Air.Reina dengan saksama menghafal jalan menuju tempat ini.Maxime memperhatikan tindakan Reina, tapi tidak berkata apa-apa.Meski Reina tahu tempat ini, Maxime yakin Reina dia tidak bisa membawa anak itu kabur.Setelah turun dari mobil.Reina buru-buru berjalan menuju vila.Bibi pengasuh sudah dapat kabar kalau Maxime datang bersama seorang wanita cantik.Dia segera memberi tahu Riki berita itu.Waktu Riki mendengar ayahnya datang d
Reina menutup telepon dan akhirnya merasa lega.Selama Syena tidak melakukan sesuatu yang buruk, semuanya tidak apa-apa.Dia sudah makin berumur dan hanya ingin menjalani hidupnya dengan baik.Jika Syena melakukan sesuatu yang salah lagi, dia akan menghabisinya....Musim semi berganti menjadi musim gugur.Waktu berlalu dalam sekejap.Dalam sekejap mata, rambut Reina pun dipenuhi dengan uban. Saat ini, Reina hampir berusia tujuh puluh tahun.Beberapa anak laki-lakinya akhirnya menikah. Anak-anak Riko dan Riki sudah duduk di bangku sekolah dasar.Reina mengambil ponselnya. Pada hari itu, dia mendengar anak buahnya berkata, "Bos, Marshanda meninggal."Meninggal adalah sebuah kata yang sering didengar Reina di masa tuanya.Selama bertahun-tahun, mertuanya juga sudah meninggal dunia.Mantan saudara perempuannya, Brigitta, juga meninggal tahun lalu.Ethan menyusul pada paruh pertama tahun ini.Hanya Erina dan suaminya yang tersisa untuk menjaga bisnis Keluarga Yusdwindra.Suami yang Erina d
Sisca pergi ke sekolah dan hendak meminta guru untuk memanggil Talitha. Namun, dia melihat Talitha berdiri di depan gedung sekolah dari kejauhan.Di seberang Talitha ada Syena!Ekspresi Sisca langsung berubah.Dia berjalan cepat menghampiri keduanya. "Talitha."Talitha menoleh ke arahnya. "Ibu."Syena langsung marah mendengar putrinya memanggil wanita lain dengan sebutan ibu."Talitha, aku ini ibumu, dia nggak ada hubungan darah denganmu."Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, wajah Syena sangat pucat dan kuyu. Tatapan matanya menatap Sisca lekat-lekat.Sisca juga tidak merasa terintimidasi olehnya, menarik putrinya untuk berdiri di sisinya."Syena, saat itu kamulah yang nggak menginginkan Talitha. Sekarang, kamu ingin mendapatkan anakmu lagi?"Talitha menimpali, "Aku cuma punya satu ibu, namanya Sisca. Nama keluargaku juga Santiago. Jadi, kamu pergi saja dan berhenti mencariku."Mendengar apa yang dikatakan putrinya, gelenyar kelegaan menyelimuti benak Sisca.Syena terlihat makin mura
Reina beranjak dan melangkah pergi.Marshanda menatap punggungnya dan tiba-tiba berdiri. "Reina."Langkah kaki Reina terhenti dan dia berbalik untuk menatapnya.Tiba-tiba, mata Marshanda menjadi sedikit memerah."Reina! Aku merasa sepertinya aku melakukan kesalahan."Selama sepuluh tahun terakhir, Marshanda telah bermimpi tentang masa lalu hingga berulang kali.Mimpi itu terjadi di masa lalu, ketika dia baru dijemput oleh Anthony.Saat itu, dia tidak memiliki niat licik. Saat pertama kali bertemu Reina, dia merasa bahwa Reina sangat baik.Reina akan memberinya pakaian yang bagus untuk dipakai!Memberikan makanan yang enak untuknya!Reina juga akan berbagi uang saku dengannya!Mungkin karena dia makin tua, ingatannya tentang ketika dia masih muda menjadi begitu jelas, dia pun bernostalgia.Mendengar Marshanda mengakui kesalahannya, Reina menunjukkan kerumitan di antara kedua alisnya."Itu semua sudah berlalu."Dia hanya mengatakan beberapa kata tanpa menyebutkan maaf.Marshanda memperha
Riki benar-benar tidak berubah, ucapannya sangat manis dan masih terus menempel kepadanya.Maxime hendak mengatakan sesuatu tentangnya.Riki melepaskan pelukannya pada Reina dan memujinya."Papa, hari ini Papa bersinar banget dan makin jantan saja. Aku mau belajar dari Papa."Maxime tidak terbujuk oleh perkataannya. "Kalau mau belajar dariku, ikuti kakakmu dan uruslah perusahaan keluarga."Riki menggaruk-garuk kepalanya ketika diminta mengurus perusahaan.Sayangnya, dia benar-benar tidak suka menjadi bos.Dia hanya ingin menjadi seorang penyanyi.Dia mewarisi bakat musik yang kuat dari Reina dan merupakan penyanyi generasi baru.Reina juga memahami kebenaran bahwa setiap anak memiliki potensinya sendiri dan keempat anaknya pun berbeda."Sudah, biarkan Riki melakukan apa pun yang dia inginkan, toh ada Riko yang ngurus perusahaan.""Atau nanti kalau Leo dan Liam sudah besar, mereka juga bisa bantu ngurus perusahaan."Maxime langsung diam begitu Reina berbicara.Riki berterima kasih kepad
Revin memang cukup terlambat saat menikah. Belakangan, dia menelepon Reina dan mengatakan bahwa dia punya anak.Maxime sedikit tercengang. "Dia punya anak dari mana? Bukannya dia nggak nikah?"Sejujurnya, Maxime juga mengagumi Revin.Sebagai seorang pria, dia sangat menyukai Reina dengan sepenuh hati dan perasannya tidak pernah berubah.Maxime menduga bahwa Revin tidak pernah menikah karena Reina.Setiap kali mendengar tentang Revin, Maxime langsung ketakutan, takut pria ini akan datang dan merebut istrinya."Katanya sih bayi tabung," kata Reina.Maxime mendengarkan dengan serius. "Siapa ibu dari anak itu?"Reina menggelengkan kepalanya. "Aku nggak tahu, katanya sih rahasia dan nggak ada yang tahu siapa ibu dari anak itu. Tapi, Revin sangat luar biasa. Gen yang dia pilih pasti sangat bagus juga."Mendengar ini, Maxime mengangguk setuju.Hatinya sangat lega.Dia sudah sangat tua, sekarang Revin akhirnya memiliki seorang anak sendiri. Dia seharusnya tidak lagi akan memiliki ketertarikan
Jess tidak tahu apa yang ada di pikiran Erik. Dia mengangkat tangannya dan menepuk pundaknya. "Bodoh, mana mungkin aku nikah sama orang lain, aku saja sudah punya kamu sama anak kita."Erik menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Aku tahu kalau istriku ini memang sangat mencintaiku. Cuma aku, 'kan?"Jess ragu-ragu sejenak, tetapi dengan cepat mengangguk."Ya, tentu saja."Keraguannya yang sangat tipis ini masih bisa ditangkap oleh Erik.Itu juga pertama kalinya Erik menyadari bahwa dia bisa menjadi begitu peka dan perasa, seperti seorang wanita.Dulu, hanya wanita yang selalu khawatir dia macam-macam. Sekarang, keadaan berbalik dan dia selalu mengkhawatirkan Jess.Ada pepatah yang ternyata memang benar.Jika dunia bertanya apa itu cinta, cinta adalah sesuatu yang bisa menaklukkan segalanya.Jess adalah orang yang bisa menaklukkannya....Lima belas tahun telah berlalu.Tanpa disadari, keempat putra Reina dan Maxime telah tumbuh dewasa dan semuanya sangat tampan.Riko adalah yang paling
Entah kebetulan atau tidak, Jess yang saat itu berada jauh di Kota Simaliki juga bermimpi.Dalam mimpi itu, dia benar-benar menikah dengan Morgan dan memiliki seorang anak.Ketika terbangun dari mimpi itu, entah kenapa hati Jess terasa kosong. Dia tidak tahu kenapa ada emosi rumit di dalam hatinya.Dia menoleh ke samping, melihat seorang anak kecil yang sedang tidur di sampingnya.Di sisi anak itu ada suaminya, Erik.Wajah pria itu terlihat tampan saat tidur. Saat sinar matahari menyinarinya, dia terlihat makin memukau.Sudut mulut Jess tanpa sadar terangkat. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh putranya yang menggemaskan, sebelum meletakkan tangannya di sisi wajah Erik dan menyentuhnya.Erik merasakan sentuhan di wajahnya. Dengan mata terpejam, dia mengangkat tangannya dan meraih tangan Jess, menariknya ke pelukannya."Tanganmu dingin? Sini aku hangatkan." Dia bahkan tidak membuka matanya dan apa yang dia lakukan tampak natural.Jess memperhatikan tindakannya dan hatinya menjadi hanga
Mata sipit Maxime sedikit menyipit. "Apa itu?"Sulit untuk menyembunyikan ketegangan di wajah Morgan."Itu cuma koran. Aku bosan dan mau mengisi waktu luang. Jangan diambil, ya?"Melihat raut wajahnya, Maxime tahu bahwa itu jelas bukan koran biasa.Maxime kembali menepis Morgan, berjalan dengan cepat untuk mengambil koran itu.Maxime membukanya dan isinya penuh dengan informasi tentang Jess.Morgan menerjang ke arah Maxime, seolah-olah rahasianya telah terbongkar.Namun, dengan kondisi fisiknya saat ini, Maxime bisa menghindar dengan mudah.Suara Morgan terdengar serak, "Kembalikan, ini milikku!"Maxime menatapnya dengan acuh."Sepertinya kamu lebih peduli sama asistenmu itu daripada Nana."Morgan tersipu malu."Apa kamu bercanda? Siapa juga yang suka sama dia. Aku nggak tertarik sedikit pun sama dia."Dia masih bersikap keras kepala.Maxime bisa melihatnya. Aktingnya benar-benar sangat kentara."Kalau begitu akan aku bawakan koran lain biar kamu bisa baca."Setelah mengatakan itu, Max
"Sekarang, semuanya sudah jelas, jadi mulai sekarang kamu nggak perlu menjagaku lagi. Aku baik-baik saja," kata Reina.Namun, Maxime menggelengkan kepalanya. "Nggak, sekarang aku nggak terbiasa."Dia mengikuti Reina setiap hari, jadi tidak terbiasa jika harus terpisah darinya.Reina tidak berdaya ketika melihat ini."Baiklah, tapi kamu harus berubah secara perlahan."Terus menempel pada orang lain juga cukup merepotkan.Dia juga menginginkan waktu untuk dirinya sendiri.Maxime mengiakan, "Ya, terserah kamu saja."Keesokan harinya.Maxime benar-benar tidak mengikuti Reina ke tempat kerja. Dia mengutus seseorang untuk menjaganya, sementara dia sendiri kembali ke IM Group untuk bekerja.Ketika Gaby dan Sisil mengetahui bahwa Maxime telah kembali ke IM Group, mereka semua terlihat terkejut."Kenapa Pak Maxime tiba-tiba berubah pikiran?" Gaby terkejut.Sisil berbisik, "Bos, apa kalian bertengkar?"Reina menggelengkan kepalanya. "Nggak kok, hubungan kami baik-baik saja. Aku mencoba bicara ba