Apalagi Ethan baru mendapat seorang putri yang begitu berharga.Maxime tidak ingin menyeret Ethan dalam kesulitan."Oke."Ethan menurut pada Maxime.Belakangan ini karena menemani istrinya melahirkan, dia jarang menghubungi Maxime dan Jovan.Itu pula sebabnya Morgan juga tidak mewaspadainya.Setelah itu, Ethan menunjukkan putrinya pada Maxime seperti sebuah harta karun, "Kak Max lihat, tuh putriku bisa bikin gelembung."Bayi mungil yang bahkan tidak sampai sepanjang lengan Ethan itu membuat gelembung dari mulut kecilnya, hal sesederhana ini saja membuat hati Ethan meleleh.Sebelumnya dia takut kalau anak yang lahir adalah laki-laki seperti yang Maxime dapatkan. Dia malas mendidik putranya, untung saja dia dikaruniai putri yang lucu.Maxime tidak berdaya dengan kelakuan Ethan, dia bekerja sama dengannya dan berkata, "Ya, lucu banget dia.""Hahh, memang mending punya anak perempuan. Memang anak perempuan itu yang bisa melengkapi kita sebagai ayah. Kak Max, kamu harus mendidik kedua putra
"Bos, Bu Jess barusan ke sini. Dia minta Anda langsung ke kantor CEO." Salah satu bawahan Reina datang melapor.Saat Reina hendak pergi ke sana, bawahannya berkata, "Katanya Bu Liane datang dan sepertinya mau cari masalah denganmu."Liane?Reina mengangguk, "Oke, terima kasih."Pertama-tama Reina pergi ke toilet, menelepon seseorang, lalu naik lift ke kantor CEO.Di luar kantor, beberapa sekretaris menatap Reina seolah-olah sedang menonton sinetron.Jess menghampiri dan mengingatkannya, "Sekarang Bu Liane sangat marah, kayaknya perkara putri bungsunya."Reina tidak menyangka Jess akan mengingatkannya, Reina memberi lirikan terima kasih, lalu mengetuk pintu kantor CEO."Masuk."Morgan menjawab dari dalam.Reina membuka pintu ruangan Morgan dan melihat Morgan sedang duduk di kursinya, sedangkan Liane dan kedua putrinya duduk di sofa.Mungkin karena merasa bersalah, Raisa tidak berani menatap Reina.Namun Liane mengira Raisa tidak berani menatap Reina karena takut padanya karena kemarin s
Reina mengepalkan tangannya, "Kalau aku nggak mau minta maaf?"Liane menoleh dan menatap Morgan."Morgan, apa karyawan seperti ini harus dipertahankan?"Morgan menatap Reina dengan tajam dan berkata padanya, "Nana, minta maaf."Jangankan Reina, Morgan saja tidak berani melawan Liane.Grup Rajawali memang sangat membutuhkan Grup Hinandar.Apalagi Liane itu pemain veteran yang ahli dalam strategi. Morgan tahu betul bahwa dengan kekuatannya saat ini, dia tidak bisa melindungi Reina agar tidak disakiti oleh Liane.Reina juga tahu hal itu. Dia menggertakkan gigi dan berjalan menuju Syena dan Raisa."Maaf."Syena merasa bangga saat melihat Reina dengan enggan meminta maaf padanya.Namun, tentu dia tidak akan melepaskan Reina pergi begitu saja."Katanya kemarin kamu menyuruh adikku melakukan banyak hal? Apa cukup hanya dengan meminta maaf?""Terus kamu mau aku ngapain?"Syena menunjuk ke lantai."Ucapan minta maafmu nggak tulus. Cepat berlutut sambil minta maaf."Raisa yang di samping Syena t
"Anak muda suka ceroboh. Bu Liane, aku minta maaf padamu dan anak-anak ya untuk kesalahan menantuku ini. Menurutku nggak usah berlutut, kita semua 'kan keluarga. Lagian, menantuku ini juga lagi hamil." Ini adalah pertama kalinya Joanna bersikap baik pada wanita yang lebih muda darinya.Meski dari tadi Liane keras hati, setelah melihat Joanna bicara mewakili Reina dan meminta maaf untuk Reina, wajahnya pun terlihat bahagia.Joanna kembali berkata pada Reina, "Cepat, minta maaf sama Nona Raisa. Bu Liane sudah tahu lah kelakuan kalian, dia nggak akan perhitungan buat soal kayak gini."Dibanding Reina yang keras kepala, Joanna lebih bijaksana.Reina pun mengalah dan berujar dengan lembut, "Nona Raisa, aku minta maaf. Ini semua salah paham, aku minta maaf."Kalau sudah begini, Liane dan Raisa tidak bisa mempersulit Reina lebih jauh, karena kalau ya, mereka yang sudah keterlaluan.Dari hal ini Liane juga melihat beberapa petunjuk. Mungkin Reina memang tidak mempersulit putrinya, karena kalau
Setelah itu, Melisha melangkah maju dan mengambil kontrak proyek di meja Reina.Setelah itu, sebelum Melisha beranjak pergi, dia mengejek semua karyawan departemen penjualan kelima, "Coba lihat atasan kalian kayak gitu. Mendingan cepat angkat kaki deh dari sini."Melisha pergi dengan sombong.Karyawan departemen penjualan kelima sangat marah. Semua kontrak luar negeri ini diperoleh bos mereka dengan susah payah dan sekarang semuanya malah diberikan begitu saja ke Melisha.Bawahan Reina pun mulai mengirim pesan di grup."Bos, ayo kita mengundurkan diri bareng. Nggak kerja di sini juga nggak apa-apa.""Ya, ya, ini sangat nggak adil.""Dulu kukira perusahaan sebesar Grup Rajawali pasti punya standar manajemen, nggak kusangka ternyata di sini juga main orang dalam.""Kayaknya karena ganti bos sih. Dulu waktu zaman Pak Maxime mana ada nepotisme begini.""..."Semua orang mengeluh di grup.Reina tahu persis bagaimana perasaan para bawahannya, dia pun mengetik balasan, "Kalian sabar ya, aku j
Reina akhirnya sadar maksud kedatangan Rendy."Pak Rendy, aku mau tanya sesuatu.""Apa?""Kalau aku setuju jadi selingkuhanmu, gimana caranya kamu melindungiku supaya nggak disakiti Melisha? Terus, kalau sampai dia tahu tentang kita, apa yang harus kulakukan?" Diam-diam, Reina sudah merekam percakapan ini dengan ponselnya.Rendy tentu saja tidak terpikir Reina mampu melakukan hal seperti ini.Karena Rendy punya banyak wanita simpanan, dia sangat percaya diri dan berpikir bahwa Reina juga akan menyukainya.Apalagi Maxime sudah jadi orang idiot, sedangkan Rendy masih seorang pria perkasa."Kamu nggak perlu mengkhawatirkan hal itu. Pokoknya aku nggak akan biarin macan betina itu menyakitimu. Lagian aku nggak mungkin ketahuan kok, kukasih tahu ya, tiap kali aku melakukan perjalanan bisnis, aku itu bersenang-senang sama banyak wanita."Rendy berkata dengan nada bangga, "Melisha nggak tahu apa-apa. Dia itu bodoh dan percaya sama semua kata-kataku.""Kalau sekarang aku setuju, apa kamu bisa b
Maxime tidak berkata apa-apa. Detik berikutnya, dia mencondongkan tubuh ke arah Reina dan mencium Reina.Pipi Reina terasa seperti terbakar. Dia malu sekali, mengingat mereka tidak berduaan saja di mobil itu, masih ada pak sopir.Reina memukul bahu Maxime dengan lembut.Barulah akhirnya Maxime melepaskannya, "Kenapa? Kamu nggak enak badan? Kok wajah kamu merah banget?"Reina sekarang yakin Maxime benar-benar bisa melihat.Tapi ... pertanyaan Maxime ini lucu juga. Kenapa wajahnya merah? Ya jelas karena Maxime menyerangnya tiba-tiba lah."Nggak, aku nggak apa-apa."Reina menoleh dan berkata, "Aku bilang sopirku dulu nggak usah jemput."Maxime menatap Reina yang sedang mengirim pesan.Reina melirik Maxime dengan bingung, "Ngapain ngeliatin aku terus?"Jakun Maxime menegang."Susah payah aku bisa melihat, tentu aku mau lihat kamu terus."Matanya tertuju pada perut Reina yang sudah membesar, Maxime pun memeluk Reina lebih erat, "Maaf sudah merepotkanmu belakangan ini."Bicara tentang belaka
Ekspresi Syena seketika berubah dan dia langsung menjelaskan, "Aku nggak ngerti apa-apa. Kejadian hari ini nggak ada hubungannya sama aku. Semalam Raisa yang mengadu ke ibu kalau Reina sudah menindasnya."Morgan tidak bodoh, mana mungkin dia percaya ucapan Syena?"Syena, kita akan menikah bulan depan. Kamu nggak perlu mengkhawatirkan Reina lagi. Aku nggak punya perasaan padanya." Morgan memajukan pernikahannya supaya Syena tidak lagi berulah.Syena sangat gembira, namun sedetik kemudian dia merasa masam."Kamu mau nikah sama aku demi Reina ya?""Kalau aku suka sama dia, ngapain aku milih kamu?" tanya Morgan.Syena pun tidak bisa menyahut.Ya, harusnya Morgan memang menyukai Syena bukan? Pria sehebat Morgan saja mau menikahi Syena yang sedang mengandung anak haram entah milik siapa.Harusnya Reina hanya menjadi masa lalu Morgan saja. Wajar bukan kalau dalam hidup pria ada beberapa wanita yang mampir?Syena menghibur dirinya sendiri, lalu meyakinkan Morgan, "Morgan jangan khawatir, nanti
Mendengar pertanyaan Hanna, Adrian menjawab, "Tadi pagi aku keluar buat cari rumah yang lebih besar. Karena kamu lagi tidur nyenyak, jadi aku nggak tega mau bangunin. Aku sudah mengemasi barang-barang dan niatnya mau aku bawa ke rumah baru sebelum kamu bangun."Mendengar penjelasannya, kekhawatiran di hati Hanna pun lenyap."Dasar bodoh! Kenapa nggak bilang, aku pikir kamu ....""Kamu pikir aku kenapa?" tanya Adrian tidak mengerti.Hanna merasa malu untuk mengatakan bahwa Adrian sudah tidak menginginkannya lagi.Dia menoleh, mencoba menghindar. "Bukan apa-apa.""Oh, kalau begitu ayo sarapan, kamu pasti lapar."Adrian mengambil sarapan."Aku nggak tahu kapan kamu bakal bangun, jadi aku menaruh sarapan di dalam penanak nasi agar tetap hangat. Ini masih panas, lihatlah, kamu suka nggak? Kalau nggak, aku akan beli yang lain."Hanna mengambil kue kukus yang dibeli Adrian, menggigitnya. "Ini di Jalan Permata?""Hmm."Adrian mengangguk membenarkan.Hanna sedikit tersentuh, mengingat jarak ant
Mendengar Hanna ingin ditemani ke toilet, wajah Adrian langsung terasa panas."Kamu mau ke toilet, gimana aku nemeninnya?" katanya dengan sedikit gagap.Hanna berpikir sebentar, lalu menjawab, "Tunggu di depan pintu, ya?"Wajah Adrian makin memerah.Hanna sudah panik. "Tolong, aku benar-benar takut.""Ya ... baiklah." Adrian akhirnya mengangguk setelah ragu cukup lama.Hanna langsung menariknya ke depan pintu toilet."Kamu tunggu di sini dulu.""Ya."Adrian berdiri membelakangi toilet.Sebenarnya, toilet di sini sangat dekat dengan ruang tamu, hanya berjarak sekitar tujuh meter.Hanna benar-benar merasa takut. Setelah masuk ke dalam toilet pun dia masih sempat berseru kepada Adrian."Adrian, kamu masih di depan?""Ya."Adrian menjawabnya sambil membelakangi pintu.Hanna baru merasa tenang setelahnya.Dia sedikit tidak enak hati karena ke toilet seperti ini, jadi dia bertanya, "Apa kita begini nggak aneh? Apa kamu jadi nggak suka denganku karena ini?"Mendengar ini, Adrian menjawab tanp
"Apa aku akan terus tinggal di hotel? Apa kamu punya uang buat bayar hotel yang aku tinggali?" tanya Hanna lagi.Adrian terdiam.Hanna berbaring di sofa dengan punggung menghadapnya. "Pokoknya aku nggak peduli. Aku mau tinggal di sini sama kamu. Aku nggak akan pergi ke mana pun."Adrian tidak berdaya saat melihat ini.Dia tahu Hanna keras kepala dan tidak mudah dibujuk."Baiklah kalau begitu. Istirahat di kamar saja, mulai hari ini aku akan tidur di ruang tamu," kata Adrian dengan sangat jelas.Hanna kemudian duduk dengan gembira. "Ya."Melihat senyum di wajah Hanna, Adrian tahu bahwa Hanna membohonginya lagi. Meskipun tidak berdaya, dia tidak tega memarahi Hanna.Hanna merebahkan tubuhnya di sofa. "Bukannya kamu istirahatnya pas siang? Tidurlah, aku di ruang tamu, nggak akan mengganggumu.""Nggak usah, aku juga mau berhenti," jawab Adrian.Hanna ada di tempat ini, bagaimana dia bisa tidur?"Ya sudah kalau begitu.""Sudah makan belum? Mau aku masakin?" tanya Adrian saat melihat hari su
Adrian mengikuti Hanna ke dalam, cukup perhatian dengan membiarkan pintu tetap terbuka.Lalu, dia bertanya pada Hanna, "Hanna, apa yang terjadi di rumahmu?""Bukan apa-apa, mereka nggak mengakuiku sebagai putri mereka lagi." Hanna duduk di sofa sempit di ruang tamu dan menyelesaikan perkataannya tidak peduli. Lalu, dia bertanya kepadanya, "Kenapa pintunya nggak ditutup?""Nggak baik kalau pintunya ditutup."Adrian menjawab polos.Hanna mengembuskan napas panjang. "Pikiranmu terlalu ...."Dengan sedikit tak berdaya, dia melangkah maju dan melewati Adrian, lalu menutup pintu."Ngapain takut, sih. Kita 'kan pacaran. Kita juga nggak kenal sama orang di sini, mereka juga nggak kenal kita."Adrian masih ingin mengatakan sesuatu, tetapi disela oleh Hanna, "Coba pikirkan, tempat yang kamu sewa ini penuh dengan berbagai jenis orang. Bagaimana kalau ada orang jahat yang mengincarku?"Dengan satu kalimat itu, Adrian benar-benar kehabisan kata-kata untuk menyanggah.Dia berjalan dan membuka kunci
Adrian tidak tahu harus berkata apa lagi saat mendengar Hanna mengatakan ini.Setelah beberapa saat, dia mengatakan, "Jangan khawatir, aku nggak akan menyakitimu."Senyum Hanna mengembang puas."Ya, aku percaya padamu."Jika dia tidak percaya pada Adrian, dia tidak akan membohongi orang tuanya.Sampai saat ini, keduanya masih belum menikah.Dia sempat menyarankan kepada Adrian untuk menikah secara diam-diam, tetapi ditolak mentah-mentah olehnya.Dia berkata, "Orang tuamu belum setuju kita menikah, jadi aku nggak bisa nikah sama kamu tanpa sepengetahuan mereka. Itu akan menyakiti mereka yang sudah melahirkanmu. Jangan khawatir, aku sudah memulai bisnisku sendiri. Ketika sukses nanti, aku akan membuat orang tuamu mengakuiku."Pada saat itu, Hanna tahu bahwa dia tidak salah menilai.Adrian berjalan di depan untuk memimpin jalan, sementara Hanna berjalan di belakangnya. Dia melihat punggung lebar Adrian, serta tangan yang tergantung di kedua sisi tubuhnya. Seketika, dia langsung menggengga
Setelah Hanna meninggalkan rumah, dia hendak menyetir mobil. Namun, sopir menghampirinya dan berkata, "Nona, Tuan bilang Nona nggak boleh bawa mobil keluarga mulai sekarang."Setelah mendengar itu, Hanna tidak menyalahkan sopir, melainkan mengeluarkan kunci mobil dan menyerahkannya kepadanya."Ya, tolong bantu aku mengembalikannya.""Baik."Sopir itu mengambil kunci dan melihat Hanna pergi.Hanna keluar dan naik taksi ke tempat Adrian.Sepanjang perjalanan, dia memejamkan mata dengan lelah, pikirannya kembali ke setahun yang lalu.Dia mulai tertarik pada Adrian setelah Adrian menyelamatkannya setahun yang lalu.Pada awalnya, dia hanya ingin tahu kenapa pria itu sangat sulit didekati, kenapa pria itu tidak tertarik kepadanya dan kenapa pria itu tidak memperlakukannya dengan baik seperti yang dilakukan orang lain kepadanya.Kemudian, Hanna jadi sering menemui Adrian. Secara bertahap dan seiring berjalannya waktu, dia menyadari bahwa dia menyukai Adrian.Suatu ketika, saat dia pergi menem
"Dia mau tinggal sama kita kalau Ayah dan Ibu setuju."Hanna sangat serius. "Ibu, bukannya dari dulu Ibu berencana punya menantu yang mau tinggal di rumah kita?"Ines tidak menjawab, masih terkejut dan butuh waktu lama untuk kembali sadar."Hanna, kamu dan dia sudah menikah, apa dia bahkan nggak punya rumah?"Wajah Hanna sedikit tidak wajar. "Dia punya orang tua angkat yang sulit dihadapi, jadi dia belum bisa mengumpulkan uang atau mendapatkan pekerjaan yang baik. Dia menyewa apartemen."Wajah Ines berubah muram saat mendengar ini."Lihat, dia saja nggak punya rumah! Kalau kamu ikut dengannya, apa kalian akan makan angin?""Bu, apa aku nggak bisa cari uang sendiri? Nggak masalah, aku masih punya rumah kecil, kok," kata Hanna."Dia ... jangan bilang dia tinggal bersamamu di vila itu?" tanya Ines.Hanna menggelengkan kepalanya. "Nggak, dia nggak mau tinggal di sana. Katanya, dia ingin membeli rumah untuk kami dengan usahanya sendiri."Mendengar ini, hati Ines menjadi sedikit lebih baik.
Hanna menghilang di balik ambang pintu.Reina sedikit membeku.Putranya, Leo, mendongakkan kepalanya dan berkata pada Reina dengan suara menggemaskan, "Ibu, sudah lima."Reina kembali tersadar dan melihat ke bawah, melihat bahwa bidak hitam Leo sudah penuh, yaitu lima bidak."Sayang kamu menang, luar biasa." Reina langsung memberikan pujian beruntun.Leo tersenyum bahagia.Di sisi lain, Liam sedikit cemburu saat melihat ibunya memuji kakaknya.Dia berjalan ke arah Reina dan memeluk lengan Reina. "Mama."Reina sedikit tidak berdaya, menyentuh kepala kecilnya. "Liam juga hebat."Joanna merasakan gejolak kecil di dalam hatinya saat melihat ini.Dia mengulurkan tangannya. "Ayo, sini peluk Nenek."Liam dan Leo berbeda dengan Riki dan Riko. Mereka tumbuh bersama Joanna dan memiliki perasaan mendalam kepada neneknya ini, tidak kurang dari perasaan mereka kepada Reina.Mereka berdua berlari mendekati Joanna, ingin dipeluk.Joanna sangat gembira dan berkata kepada Reina sambil tersenyum, "Lihat
Ines berdecak, "Bukannya aku keberatan karena dia miskin, tapi keluarga yang berbeda, kelas yang berbeda, konsep hidup yang berbeda, pandangan dalam hidup pun akan berbeda.""Sekarang, darahnya sedang menggebu-gebu. Tapi, setelah darah itu mengalir ke kepalanya, dia akan lebih tenang. Saat itulah dia akan menyadari kalau dia dan Adrian berbeda."Setelah itu, Ines menoleh ke arah Reina."Nana, bukankah begitu?"Wajah Reina menegang.Dia terkejut kenapa Ines melemparkan pertanyaan itu kepadanya?"Hmm, memang benar akan ada konflik di kemudian hari, ketika kesenjangan antara status keduanya terlalu besar," kata Reina.Setelah mengatakan itu, dia mengubah topik pembicaraan, "Tapi, aku pikir kalau mereka benar-benar saling mencintai, mereka seharusnya bisa saling menemani hingga tua bersama."Dia mengatakan persetujuan untuk kedua belah pihak, jadi tidak menyinggung perasaan Hanna dan ibunya.Sejujurnya, Reina bahkan tidak tahu bagaimana Hanna dan Adrian bisa bersatu.Kalau di ingat tahun l