Kaki Raisa seketika terasa lemah dan dia langsung jatuh berlutut tepat di hadapan Syena."Kak, tolong jangan kasih tahu Bu Liane, aku juga sangat terpaksa. Anakku sakit parah, tanpa bantuan Bu Liane, kami nggak mungkin bisa membawanya ke dokter untuk menyembuhkannya, kami juga nggak punya yang."Mata Raisa berkaca-kaca dan seluruh tubuhnya gemetar.Syena yang berdiri menatap wanita yang sedang bersimpuh di kakinya ini, lenyaplah sudah rasa kesalnya tadi."Cih, kakak? Aku nggak sudi jadi kakakmu. Mulai sekarang, kalau kita hanya berduaan, kamu harus memanggilku Nona Syena, paham?"Raisa mengangguk berulang kali, "Iya paham, Nona Syena.""Jangan khawatir, aku nggak akan bongkar identitasmu, tapi kamu juga harus tahu diri. Mulai sekarang, kamu harus melakukan semua yang kuperintahkan, paham?" ucap Syena."Oke baik, selama Anda tidak membongkar kedokku, aku akan melakukan semua perintahmu." Dalam hati, Raisa menghela napas lega.Dia bahkan tidak memikirkan kenapa Syena begitu baik hati unt
Ethan yang duduk di sofa menyadari tatapan bingung Maxime, dia pun menjawab dengan santai, "Ini undangan adikmu, Morgan dan Syena. Aku perlu pergi nggak?"Undangan pernikahan Morgan?Tatapan Maxime menjadi tajam, "Kapan pernikahan mereka?""Tanggal 1 bulan depan."Ethan menyadari perubahan ekspresi Maxime dan berkata, "Kok Morgan bisa dapet Syena sih? Anak Liane itu cuma satu, si Syena. Nanti kalau Liane mati, semua harta Keluarga Hinandar bakal jatuh ke tangan Morgan dong."Sejujurnya, saat ini Grup Hinandar sedikit lebih kuat daripada Grup Rajawali.kalau bukan karena kekurangan laki-laki di Keluarga Hinandar, Liane pasti bisa membawa keluarga mereka melangkah lebih jauh.Maxime tidak mengkhawatirkan hal ini, dia memikirkan Reina.Maxime tahu betul dirinya hanya pengganti Morgan. Reina mau menikah dengannya karena mengira Morgan adalah Maxime.Sekarang Morgan akan menikah, apa Reina baik-baik saja? Apa dia sedih?"Ngomong-ngomong, baru-baru ini kudengar Liane nemuin putri kandungnya,
Maxime langsung mengambil ponselnya dan mendapati ternyata hanya notifikasi berita.Maxime yang tidak bisa kembali terlelap pun bangun dan membaca berita yang ternyata mengabarkan pernikahan Morgan dan Syena.Banyak netizen yang memberikan selamat."Duh irinya, pasangan yang serasi banget.""Wah, sepadan banget ya mereka.""Syena itu beruntung banget. Bisa dapat Morgan, CEO Grup Rajawali yang ganteng banget!""..."Para netizen pun saling memberi komentar.Maxime hendak menutup halaman berita itu saat dia melihat sesuatu tentang dirinya dan Reina, "Seingatku kakaknya si Morgan, Maxime, juga sudah menikah deh dan istrinya jauh lebih cantik dari Syena.""Iya benar tuh. Aku sudah lihat foto pernikahan mereka."Maxime melihat foto pernikahannya yang dipajang di halaman berita itu.Karena dulu Maxime tidak terlalu peduli dengan pesta pernikahannya, dia tidak mengizinkan media massa mempublikasikannya.Karena pernikahan mereka dulu tidak terlalu menarik perhatian. Tidak ada video pernikahan
"Sekarang Nona Reina sudah bercerai. Kalau Tuan benar-benar menyukainya, jangan memilih menikahi Syena."Jess dengan tulus memikirkan Morgan, "Menurutku selama Tuan memperlakukan Nona Reina dengan baik, dia pasti mau balikan denganmu."Morgan merasa Jess sangat naif."Jess, orang itu bisa berubah. Dia sudah nggak cinta aku lagi."Jess tidak mengerti, "Mana mungkin? Yang Nona Reina sukai awalnya 'kan Tuan Morgan? Sekarang ya pasti tetap sama, mungkin karena sudah punya anak, dia nggak bisa ngomong langsung."Kalau bukan karena Morgan lebih pintar dari Jess dalam membaca hati orang lain, dia pasti akan termakan omongan Jess.Morgan tahu betul bahwa Reina tidak mencintainya.Mungkin rasa suka yang dulu Reina rasakan juga hanya karena rasa kagum dan terima kasih pada Morgan yang sudah selalu menjaganya."Kamu berpikir terlalu jauh."Morgan menarik napas panjang dan cahaya gelap muncul di matanya, "Sekarang yang aku inginkan, aku mau kembali mendapatkannya lagi dengan caraku."Jika dia ingi
Sepanjang hari Maxime menunggu balasan pesan dari Reina.Namun karena tidak kunjung dibalas, suasana hatinya jadi berantakan.Jovan yang tidak takut mati mendatanginya, bahkan terus mengoceh di telinganya. "Kak Max, tahu nggak sih si Morgan itu terkenal banget. Masa semua media besar mempublikasikan pernikahannya sama Syena sebagai pernikahan abad ini."Dasar pria berengsek!Kalau Morgan sudah membuat berita seheboh ini, bagaimana kalau nanti pernikahannya dengan Alana kalah heboh?Eh? Cih! Kok bisa dalam pikirannya terbersit akan menikahi Alana?Isi otak Jovan penuh dengan imajinasi.Maxime memasang tampang kesal dan menyahut, "Kamu yakin 'kan kali ini nggak ada yang buntutin?""Kak Max jangan khawatir, kali ini aku sudah ekstra hati-hati." Jovan terlihat tulus.Kalau bukan karena sudah sangat mengenal Jovan, Maxime ingin sekali memperlakukannya sebagai pengkhianat."Ethan, bawa putrimu ke sini, aku mau lihat."Jovan juga tidak sabar untuk melihat anak Ethan.Jovan pun keluar dan deng
Reina pun mengamati wanita itu dengan seksama, dia memang tidak membawa botol susu.Reina pun berkata, "Kayaknya ada supermarket deh sekitar dua kilometer di depan. Kamu mau naik ke mobil lagi nggak, aku anterin beli susu?"Wanita itu menatap Reina dengan hati-hati untuk waktu yang lama, lalu dia berkata, "Terima kasih."Setelah itu, dia dengan hati-hati melindungi bayi dalam pelukannya dan masuk ke dalam mobil.Sopir mempercepat laju mobil dan membawa mereka ke supermarket.Wanita itu terlihat malu, "Aku ... aku nggak punya uang."Reina pun berkata, "Kalau gitu tunggu aku di sini, biar aku yang beli buatmu.""Baiklah, terima kasih." Mata wanita itu berbinar cerah.Reina pergi ke supermarket, diikuti sopirnya.Dalam perjalanan, sopir itu pun berkata, "Bu Reina, sebaiknya Anda hati-hati. Gimana kalau wanita itu ternyata penipu? Dia nggak kelihatan kayak ibu kandungnya deh, masa jalan-jalan bawa bayi tanpa persiapan? Bayinya sampai kelaparan gitu."Reina sebenarnya juga merasa ragu, namu
Reina keluar dari dapur sambil memegang botol susu yang hangat."Kalian berdua hati-hati ya jagain dedek bayinya, kayaknya belum genap sebulan deh umurnya, jadi kalian harus hati-hati ya." Reina mengambil bayi itu dari tangan Gaby dan mulai menyusui bayi itu.Gaby dan Riki yang penasaran pun mendekat untuk mengamati bayi itu minum susu.Karena hari ini akhir pekan, mereka pikir hanya akan menikmati akhir pekan seperti biasa.Tidak disangka tiba-tiba Reina membawa pulang seorang wanita dengan bayi perempuan. Bayi itu masih berwarna merah dan sangat lucu."Wah, kayaknya dia lapar banget ya. Lagi makan aja lucu banget," ucap Gaby.Riki menatap bayi itu dengan saksama. Ternyata bayi perempuan semanis ini, ingin sekali rasanya cepat-cepat punya adik perempuan.Wanita itu masih berdiri di lantai atas dan menghela napas lega saat melihat Reina dan orang-orang di sekitarnya sepertinya tidak memiliki niat buruk. Dia pun berjalan ke bawah perlahan.Begitu mendengar suara dari lantai atas, Reina
Reina tidak mengharapkan balasan apa pun dari Brigitta, karena kalau iya, dia tidak perlu repot-repot membantu Brigitta."Iya, ayo kubantu antar ke kamarmu."Reina membantu Brigitta kembali ke kamarnya, lalu minta pelayan membawa semangkuk sup ayam untuknya.Setelah seorang wanita melahirkan, tubuhnya lemah dan harus mengonsumsi suplemen supaya lebih cepat pulih.Setelah Brigitta istirahat, Reina kembali turun ke bawah dan mendapati Gaby dan Riki sedang menatap si bayi yang sudah dibaringkan di kasur. Meski bayi itu sedang tidur, tatapan mereka tetap tidak lepas dari bayi itu."Kalian berdua nggak capek?"Riki menoleh dan menatap Reina, "Ma, dulu waktu masih kecil, aku lucu kayak gini nggak?"Reina tersenyum, "Iyalah, semua orang waktu bayi itu lucu.""Hahh, aku berharap banget Mama melahirkan adik perempuan." Riki berkata dengan tulus.Reina juga berharap anaknya yang kali ini perempuan. Dia 'kan sudah punya anak laki-laki, kalau ini sungguh perempuan, maka lengkap sudah.Namun, baik
Mendengar pertanyaan Hanna, Adrian menjawab, "Tadi pagi aku keluar buat cari rumah yang lebih besar. Karena kamu lagi tidur nyenyak, jadi aku nggak tega mau bangunin. Aku sudah mengemasi barang-barang dan niatnya mau aku bawa ke rumah baru sebelum kamu bangun."Mendengar penjelasannya, kekhawatiran di hati Hanna pun lenyap."Dasar bodoh! Kenapa nggak bilang, aku pikir kamu ....""Kamu pikir aku kenapa?" tanya Adrian tidak mengerti.Hanna merasa malu untuk mengatakan bahwa Adrian sudah tidak menginginkannya lagi.Dia menoleh, mencoba menghindar. "Bukan apa-apa.""Oh, kalau begitu ayo sarapan, kamu pasti lapar."Adrian mengambil sarapan."Aku nggak tahu kapan kamu bakal bangun, jadi aku menaruh sarapan di dalam penanak nasi agar tetap hangat. Ini masih panas, lihatlah, kamu suka nggak? Kalau nggak, aku akan beli yang lain."Hanna mengambil kue kukus yang dibeli Adrian, menggigitnya. "Ini di Jalan Permata?""Hmm."Adrian mengangguk membenarkan.Hanna sedikit tersentuh, mengingat jarak ant
Mendengar Hanna ingin ditemani ke toilet, wajah Adrian langsung terasa panas."Kamu mau ke toilet, gimana aku nemeninnya?" katanya dengan sedikit gagap.Hanna berpikir sebentar, lalu menjawab, "Tunggu di depan pintu, ya?"Wajah Adrian makin memerah.Hanna sudah panik. "Tolong, aku benar-benar takut.""Ya ... baiklah." Adrian akhirnya mengangguk setelah ragu cukup lama.Hanna langsung menariknya ke depan pintu toilet."Kamu tunggu di sini dulu.""Ya."Adrian berdiri membelakangi toilet.Sebenarnya, toilet di sini sangat dekat dengan ruang tamu, hanya berjarak sekitar tujuh meter.Hanna benar-benar merasa takut. Setelah masuk ke dalam toilet pun dia masih sempat berseru kepada Adrian."Adrian, kamu masih di depan?""Ya."Adrian menjawabnya sambil membelakangi pintu.Hanna baru merasa tenang setelahnya.Dia sedikit tidak enak hati karena ke toilet seperti ini, jadi dia bertanya, "Apa kita begini nggak aneh? Apa kamu jadi nggak suka denganku karena ini?"Mendengar ini, Adrian menjawab tanp
"Apa aku akan terus tinggal di hotel? Apa kamu punya uang buat bayar hotel yang aku tinggali?" tanya Hanna lagi.Adrian terdiam.Hanna berbaring di sofa dengan punggung menghadapnya. "Pokoknya aku nggak peduli. Aku mau tinggal di sini sama kamu. Aku nggak akan pergi ke mana pun."Adrian tidak berdaya saat melihat ini.Dia tahu Hanna keras kepala dan tidak mudah dibujuk."Baiklah kalau begitu. Istirahat di kamar saja, mulai hari ini aku akan tidur di ruang tamu," kata Adrian dengan sangat jelas.Hanna kemudian duduk dengan gembira. "Ya."Melihat senyum di wajah Hanna, Adrian tahu bahwa Hanna membohonginya lagi. Meskipun tidak berdaya, dia tidak tega memarahi Hanna.Hanna merebahkan tubuhnya di sofa. "Bukannya kamu istirahatnya pas siang? Tidurlah, aku di ruang tamu, nggak akan mengganggumu.""Nggak usah, aku juga mau berhenti," jawab Adrian.Hanna ada di tempat ini, bagaimana dia bisa tidur?"Ya sudah kalau begitu.""Sudah makan belum? Mau aku masakin?" tanya Adrian saat melihat hari su
Adrian mengikuti Hanna ke dalam, cukup perhatian dengan membiarkan pintu tetap terbuka.Lalu, dia bertanya pada Hanna, "Hanna, apa yang terjadi di rumahmu?""Bukan apa-apa, mereka nggak mengakuiku sebagai putri mereka lagi." Hanna duduk di sofa sempit di ruang tamu dan menyelesaikan perkataannya tidak peduli. Lalu, dia bertanya kepadanya, "Kenapa pintunya nggak ditutup?""Nggak baik kalau pintunya ditutup."Adrian menjawab polos.Hanna mengembuskan napas panjang. "Pikiranmu terlalu ...."Dengan sedikit tak berdaya, dia melangkah maju dan melewati Adrian, lalu menutup pintu."Ngapain takut, sih. Kita 'kan pacaran. Kita juga nggak kenal sama orang di sini, mereka juga nggak kenal kita."Adrian masih ingin mengatakan sesuatu, tetapi disela oleh Hanna, "Coba pikirkan, tempat yang kamu sewa ini penuh dengan berbagai jenis orang. Bagaimana kalau ada orang jahat yang mengincarku?"Dengan satu kalimat itu, Adrian benar-benar kehabisan kata-kata untuk menyanggah.Dia berjalan dan membuka kunci
Adrian tidak tahu harus berkata apa lagi saat mendengar Hanna mengatakan ini.Setelah beberapa saat, dia mengatakan, "Jangan khawatir, aku nggak akan menyakitimu."Senyum Hanna mengembang puas."Ya, aku percaya padamu."Jika dia tidak percaya pada Adrian, dia tidak akan membohongi orang tuanya.Sampai saat ini, keduanya masih belum menikah.Dia sempat menyarankan kepada Adrian untuk menikah secara diam-diam, tetapi ditolak mentah-mentah olehnya.Dia berkata, "Orang tuamu belum setuju kita menikah, jadi aku nggak bisa nikah sama kamu tanpa sepengetahuan mereka. Itu akan menyakiti mereka yang sudah melahirkanmu. Jangan khawatir, aku sudah memulai bisnisku sendiri. Ketika sukses nanti, aku akan membuat orang tuamu mengakuiku."Pada saat itu, Hanna tahu bahwa dia tidak salah menilai.Adrian berjalan di depan untuk memimpin jalan, sementara Hanna berjalan di belakangnya. Dia melihat punggung lebar Adrian, serta tangan yang tergantung di kedua sisi tubuhnya. Seketika, dia langsung menggengga
Setelah Hanna meninggalkan rumah, dia hendak menyetir mobil. Namun, sopir menghampirinya dan berkata, "Nona, Tuan bilang Nona nggak boleh bawa mobil keluarga mulai sekarang."Setelah mendengar itu, Hanna tidak menyalahkan sopir, melainkan mengeluarkan kunci mobil dan menyerahkannya kepadanya."Ya, tolong bantu aku mengembalikannya.""Baik."Sopir itu mengambil kunci dan melihat Hanna pergi.Hanna keluar dan naik taksi ke tempat Adrian.Sepanjang perjalanan, dia memejamkan mata dengan lelah, pikirannya kembali ke setahun yang lalu.Dia mulai tertarik pada Adrian setelah Adrian menyelamatkannya setahun yang lalu.Pada awalnya, dia hanya ingin tahu kenapa pria itu sangat sulit didekati, kenapa pria itu tidak tertarik kepadanya dan kenapa pria itu tidak memperlakukannya dengan baik seperti yang dilakukan orang lain kepadanya.Kemudian, Hanna jadi sering menemui Adrian. Secara bertahap dan seiring berjalannya waktu, dia menyadari bahwa dia menyukai Adrian.Suatu ketika, saat dia pergi menem
"Dia mau tinggal sama kita kalau Ayah dan Ibu setuju."Hanna sangat serius. "Ibu, bukannya dari dulu Ibu berencana punya menantu yang mau tinggal di rumah kita?"Ines tidak menjawab, masih terkejut dan butuh waktu lama untuk kembali sadar."Hanna, kamu dan dia sudah menikah, apa dia bahkan nggak punya rumah?"Wajah Hanna sedikit tidak wajar. "Dia punya orang tua angkat yang sulit dihadapi, jadi dia belum bisa mengumpulkan uang atau mendapatkan pekerjaan yang baik. Dia menyewa apartemen."Wajah Ines berubah muram saat mendengar ini."Lihat, dia saja nggak punya rumah! Kalau kamu ikut dengannya, apa kalian akan makan angin?""Bu, apa aku nggak bisa cari uang sendiri? Nggak masalah, aku masih punya rumah kecil, kok," kata Hanna."Dia ... jangan bilang dia tinggal bersamamu di vila itu?" tanya Ines.Hanna menggelengkan kepalanya. "Nggak, dia nggak mau tinggal di sana. Katanya, dia ingin membeli rumah untuk kami dengan usahanya sendiri."Mendengar ini, hati Ines menjadi sedikit lebih baik.
Hanna menghilang di balik ambang pintu.Reina sedikit membeku.Putranya, Leo, mendongakkan kepalanya dan berkata pada Reina dengan suara menggemaskan, "Ibu, sudah lima."Reina kembali tersadar dan melihat ke bawah, melihat bahwa bidak hitam Leo sudah penuh, yaitu lima bidak."Sayang kamu menang, luar biasa." Reina langsung memberikan pujian beruntun.Leo tersenyum bahagia.Di sisi lain, Liam sedikit cemburu saat melihat ibunya memuji kakaknya.Dia berjalan ke arah Reina dan memeluk lengan Reina. "Mama."Reina sedikit tidak berdaya, menyentuh kepala kecilnya. "Liam juga hebat."Joanna merasakan gejolak kecil di dalam hatinya saat melihat ini.Dia mengulurkan tangannya. "Ayo, sini peluk Nenek."Liam dan Leo berbeda dengan Riki dan Riko. Mereka tumbuh bersama Joanna dan memiliki perasaan mendalam kepada neneknya ini, tidak kurang dari perasaan mereka kepada Reina.Mereka berdua berlari mendekati Joanna, ingin dipeluk.Joanna sangat gembira dan berkata kepada Reina sambil tersenyum, "Lihat
Ines berdecak, "Bukannya aku keberatan karena dia miskin, tapi keluarga yang berbeda, kelas yang berbeda, konsep hidup yang berbeda, pandangan dalam hidup pun akan berbeda.""Sekarang, darahnya sedang menggebu-gebu. Tapi, setelah darah itu mengalir ke kepalanya, dia akan lebih tenang. Saat itulah dia akan menyadari kalau dia dan Adrian berbeda."Setelah itu, Ines menoleh ke arah Reina."Nana, bukankah begitu?"Wajah Reina menegang.Dia terkejut kenapa Ines melemparkan pertanyaan itu kepadanya?"Hmm, memang benar akan ada konflik di kemudian hari, ketika kesenjangan antara status keduanya terlalu besar," kata Reina.Setelah mengatakan itu, dia mengubah topik pembicaraan, "Tapi, aku pikir kalau mereka benar-benar saling mencintai, mereka seharusnya bisa saling menemani hingga tua bersama."Dia mengatakan persetujuan untuk kedua belah pihak, jadi tidak menyinggung perasaan Hanna dan ibunya.Sejujurnya, Reina bahkan tidak tahu bagaimana Hanna dan Adrian bisa bersatu.Kalau di ingat tahun l