Di dalam rumah.Joanna menghibur Riki dan berkata, "Sayang, jangan menangis. Papamu memang lagi sakit, tapi bentar lagi sembuh kok."Riki tidak bodoh, dia tahu Joanna berkata manis hanya untuk menghiburnya. Namun, Riki harus pura-pura menjadi anak biasa.Riki menarik balik ingusnya dan berkata."Benarkah? Kalau gitu aku boleh ketemu papa? Aku mau lihat kondisi papa."Joanna tidak bisa menjawab.Dia menatap Reina, "Nana, ini ....""Kita ketemu papa setelah makan malam ya Riki," kata Reina.Joanna tidak tahu bahwa Maxime cuma pura-pura jadi orang idiot, tapi Reina tahu. Reina sengaja berkata seperti ini karena dia setuju dengan ucapan Joanna, nanti mereka akan bilang kalau Maxime sudah sembuh."Ya, nanti kita ke sana setelah makan ya." Joanna mengikuti keputusan Reina.Riki berhenti merasa sedih dan makan dengan patuh.Akhirnya dia bisa bertemu papanya, dia sungguh berharap Maxime baik-baik saja.Setelah makan malam.Joanna mengajak Riki dan Reina menemui Maxime. Sekarang Maxime tinggal
Di mata Maxime, Reina yang seperti ini artinya terburu-buru pergi.Maxime menggenggam erat tangan Reina dan berkata, "Aku juga sendirian dan nggak terbiasa di sini."Maxime adalah orang yang bersikap dingin, jadi agak aneh saat dirinya berkata seperti ini.Reina merasa ucapannya tidak masuk akal, "Ini 'kan rumahmu? Nggak terbiasa apanya?""Rumah kita 'kan di Vila Magenta?" tanya Maxime pada Reina.Reina tersedak.Padahal dulu Maxime tidak sudi mengakui Vila Magenta sebagai rumah mereka, tapi sekarang dia langsung mengakui dengan lantang."Ya, ya, oke. Kalau begitu aku temani sebentar."Reina merasa sekarang Maxime seperti anak kecil.Begitu melihat Reina mau menemaninya, Maxime langsung mengambilkan kursi ibu hamil untuk Reina."Sini duduk, jangan berdiri terlalu lama."Reina pun duduk bersandar di kursi itu, "Terima kasih."Setelah itu Maxime pergi mengambil buah-buahan dan berbagai makanan untuk Reina.Reina kaget melihat begitu banyak makanan di kamar Maxime, "Kok kamu bisa punya ma
Di mata orang luar, mereka menganggap Reina sebagai orang yang menyedihkan.Bahkan pelayan yang merawat Maxime pun bergosip."Aku nggak menyangka nasib Tuan Maxime begini. Nyonya juga kasihan, sudah bercerai eh sekarang masih harus merawat Tuan.""Ya, kasihan sekali. Nyonya terlalu baik sih, kalau aku jadi dia sih nggak mau deh.""Kamu gila ya? Lupa siapa Tuan Maxime? Dia itu anak orang kaya, jadi idiot pun masih lebih mending dari pria biasa. Reina nggak bodoh, Nyonya Joanna pasti ngasih banyak uang.""..."Semua pelayan sedang asyik bergosip dan langsung diam saat melihat Reina keluar.Reina mengabaikan mereka dan keluar dengan gembira mengenakan pakaian baru dan perhiasan baru.Selain para pelayan, ada lagi orang yang berpikiran sama yaitu Melisha, yang dipaksa mengundurkan diri hari ini. Begitu tahu Reina datang untuk merawat Maxime yang idiot, dia sengaja menunggu di luar untuk menghina Reina.Dia menunggu lama sekali sampai akhirnya Reina keluar dari kediaman Maxime."Hei, lama b
"Riki sekarang sudah besar, harus bisa tidur sendiri ya." Kali ini Reina tidak menuruti permintaan Riki.Lagipula, karena sudah hamil besar, Reina tidak nyaman tidur dengan orang lain.Ini adalah pertama kalinya Riki ditolak oleh Reina dan dia langsung tidak tahu harus berbuat apa."Mama ...."Dia masih ingin bertingkah genit, tapi disela oleh Reina, "Ayo, nggak ada gadis yang suka pria cengeng."Riki tidak punya pilihan selain pulang ke kamarnya sambil memegang bantal kecilnya.Riki yang tidak tenang pun menelepon Riko, "Kak, apa akan terjadi sesuatu malam ini?""Nggak mungkin secepat itu. Mama baru sampai dan di sana ada Joanna, mereka nggak mungkin mengambil tindakan secepat ini," kata Rico."Baguslah." Riki menghela napas lega.Baru setelah itu dia bisa tidur nyenyak.Keesokan harinya, Riki bangun pagi-pagi dan langsung memeriksa apa Reina baik-baik saja.Reina bangun lebih awal dari biasanya, mungkin tidak terbiasa karena kasur baru."Riki sudah bangun? Setelah mandi, kita sarapan
Karena tidak ada pilihan lain, Morgan pun menemani Syena.Ketika Syena hendak pergi, dia tidak lupa berpura-pura bertanya pada Reina, "Kakak ipar hari ini juga nggak perlu pergi kerja, 'kan? Kan harus jagain Kak Max.""Dengan kondisi Kak Max sekarang, kasihan 'kan kalau kamu tinggal kerja tiap hari? Benar 'kan, Riki?"Setelah selesai bicara, Syena melenggang pergi dengan sombong tanpa melihat wajah Reina dan Joanna.Joanna tidak pernah merasa sedih seperti sekarang ini. Dia menghibur Reina, "Nana, maaf ya Ibu nggak bisa membelamu, Ibu Syena, Liane, adalah klien besar perusahaan kita, kita nggak boleh sampai kehilangannya.""Kamu tahu 'kan Morgan belum lama mengambil alih perusahaan dan banyak orang yang mengincar posisinya."Tentu saja Reina mengerti, "Aku tahu Bu."Reina akan bekerja keras dan menunjukkan kemampuannya pada Syena.Setelah mengantar Riki ke sekolah, Reina duduk di dalam mobil dan berpikir.Sejujurnya, di masyarakat sekarang ini, orang yang berusaha dengan kemampuan send
"Sayang, aku sudah harum nih, sudah mandi. Sekarang kamu sampai mana? Kok nggak balas pesanku?"Wajah Maxime seketika penuh dengan aura hitam saat melihat obrolan ini di layar ponsel Reina.Maxime bisa membuka ponsel Reina, karena kata sandi ponsel Reina sangat sederhana dan Maxime dapat mengingatnya hanya dalam sekali lihat.Maxime membuka kotak masuk dan langsung melihat serangkaian pesan menjijikkan dari Rendy.Namun, Reina tidak membalas satu pun pesan tersebut.Wajah Maxime pucat dan dia hendak mengetik balasan saat Reina keluar dari ruang ganti, "Menurutmu yang ini gimana?"Reina mengenakan gaun berwarna gading, terlihat berwibawa dan anggun.Saat Reina keluar ruang ganti, dia melihat Maxime memegang ponselnya seolah ingin mengirim pesan."Itu ... ponselku ..."Maxime jadi gelagapan dan langsung menutup ponsel Reina.Reina melihat perilaku aneh Maxime, jadi dia melangkah maju untuk mengambil ponselnya.Maxime pun menatap Reina dan berkata, "Kok kamu nggak ngasih tahu aku kalau Re
Sekarang Rendy sudah sadar. Untung dia punya rencana cadangan dengan memasang kamera di kamar.Tuan Besar Latief langsung menyuruh orang memeriksa kamera di kamar Rendy.Hati Rendy langsung berdebar kencang."Kok bisa nggak ada? Kan aku sendiri yang naruh?"Begitu dia selesai bicara, Melisha datang dengan penuh amarah, "Rendy berengsek! Kamu bilang butuh uang itu buat bisnis, maksudmu bisnis yang kayak gini?"Pasangan itu bertengkar.Morgan juga datang dan begitu melihat situasi ini dia langsung berkata pada Tuan Besar Latief, "Kakek, reputasi Kak Rendy sekarang sangat buruk. Menurutku sebaiknya dia diistirahatkan untuk sementara waktu."Ini berarti Rendy akan dicopot dari jabatannya.Rendy yang susah payah bisa kembali ke kantor pusat tentu menolak.Bercanda? Memangnya masalahnya segawat apa sampai dia harus mengundurkan diri?Morgan menatapnya dengan dingin, "Menurutmu bagaimana kami harus menyelesaikan masalah ini? Klien perusahaan sudah keberatan dengan kualitas kerjamu dan nggak m
Keluarga kaya memang punya banyak cerita. Paman Maxime masih punya putra haram lain selain Rendy, namun pria itu ada di cabang Grup Rajawali di luar negeri.Semua ini juga hasil karya tangan dingin Maxime, kalau tidak, tidak mungkin paman dan putra pamannya itu bersedia dipindahkan ke luar negeri.Belakangan Reina bisa merasa dengan jelas internal Grup Rajawali sedang kacau. Dia merasa paman Maxime dan yang lainnya sedang berusaha mencari cara untuk pulang.Saat para pelayan melihat Reina pulang, mereka langsung menutup mulut mereka.Setelah Reina pergi, mereka mulai menggosipkan Reina."Dia cinta mati deh kayaknya sama Maxime. Tiap hari dia yang paling pertama datang merawat dan yang paling terakhir pulang.""Mungkin dia terpesona sama kegantengan Tuan Maxime. Meski idiot, dia 'kan ganteng banget.""..."Untungnya Reina tidak mendengar gosipan para pelayan, Reina bisa mati tertawa.Sekarang Reina sedang bergumul.Awalnya dia pulang untuk mencari tahu situasi Rendy, tapi sekarang dia s
Mendengar pertanyaan Hanna, Adrian menjawab, "Tadi pagi aku keluar buat cari rumah yang lebih besar. Karena kamu lagi tidur nyenyak, jadi aku nggak tega mau bangunin. Aku sudah mengemasi barang-barang dan niatnya mau aku bawa ke rumah baru sebelum kamu bangun."Mendengar penjelasannya, kekhawatiran di hati Hanna pun lenyap."Dasar bodoh! Kenapa nggak bilang, aku pikir kamu ....""Kamu pikir aku kenapa?" tanya Adrian tidak mengerti.Hanna merasa malu untuk mengatakan bahwa Adrian sudah tidak menginginkannya lagi.Dia menoleh, mencoba menghindar. "Bukan apa-apa.""Oh, kalau begitu ayo sarapan, kamu pasti lapar."Adrian mengambil sarapan."Aku nggak tahu kapan kamu bakal bangun, jadi aku menaruh sarapan di dalam penanak nasi agar tetap hangat. Ini masih panas, lihatlah, kamu suka nggak? Kalau nggak, aku akan beli yang lain."Hanna mengambil kue kukus yang dibeli Adrian, menggigitnya. "Ini di Jalan Permata?""Hmm."Adrian mengangguk membenarkan.Hanna sedikit tersentuh, mengingat jarak ant
Mendengar Hanna ingin ditemani ke toilet, wajah Adrian langsung terasa panas."Kamu mau ke toilet, gimana aku nemeninnya?" katanya dengan sedikit gagap.Hanna berpikir sebentar, lalu menjawab, "Tunggu di depan pintu, ya?"Wajah Adrian makin memerah.Hanna sudah panik. "Tolong, aku benar-benar takut.""Ya ... baiklah." Adrian akhirnya mengangguk setelah ragu cukup lama.Hanna langsung menariknya ke depan pintu toilet."Kamu tunggu di sini dulu.""Ya."Adrian berdiri membelakangi toilet.Sebenarnya, toilet di sini sangat dekat dengan ruang tamu, hanya berjarak sekitar tujuh meter.Hanna benar-benar merasa takut. Setelah masuk ke dalam toilet pun dia masih sempat berseru kepada Adrian."Adrian, kamu masih di depan?""Ya."Adrian menjawabnya sambil membelakangi pintu.Hanna baru merasa tenang setelahnya.Dia sedikit tidak enak hati karena ke toilet seperti ini, jadi dia bertanya, "Apa kita begini nggak aneh? Apa kamu jadi nggak suka denganku karena ini?"Mendengar ini, Adrian menjawab tanp
"Apa aku akan terus tinggal di hotel? Apa kamu punya uang buat bayar hotel yang aku tinggali?" tanya Hanna lagi.Adrian terdiam.Hanna berbaring di sofa dengan punggung menghadapnya. "Pokoknya aku nggak peduli. Aku mau tinggal di sini sama kamu. Aku nggak akan pergi ke mana pun."Adrian tidak berdaya saat melihat ini.Dia tahu Hanna keras kepala dan tidak mudah dibujuk."Baiklah kalau begitu. Istirahat di kamar saja, mulai hari ini aku akan tidur di ruang tamu," kata Adrian dengan sangat jelas.Hanna kemudian duduk dengan gembira. "Ya."Melihat senyum di wajah Hanna, Adrian tahu bahwa Hanna membohonginya lagi. Meskipun tidak berdaya, dia tidak tega memarahi Hanna.Hanna merebahkan tubuhnya di sofa. "Bukannya kamu istirahatnya pas siang? Tidurlah, aku di ruang tamu, nggak akan mengganggumu.""Nggak usah, aku juga mau berhenti," jawab Adrian.Hanna ada di tempat ini, bagaimana dia bisa tidur?"Ya sudah kalau begitu.""Sudah makan belum? Mau aku masakin?" tanya Adrian saat melihat hari su
Adrian mengikuti Hanna ke dalam, cukup perhatian dengan membiarkan pintu tetap terbuka.Lalu, dia bertanya pada Hanna, "Hanna, apa yang terjadi di rumahmu?""Bukan apa-apa, mereka nggak mengakuiku sebagai putri mereka lagi." Hanna duduk di sofa sempit di ruang tamu dan menyelesaikan perkataannya tidak peduli. Lalu, dia bertanya kepadanya, "Kenapa pintunya nggak ditutup?""Nggak baik kalau pintunya ditutup."Adrian menjawab polos.Hanna mengembuskan napas panjang. "Pikiranmu terlalu ...."Dengan sedikit tak berdaya, dia melangkah maju dan melewati Adrian, lalu menutup pintu."Ngapain takut, sih. Kita 'kan pacaran. Kita juga nggak kenal sama orang di sini, mereka juga nggak kenal kita."Adrian masih ingin mengatakan sesuatu, tetapi disela oleh Hanna, "Coba pikirkan, tempat yang kamu sewa ini penuh dengan berbagai jenis orang. Bagaimana kalau ada orang jahat yang mengincarku?"Dengan satu kalimat itu, Adrian benar-benar kehabisan kata-kata untuk menyanggah.Dia berjalan dan membuka kunci
Adrian tidak tahu harus berkata apa lagi saat mendengar Hanna mengatakan ini.Setelah beberapa saat, dia mengatakan, "Jangan khawatir, aku nggak akan menyakitimu."Senyum Hanna mengembang puas."Ya, aku percaya padamu."Jika dia tidak percaya pada Adrian, dia tidak akan membohongi orang tuanya.Sampai saat ini, keduanya masih belum menikah.Dia sempat menyarankan kepada Adrian untuk menikah secara diam-diam, tetapi ditolak mentah-mentah olehnya.Dia berkata, "Orang tuamu belum setuju kita menikah, jadi aku nggak bisa nikah sama kamu tanpa sepengetahuan mereka. Itu akan menyakiti mereka yang sudah melahirkanmu. Jangan khawatir, aku sudah memulai bisnisku sendiri. Ketika sukses nanti, aku akan membuat orang tuamu mengakuiku."Pada saat itu, Hanna tahu bahwa dia tidak salah menilai.Adrian berjalan di depan untuk memimpin jalan, sementara Hanna berjalan di belakangnya. Dia melihat punggung lebar Adrian, serta tangan yang tergantung di kedua sisi tubuhnya. Seketika, dia langsung menggengga
Setelah Hanna meninggalkan rumah, dia hendak menyetir mobil. Namun, sopir menghampirinya dan berkata, "Nona, Tuan bilang Nona nggak boleh bawa mobil keluarga mulai sekarang."Setelah mendengar itu, Hanna tidak menyalahkan sopir, melainkan mengeluarkan kunci mobil dan menyerahkannya kepadanya."Ya, tolong bantu aku mengembalikannya.""Baik."Sopir itu mengambil kunci dan melihat Hanna pergi.Hanna keluar dan naik taksi ke tempat Adrian.Sepanjang perjalanan, dia memejamkan mata dengan lelah, pikirannya kembali ke setahun yang lalu.Dia mulai tertarik pada Adrian setelah Adrian menyelamatkannya setahun yang lalu.Pada awalnya, dia hanya ingin tahu kenapa pria itu sangat sulit didekati, kenapa pria itu tidak tertarik kepadanya dan kenapa pria itu tidak memperlakukannya dengan baik seperti yang dilakukan orang lain kepadanya.Kemudian, Hanna jadi sering menemui Adrian. Secara bertahap dan seiring berjalannya waktu, dia menyadari bahwa dia menyukai Adrian.Suatu ketika, saat dia pergi menem
"Dia mau tinggal sama kita kalau Ayah dan Ibu setuju."Hanna sangat serius. "Ibu, bukannya dari dulu Ibu berencana punya menantu yang mau tinggal di rumah kita?"Ines tidak menjawab, masih terkejut dan butuh waktu lama untuk kembali sadar."Hanna, kamu dan dia sudah menikah, apa dia bahkan nggak punya rumah?"Wajah Hanna sedikit tidak wajar. "Dia punya orang tua angkat yang sulit dihadapi, jadi dia belum bisa mengumpulkan uang atau mendapatkan pekerjaan yang baik. Dia menyewa apartemen."Wajah Ines berubah muram saat mendengar ini."Lihat, dia saja nggak punya rumah! Kalau kamu ikut dengannya, apa kalian akan makan angin?""Bu, apa aku nggak bisa cari uang sendiri? Nggak masalah, aku masih punya rumah kecil, kok," kata Hanna."Dia ... jangan bilang dia tinggal bersamamu di vila itu?" tanya Ines.Hanna menggelengkan kepalanya. "Nggak, dia nggak mau tinggal di sana. Katanya, dia ingin membeli rumah untuk kami dengan usahanya sendiri."Mendengar ini, hati Ines menjadi sedikit lebih baik.
Hanna menghilang di balik ambang pintu.Reina sedikit membeku.Putranya, Leo, mendongakkan kepalanya dan berkata pada Reina dengan suara menggemaskan, "Ibu, sudah lima."Reina kembali tersadar dan melihat ke bawah, melihat bahwa bidak hitam Leo sudah penuh, yaitu lima bidak."Sayang kamu menang, luar biasa." Reina langsung memberikan pujian beruntun.Leo tersenyum bahagia.Di sisi lain, Liam sedikit cemburu saat melihat ibunya memuji kakaknya.Dia berjalan ke arah Reina dan memeluk lengan Reina. "Mama."Reina sedikit tidak berdaya, menyentuh kepala kecilnya. "Liam juga hebat."Joanna merasakan gejolak kecil di dalam hatinya saat melihat ini.Dia mengulurkan tangannya. "Ayo, sini peluk Nenek."Liam dan Leo berbeda dengan Riki dan Riko. Mereka tumbuh bersama Joanna dan memiliki perasaan mendalam kepada neneknya ini, tidak kurang dari perasaan mereka kepada Reina.Mereka berdua berlari mendekati Joanna, ingin dipeluk.Joanna sangat gembira dan berkata kepada Reina sambil tersenyum, "Lihat
Ines berdecak, "Bukannya aku keberatan karena dia miskin, tapi keluarga yang berbeda, kelas yang berbeda, konsep hidup yang berbeda, pandangan dalam hidup pun akan berbeda.""Sekarang, darahnya sedang menggebu-gebu. Tapi, setelah darah itu mengalir ke kepalanya, dia akan lebih tenang. Saat itulah dia akan menyadari kalau dia dan Adrian berbeda."Setelah itu, Ines menoleh ke arah Reina."Nana, bukankah begitu?"Wajah Reina menegang.Dia terkejut kenapa Ines melemparkan pertanyaan itu kepadanya?"Hmm, memang benar akan ada konflik di kemudian hari, ketika kesenjangan antara status keduanya terlalu besar," kata Reina.Setelah mengatakan itu, dia mengubah topik pembicaraan, "Tapi, aku pikir kalau mereka benar-benar saling mencintai, mereka seharusnya bisa saling menemani hingga tua bersama."Dia mengatakan persetujuan untuk kedua belah pihak, jadi tidak menyinggung perasaan Hanna dan ibunya.Sejujurnya, Reina bahkan tidak tahu bagaimana Hanna dan Adrian bisa bersatu.Kalau di ingat tahun l