"Di mana?" Morgan bertanya.Pelayan itu menunjuk ke pintu, "Tepat di depan pintu."Morgan bergegas menuju pintu dan Joanna langsung mengikutinya.Awalnya Morgan pikir Maxime akan terlihat compang-camping, dia tidak menyangka malah melihat Maxime duduk di mobil dan berpakaian rapi.Bukannya Maxime sudah jadi orang idiot?"Kak."Morgan memanggilnya.Joanna langsung menghampiri dan memeluk Maxime, "Max, kamu nggak apa-apa?"Meski sekarang Maxime sudah bisa melihat normal, dia tidak ingin kedua orang ini tahu."Siapa kamu, jangan sentuh aku.""Max, aku ibumu." Mata Joanna berkaca-kaca.Bagaimana mungkin putra yang begitu dia banggakan bisa jadi seperti ini?Tiba-tiba seorang pria lain di dalam mobil yang sama dengan Maxime keluar, pria itu adalah Ethan."Bibi Joanna, beberapa hari yang lalu aku menemukan Kak Max pingsan di jalan, jadi aku membawanya pulang. Aku sudah dengar katanya kalian terus mencarinya, maaf aku baru bisa mengantarnya ke sini hari ini."Begitu melihat Ethan, Joanna pun
Joanna sebenarnya ingin sekali bisa merawat cucu. Selain arisan dengan beberapa wanita bangsawan, kegiatan lainnya adalah menghadiri beberapa pertemuan penting.Selebihnya, dia tidak punya kerjaan."Oke, aku akan mengajak Riki menginap di sana selama beberapa hari."Kalau Riki ikut ke sana, Reina jadi tidak perlu bolak-balik."Bagus! Bukannya hari ini ada rapat? Aku juga akan datang, nanti begitu selesai rapat kita pulang bersama ya." Joanna terdengar girang."Oke."Reina sendiri juga senang karena nanti Joanna akan datang rapat. Hari ini ada drama bagus!Di Grup Rajawali.Reina tiba pukul setengah delapan. Saat dia sedang mempersiapkan materi pertemuan, Morgan memanggilnya."Nana, kamu sudah dengar kabar kakakku belum?"Reina mengangguk, "Sudah, tadi pagi ibu ngasih tahu aku kalau Maxime sudah ketemu, dia juga memintaku membawa Riki menginap di sana supaya aku bisa sekalian merawat Maxime.""Tadi pagi-pagi banget aku nelepon kamu, awalnya mau ngasih tahu perkembangan kakak yang hilang
"Kalau begitu Bu Melisha, apa kita setujui permintaan mereka untuk mengakhiri kontrak? Tapi kita bisa rugi besar, kalau nggak bagaimana kalau kita kembalikan proyek itu ke Bu Reina saja?" Sisil berkata sambil memasang tampang polos.Melisha mau muntah darah rasanya.Reina hampir tertawa saat melihat kemampuan akting Sisil yang begitu profesional.Sisil masih terus mengoceh, "Tapi kalau sudah begini, aku juga nggak bisa jamin para klien itu masih terima atau nggak.""Cepat keluar dari sini!" Melisha langsung membentak Sisil.Semua orang di rapat tentu senang melihat drama Melisha ini.Joanna menyipitkan matanya sedikit dan ketika Sisil hendak pergi, dia menghentikannya, "Tunggu, jangan pergi."Sisil berdiri dengan patuh dan menutup pintu ruang rapat. Dia tidak ingin Melisha membuat masalah."Melisha, apa maksudnya proyek yang direbut dari departemen penjualan kelima? Ada apa ini?"Joanna sangat senang hari ini dia datang, karena kalau tidak sampai kiamat pun dia tidak akan tahu kalau ad
Ketika pengkhianat itu dipecat, dia yang tidak tahu kalau dirinya dipecat karena ketahuan Reina pun hanya bisa menangis tersedu-sedu."Bos, apa ada kesalahpahaman di sini?"Reina pun menunjukkan padanya serangkaian bukti terbaru."Jangan memperkeruh suasana, pergilah."Pengkhianat itu lalu pergi.Proyek-proyek yang sebelumnya direbut Melisha kini kembali ke departemen penjualan kelima.Para pegawai departemen penjualan kelima sangat mengagumi Reina.Reina benar-benar melakukan apa yang dia katakan dan tidak mengecewakan karyawannya.Setelah menyelesaikan urusan perusahaan, Reina pergi menemui Joanna seperti yang dijanjikan.Begitu melihat Reina, Joanna langsung tersenyum, "Sini Nana, duduk."Reina duduk di sebelahnya."Kamu merasa nggak enak badan nggak? Bekerja seperti ini tiap hari melelahkankah?"Reina menggeleng, "Nggak kok, dokter bilang kandunganku baik-baik saja, aku juga merasa baik-baik saja."Semakin Joanna melihat Reina, dia makin menyukainya dan membuat Joanna merendahkan s
Untung saja para orangtua hanya penasaran sebentar, lalu bubar saat anaknya keluar.Setelah Riki masuk ke dalam mobil, suasana di dalam mobil pun berubah hangat dengan canda dan tawa.Sepanjang jalan menuju kediaman Keluarga Sunandar.Joanna sangat bahagia dan selalu tertawa lebar karena ulah Riki.Hari ini Syena juga datang dan dia terlihat tidak senang saat melihat Joanna membawa Reina dan Riki pulang."Bu.""Ya."Joanna mengangguk kaku padanya.Syena menatap Reina, lalu bertanya pada Joanna, "Bu, kenapa hari ini Nona Reina datang?"Nona Reina?Joanna tidak marah karena di belakang Syena ada Keluarga Hinandar, dia menjawab dengan lembut, "Nana juga sudah melahirkan dua anak untuk Keluarga Sunandar, sekarang masih hamil keturunan Keluarga Sunandar. Selanjutnya kamu harus panggil dia kakak ipar, jangan panggil Nona Reina, kayak orang asing aja."Wajah Syena jadi kaku, jelas terlihat tidak senang.Kenapa dia harus memanggil wanita yatim piatu yang lebih rendah darinya ini kakak ipar?Jo
"Ah!"Syena langsung berteriak, "Sakit, bocah nakal! Berani banget kamu menggigitku!"Dia mengangkat tangannya untuk memukul Riki.Reina langsung menahan tangan Syena, mana mungkin dia tinggal diam saat anaknya ditindas?Keduanya sedang hamil, jadi tidak ada yang lebih unggul.Riki masih menggigit Syena dan menolak melepaskannya. Mulutnya sudah merasakan darah dan membuat Riki lebih menggigit lebih keras.Para pelayan di vila tercengang dan tidak tahu harus melerai atau membantu seperti apa.Joanna belum selesai ganti baju saat dia mendengar teriakan dari lantai bawah.Dia langsung turun dan melihat Reina dan Syena bertengkar sedangkan Riki masih menggigit Syena."Ada apa ini!"Begitu terdengar suara Joanna, Riki langsung berhenti menggigit Syena.Reina dan Syena juga berhenti. Lengan Syena terluka parah karena Riki mengerahkan seluruh tenaganya.Joanna bergegas turun, tetapi sebelum Syena sempat mengadu, Riki sudah menangis air mata buaya, "Huhuhuhuhu Nenek! Dia bilang papaku idiot da
Di dalam rumah.Joanna menghibur Riki dan berkata, "Sayang, jangan menangis. Papamu memang lagi sakit, tapi bentar lagi sembuh kok."Riki tidak bodoh, dia tahu Joanna berkata manis hanya untuk menghiburnya. Namun, Riki harus pura-pura menjadi anak biasa.Riki menarik balik ingusnya dan berkata."Benarkah? Kalau gitu aku boleh ketemu papa? Aku mau lihat kondisi papa."Joanna tidak bisa menjawab.Dia menatap Reina, "Nana, ini ....""Kita ketemu papa setelah makan malam ya Riki," kata Reina.Joanna tidak tahu bahwa Maxime cuma pura-pura jadi orang idiot, tapi Reina tahu. Reina sengaja berkata seperti ini karena dia setuju dengan ucapan Joanna, nanti mereka akan bilang kalau Maxime sudah sembuh."Ya, nanti kita ke sana setelah makan ya." Joanna mengikuti keputusan Reina.Riki berhenti merasa sedih dan makan dengan patuh.Akhirnya dia bisa bertemu papanya, dia sungguh berharap Maxime baik-baik saja.Setelah makan malam.Joanna mengajak Riki dan Reina menemui Maxime. Sekarang Maxime tinggal
Di mata Maxime, Reina yang seperti ini artinya terburu-buru pergi.Maxime menggenggam erat tangan Reina dan berkata, "Aku juga sendirian dan nggak terbiasa di sini."Maxime adalah orang yang bersikap dingin, jadi agak aneh saat dirinya berkata seperti ini.Reina merasa ucapannya tidak masuk akal, "Ini 'kan rumahmu? Nggak terbiasa apanya?""Rumah kita 'kan di Vila Magenta?" tanya Maxime pada Reina.Reina tersedak.Padahal dulu Maxime tidak sudi mengakui Vila Magenta sebagai rumah mereka, tapi sekarang dia langsung mengakui dengan lantang."Ya, ya, oke. Kalau begitu aku temani sebentar."Reina merasa sekarang Maxime seperti anak kecil.Begitu melihat Reina mau menemaninya, Maxime langsung mengambilkan kursi ibu hamil untuk Reina."Sini duduk, jangan berdiri terlalu lama."Reina pun duduk bersandar di kursi itu, "Terima kasih."Setelah itu Maxime pergi mengambil buah-buahan dan berbagai makanan untuk Reina.Reina kaget melihat begitu banyak makanan di kamar Maxime, "Kok kamu bisa punya ma
Mendengar pertanyaan Hanna, Adrian menjawab, "Tadi pagi aku keluar buat cari rumah yang lebih besar. Karena kamu lagi tidur nyenyak, jadi aku nggak tega mau bangunin. Aku sudah mengemasi barang-barang dan niatnya mau aku bawa ke rumah baru sebelum kamu bangun."Mendengar penjelasannya, kekhawatiran di hati Hanna pun lenyap."Dasar bodoh! Kenapa nggak bilang, aku pikir kamu ....""Kamu pikir aku kenapa?" tanya Adrian tidak mengerti.Hanna merasa malu untuk mengatakan bahwa Adrian sudah tidak menginginkannya lagi.Dia menoleh, mencoba menghindar. "Bukan apa-apa.""Oh, kalau begitu ayo sarapan, kamu pasti lapar."Adrian mengambil sarapan."Aku nggak tahu kapan kamu bakal bangun, jadi aku menaruh sarapan di dalam penanak nasi agar tetap hangat. Ini masih panas, lihatlah, kamu suka nggak? Kalau nggak, aku akan beli yang lain."Hanna mengambil kue kukus yang dibeli Adrian, menggigitnya. "Ini di Jalan Permata?""Hmm."Adrian mengangguk membenarkan.Hanna sedikit tersentuh, mengingat jarak ant
Mendengar Hanna ingin ditemani ke toilet, wajah Adrian langsung terasa panas."Kamu mau ke toilet, gimana aku nemeninnya?" katanya dengan sedikit gagap.Hanna berpikir sebentar, lalu menjawab, "Tunggu di depan pintu, ya?"Wajah Adrian makin memerah.Hanna sudah panik. "Tolong, aku benar-benar takut.""Ya ... baiklah." Adrian akhirnya mengangguk setelah ragu cukup lama.Hanna langsung menariknya ke depan pintu toilet."Kamu tunggu di sini dulu.""Ya."Adrian berdiri membelakangi toilet.Sebenarnya, toilet di sini sangat dekat dengan ruang tamu, hanya berjarak sekitar tujuh meter.Hanna benar-benar merasa takut. Setelah masuk ke dalam toilet pun dia masih sempat berseru kepada Adrian."Adrian, kamu masih di depan?""Ya."Adrian menjawabnya sambil membelakangi pintu.Hanna baru merasa tenang setelahnya.Dia sedikit tidak enak hati karena ke toilet seperti ini, jadi dia bertanya, "Apa kita begini nggak aneh? Apa kamu jadi nggak suka denganku karena ini?"Mendengar ini, Adrian menjawab tanp
"Apa aku akan terus tinggal di hotel? Apa kamu punya uang buat bayar hotel yang aku tinggali?" tanya Hanna lagi.Adrian terdiam.Hanna berbaring di sofa dengan punggung menghadapnya. "Pokoknya aku nggak peduli. Aku mau tinggal di sini sama kamu. Aku nggak akan pergi ke mana pun."Adrian tidak berdaya saat melihat ini.Dia tahu Hanna keras kepala dan tidak mudah dibujuk."Baiklah kalau begitu. Istirahat di kamar saja, mulai hari ini aku akan tidur di ruang tamu," kata Adrian dengan sangat jelas.Hanna kemudian duduk dengan gembira. "Ya."Melihat senyum di wajah Hanna, Adrian tahu bahwa Hanna membohonginya lagi. Meskipun tidak berdaya, dia tidak tega memarahi Hanna.Hanna merebahkan tubuhnya di sofa. "Bukannya kamu istirahatnya pas siang? Tidurlah, aku di ruang tamu, nggak akan mengganggumu.""Nggak usah, aku juga mau berhenti," jawab Adrian.Hanna ada di tempat ini, bagaimana dia bisa tidur?"Ya sudah kalau begitu.""Sudah makan belum? Mau aku masakin?" tanya Adrian saat melihat hari su
Adrian mengikuti Hanna ke dalam, cukup perhatian dengan membiarkan pintu tetap terbuka.Lalu, dia bertanya pada Hanna, "Hanna, apa yang terjadi di rumahmu?""Bukan apa-apa, mereka nggak mengakuiku sebagai putri mereka lagi." Hanna duduk di sofa sempit di ruang tamu dan menyelesaikan perkataannya tidak peduli. Lalu, dia bertanya kepadanya, "Kenapa pintunya nggak ditutup?""Nggak baik kalau pintunya ditutup."Adrian menjawab polos.Hanna mengembuskan napas panjang. "Pikiranmu terlalu ...."Dengan sedikit tak berdaya, dia melangkah maju dan melewati Adrian, lalu menutup pintu."Ngapain takut, sih. Kita 'kan pacaran. Kita juga nggak kenal sama orang di sini, mereka juga nggak kenal kita."Adrian masih ingin mengatakan sesuatu, tetapi disela oleh Hanna, "Coba pikirkan, tempat yang kamu sewa ini penuh dengan berbagai jenis orang. Bagaimana kalau ada orang jahat yang mengincarku?"Dengan satu kalimat itu, Adrian benar-benar kehabisan kata-kata untuk menyanggah.Dia berjalan dan membuka kunci
Adrian tidak tahu harus berkata apa lagi saat mendengar Hanna mengatakan ini.Setelah beberapa saat, dia mengatakan, "Jangan khawatir, aku nggak akan menyakitimu."Senyum Hanna mengembang puas."Ya, aku percaya padamu."Jika dia tidak percaya pada Adrian, dia tidak akan membohongi orang tuanya.Sampai saat ini, keduanya masih belum menikah.Dia sempat menyarankan kepada Adrian untuk menikah secara diam-diam, tetapi ditolak mentah-mentah olehnya.Dia berkata, "Orang tuamu belum setuju kita menikah, jadi aku nggak bisa nikah sama kamu tanpa sepengetahuan mereka. Itu akan menyakiti mereka yang sudah melahirkanmu. Jangan khawatir, aku sudah memulai bisnisku sendiri. Ketika sukses nanti, aku akan membuat orang tuamu mengakuiku."Pada saat itu, Hanna tahu bahwa dia tidak salah menilai.Adrian berjalan di depan untuk memimpin jalan, sementara Hanna berjalan di belakangnya. Dia melihat punggung lebar Adrian, serta tangan yang tergantung di kedua sisi tubuhnya. Seketika, dia langsung menggengga
Setelah Hanna meninggalkan rumah, dia hendak menyetir mobil. Namun, sopir menghampirinya dan berkata, "Nona, Tuan bilang Nona nggak boleh bawa mobil keluarga mulai sekarang."Setelah mendengar itu, Hanna tidak menyalahkan sopir, melainkan mengeluarkan kunci mobil dan menyerahkannya kepadanya."Ya, tolong bantu aku mengembalikannya.""Baik."Sopir itu mengambil kunci dan melihat Hanna pergi.Hanna keluar dan naik taksi ke tempat Adrian.Sepanjang perjalanan, dia memejamkan mata dengan lelah, pikirannya kembali ke setahun yang lalu.Dia mulai tertarik pada Adrian setelah Adrian menyelamatkannya setahun yang lalu.Pada awalnya, dia hanya ingin tahu kenapa pria itu sangat sulit didekati, kenapa pria itu tidak tertarik kepadanya dan kenapa pria itu tidak memperlakukannya dengan baik seperti yang dilakukan orang lain kepadanya.Kemudian, Hanna jadi sering menemui Adrian. Secara bertahap dan seiring berjalannya waktu, dia menyadari bahwa dia menyukai Adrian.Suatu ketika, saat dia pergi menem
"Dia mau tinggal sama kita kalau Ayah dan Ibu setuju."Hanna sangat serius. "Ibu, bukannya dari dulu Ibu berencana punya menantu yang mau tinggal di rumah kita?"Ines tidak menjawab, masih terkejut dan butuh waktu lama untuk kembali sadar."Hanna, kamu dan dia sudah menikah, apa dia bahkan nggak punya rumah?"Wajah Hanna sedikit tidak wajar. "Dia punya orang tua angkat yang sulit dihadapi, jadi dia belum bisa mengumpulkan uang atau mendapatkan pekerjaan yang baik. Dia menyewa apartemen."Wajah Ines berubah muram saat mendengar ini."Lihat, dia saja nggak punya rumah! Kalau kamu ikut dengannya, apa kalian akan makan angin?""Bu, apa aku nggak bisa cari uang sendiri? Nggak masalah, aku masih punya rumah kecil, kok," kata Hanna."Dia ... jangan bilang dia tinggal bersamamu di vila itu?" tanya Ines.Hanna menggelengkan kepalanya. "Nggak, dia nggak mau tinggal di sana. Katanya, dia ingin membeli rumah untuk kami dengan usahanya sendiri."Mendengar ini, hati Ines menjadi sedikit lebih baik.
Hanna menghilang di balik ambang pintu.Reina sedikit membeku.Putranya, Leo, mendongakkan kepalanya dan berkata pada Reina dengan suara menggemaskan, "Ibu, sudah lima."Reina kembali tersadar dan melihat ke bawah, melihat bahwa bidak hitam Leo sudah penuh, yaitu lima bidak."Sayang kamu menang, luar biasa." Reina langsung memberikan pujian beruntun.Leo tersenyum bahagia.Di sisi lain, Liam sedikit cemburu saat melihat ibunya memuji kakaknya.Dia berjalan ke arah Reina dan memeluk lengan Reina. "Mama."Reina sedikit tidak berdaya, menyentuh kepala kecilnya. "Liam juga hebat."Joanna merasakan gejolak kecil di dalam hatinya saat melihat ini.Dia mengulurkan tangannya. "Ayo, sini peluk Nenek."Liam dan Leo berbeda dengan Riki dan Riko. Mereka tumbuh bersama Joanna dan memiliki perasaan mendalam kepada neneknya ini, tidak kurang dari perasaan mereka kepada Reina.Mereka berdua berlari mendekati Joanna, ingin dipeluk.Joanna sangat gembira dan berkata kepada Reina sambil tersenyum, "Lihat
Ines berdecak, "Bukannya aku keberatan karena dia miskin, tapi keluarga yang berbeda, kelas yang berbeda, konsep hidup yang berbeda, pandangan dalam hidup pun akan berbeda.""Sekarang, darahnya sedang menggebu-gebu. Tapi, setelah darah itu mengalir ke kepalanya, dia akan lebih tenang. Saat itulah dia akan menyadari kalau dia dan Adrian berbeda."Setelah itu, Ines menoleh ke arah Reina."Nana, bukankah begitu?"Wajah Reina menegang.Dia terkejut kenapa Ines melemparkan pertanyaan itu kepadanya?"Hmm, memang benar akan ada konflik di kemudian hari, ketika kesenjangan antara status keduanya terlalu besar," kata Reina.Setelah mengatakan itu, dia mengubah topik pembicaraan, "Tapi, aku pikir kalau mereka benar-benar saling mencintai, mereka seharusnya bisa saling menemani hingga tua bersama."Dia mengatakan persetujuan untuk kedua belah pihak, jadi tidak menyinggung perasaan Hanna dan ibunya.Sejujurnya, Reina bahkan tidak tahu bagaimana Hanna dan Adrian bisa bersatu.Kalau di ingat tahun l