Vila Magenta.Saat Reina pulang, Maxime belum pergi tidur.Dia duduk di sofa mengenakan piyama berwarna gelap. Tatapan matanya berat, tertuju pada Reina."Kamu senang hari ini?""Lumayan," jawab Reina.Maxime bangkit berdiri. Sosoknya yang tinggi langsung menghalangi sebagian besar cahaya di depan Reina."Aku dengar dari Marshanda, kamu mau menjualku seharga 20 triliun?"Reina terbisu. Orang ini jelas tahu apa yang dia katakan, kenapa masih bertanya lagi."Nggak.""Benarkah?" Maxime mendekatkan tubuh ke arahnya.Reina terpaksa mengambil langkah mundur. "Kamu sendiri tahu betapa buruknya hubungan kami berdua. Mana mungkin aku minta dia membayar 20 triliun? Ibumu saja sudah pernah memberiku cek sebelumnya, tapi aku nggak mau. Buat apa aku melakukan hal semacam itu sekarang?"Maxime mendengarkan kata-katanya, tetapi dia tidak percaya.Jika memang begitu, Marshanda tidak akan memintanya ikut menyaksikan di tempat kejadian hari ini. Satu-satunya kemungkinan adalah, Reina sudah mengetahui se
"Aku nggak pernah memberi perintah seperti itu," kata Maxime dingin.Namun, Frisca tetap enggan pergi. Saat pengawal datang, dia malah memegangi meja dan kursi di dekatnya."Pak Maxime, orang yang memukuli saya mengatakan kepada saya, semua itu karena saya terlalu bodoh dan menyinggung perasaan Pak Maxime.""Saya mohon, lepaskan saya. Saya tidak ingin mati di sini."Frisca menangis tersedu-sedu. Wajahnya dipenuhi luka dan lebam-lebam. Mungkin luka-luka itu akan meninggalkan bekas luka setelah sembuh.Maxime awalnya tidak ingin memedulikan dalam hal semacam ini. Namun, dari perkataan Frisca, ada orang yang ingin memberi wanita itu pelajaran atas namanya.Dia tidak bisa mengabaikan hal ini begitu saja.Dia memerintahkan pengawalnya untuk membiarkan Frisca tetap tinggal."Ceritakan lebih detail."Para pengawal pun melepaskan Frisca.Dia berlutut di lantai, gemetaran."Waktu itu satu hari setelahnya. Saya baru pulang kerja, sekitar jam dua atau tiga pagi. Saya tiba-tiba diseret dari tempat
Reina mengenakan sandal lalu keluar kamar dan mendapati Maxime belum pulang."Kapan?""Kami janjian jam 10 pagi," kata Alana."Oke, aku berangkat sekarang."Reina menutup telepon dan berpikir sejenak. Dia memutuskan untuk mengirim pesan pada Maxime dan berkata dia pergi ke rumah sahabatnya.Reina ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk sekalian bertemu dengan Riko nanti malam.Meski hanya tidak bertemu selama beberapa hari, bagi Reina rasanya sudah seperti setahun. Entah bagaimana kabar anaknya sekarang.Saat ini di Klub Sobernica sangat sepi.Jovan yang semalam tidak bisa tidur nyenyak sudah disuruh datang ke sini pagi-pagi."Kak Max, masih pagi buta begini kenapa sudah minum-minum?"Jovan bahkan tidak sempat melepas jas dokternya, dia bertanya bingung pada Max, "Kamu tahu nggak belakangan ini aku tuh sibuk banget."Maxime menatapnya dengan acuh tak acuh."Sibuk apa? Bukan presiden, belum beristri pula."Jovan menjawab, "Lah, Kak Max sendiri? Sudah punya istri ngapain di sini?"Maxime
Reina tiba di rumah Alana pagi-pagi sekali.Keduanya sarapan bersama sambil menunggu Marshanda datang minta maaf."Nana, kok Marshanda tiba-tiba mau minta maaf?" Alana sedikit bingung.Padahal beberapa hari yang lalu Marshanda masih menyuap media untuk menurunkan beritanya dari berita hangat. Kenapa sekarang tiba-tiba berinisiatif minta maaf? Aneh sekali.Reina juga tidak paham.Kalau sesuatu terjadi pada Marshanda, Maxime dan Jovan pasti tidak akan tinggal diam.Mereka pasti akan berusaha menyembunyikan berita buruk tentang Marshanda dan kalau mereka sudah berkehendak, pasti terjadi sesuai keinginan mereka.Jadi, satu-satunya kemungkinan yang terjadi adalah ada suatu alasan yang menyebabkan mereka berdua tidak ingin membantu Marsha."Sudah, jangan terlalu dipikirkan. Ingat, kita harus membuat dia membayar harga karena sudah membuatmu menderita," jawab Reina."Oke.""Aku sembunyi dulu ya, kamu bisa senang-senang menindasnya.""Ya."Jam 10 pagi, Marshanda pun datang dan Reina sembunyi d
Setelah itu, Marshanda memberitahukan alamat Reina pada Roy.Saat ini, di vila.Alana mengeluarkan kamera tersembunyi yang sudah disiapkannya dari awal."Untung aja Nana kenal banget tabiat Marshanda. Terima kasih ya Nana udah kasih ide untuk rekam video permintaan maaf wanita itu untuk jaga-jaga."Setelah itu, Alana membuka video yang tersimpan di ponselnya.Terekam sempurna bagaimana Marshanda meminta maaf dan mengakui plagiarisme, serta bagaimana wanita itu mencoba menyuapnya."Ya, aku memang sangat mengenal dia. Marsha itu orang yang rela melakukan apa pun untuk menguntungkan dirinya. Dia nggak akan minta maaf di depan umum kecuali benar-benar terpaksa.""Aku unggah videonya sekarang ya."Alana sangat bersemangat.Reina malah menghentikannya, "Nggak, jangan gegabah. Sekarang belum waktunya."Sekarang Marshanda sedang menjadi pusat perhatian, posisi Reina tidak diuntungkan dengan merilis video ini.Kalau mereka bertindak sembarangan, mungkin malah Alana yang akan diserang."Ya sudah
Semua orang terkejut.Maxime belum pernah pergi di tengah-tengah rapat seperti ini.Di bawah tatapan memohon semua orang, Ekki pun nekat mengikutinya keluar."Bos."Maxime menyuruhnya diam, lalu mengambil ponselnya dan bersiap menelepon Reina.Namun, tepat saat Maxime akan menekan tombol panggil, sebuah keraguan menyergap hatinya.Kalau dia menelepon sekarang, Reina pasti merasa dia tidak memercayainya.Sudahlah.Maxime pun tidak jadi menelepon.Sepanjang hari, Maxime selalu gelisah.Malamnya, Maxime tidak makan malam dan meminta sopir untuk langsung mengantarnya pulang.Waktu Maxime membuka pintu vila, ruang tamu terasa sangat sunyi dan kegelapan langsung menyerbunya.Maxime tidak menyalakan lampu dan hanya berbaring di sofa dengan perasaan kesal.Dia terus menghidupkan ponselnya, entah apa yang ditunggu.Waktu terus berlalu dan Maxime hanya duduk di ruang tamu. Setelah beberapa saat, ponselnya menyala.Maxime langsung melihat layar ponselnya dan mendapati ada pesan masuk dari pengawa
Setengah jam kemudian.Reina dan Revin akhirnya sampai di vila Alana.Sebelum Reina sempat membuka pintu, dia sudah lebih dulu mendengar suara dari dalam."Pelan-pelan, nanti kita kasih mama kamu kejutan. Sini taruh kuenya di sini, di sini loh ...."Reina tersenyum bahagia. Kedua orang ini bahkan berbohong padanya dengan mengatakan bahwa mereka terlalu mengantuk dan tidak ingin menemaninya pergi ke bandara.Ternyata karena mereka berdua diam-diam berencana merayakan ulang tahunnya."Sepertinya mereka akan kecewa," kata Revin yang berada di samping Reina."Kita tunggu dulu bentar ya," sahut Reina sambil menatap Revin.Ditatap oleh mata jernih Reina, Revin pun tercekat. "Oke."Mereka berdua pun berdiri di luar sambil menikmati semilir angin malam."Bagaimana kabar Bu Lyann akhir-akhir ini?""Dia sehat, dia minta aku bisa cepat membawamu pulang."Reina menjawab dengan sedikit khawatir, "Aku juga mau cepat pulang, tapi aku harus menyembuhkan Riki dulu.""Kita ngerti kok." Revin menatapnya
"Kuberi waktu satu menit. Sini keluar," kata Maxime dengan nada memerintah di ujung telepon.Keluar?Reina meremas ponselnya dan melihat ke luar jendela, "Kamu di sini?""Menurutmu?"Maxime langsung menutup telepon.Reina menatap telepon yang ditutup, lalu menatap Revin dengan tidak enak hati, "Revin, maaf ya aku harus pulang dulu."Revin ingin bertanya ada apa, tapi melihat ekspresi gugup dan cemas Reina, dia pun tidak bertanya dan mengangguk, "Oke, hati-hati ya."Reina meraih tasnya dan buru-buru pergi.Revin pun berdiri dari sofa dan pergi ke balkon. Dia menatap punggung Reina yang menghilang dari pandangannya, berbagai perasaan berkecamuk dalam hatinya.Di luar vila, terparkir sebuah mobil Cadillac berwarna hitam pekat. Awalnya mobil itu tidak terlihat karena menyatu dengan kegelapan malam, tapi lama kelamaan mulai terlihat.Reina berjalan menghampiri dengan ragu.Jendela mobil diturunkan dan memperlihatkan sosok Maxime yang duduk di kursi sopir dengan wajah tegas. Aura dingin yang
Daniel mengangguk berulang kali. "Tentu saja, Kak."Setelah mengatakan itu, sebagai orang tua yang baik, dia langsung melangkah mendekati Tommy."Tommy, kalau kamu nggak mau pakai topeng ini, kamu nggak perlu memakainya."Daniel memaafkan Tommy atas nama Riko tanpa menanyakan apa yang terjadi hari itu.Riko mengerti orang seperti apa kakeknya, dia pun tidak marah.Tommy segera melepaskan topeng Siluman Babi itu dari wajahnya. Dia menginginkan topeng Raja Kera, siapa yang menginginkan topeng Siluman Babi.Aarav pura-pura memelototinya. "Tommy, cepat bilang terima kasih sama Kakek.""Terima kasih, Kakek.""Ini bukan apa-apa, nggak perlu berterima kasih," kata Daniel sambil tertawa.Aarav memperhatikan bahwa situasi di sini begitu harmonis dan bahagia, jadi dia mengutarakan tujuan kedatangannya."Max, karena kita keluarga, aku nggak akan basa-basi. Aku dengar IM Grup memiliki proyek di luar negeri yang membutuhkan penghubung? Bagaimana pendapatmu tentang perusahaan kita?"Maxime tahu bahw
"Ayah, kalau Ayah benar-benar ingin berubah, lebih baik bersikap baik pada Ibu dulu, itu yang utama." Maxime mengatakan ini dari lubuk hatinya yang terdalam. "Apa Ayah ingat, saat aku dan Reina ingin bercerai, bukankah Ayah menasihatiku biar nggak cerai dengannya atau aku akan menyesal nantinya.""Saat ini, apa Ayah menyesal?" tanya Maxime.Wajah Daniel sedikit menegang.Dalam hal hubungan dan perasaan, pihak yang menyaksikanlah yang akan sadar lebih jelas.Pada awalnya, dia bisa melihat sekilas bahwa Reina adalah menantu yang baik, dia pun memperlakukan Maxime dengan baik. Jika Maxime menceraikannya, dia pasti tidak akan bisa menemukan orang lain yang akan memperlakukannya dengan baik.Demikian pula, Maxime juga menerapkan situasi ini kepada ayahnya."Sayangnya, aku dan ibumu sudah tua dan berbeda darimu saat itu. Kamu nggak ngerti."Daniel masih tidak bisa melepaskan harga dirinya dengan meminta rujuk.Maxime sadar akan hal ini dan tidak mencoba membujuknya lebih jauh."Oh ya, bagaim
Hidup memang tidak bisa diprediksi.Diego memandang Sophia yang terbaring tidak jauh dari sana melalui cahaya yang redup, tiba-tiba merasa bahwa kehidupan seperti ini tampaknya menyenangkan.Dia memejamkan mata dan memasuki alam mimpi.Pada hari pertama tahun ini, ada kegembiraan di mana-mana.Reina mengajak keempat anaknya membuat boneka salju di halaman rumah, sementara Maxime mengawasi mereka dari jauh.Mereka tampak harmonis.Pada saat itu, sebuah mobil melaju di luar rumah.Morgan duduk di dalam mobil mewah, menyaksikan pemandangan ini dari jauh. Dia tidak merasakan apa pun di dalam hatinya.Simpul di tenggorokannya bergulir pelan saat dia memberi isyarat kepada pengemudi untuk menepi.Saat Morgan turun, Reina juga memperhatikannya.Baru satu atau dua bulan sejak terakhir kali Reina melihatnya, tetapi Morgan terlihat kehilangan sebagian besar berat badannya. Bahkan wajahnya terlihat sangat tirus.Dia dan Maxime adalah saudara kembar, dulu mereka terlihat persis sama. Namun, sekara
Sophia bisa memahami pemikiran keduanya.Di masa lalu, semua orang biasanya pulang ke pedesaan untuk merayakan malam Tahun Baru, di mana kerabat dan tetangga tinggal bersama, berbicara dan mengobrol dengan gembira.Namun, Tahun Baru kali ini mereka harus tinggal di kota karena khawatir penyakit kedua orang tuanya kambuh dan tidak bisa sampai ke rumah sakit tepat waktu."Ya, kalau sudah selesai, kalian harus tidur." Sophia membujuk keduanya, seakan mereka adalah anak kecil.Erna dan Robi pun bersimpati padanya. Mereka menganggukkan kepala tanda setuju. "Ya."Diego juga menemani di samping, membicarakan tentang acara yang mereka saksikan kepada keduanya."Program-program sekarang nggak sebagus dulu. Sayang sekali, Tahun Baru sudah nggak semeriah dulu," kata Robi pelan.Dia juga tahu bahwa di pedesaan pun demikian. Semua orang bermain dengan ponsel mereka, jadi komunikasi secara langsung pun jadi berkurang."Kalau tahun depan kita pulang kampung, pasti akan lebih meriah," kata Sophia samb
Tahun Baru hampir tiba.Reina menyiapkan banyak kebutuhan Tahun Baru, mengirimkan sebagian untuk kakek dan neneknya.Sebagian lagi, dia tetap menyimpannya di rumah sendiri.Pada malam Tahun Baru.Reina dan Maxime membawa anak-anak mereka kembali ke kediaman Keluarga Sunandar. Pertemuan ini membuat suasana menjadi sangat meriah.Namun, di meja makan, hubungan Joanna dan Daniel agak renggang.Daniel menunjukkan wajah muram. "Max, tolong hubungi Morgan. Katakan padanya bahwa hari ini, di malam Tahun Baru, dia harus kembali."Morgan sudah lama tidak kembali ke kediaman Keluarga Sunandar.Daniel menghubunginya beberapa kali, tetapi panggilannya selalu ditolak."Ayah, Morgan bukan anak kecil lagi, dia akan pulang kalau memang ingin pulang. Kalau nggak, jangan diambil pusing," kata Maxime dengan tenang."Bicara apa kamu ini. Malam Tahun Baru harusnya jadi reuni keluarga, mana bisa dibenarkan kalau Morgan nggak pulang?" tegur Daniel.Di sampingnya, Joanna menyuapi Leo makanan pendamping ASI de
Setelah makan sampai kenyang, semua orang duduk bersama dan mengobrol cukup lama.Ketika tiba waktunya untuk tidur di malam hari, Sophia dan Diego tidur secara terpisah.Namun, Erna berpikiran sangat terbuka. "Kalian berdua akan menikah, nggak masalah kalau tidur di satu kamar.""Apa boleh begini?" Sophia sedikit tidak percaya.Dia pernah menjalin hubungan, tetapi Erna selalu menyuruhnya untuk menjaga diri dan tidak melakukan hubungan badan atau apa pun sebelum mereka menikah.Sekarang, ibunya ini malah menawarinya tidur dengan Diego?"Tentu saja boleh, masyarakat sekarang sudah nggak seperti dulu lagi," kata Erna sambil tersenyum.Zaman sudah berbeda. Sekarang, kondisinya dan suaminya sudah seperti ini, jadi Sophia harus mempertahankan pria sebaik Diego."Tapi ...." Sophia masih ragu, merasa ada yang aneh dengan kedua orang tuanya.Erna mendorongnya ke kamar Diego. "Sudah, masuk sana. Ayahmu sudah ingin menggendong cucu."Kata-kata itu membuat Sophia makin tidak percaya.Dia didorong
"Apa kakakmu sudah menikah?" Erna bertanya, mengambil alih pembicaraan.Para wanita biasanya khawatir akan memiliki seorang kakak ipar yang terlalu mendominasi di dalam keluarga mertua."Sudah menikah dan punya beberapa anak," kata Diego dengan jujur."Oh, begitu rupanya." Mata Erna tertuju pada Robi.Robi tidak basa-basi lagi dan bicara langsung pada intinya, "Diego, sejujurnya sejak bertemu denganmu, kami merasa kamu anak yang baik.""Hanya saja, kami nggak tahu bagaimana pendapatmu tentang Sophia ...."Sebelum Robi sempat menyelesaikan kalimatnya, Diego mengambil alih pembicaraan, "Aku sangat menyukai Sophia dan aku pasti akan memperlakukannya dengan baik di masa depan."Sophia menyantap makanannya dengan menunduk tanpa berkata apa-apa.Meskipun ini adalah kalimat yang telah mereka bicarakan dan sepakati, dia masih agak malu ketika mendengar ada seorang pria mengatakan bahwa dia mencintainya dan akan memperlakukannya dengan baik.Melihat Sophia bersikap seperti itu, Robi dan Erna ma
Ketika Robi dan Erna mendengar bahwa orang tua Diego sudah meninggal dunia, mereka menatapnya dengan kesedihan di matanya."Orang tuamu seharusnya belum terlalu tua, kenapa mereka bisa meninggal?"Diego berkata dengan jujur, "Ayah mengalami kecelakaan mobil dan ibu meninggal karena kanker."Mendengar ini, Erna makin merasa tidak tega kepada Diego."Anak baik, jangan sedih. Mulai sekarang, kami akan jadi keluargamu."Diego mengangguk berulang kali. "Ya."Sophia berdiri di samping, melihat keakraban Diego dan kedua orang tuanya. Pembicaraan ini seakan dia dan Diego benar-benar bersama."Ayah dan Ibu, kalian bicara dulu saja, aku akan menyiapkan makanan," kata Sophia.Diego langsung berdiri. "Sophia, aku akan membantumu. Om, Tante, kalian istirahat dulu saja.""Ya."Senyum di wajah Erna dan Robi belum hilang sejak mereka melihat Diego.Ketika putri mereka dan Diego pergi ke dapur untuk memasak bersama ....Erna tidak bisa menahan diri lagi dan berkata, "Diego anak yang sangat baik, tampan
Robi langsung bertingkah seperti orang yang sangat bersemangat. "Aku dan Ibumu merasa makin bersemangat akhir-akhir ini. Sepertinya setelah kita kembali untuk merayakan Tahun Baru, kita nggak perlu lagi dirawat di rumah sakit."Melihat wajah pucat kedua orang tuanya, Sophia tahu bahwa mereka hanya ingin menghibur dan membohonginya.Namun, dengan momen hangat seperti ini, tentu saja dia tidak akan merusaknya."Hmm, baguslah."Robi berencana untuk menanyakan identitas Diego.Sophia berdiri. "Kita kembali dulu saja dan lanjutkan pembicaraan di sana. Tempat ini terlalu kecil dan nggak ada tempat istirahat. Setelah pulang nanti, aku akan memasak makanan untuk kalian. Kalian bisa bicara dengan Diego pelan-pelan.""Ya, ya, ya."Keduanya mengangguk berkali-kali.Sejujurnya, mereka sangat ingin keluar, tidak ingin terus tinggal di rumah sakit.Namun, penyakit mereka sangat serius. Jika mereka meninggalkan rumah sakit terlalu lama, nyawa mereka mungkin akan jadi taruhannya.Sophia juga mengetahu