Sekarang Rendy sudah sadar. Untung dia punya rencana cadangan dengan memasang kamera di kamar.Tuan Besar Latief langsung menyuruh orang memeriksa kamera di kamar Rendy.Hati Rendy langsung berdebar kencang."Kok bisa nggak ada? Kan aku sendiri yang naruh?"Begitu dia selesai bicara, Melisha datang dengan penuh amarah, "Rendy berengsek! Kamu bilang butuh uang itu buat bisnis, maksudmu bisnis yang kayak gini?"Pasangan itu bertengkar.Morgan juga datang dan begitu melihat situasi ini dia langsung berkata pada Tuan Besar Latief, "Kakek, reputasi Kak Rendy sekarang sangat buruk. Menurutku sebaiknya dia diistirahatkan untuk sementara waktu."Ini berarti Rendy akan dicopot dari jabatannya.Rendy yang susah payah bisa kembali ke kantor pusat tentu menolak.Bercanda? Memangnya masalahnya segawat apa sampai dia harus mengundurkan diri?Morgan menatapnya dengan dingin, "Menurutmu bagaimana kami harus menyelesaikan masalah ini? Klien perusahaan sudah keberatan dengan kualitas kerjamu dan nggak m
Keluarga kaya memang punya banyak cerita. Paman Maxime masih punya putra haram lain selain Rendy, namun pria itu ada di cabang Grup Rajawali di luar negeri.Semua ini juga hasil karya tangan dingin Maxime, kalau tidak, tidak mungkin paman dan putra pamannya itu bersedia dipindahkan ke luar negeri.Belakangan Reina bisa merasa dengan jelas internal Grup Rajawali sedang kacau. Dia merasa paman Maxime dan yang lainnya sedang berusaha mencari cara untuk pulang.Saat para pelayan melihat Reina pulang, mereka langsung menutup mulut mereka.Setelah Reina pergi, mereka mulai menggosipkan Reina."Dia cinta mati deh kayaknya sama Maxime. Tiap hari dia yang paling pertama datang merawat dan yang paling terakhir pulang.""Mungkin dia terpesona sama kegantengan Tuan Maxime. Meski idiot, dia 'kan ganteng banget.""..."Untungnya Reina tidak mendengar gosipan para pelayan, Reina bisa mati tertawa.Sekarang Reina sedang bergumul.Awalnya dia pulang untuk mencari tahu situasi Rendy, tapi sekarang dia s
Reina mengernyit bingung karena orang yang datang bukan pengawalnya.Begitu pengawal Reina keluar, mereka juga bingung.Pemimpin dari mereka yang memukul Rendy berkata dengan hormat pada Reina, "Nyonya, maaf sudah membuatmu takut."Nyonya? Reina langsung paham."Kamu bawahan Maxime?""Ya."Setelah itu mereka pergi sambil membawa Rendy yang dikarung.Reina yang bingung pun bertanya, "Kalian mau bawa dia ke mana?""Ke Pak Maxime."Karena kebetulan Reina tidak ada urusan, dia pun berkata, "Aku ikut."Mereka bingung, haruskah mereka menolak.Reina terlihat santai, "Nggak apa-apa, sekalian aku mau jenguk dia. Dia juga bilang kok aku boleh ke sana menemuinya setiap hari."Barulah mereka setuju.Untuk menghindari gosipan orang lain, mereka masuk lewat pintu belakang sedangkan Reina masuk lewat pintu depan.Setengah jam kemudian.Rendy sudah sadar kembali dan kepalanya terasa sangat sakit."Siapa yang memukulku?"Dia mengusap kepalanya dan perlahan melihat sekeliling dengan jelas. Hal pertama
Pengawal itu membungkuk hormat, lalu menjawab, "Sudah kami kumpulkan, ada 128 ekor. Mereka nggak dirawat dengan baik, banyak orang yang mengeluh.""Oh, jadi dia nggak bertanggung jawab. Ya sudah, lempar saja dia ke anjing-anjing itu." Maxime berkata dengan santai."Baik."Pengawal itu langsung berjalan menuju Rendy.Rendy tercengang dan langsung bersujud."Max! Max, tolong ampuni aku. Aku nggak berani lagi!""Aku sudah nggak tahu malu dan kurang ajar. Aku salah, aku akan menebus dosaku."Rendy berkata sambil menampar dirinya sendiri.Dia tahu betul bahwa Maxime tidak pernah bercanda. Dia hampir mati kedinginan terakhir kali.Kali ini, dia tidak tahu kemana dia sudah dibawa Maxime. Apa Tuan Besar Latief bisa menyelamatkan dirinya tepat waktu?Reina tidak menyangka Maxime akan langsung bertindak kejam seperti ini. Awalnya Reina mau membujuk Maxime melepaskan Rendy, namun kemudian dia sadar tidak perlu berlembut hati dalam berhadapan dengan penjahat tidak tahu malu seperti Rendy.Maxime t
Ekki juga bingung. Memang sangat sulit menebak pikiran seorang wanita.Tapi kalau diartikan secara harafiah ..."Bos, apa jangan-jangan Nyonya selingkuh?"Detik berikutnya, Maxime langsung menutup telepon.Ekki langsung terdiam.Rapuh sekali hati bosnya sekarang?Kalau tidak bisa terima fakta, untuk apa bertanya?Ekki hendak tidur saat tiba-tiba ada notifikasi transfer uang dua miliar ke rekeningnya."Hah? Apa-apaan ini? Penipuan?"Saat Ekki sedang menggumam, tiba-tiba masuklah pesan dari Ethan, "Coba tanya pacarmu, gimana kabar Brigitta dan putriku. Uang dua miliar itu untuk biaya telepon."Padahal Ekki baru saja selesai teleponan dengan Gaby, namun karena uang sudah ditransfer, Ekki pun kembali menelepon Gaby.Ekki basa basi sebentar, lalu menanyakan kabar Brigitta.Gaby bilang belakangan ini kondisi Brigitta sangat bagus, kondisi fisiknya sudah pulih dan anaknya sangat sehat.Gaby mengernyit bingung, "Kenapa kamu perhatian banget sama Brigitta dan anaknya?""Aku cuma nanya aja. Saya
Raisa jadi teringat suaminya. Dengan bantuan Liane, suaminya menjadi bos sebuah perusahaan padahal awalnya hanya seorang programmer biasa.Liane juga berkata, "Raisa, kalau kamu mau kerja, Ibu akan berikan sebuah perusahaan untukmu."Raisa ingin, tapi Syena tidak mengizinkannya. Dia meminta Raisa menolak bantuan Liane dengan alasan merawat anaknya Doni.Raisa sangat membenci Syena. Kalau bukan karena Syena tahu dirinya bukan putri kandung Liane. Jangankan perusahaan, bahkan Keluarga Hinandar akan menjadi miliknya."Ma, tempat ini besar sekali kayak taman, bahkan lebih indah dari taman."Doni berkata dengan gembira.Doni tidak peduli saat dianggap norak oleh beberapa pelayan.Liane bisa melihat tatapan menghina para pelayan, dia pun melangkah maju, "Kalian pikir kalian siapa? Tahu nggak dia itu cucuku? Kalian merasa pantas merendahkan cucuku?"Para pelayan takut. Tadinya mereka pikir Doni adalah anak bawahan Liane.Karena Raisa sama sekali tidak mirip Liane."Maaf, maaf Bu Liane."Merek
"Bu besan, ini putri kandungmu yang baru diketemukan ya? Wah, ternyata persis seperti Anda," kata Joanna, lain dari kata hatinya.Liane hanya mengangguk dengan dingin.Dulu Liane sempat menjalani operasi plastik supaya dia tidak diincar oleh musuh-musuhnya. Harusnya, Raisa malah tidak boleh mirip dengan dirinya sekarang."Ya. Raisa, ini Bibi Joanna, calon ibu mertua kakakmu."Setelah diperkenalkan oleh Liane, Raisa menatap Joanna. Meski usianya sudah lebih dari 50 tahun, wajahnya masih tampak sangat muda seperti wanita berumur 40 tahun-an."Halo Bibi Joanna." Raisa menyapa dengan ragu-ragu.Setelah itu, Raisa menarik Doni dan berkata, "Doni, cepat sapa nenek."Doni langsung bersembunyi di belakang ibunya karena malu, ini tempat asing baginya.Liane menjelaskan, "Ini cucuku. Mereka belum terbiasa dengan gaya hidup kita, tolong jangan tersinggung.""Oh, nggak kok." Joanna tersenyum lembut.Setelah itu, Reina melangkah maju, "Bu Liane, Nona Raisa, bagaimana kalau kuantar kalian ke kamar u
Syena menghitung-hitung. Dengan mahar Keluarga Hinandar yang mahal, lalu ditambah dengan mahar pemberian Tanu, dia pasti akan menjadi sorotan publik.Setelah dia sudah mengatakan semua yang dibutuhkan pada Liane, Syena mengusulkan untuk mengajak Liane, Raisa dan Doni jalan-jalan di kediaman Keluarga Sunandar."Oke, kalian pergilah, aku mau istirahat."Liane bisa dengan tenang membiarkan Syena mengajak Raisa jalan-jalan.Karena Raisa dan Syena sudah sangat akrab seperti saudara kandung. Raisa juga sering mengatakan hal-hal baik tentang Syena di hadapannya.Begitu di luar, Syena langsung bertindak dengan sifat aslinya. "Raisa, suruh anak itu main dulu gih, aku mau ngomong sesuatu ke kamu.""Oke."Raisa sangat tunduk pada Syena.Dia membujuk Doni untuk bermain dengan seorang pelayan, lalu mendengarkan penjelasan Syena dengan penuh perhatian."Kamu tahu 'kan sebentar lagi aku akan menikah? Tapi masih ada duri di hatiku, yaitu si Reina! Beberapa hari ini aku tinggal di sini, dia juga di sin
Hanna menghilang di balik ambang pintu.Reina sedikit membeku.Putranya, Leo, mendongakkan kepalanya dan berkata pada Reina dengan suara menggemaskan, "Ibu, sudah lima."Reina kembali tersadar dan melihat ke bawah, melihat bahwa bidak hitam Leo sudah penuh, yaitu lima bidak."Sayang kamu menang, luar biasa." Reina langsung memberikan pujian beruntun.Leo tersenyum bahagia.Di sisi lain, Liam sedikit cemburu saat melihat ibunya memuji kakaknya.Dia berjalan ke arah Reina dan memeluk lengan Reina. "Mama."Reina sedikit tidak berdaya, menyentuh kepala kecilnya. "Liam juga hebat."Joanna merasakan gejolak kecil di dalam hatinya saat melihat ini.Dia mengulurkan tangannya. "Ayo, sini peluk Nenek."Liam dan Leo berbeda dengan Riki dan Riko. Mereka tumbuh bersama Joanna dan memiliki perasaan mendalam kepada neneknya ini, tidak kurang dari perasaan mereka kepada Reina.Mereka berdua berlari mendekati Joanna, ingin dipeluk.Joanna sangat gembira dan berkata kepada Reina sambil tersenyum, "Lihat
Ines berdecak, "Bukannya aku keberatan karena dia miskin, tapi keluarga yang berbeda, kelas yang berbeda, konsep hidup yang berbeda, pandangan dalam hidup pun akan berbeda.""Sekarang, darahnya sedang menggebu-gebu. Tapi, setelah darah itu mengalir ke kepalanya, dia akan lebih tenang. Saat itulah dia akan menyadari kalau dia dan Adrian berbeda."Setelah itu, Ines menoleh ke arah Reina."Nana, bukankah begitu?"Wajah Reina menegang.Dia terkejut kenapa Ines melemparkan pertanyaan itu kepadanya?"Hmm, memang benar akan ada konflik di kemudian hari, ketika kesenjangan antara status keduanya terlalu besar," kata Reina.Setelah mengatakan itu, dia mengubah topik pembicaraan, "Tapi, aku pikir kalau mereka benar-benar saling mencintai, mereka seharusnya bisa saling menemani hingga tua bersama."Dia mengatakan persetujuan untuk kedua belah pihak, jadi tidak menyinggung perasaan Hanna dan ibunya.Sejujurnya, Reina bahkan tidak tahu bagaimana Hanna dan Adrian bisa bersatu.Kalau di ingat tahun l
Setelah permintaan Tommy kepada pengawal tidak membuahkan hasil, dia kembali ke ruang kelas dengan marah.Dia memelototi Alfian. "Jangan berpikir kalau aku nggak bisa melakukan apa pun kepadamu. Setelah pulang nanti, aku akan bilang Kakek agar perusahaanmu nggak bisa bergerak di pasaran."Saat membahas masalah perusahaan, sikap tegas Alfian berubah, dia pun menjadi khawatir.Dia hanya anak kecil, Tommy mungkin hanya akan melakukan sesuatu kepadanya. Namun, terkait perusahaan ....Jika ibu dan ayah tahunya tentang hal itu, mereka pasti akan menyalahkannya.Kemarahan Alfian barusan perlahan memudar. Dia hendak mengaku kalah, tetapi Riko tiba-tiba bicara, "Tommy, selain mengancam orang lain, apa lagi yang bisa kamu lakukan?"Tommy menatapnya dengan keterkejutan."Aku ... aku ...."Dia menjawab terbata-bata.Mata sedingin es Riko tertuju pada wajahnya. "Aku kasih saran, kalau kamu ingin belajar dengan tenang di kelas ini, lebih baik nggak usah buat masalah."Tommy menatap Riko seperti seek
Riko bahkan tidak menatap Tommy dan menjawab ringan, "Nggak perlu, terima kasih."Tangan Tommy yang terangkat membeku."Riko, kamu yakin nggak mau? Aku pernah lihat kalau kamu punya banyak konsol game di kamarmu. Ini yang terbaru, apa kamu nggak mau main?""Main?" Riko menatapnya, lalu melanjutkan, "Apa kamu salah paham? Konsol-konsol di kamarku bukan buat dimainkan, tapi buat dibongkar pasang."Dibongkar pasang?Benak Tommy dipenuhi dengan kebingungan, tidak mengerti mengapa Riko harus membongkar konsol game yang bagus seperti ini.Riko tidak ingin menjelaskan, menundukkan kepalanya dan terus menulis sesuatu.Melihat hal ini, Tommy tidak punya pilihan selain menarik tangannya dan datang ke depan Riki.Bahkan sebelum dia bisa membuka mulutnya, Riki menguap dengan malas, kemudian berkata kepadanya dengan sorot mata dingin, "Singkirkan konsol game mu. Aku nggak mau."Sudut mulut Tommy bergerak pelan.Dia memaksa dirinya untuk menahan amarah di dalam hatinya dan berpura-pura tidak peduli.
Harus diakui bahwa di dunia ini, uang adalah satu-satunya hal yang paling berpengaruh.Melihat gadis yang duduk di samping Alfian berasal dari keluarga biasa-biasa saja, guru itu berjalan menghampiri dan berkata kepada gadis itu dengan suara hangat, "Nak, Tommy anak baru, jadi bolehkah kursimu diberikan kepadanya?"Mata gadis itu terlihat berair setelah mendengar ini.Dia tidak berani mengatakan tidak, hendak beranjak dan pindah meja.Namun, Alfian tidak bisa duduk diam."Pak, masih banyak kursi kosong di kelas, kenapa dia harus duduk di meja Lily?"Wajah guru yang bernama Amar terlihat kaku. Dia tidak dalam posisi yang tepat untuk memberi tahu Alfian tentang dunia orang dewasa dan pentingnya menghindari bahaya."Alfian, Lily saja nggak keberatan, kenapa kamu keberatan?"Alfian menatap Lily. "Lily, bukannya kamu sudah bilang bakal duduk denganku terus?"Ketika Lily mendengar Alfian mengatakan ini, matanya memerah dan dia menggosok matanya."Tapi ...."Suaranya tercekat.Alfian melindun
Es mencair dan sudah waktunya sekolah dimulai.Riko dan Riki sudah duduk di bangku sekolah dasar, mereka berdua berada di sekolah yang sama.Meskipun mereka sudah menjalani satu semester, Riki masih merasa baru dalam segala hal."Kakak, kenapa menekuk wajahmu begitu? Di sekolah bisa dapat teman banyak, apa kamu nggak senang?" Riki bertanya dengan penuh curiga.Riko duduk tegak dan menatapnya. "Apa yang membuatmu senang?"Baginya, pergi ke sekolah dasar terlalu membosankan dan tidak menantang.Namun, Mama bilang bahwa di usianya sekarang, lebih baik mencari teman.Sesampainya di pintu masuk sekolah, sopir menatap kepergian keduanya."Hati-hati, Tuan Muda Riki dan Riko."Riko dan Riki berjalan masuk ke dalam sekolah secara berdampingan, langsung menarik perhatian banyak gadis.Sosok kecil yang tidak asing melambaikan tangan ke arah mereka. "Riko, Riki."Orang yang berbicara itu adalah keponakan Alana, Alfian.Setelah tidak bertemu dengannya selama liburan, berat badannya bertambah.Dia b
Setelah tiba, Maxime langsung berjalan ke rumah dan langsung mempercepat langkahnya saat melihat Reina dan anak-anak."Nana."Reina langsung merasa nyaman saat melihat kedatangannya.Joanna yang duduk di sampingnya langsung bertanya, "Bukankah kamu bilang hari ini cukup sibuk dan akan pulang telat? Kenapa pulang lebih cepat dari biasanya?""Istirahat sebentar," jawab Maxime, kemudian duduk di sebelah Reina.Joanna memandangi keduanya, hatinya terasa sedikit masam.Putranya ini benar-benar sangat protektif terhadap istrinya.Maxime merendahkan suaranya dan bertanya pada Reina, "Apa yang terjadi?"Reina mengeluarkan ponselnya dan mengetik, lalu mengirimkannya kepadanya."Kita bicarakan setelah pulang nanti."Maxime juga menyadari bahwa Morgan masih ada di sini. Dia mengirim Emoji mengiakan, tidak lupa dengan Emoji peluk.Dia awalnya tidak memiliki Emoji ini di ponselnya. Itu semua karena Reina yang sering mengirimkannya, jadi dia mulai terbiasa.Reina melihat pelukan yang Maxime kirimkan
Morgan melangkah lebih dekat ke arah Reina."Nana, apa kamu sudah lupa kalau Syena mengirim seseorang untuk mencelakai anakmu, Riko? Aku melakukan ini karena ingin memberinya balasan yang setimpal, agar dia bisa merasakan rasa sakit ketika anak disakiti. Tapi ...."Ekspresi di wajah Morgan sedikit berubah. "Nggak disangka waktu itu bahkan nggak peduli sama anaknya sendiri. Mengerikan sekali."Mendengar Morgan bicara seperti ini, Reina malah berpikir bahwa Morgan jauh lebih mengerikan."Morgan, kamu benar-benar sangat menakutkan."Dia menarik napas dalam-dalam dan bergegas melewatinya, kembali masuk ke dalam rumah.Morgan berdiri diam, tubuh rampingnya begitu ringkih.Setelah berdiri diam untuk beberapa saat, dia kembali masuk ke dalam rumah.Di ruang tamu.Beberapa anak kecil sedang bermain-main.Reina duduk di samping, Joanna juga duduk di sofa, sesekali menggoda anak-anak.Melihat Morgan masuk, Joanna memintanya untuk duduk."Morgan, kamu baru sembuh, kenapa malah keluar? Di luar san
Setelah keluar dan melihat langit yang cerah, Reina tidak tahu apa yang terjadi di dalam hatinya.Apa yang dikatakan Syena padanya benar-benar menembus persepsinya.Awalnya, dia mengira Morgan sudah cukup gila, tetapi dia tidak menyangka bahwa semua yang terjadi di masa lalu hanyalah puncak dari gunung esnya.Dia menarik napas dalam-dalam, tidak tahu bagaimana cara memberitahu Sisca tentang hal ini.Panggilan Sisca datang tidak lama kemudian.Reina menimbang kata-katanya sebelum mengatakannya secara perlahan.Setelah Sisca mendengarnya, dia juga terdiam cukup lama sebelum berkata dengan tidak percaya, "Morgan terlihat seperti orang yang lembut, bagaimana bisa dia melakukan hal seperti itu?""Entahlah, pokoknya mulai sekarang, kamu nggak perlu menyelidiki ayah kandung Talitha lagi. Besarkanlah Talitha dengan baik. Dengan adanya kamu, dia akan hidup dengan sangat bahagia."Sisca pun memahami hal ini.Untuk bisa melakukan hal seperti itu, pastilah ayah kandung Talitha bukanlah orang baik.