Reina memutar bola matanya dan menjawab, "Jangan khawatir, aku ini pada dasarnya memang pemberontak, makin kamu ingin mengusirku, makin kecil kemungkinan aku mengundurkan diri."Setelah berkata demikian, Reina berjalan melewati Melisha.Melisha mengepalkan tangannya dengan penuh kemarahan dan langsung mendatangi kantor Rendy."Kenapa si wanita jalang itu masih ada di sini? Kamu sudah bikin hidupnya susah belum sih?"Rendy merasa bersalah, "Iya sudah, aku sudah kasih semua tugas yang nggak jelas dan susah kok ke dia, harusnya bentar lagi juga gugur."Melisha duduk dengan malas di sofa ruangan Rendy dan berkata dengan bangga."Aku nggak ngerti kenapa dia bisa begitu beruntung, masa iya dia bisa segampang itu dapat proyek sama perusahaan asing. Gampang banget bawahanku melanjutkan proyek-proyek dia.""Sudah nggak usah ngurusin dia, coba lihat nih aku beli apa buat kamu."Rendy takut Melisha akan menemukan sesuatu yang mencurigakan, jadi Rendy berinisiatif memberinya hadiah.Melisha membuk
Melihat Diego datang untuk urusan ini, Reina mulai mengemasi tasnya dan bersiap untuk pulang."Diego, Morgan 'kan sudah bertunangan sama Syena, jadi wajar dong kalau mereka berdua menikah.""Wajar apanya? Yang Kak Morgan suka dari dulu itu Kak Reina. Kalau sekarang Kakak ngomong sama Kak Morgan, dia pasti bakal langsung membatalkan pernikahannya," ucap Diego.Diego khawatir setelah Morgan menikahi Syena dan punya anak, dia tidak akan membantu Diego lagi.Reina tahu kekhawatiran Diego dan berkata dengan lembut, "Diego, kamu sudah dewasa dan sudah waktunya mengandalkan diri sendiri. Kita nggak bisa terus mengandalkan orang lain selamanya."Diego hanya berdiri diam menatap Reina yang beranjak pergi.Setelah Reina pergi, tatapan Diego terlihat sangat dingin."Cih! Ngapain pura-pura jual mahal? Kalau aku jadi dia, jadi selingkuhan pun aku terima!"Diego pun pergi dari kantor Reina dengan membawa banyak informasi untuk persidangannya.Dia tidak sadar kalau karyawan pengkhianat dari departeme
Di tengah perjalanan dari kantor Grup Sunandar, Diego dicegat beberapa mobil.Saat Diego masih kebingungan, sekelompok orang bergegas keluar dari mobil yang mencegatnya.Akhirnya Diego langsung paham situasi, dia langsung menutup jendela mobil dan menelepon polisi.Dia tidak tahu harus meminta bantuan pada siapa, dia hanya terpikir Reina yang jaraknya paling dekat dengannya."Kak, tolong aku! Ada yang mau membunuhku!Diego tahu orang yang mencegatnya ini pasti punya kuat.Sebodoh-bodohnya Diego, dia juga tahu siapa yang mau membunuhnya, siapa lagi kalau bukan dari Keluarga Yunandar.Saat Reina menerima telepon Diego, tiba-tiba dia mendengar suara tabrakan mobil dari seberang telepon.Ada juga suara teriakan seorang pria, "Cepat keluar dari mobil! Kalau nggak, kami bunuh kamu!"Diego meringkuk di dalam mobil. Untungnya, mobil yang dibelinya bukan hanya mobil mahal tapi juga mobil yang dilengkapi pengamanan terbaik."Aahh! Kak! Kamu dengar 'kan? Tolong aku! Tolong telepon Kak Morgan!"Di
Setibanya di rumah sakit, Reina membayar semua biaya administrasi, lalu menasihati Diego dan hendak pulang lebih dulu."Kak, terima kasih ya untuk hari ini," kata Diego dengan tulus sebelum didorong ke ruang operasi.Meski selama ini dia sering kali tidak tahu berterima kasih dan tidak tahu diuntung, tadi waktu di ambang kematian, dia masih mengingat Reina.Reina tidak berkata apa-apa dan menatap Diego yang didorong masuk ke ruang operasi.Sejujurnya kalau bukan karena kebaikan Anthony, Reina tidak akan peduli dengan Diego yang sedari kecil sudah sering menindasnya.Setelah meninggalkan rumah sakit, Reina bertanya pada Deron apa Deron sudah tahu siapa yang mengincar nyawa Diego.Deron menjawab, "Syena."Reina terkejut. Bukankah Syena dan Diego adalah saudara sedarah?Kenapa Syena tega berbuat hal sekejam ini pada Diego?"Nona Reina juga harus hati-hati. Kalau Syena berani bertindak terang-terangan seperti ini, bisa jadi targetnya selanjutnya adalah Nona," ucap Deron.Reina mengangguk,
Maxime keluar dari ruang perawatan dan sekarang penglihatannya sudah pulih sepenuhnya."Kak Max, gimana rasanya?" Begitu Ethan melihat Maxime keluar ruangan, dia langsung bertanya.""Jauh lebih baik," jawab Maxime.Jovan dan dokter juga ikut keluar ruangan dan berkata, "Hasil CT scan otak Kak Max bagus, dia sudah benar-benar pulih, harusnya nggak ada gejala sisa.""Syukurlah." Ethan terdiam sejenak, lalu melanjutkan, "Cuma belakangan ini Morgan masih mencari Kak Max. Menurutku sih dia sudah ada petunjuk kalau Kak Max bersembunyi di tempatku, aku juga nggak tahu apa rencananya."Jovan tersenyum sinis, "Sekarang Kak Max sudah sembuh, bisa apa lagi dia?"Karena sebelumnya Maxime buta dan amnesia sebelumnya, Morgan pun mengambil posisi Maxime.Sekarang setelah Maxime sehat kembali, sudah saatnya Morgan mengembalikan apa yang menjadi milik Maxime.Tatapan Maxime menjadi gelap, "Aku akan pergi menemuinya besok.""Kak Max mau pergi ke Grup Rajawali?" Jovan sangat menantikan momen ini.Sejak M
"Aneh, dia di mana?" tanya Jovan."Sudah, nggak usah dipikirin."Ethan tidak ingin membuang waktu.Karena vila Keluarga Andara dikelilingi oleh pengawal, akan sulit bagi Ethan untuk diam-diam melihat Brigitta dan anaknya.Dia hanya bisa melihat situasi di dalam dari kejauhan. Meski tidak bisa melihat apa pun dengan jelas, setidaknya itu membuatnya merasa nyaman.Ethan memandangi rumah Reina untuk waktu yang lama.Jovan sudah bosan setengah mati. Karena Ethan menolak untuk pergi, dia pun menelepon seseorang untuk menjemputnya.Dia bersumpah tidak akan pernah mengikuti kedua pria ini karena penasaran, karena ternyata sangat membosankan.Di dalam vila Keluarga Andara.Reina sudah mulai terlelap saat tiba-tiba dia dipeluk dari belakang.Reina langsung membuka matanya, menyalakan lampu samping tempat tidur dan langsung melihat wajah tampan Maxime."Aku lagi mimpi kah? Kok kamu bisa masuk?"Tentu saja Maxime tidak akan mengatakan bahwa dia memanjat tembok dan hampir saja tertangkap pengawal
"Di mana?" Morgan bertanya.Pelayan itu menunjuk ke pintu, "Tepat di depan pintu."Morgan bergegas menuju pintu dan Joanna langsung mengikutinya.Awalnya Morgan pikir Maxime akan terlihat compang-camping, dia tidak menyangka malah melihat Maxime duduk di mobil dan berpakaian rapi.Bukannya Maxime sudah jadi orang idiot?"Kak."Morgan memanggilnya.Joanna langsung menghampiri dan memeluk Maxime, "Max, kamu nggak apa-apa?"Meski sekarang Maxime sudah bisa melihat normal, dia tidak ingin kedua orang ini tahu."Siapa kamu, jangan sentuh aku.""Max, aku ibumu." Mata Joanna berkaca-kaca.Bagaimana mungkin putra yang begitu dia banggakan bisa jadi seperti ini?Tiba-tiba seorang pria lain di dalam mobil yang sama dengan Maxime keluar, pria itu adalah Ethan."Bibi Joanna, beberapa hari yang lalu aku menemukan Kak Max pingsan di jalan, jadi aku membawanya pulang. Aku sudah dengar katanya kalian terus mencarinya, maaf aku baru bisa mengantarnya ke sini hari ini."Begitu melihat Ethan, Joanna pun
Joanna sebenarnya ingin sekali bisa merawat cucu. Selain arisan dengan beberapa wanita bangsawan, kegiatan lainnya adalah menghadiri beberapa pertemuan penting.Selebihnya, dia tidak punya kerjaan."Oke, aku akan mengajak Riki menginap di sana selama beberapa hari."Kalau Riki ikut ke sana, Reina jadi tidak perlu bolak-balik."Bagus! Bukannya hari ini ada rapat? Aku juga akan datang, nanti begitu selesai rapat kita pulang bersama ya." Joanna terdengar girang."Oke."Reina sendiri juga senang karena nanti Joanna akan datang rapat. Hari ini ada drama bagus!Di Grup Rajawali.Reina tiba pukul setengah delapan. Saat dia sedang mempersiapkan materi pertemuan, Morgan memanggilnya."Nana, kamu sudah dengar kabar kakakku belum?"Reina mengangguk, "Sudah, tadi pagi ibu ngasih tahu aku kalau Maxime sudah ketemu, dia juga memintaku membawa Riki menginap di sana supaya aku bisa sekalian merawat Maxime.""Tadi pagi-pagi banget aku nelepon kamu, awalnya mau ngasih tahu perkembangan kakak yang hilang
Mendengar pertanyaan Hanna, Adrian menjawab, "Tadi pagi aku keluar buat cari rumah yang lebih besar. Karena kamu lagi tidur nyenyak, jadi aku nggak tega mau bangunin. Aku sudah mengemasi barang-barang dan niatnya mau aku bawa ke rumah baru sebelum kamu bangun."Mendengar penjelasannya, kekhawatiran di hati Hanna pun lenyap."Dasar bodoh! Kenapa nggak bilang, aku pikir kamu ....""Kamu pikir aku kenapa?" tanya Adrian tidak mengerti.Hanna merasa malu untuk mengatakan bahwa Adrian sudah tidak menginginkannya lagi.Dia menoleh, mencoba menghindar. "Bukan apa-apa.""Oh, kalau begitu ayo sarapan, kamu pasti lapar."Adrian mengambil sarapan."Aku nggak tahu kapan kamu bakal bangun, jadi aku menaruh sarapan di dalam penanak nasi agar tetap hangat. Ini masih panas, lihatlah, kamu suka nggak? Kalau nggak, aku akan beli yang lain."Hanna mengambil kue kukus yang dibeli Adrian, menggigitnya. "Ini di Jalan Permata?""Hmm."Adrian mengangguk membenarkan.Hanna sedikit tersentuh, mengingat jarak ant
Mendengar Hanna ingin ditemani ke toilet, wajah Adrian langsung terasa panas."Kamu mau ke toilet, gimana aku nemeninnya?" katanya dengan sedikit gagap.Hanna berpikir sebentar, lalu menjawab, "Tunggu di depan pintu, ya?"Wajah Adrian makin memerah.Hanna sudah panik. "Tolong, aku benar-benar takut.""Ya ... baiklah." Adrian akhirnya mengangguk setelah ragu cukup lama.Hanna langsung menariknya ke depan pintu toilet."Kamu tunggu di sini dulu.""Ya."Adrian berdiri membelakangi toilet.Sebenarnya, toilet di sini sangat dekat dengan ruang tamu, hanya berjarak sekitar tujuh meter.Hanna benar-benar merasa takut. Setelah masuk ke dalam toilet pun dia masih sempat berseru kepada Adrian."Adrian, kamu masih di depan?""Ya."Adrian menjawabnya sambil membelakangi pintu.Hanna baru merasa tenang setelahnya.Dia sedikit tidak enak hati karena ke toilet seperti ini, jadi dia bertanya, "Apa kita begini nggak aneh? Apa kamu jadi nggak suka denganku karena ini?"Mendengar ini, Adrian menjawab tanp
"Apa aku akan terus tinggal di hotel? Apa kamu punya uang buat bayar hotel yang aku tinggali?" tanya Hanna lagi.Adrian terdiam.Hanna berbaring di sofa dengan punggung menghadapnya. "Pokoknya aku nggak peduli. Aku mau tinggal di sini sama kamu. Aku nggak akan pergi ke mana pun."Adrian tidak berdaya saat melihat ini.Dia tahu Hanna keras kepala dan tidak mudah dibujuk."Baiklah kalau begitu. Istirahat di kamar saja, mulai hari ini aku akan tidur di ruang tamu," kata Adrian dengan sangat jelas.Hanna kemudian duduk dengan gembira. "Ya."Melihat senyum di wajah Hanna, Adrian tahu bahwa Hanna membohonginya lagi. Meskipun tidak berdaya, dia tidak tega memarahi Hanna.Hanna merebahkan tubuhnya di sofa. "Bukannya kamu istirahatnya pas siang? Tidurlah, aku di ruang tamu, nggak akan mengganggumu.""Nggak usah, aku juga mau berhenti," jawab Adrian.Hanna ada di tempat ini, bagaimana dia bisa tidur?"Ya sudah kalau begitu.""Sudah makan belum? Mau aku masakin?" tanya Adrian saat melihat hari su
Adrian mengikuti Hanna ke dalam, cukup perhatian dengan membiarkan pintu tetap terbuka.Lalu, dia bertanya pada Hanna, "Hanna, apa yang terjadi di rumahmu?""Bukan apa-apa, mereka nggak mengakuiku sebagai putri mereka lagi." Hanna duduk di sofa sempit di ruang tamu dan menyelesaikan perkataannya tidak peduli. Lalu, dia bertanya kepadanya, "Kenapa pintunya nggak ditutup?""Nggak baik kalau pintunya ditutup."Adrian menjawab polos.Hanna mengembuskan napas panjang. "Pikiranmu terlalu ...."Dengan sedikit tak berdaya, dia melangkah maju dan melewati Adrian, lalu menutup pintu."Ngapain takut, sih. Kita 'kan pacaran. Kita juga nggak kenal sama orang di sini, mereka juga nggak kenal kita."Adrian masih ingin mengatakan sesuatu, tetapi disela oleh Hanna, "Coba pikirkan, tempat yang kamu sewa ini penuh dengan berbagai jenis orang. Bagaimana kalau ada orang jahat yang mengincarku?"Dengan satu kalimat itu, Adrian benar-benar kehabisan kata-kata untuk menyanggah.Dia berjalan dan membuka kunci
Adrian tidak tahu harus berkata apa lagi saat mendengar Hanna mengatakan ini.Setelah beberapa saat, dia mengatakan, "Jangan khawatir, aku nggak akan menyakitimu."Senyum Hanna mengembang puas."Ya, aku percaya padamu."Jika dia tidak percaya pada Adrian, dia tidak akan membohongi orang tuanya.Sampai saat ini, keduanya masih belum menikah.Dia sempat menyarankan kepada Adrian untuk menikah secara diam-diam, tetapi ditolak mentah-mentah olehnya.Dia berkata, "Orang tuamu belum setuju kita menikah, jadi aku nggak bisa nikah sama kamu tanpa sepengetahuan mereka. Itu akan menyakiti mereka yang sudah melahirkanmu. Jangan khawatir, aku sudah memulai bisnisku sendiri. Ketika sukses nanti, aku akan membuat orang tuamu mengakuiku."Pada saat itu, Hanna tahu bahwa dia tidak salah menilai.Adrian berjalan di depan untuk memimpin jalan, sementara Hanna berjalan di belakangnya. Dia melihat punggung lebar Adrian, serta tangan yang tergantung di kedua sisi tubuhnya. Seketika, dia langsung menggengga
Setelah Hanna meninggalkan rumah, dia hendak menyetir mobil. Namun, sopir menghampirinya dan berkata, "Nona, Tuan bilang Nona nggak boleh bawa mobil keluarga mulai sekarang."Setelah mendengar itu, Hanna tidak menyalahkan sopir, melainkan mengeluarkan kunci mobil dan menyerahkannya kepadanya."Ya, tolong bantu aku mengembalikannya.""Baik."Sopir itu mengambil kunci dan melihat Hanna pergi.Hanna keluar dan naik taksi ke tempat Adrian.Sepanjang perjalanan, dia memejamkan mata dengan lelah, pikirannya kembali ke setahun yang lalu.Dia mulai tertarik pada Adrian setelah Adrian menyelamatkannya setahun yang lalu.Pada awalnya, dia hanya ingin tahu kenapa pria itu sangat sulit didekati, kenapa pria itu tidak tertarik kepadanya dan kenapa pria itu tidak memperlakukannya dengan baik seperti yang dilakukan orang lain kepadanya.Kemudian, Hanna jadi sering menemui Adrian. Secara bertahap dan seiring berjalannya waktu, dia menyadari bahwa dia menyukai Adrian.Suatu ketika, saat dia pergi menem
"Dia mau tinggal sama kita kalau Ayah dan Ibu setuju."Hanna sangat serius. "Ibu, bukannya dari dulu Ibu berencana punya menantu yang mau tinggal di rumah kita?"Ines tidak menjawab, masih terkejut dan butuh waktu lama untuk kembali sadar."Hanna, kamu dan dia sudah menikah, apa dia bahkan nggak punya rumah?"Wajah Hanna sedikit tidak wajar. "Dia punya orang tua angkat yang sulit dihadapi, jadi dia belum bisa mengumpulkan uang atau mendapatkan pekerjaan yang baik. Dia menyewa apartemen."Wajah Ines berubah muram saat mendengar ini."Lihat, dia saja nggak punya rumah! Kalau kamu ikut dengannya, apa kalian akan makan angin?""Bu, apa aku nggak bisa cari uang sendiri? Nggak masalah, aku masih punya rumah kecil, kok," kata Hanna."Dia ... jangan bilang dia tinggal bersamamu di vila itu?" tanya Ines.Hanna menggelengkan kepalanya. "Nggak, dia nggak mau tinggal di sana. Katanya, dia ingin membeli rumah untuk kami dengan usahanya sendiri."Mendengar ini, hati Ines menjadi sedikit lebih baik.
Hanna menghilang di balik ambang pintu.Reina sedikit membeku.Putranya, Leo, mendongakkan kepalanya dan berkata pada Reina dengan suara menggemaskan, "Ibu, sudah lima."Reina kembali tersadar dan melihat ke bawah, melihat bahwa bidak hitam Leo sudah penuh, yaitu lima bidak."Sayang kamu menang, luar biasa." Reina langsung memberikan pujian beruntun.Leo tersenyum bahagia.Di sisi lain, Liam sedikit cemburu saat melihat ibunya memuji kakaknya.Dia berjalan ke arah Reina dan memeluk lengan Reina. "Mama."Reina sedikit tidak berdaya, menyentuh kepala kecilnya. "Liam juga hebat."Joanna merasakan gejolak kecil di dalam hatinya saat melihat ini.Dia mengulurkan tangannya. "Ayo, sini peluk Nenek."Liam dan Leo berbeda dengan Riki dan Riko. Mereka tumbuh bersama Joanna dan memiliki perasaan mendalam kepada neneknya ini, tidak kurang dari perasaan mereka kepada Reina.Mereka berdua berlari mendekati Joanna, ingin dipeluk.Joanna sangat gembira dan berkata kepada Reina sambil tersenyum, "Lihat
Ines berdecak, "Bukannya aku keberatan karena dia miskin, tapi keluarga yang berbeda, kelas yang berbeda, konsep hidup yang berbeda, pandangan dalam hidup pun akan berbeda.""Sekarang, darahnya sedang menggebu-gebu. Tapi, setelah darah itu mengalir ke kepalanya, dia akan lebih tenang. Saat itulah dia akan menyadari kalau dia dan Adrian berbeda."Setelah itu, Ines menoleh ke arah Reina."Nana, bukankah begitu?"Wajah Reina menegang.Dia terkejut kenapa Ines melemparkan pertanyaan itu kepadanya?"Hmm, memang benar akan ada konflik di kemudian hari, ketika kesenjangan antara status keduanya terlalu besar," kata Reina.Setelah mengatakan itu, dia mengubah topik pembicaraan, "Tapi, aku pikir kalau mereka benar-benar saling mencintai, mereka seharusnya bisa saling menemani hingga tua bersama."Dia mengatakan persetujuan untuk kedua belah pihak, jadi tidak menyinggung perasaan Hanna dan ibunya.Sejujurnya, Reina bahkan tidak tahu bagaimana Hanna dan Adrian bisa bersatu.Kalau di ingat tahun l