"Benar juga. Nanti begitu Aarav tiba, Grup Rajawali pasti akan lebih kacau, dengan begitu makin mudah bagi Grup IM untuk merebut Grup Rajawali," jawab Ekki.Maxime tidak banyak berkomentar tentang pamannya, tapi menanyakan kabar Tanu akhir-akhir ini."Cuma bersenang-senang sambil menangani tuntutan hukum Diego," jawab Ekki."Cari cara supaya Diego bisa menang.""Baik."Sebenarnya Ekki merasa Diego akan menang tanpa perlu dibantu Maxime.Karena Ekki tahu selama ini Diego selalu dibantu oleh Morgan.Entah apa maksud Morgan membantu Diego, dia bahkan tidak takut mengkhianati Syena.Tiba-tiba pintu kamar Maxime diketuk.Maxime menutup telepon dan ternyata orang yang masuk adalah Reina.Begitu Reina masuk kamarnya, dia langsung duduk dengan lunglai, "Hahh, capek banget."Berjalan sebentar saja sudah selelah ini. Reina merasa lebih lelah dalam kehamilan kali ini.Maxime menghampirinya dan berkata, "Aku pijitin?"Saat Maxime hendak mengulurkan tangannya, Reina langsung menghentikannya."Nggak
Melisha mendapat cukup banyak pencerahan dari ayah mertuanya."Ayah, aku mengerti. Ke depannya aku akan lebih akur sama Rendy. Tapi sekarang Ayah harus membantuku menemukannya dulu dan memintanya membereskan masalah ini dulu."Dalam masyarakat kelas atas, pernikahan hanya untuk kepentingan bisnis.Aarav juga punya istri sah dan banyak selingkuhan di luar sana.Rendy saja lahir dari seorang wanita biasa, tidak bisa dibandingkan sedikit pun dengan Joanna."Oke, aku sudah menyuruh orang mencarinya."Tak satu pun dari mereka yang tahu bahwa situasi Rendy saat ini berada di ambang kematian.Tengah malam hari itu.Di tempat terpencil di pinggiran kota.Maxime mengenakan jas hujan hitam dan mendengar banyak anjing menggonggong di kejauhan.Ekki mengikutinya dari belakang.Malam ini, Maxime khusus datang ke tempat ini untuk menemui sepupunya."Aku nggak ngerti buat apa Rendy punya anjing sebanyak ini," gumam Ekki.Ekki berpikir, sekarang ini pasti anjing jadi mimpi buruk Rendy.Sekarang Rendy
Di kamar, Maxime sedang berbaring di kasurnya dengan mata terpejam.Aarav masuk dan menatap Maxime dengan hati-hati. Dia tidak percaya keponakannya yang kejam kini telah berubah menjadi idiot dan buta.Dia mengulurkan tangannya dan menggoyangkan tubuh Maxime dengan kasar. "Bangun."Maxime mengusap matanya, bertingkah seolah baru saja terbangun."Siapa?"Dia membuka matanya dan tatapannya tidak fokus seolah tidak bisa melihat dunia dengan jelas.Aarav bertanya, "Max, aku pamanmu. Kamu nggak ingat suara paman?""Paman?"Maxime kembali berbaring dan menutupi kepalanya dengan selimut, "Aku nggak ingat."Tingkah laku Maxime yang kekanak-kanakan membuat Aarav yakin bahwa rumor Maxime menjadi orang idiot adalah benar.Setelah yakin bahwa Maxime benar-benar idiot, sikap Aarav pun tidak baik lagi. Dia menatap dingin ke arah Maxime yang terbungkus selimut dan berkata."Max, teruslah jadi orang gila! Dengan begini, kami semua akan aman!"Sebenarnya meski Maxime tidak jadi idiot, Aarav sudah bersi
"Sisil, rumah mantan suami Nana di mana?" Brigitta bertanya.Sisil tidak tahu banyak tentang masa lalu Reina. Dia menggeleng, "Aku juga nggak tahu.""Baiklah."Brigitta sedikit kecewa.Gaby menghampiri dan berkata, "Di kediaman utama Keluarga Sunandar, kamu tahu nggak? Rumah itu dibangun di atas tanah termahal di Kota Simaliki.""Keluarga Sunandar?" Brigitta terkejut."Yah, benar." Gaby bisa mengerti kenapa Brigitta begitu terkejut.Bagaimanapun Keluarga Sunandar adalah keluarga kaya raya dan berkuasa, bisa dibilang termasuk keluarga terkemuka. Semua orang di Kota Simaliki pasti tahu tentang mereka.Brigitta terkejut bukan karena kekuatan Keluarga Sunandar, tetapi karena suaminya, Ethan dan Maxime dari Keluarga Sunandar berteman."Gaby, suami Nana namanya siapa?"Brigitta berpikir ini semua tidak mungkin begitu kebetulan."Maxime."Detik berikutnya Gaby tercengang tidak percaya."Kok bisa?" gumam Brigitta pada dirinya sendiri.Gaby mengernyit bingung, "Kenapa Brigitta? Kukira kamu suda
Setelah usaha yang cukup lama, Reina akhirnya bisa menghubungi sopir dan tahu kalau Brigitta pergi ke luar kota.Meski tidak tahu apa yang terjadi, Reina langsung meminta sopirnya menyusul.Sisil ikut dengan Reina, "Bos, aku temani.""Oke."Keduanya pergi bersama, sedangkan Gaby tinggal di rumah dan menunggu mereka kembali.Di luar sedang hujan deras. Gaby dan Reina sama-sama khawatir.Di sisi lain, Brigitta jelas keluar rumah tanpa persiapan. Dia hanya membawa sedikit uang yang diberikan Reina. Uang itu langsung habis setelah dipakai untuk biaya transportasi dan tempat menginap.Anak dalam gendongannya terus menangis, Brigitta tentu tidak akan membuang anaknya. Dia hanya bisa membawa anaknya yang menangis untuk membeli barang-barang keperluan bayi."Sayang, jangan nangis ya ... Cup ... Cup ..."Sedari kecil, Brigitta tidak pernah mengurus orang, tidak ada yang mengajarinya cara mengasuh anak atau cara mengurus rumah tangga.Semua uangnya sudah habis, dia hanya bisa tinggal di kamar ho
"Pernikahan kami adalah sebuah kesalahan. Dia sudah membunuh semua Keluarga Fandie. Aku sama sekali nggak mau menikah sama dia, aku cuma mau pergi sejauh pergi darinya," kata Brigitta.Setelah mendengar penjelasan ini, Sisil menganga lebar-lebar.Memangnya ini cerita novel? Ethan kesurupan apa sampai membinasakan seluruh anggota keluarga Brigitta?Brigitta tidak menjelaskan secara detail, seolah tidak ingin mengungkit masa lalu."Nana, cuma ini yang bisa kuceritakan. Maaf, hari ini aku dengar dari Gaby bahwa mantan suamimu adalah Maxime. Kupikir kamu mengizinkanku tinggal di rumahmu karena tahu aku istri Ethan, kukira kamu bekerja sama dengannya untuk mengawasiku. Itu sebabnya aku kabur."Akhirnya Reina paham alasan Brigitta kabur, dia pun berkata, "Untung kami nyusul, kita jadi tahu yang sebenarnya deh. Kalau nggak, aku malah bersalah."Brigitta langsung menggeleng."Nggak, terlepas dari kamu bekerja sama dengan Ethan atau nggak, aku sangat berterima kasih padamu. Kalau bukan karena k
Maxime mengirim pesan pada Reina, "Kamu lagi ngapain?"Tentu saja pesan Maxime terabaikan begitu saja.Reina benar-benar sibuk, dia baru kembali ke kediaman utama Keluarga Sunandar jam satu pagi.Reina sama sekali tidak melihat ponselnya, jadi tidak tahu kalau Maxime mengiriminya pesan.Maxime tidak bisa tidur.Keesokan paginya, pihak mempelai pria pergi menjemput mempelai wanita.Joanna meminta Riki menjadi pendampingnya. Riki yang saat ini mengenakan jas, terlihat tampan nan imut.Riko datang dengan Tuan Besar Jacob. Joanna tambah girang saat melihat cucu sulungnya ini sudah datang. "Riko, sini. Nenek peluk sebentar."Joanna sudah tahu akan kondisi kesehatan Jacob yang memburuk, jadi dia tidak keberatan Riko tinggal dengan Jacob.Riko berjalan tanpa ekspresi dan menyapanya, "Nenek.""Halo, cucuku sayang."Joanna mau memeluk Riko.Riko mundur, dia tidak suka dipeluk oleh wanita tua itu.Dibandingkan dengan Joanna, Riko lebih memilih Tuan Besar Jacob yang sangat menyayanginya.Tangan J
Spontan, Reina pun tersenyum, "Kalau gitu cepat cari suami, lalu hamil dan punya bayi secepat mungkin."Begitu bicara tentang proses kehamilan, Alana pun berubah pikiran."Aduh, nggak deh. Aku lebih suka menggoda anak orang."Alana merasa dirinya tidak sanggup menahan rasa sakit melahirkan, dia juga tidak punya kesabaran dalam mengasuh anak-anak."Nana, kamu nggak paham. Pokoknya gimana pun juga, main sama anak orang itu lebih enak, soalnya kita nggak perlu merawat mereka."Dibanding Gaby dan Sisil, Alana lebih memahami beratnya membesarkan anak.Dulu waktu di luar negeri, setiap kali dia libur pasti akan membantu Reina merawat para bayi. Dia tahu betapa sulitnya mengasuh si kembar waktu berumur satu dua tahun.Reina pun tidak membujuknya. Melahirkan dan merawat anak memang pekerjaan yang sangat sulit.Hari ini, pernikahan Syena dan Morgan berlangsung megah dan banyak orang terkemuka menghadiri pesta.Ethan juga menghampiri Reina, "Halo kakak ipar, lama nggak bertemu."Begitu Reina mel
Hanna menghilang di balik ambang pintu.Reina sedikit membeku.Putranya, Leo, mendongakkan kepalanya dan berkata pada Reina dengan suara menggemaskan, "Ibu, sudah lima."Reina kembali tersadar dan melihat ke bawah, melihat bahwa bidak hitam Leo sudah penuh, yaitu lima bidak."Sayang kamu menang, luar biasa." Reina langsung memberikan pujian beruntun.Leo tersenyum bahagia.Di sisi lain, Liam sedikit cemburu saat melihat ibunya memuji kakaknya.Dia berjalan ke arah Reina dan memeluk lengan Reina. "Mama."Reina sedikit tidak berdaya, menyentuh kepala kecilnya. "Liam juga hebat."Joanna merasakan gejolak kecil di dalam hatinya saat melihat ini.Dia mengulurkan tangannya. "Ayo, sini peluk Nenek."Liam dan Leo berbeda dengan Riki dan Riko. Mereka tumbuh bersama Joanna dan memiliki perasaan mendalam kepada neneknya ini, tidak kurang dari perasaan mereka kepada Reina.Mereka berdua berlari mendekati Joanna, ingin dipeluk.Joanna sangat gembira dan berkata kepada Reina sambil tersenyum, "Lihat
Ines berdecak, "Bukannya aku keberatan karena dia miskin, tapi keluarga yang berbeda, kelas yang berbeda, konsep hidup yang berbeda, pandangan dalam hidup pun akan berbeda.""Sekarang, darahnya sedang menggebu-gebu. Tapi, setelah darah itu mengalir ke kepalanya, dia akan lebih tenang. Saat itulah dia akan menyadari kalau dia dan Adrian berbeda."Setelah itu, Ines menoleh ke arah Reina."Nana, bukankah begitu?"Wajah Reina menegang.Dia terkejut kenapa Ines melemparkan pertanyaan itu kepadanya?"Hmm, memang benar akan ada konflik di kemudian hari, ketika kesenjangan antara status keduanya terlalu besar," kata Reina.Setelah mengatakan itu, dia mengubah topik pembicaraan, "Tapi, aku pikir kalau mereka benar-benar saling mencintai, mereka seharusnya bisa saling menemani hingga tua bersama."Dia mengatakan persetujuan untuk kedua belah pihak, jadi tidak menyinggung perasaan Hanna dan ibunya.Sejujurnya, Reina bahkan tidak tahu bagaimana Hanna dan Adrian bisa bersatu.Kalau di ingat tahun l
Setelah permintaan Tommy kepada pengawal tidak membuahkan hasil, dia kembali ke ruang kelas dengan marah.Dia memelototi Alfian. "Jangan berpikir kalau aku nggak bisa melakukan apa pun kepadamu. Setelah pulang nanti, aku akan bilang Kakek agar perusahaanmu nggak bisa bergerak di pasaran."Saat membahas masalah perusahaan, sikap tegas Alfian berubah, dia pun menjadi khawatir.Dia hanya anak kecil, Tommy mungkin hanya akan melakukan sesuatu kepadanya. Namun, terkait perusahaan ....Jika ibu dan ayah tahunya tentang hal itu, mereka pasti akan menyalahkannya.Kemarahan Alfian barusan perlahan memudar. Dia hendak mengaku kalah, tetapi Riko tiba-tiba bicara, "Tommy, selain mengancam orang lain, apa lagi yang bisa kamu lakukan?"Tommy menatapnya dengan keterkejutan."Aku ... aku ...."Dia menjawab terbata-bata.Mata sedingin es Riko tertuju pada wajahnya. "Aku kasih saran, kalau kamu ingin belajar dengan tenang di kelas ini, lebih baik nggak usah buat masalah."Tommy menatap Riko seperti seek
Riko bahkan tidak menatap Tommy dan menjawab ringan, "Nggak perlu, terima kasih."Tangan Tommy yang terangkat membeku."Riko, kamu yakin nggak mau? Aku pernah lihat kalau kamu punya banyak konsol game di kamarmu. Ini yang terbaru, apa kamu nggak mau main?""Main?" Riko menatapnya, lalu melanjutkan, "Apa kamu salah paham? Konsol-konsol di kamarku bukan buat dimainkan, tapi buat dibongkar pasang."Dibongkar pasang?Benak Tommy dipenuhi dengan kebingungan, tidak mengerti mengapa Riko harus membongkar konsol game yang bagus seperti ini.Riko tidak ingin menjelaskan, menundukkan kepalanya dan terus menulis sesuatu.Melihat hal ini, Tommy tidak punya pilihan selain menarik tangannya dan datang ke depan Riki.Bahkan sebelum dia bisa membuka mulutnya, Riki menguap dengan malas, kemudian berkata kepadanya dengan sorot mata dingin, "Singkirkan konsol game mu. Aku nggak mau."Sudut mulut Tommy bergerak pelan.Dia memaksa dirinya untuk menahan amarah di dalam hatinya dan berpura-pura tidak peduli.
Harus diakui bahwa di dunia ini, uang adalah satu-satunya hal yang paling berpengaruh.Melihat gadis yang duduk di samping Alfian berasal dari keluarga biasa-biasa saja, guru itu berjalan menghampiri dan berkata kepada gadis itu dengan suara hangat, "Nak, Tommy anak baru, jadi bolehkah kursimu diberikan kepadanya?"Mata gadis itu terlihat berair setelah mendengar ini.Dia tidak berani mengatakan tidak, hendak beranjak dan pindah meja.Namun, Alfian tidak bisa duduk diam."Pak, masih banyak kursi kosong di kelas, kenapa dia harus duduk di meja Lily?"Wajah guru yang bernama Amar terlihat kaku. Dia tidak dalam posisi yang tepat untuk memberi tahu Alfian tentang dunia orang dewasa dan pentingnya menghindari bahaya."Alfian, Lily saja nggak keberatan, kenapa kamu keberatan?"Alfian menatap Lily. "Lily, bukannya kamu sudah bilang bakal duduk denganku terus?"Ketika Lily mendengar Alfian mengatakan ini, matanya memerah dan dia menggosok matanya."Tapi ...."Suaranya tercekat.Alfian melindun
Es mencair dan sudah waktunya sekolah dimulai.Riko dan Riki sudah duduk di bangku sekolah dasar, mereka berdua berada di sekolah yang sama.Meskipun mereka sudah menjalani satu semester, Riki masih merasa baru dalam segala hal."Kakak, kenapa menekuk wajahmu begitu? Di sekolah bisa dapat teman banyak, apa kamu nggak senang?" Riki bertanya dengan penuh curiga.Riko duduk tegak dan menatapnya. "Apa yang membuatmu senang?"Baginya, pergi ke sekolah dasar terlalu membosankan dan tidak menantang.Namun, Mama bilang bahwa di usianya sekarang, lebih baik mencari teman.Sesampainya di pintu masuk sekolah, sopir menatap kepergian keduanya."Hati-hati, Tuan Muda Riki dan Riko."Riko dan Riki berjalan masuk ke dalam sekolah secara berdampingan, langsung menarik perhatian banyak gadis.Sosok kecil yang tidak asing melambaikan tangan ke arah mereka. "Riko, Riki."Orang yang berbicara itu adalah keponakan Alana, Alfian.Setelah tidak bertemu dengannya selama liburan, berat badannya bertambah.Dia b
Setelah tiba, Maxime langsung berjalan ke rumah dan langsung mempercepat langkahnya saat melihat Reina dan anak-anak."Nana."Reina langsung merasa nyaman saat melihat kedatangannya.Joanna yang duduk di sampingnya langsung bertanya, "Bukankah kamu bilang hari ini cukup sibuk dan akan pulang telat? Kenapa pulang lebih cepat dari biasanya?""Istirahat sebentar," jawab Maxime, kemudian duduk di sebelah Reina.Joanna memandangi keduanya, hatinya terasa sedikit masam.Putranya ini benar-benar sangat protektif terhadap istrinya.Maxime merendahkan suaranya dan bertanya pada Reina, "Apa yang terjadi?"Reina mengeluarkan ponselnya dan mengetik, lalu mengirimkannya kepadanya."Kita bicarakan setelah pulang nanti."Maxime juga menyadari bahwa Morgan masih ada di sini. Dia mengirim Emoji mengiakan, tidak lupa dengan Emoji peluk.Dia awalnya tidak memiliki Emoji ini di ponselnya. Itu semua karena Reina yang sering mengirimkannya, jadi dia mulai terbiasa.Reina melihat pelukan yang Maxime kirimkan
Morgan melangkah lebih dekat ke arah Reina."Nana, apa kamu sudah lupa kalau Syena mengirim seseorang untuk mencelakai anakmu, Riko? Aku melakukan ini karena ingin memberinya balasan yang setimpal, agar dia bisa merasakan rasa sakit ketika anak disakiti. Tapi ...."Ekspresi di wajah Morgan sedikit berubah. "Nggak disangka waktu itu bahkan nggak peduli sama anaknya sendiri. Mengerikan sekali."Mendengar Morgan bicara seperti ini, Reina malah berpikir bahwa Morgan jauh lebih mengerikan."Morgan, kamu benar-benar sangat menakutkan."Dia menarik napas dalam-dalam dan bergegas melewatinya, kembali masuk ke dalam rumah.Morgan berdiri diam, tubuh rampingnya begitu ringkih.Setelah berdiri diam untuk beberapa saat, dia kembali masuk ke dalam rumah.Di ruang tamu.Beberapa anak kecil sedang bermain-main.Reina duduk di samping, Joanna juga duduk di sofa, sesekali menggoda anak-anak.Melihat Morgan masuk, Joanna memintanya untuk duduk."Morgan, kamu baru sembuh, kenapa malah keluar? Di luar san
Setelah keluar dan melihat langit yang cerah, Reina tidak tahu apa yang terjadi di dalam hatinya.Apa yang dikatakan Syena padanya benar-benar menembus persepsinya.Awalnya, dia mengira Morgan sudah cukup gila, tetapi dia tidak menyangka bahwa semua yang terjadi di masa lalu hanyalah puncak dari gunung esnya.Dia menarik napas dalam-dalam, tidak tahu bagaimana cara memberitahu Sisca tentang hal ini.Panggilan Sisca datang tidak lama kemudian.Reina menimbang kata-katanya sebelum mengatakannya secara perlahan.Setelah Sisca mendengarnya, dia juga terdiam cukup lama sebelum berkata dengan tidak percaya, "Morgan terlihat seperti orang yang lembut, bagaimana bisa dia melakukan hal seperti itu?""Entahlah, pokoknya mulai sekarang, kamu nggak perlu menyelidiki ayah kandung Talitha lagi. Besarkanlah Talitha dengan baik. Dengan adanya kamu, dia akan hidup dengan sangat bahagia."Sisca pun memahami hal ini.Untuk bisa melakukan hal seperti itu, pastilah ayah kandung Talitha bukanlah orang baik.