Reina keluar dari dapur sambil memegang botol susu yang hangat."Kalian berdua hati-hati ya jagain dedek bayinya, kayaknya belum genap sebulan deh umurnya, jadi kalian harus hati-hati ya." Reina mengambil bayi itu dari tangan Gaby dan mulai menyusui bayi itu.Gaby dan Riki yang penasaran pun mendekat untuk mengamati bayi itu minum susu.Karena hari ini akhir pekan, mereka pikir hanya akan menikmati akhir pekan seperti biasa.Tidak disangka tiba-tiba Reina membawa pulang seorang wanita dengan bayi perempuan. Bayi itu masih berwarna merah dan sangat lucu."Wah, kayaknya dia lapar banget ya. Lagi makan aja lucu banget," ucap Gaby.Riki menatap bayi itu dengan saksama. Ternyata bayi perempuan semanis ini, ingin sekali rasanya cepat-cepat punya adik perempuan.Wanita itu masih berdiri di lantai atas dan menghela napas lega saat melihat Reina dan orang-orang di sekitarnya sepertinya tidak memiliki niat buruk. Dia pun berjalan ke bawah perlahan.Begitu mendengar suara dari lantai atas, Reina
Reina tidak mengharapkan balasan apa pun dari Brigitta, karena kalau iya, dia tidak perlu repot-repot membantu Brigitta."Iya, ayo kubantu antar ke kamarmu."Reina membantu Brigitta kembali ke kamarnya, lalu minta pelayan membawa semangkuk sup ayam untuknya.Setelah seorang wanita melahirkan, tubuhnya lemah dan harus mengonsumsi suplemen supaya lebih cepat pulih.Setelah Brigitta istirahat, Reina kembali turun ke bawah dan mendapati Gaby dan Riki sedang menatap si bayi yang sudah dibaringkan di kasur. Meski bayi itu sedang tidur, tatapan mereka tetap tidak lepas dari bayi itu."Kalian berdua nggak capek?"Riki menoleh dan menatap Reina, "Ma, dulu waktu masih kecil, aku lucu kayak gini nggak?"Reina tersenyum, "Iyalah, semua orang waktu bayi itu lucu.""Hahh, aku berharap banget Mama melahirkan adik perempuan." Riki berkata dengan tulus.Reina juga berharap anaknya yang kali ini perempuan. Dia 'kan sudah punya anak laki-laki, kalau ini sungguh perempuan, maka lengkap sudah.Namun, baik
"Ethan jangan khawatir, kita pasti bisa menemukannya," hibur Jovan.Ethan mengangguk, "Ya.""Kamu mau istirahat dulu nggak sebentar?""Nggak ngantuk."Mana mungkin dia bisa tidur di saat istri dan putrinya di luar tanpa kabar yang jelas?Anehnya, Brigitta 'kan tidak punya sanak saudara atau teman, kalau pergi membawa bayi harusnya ada di hotel atau naik transportasi umum bukan? Tapi meski Ethan sudah mencari di seluruh hotel Kota Simaliki, tetap tidak ada informasi bernama Brigitta.Ethan juga sudah menyuruh bawahannya memeriksa semua wanita membawa bayi yang naik kendaraan umum semalaman ini, tapi masih belum ketemu juga.Brigitta tidak membawa mobil atau menginap di hotel, jadi kemana dia membawa pergi anak mereka?Ethan merasa Brigitta sedang menghukumnya. Ethan sampai memeriksa ke kolong jembatan tempat para pengemis untuk mencari keberadaan Brigitta, tapi tetap tidak ketemu.Jovan bangkit berdiri, "Kalau gitu biar aku yang pergi cari, kamu istirahat dulu."Jovan tahu sekarang buka
Reina tidak tahu bahwa wanita yang dibawanya ke rumah adalah istri Ethan. Reina bersikap biasa dan menjaganya seperti sesama wanita.Saat ada waktu, Reina juga akan ikut menjaga anak Brigitta.Rumahnya makin ramai dengan kedatangan si kecil.Saat Sisil pulang, dia juga terpana dengan keimutan bayi itu."Iih gemes banget deh! Siapa namanya?"Benar juga, mereka tidak ada yang tahu siapa nama anak itu.Gaby pun menanyakannya pada Brigitta dan mendapati namanya adalah Erina Yusdwindra."Nama keluarganya Yusdwindra?"Reina agak terkejut. Di Kota Simaliki ini yang punya nama keluarga Yusdwindra adalah Ethan.Namun Reina tidak berpikiran Erina adalah anak Ethan."Bos, enak banget ya kalau kita boleh bawa anak pas kerja.""Ya nggak bisa lah. Bayi sekecil ini masih terlalu rentan, nggak boleh dibawa keluar sembarangan. Kalau sampai terpapar, bakal gawat. Kalian juga jangan terlalu dekat-dekat sama bayi kalau lagi ngobrol," ucap Reina."Iya, oke."Sisil mengangguk berulang kali.Gaby yang duduk
Riko tentu sangat ingin pergi.Tapi Riko gengsi mengakuinya, jadi dia bertanya pada Alana, "Tante Alana mau pergi nggak?""Iya dong."Alana langsung menjawab tanpa ragu.Riko pun berkata, "Kalau gitu ayo kita pergi ke sana, sesuai permintaan Tante Alana."Begitu mendengar ucapan Riko, Alana langsung paham dirinya sudah masuk perangkap Riko.Padahal jelas-jelas Riko sendiri yang mau pergi, kenapa malah melimpahkannya pada Alana?Alana menghela napas, namun tetap berkata, "Ya, oke ...."Ketiganya pergi ke kediaman Keluarga Andara, namun karena Jovan khawatir Brigitta akan mengenalinya, dia menyuruh Alana dan Riko masuk duluan.Setelah menunggu beberapa saat, ternyata Brigitta hanya diam di dalam kamar. Barulah Jovan berani masuk ke rumah.Harus Jovan akui bahwa putri Ethan memang manis.Dia sengaja memotret Riko, Riki dan Erina bersama, lalu mengirimkan foto itu ke grup."Ethan, nih aku kirimin foto supaya kamu tenang."Para anggota grup pun langsung mengucapkan selamat begitu melihat fo
Namun ternyata Ethan benar-benar berpikir demikian, saat ini dia takut sekali kalau Maxime sampai dikaruniai anak laki-laki lagi."Nggak bisa dibiarin nih, aku jemput mereka pulang aja kali ya?"Ethan mondar-mandir di depan Maxime.Maxime tidak melarang Ethan dan memberitahunya analisisnya, "Ya kalau kamu nggak khawatir Brigitta melakukan hal bodoh sih, silakan aja."Begitu Ethan mendengar hal ini, dia langsung mengurungkan niatnya.Ethan berencana mengajak Brigitta mengobrol baik-baik setelah dia lewat masa nifas."Kalau gitu biar aku ngomong sama Reina.""Jangan, Brigitta itu benci banget sama kamu. Kalau kamu ngasih tahu Nana tentang hubunganmu dengan Brigitta dan suatu hari nanti Brigitta tahu, dia pasti akan menyalahkan Nana."Maxime tidak ingin kebaikan Reina tidak terbalas. "Lagian memangnya kamu nggak percaya sama Nana? Nana itu akan tetap memperlakukan Brigitta dengan baik, terlepas dari dia tahu atau nggak kalau Brigitta itu istrimu."Reina itu wanita berhati baik. Dia tidak
Reina memutar bola matanya dan menjawab, "Jangan khawatir, aku ini pada dasarnya memang pemberontak, makin kamu ingin mengusirku, makin kecil kemungkinan aku mengundurkan diri."Setelah berkata demikian, Reina berjalan melewati Melisha.Melisha mengepalkan tangannya dengan penuh kemarahan dan langsung mendatangi kantor Rendy."Kenapa si wanita jalang itu masih ada di sini? Kamu sudah bikin hidupnya susah belum sih?"Rendy merasa bersalah, "Iya sudah, aku sudah kasih semua tugas yang nggak jelas dan susah kok ke dia, harusnya bentar lagi juga gugur."Melisha duduk dengan malas di sofa ruangan Rendy dan berkata dengan bangga."Aku nggak ngerti kenapa dia bisa begitu beruntung, masa iya dia bisa segampang itu dapat proyek sama perusahaan asing. Gampang banget bawahanku melanjutkan proyek-proyek dia.""Sudah nggak usah ngurusin dia, coba lihat nih aku beli apa buat kamu."Rendy takut Melisha akan menemukan sesuatu yang mencurigakan, jadi Rendy berinisiatif memberinya hadiah.Melisha membuk
Melihat Diego datang untuk urusan ini, Reina mulai mengemasi tasnya dan bersiap untuk pulang."Diego, Morgan 'kan sudah bertunangan sama Syena, jadi wajar dong kalau mereka berdua menikah.""Wajar apanya? Yang Kak Morgan suka dari dulu itu Kak Reina. Kalau sekarang Kakak ngomong sama Kak Morgan, dia pasti bakal langsung membatalkan pernikahannya," ucap Diego.Diego khawatir setelah Morgan menikahi Syena dan punya anak, dia tidak akan membantu Diego lagi.Reina tahu kekhawatiran Diego dan berkata dengan lembut, "Diego, kamu sudah dewasa dan sudah waktunya mengandalkan diri sendiri. Kita nggak bisa terus mengandalkan orang lain selamanya."Diego hanya berdiri diam menatap Reina yang beranjak pergi.Setelah Reina pergi, tatapan Diego terlihat sangat dingin."Cih! Ngapain pura-pura jual mahal? Kalau aku jadi dia, jadi selingkuhan pun aku terima!"Diego pun pergi dari kantor Reina dengan membawa banyak informasi untuk persidangannya.Dia tidak sadar kalau karyawan pengkhianat dari departeme
Mendengar pertanyaan Hanna, Adrian menjawab, "Tadi pagi aku keluar buat cari rumah yang lebih besar. Karena kamu lagi tidur nyenyak, jadi aku nggak tega mau bangunin. Aku sudah mengemasi barang-barang dan niatnya mau aku bawa ke rumah baru sebelum kamu bangun."Mendengar penjelasannya, kekhawatiran di hati Hanna pun lenyap."Dasar bodoh! Kenapa nggak bilang, aku pikir kamu ....""Kamu pikir aku kenapa?" tanya Adrian tidak mengerti.Hanna merasa malu untuk mengatakan bahwa Adrian sudah tidak menginginkannya lagi.Dia menoleh, mencoba menghindar. "Bukan apa-apa.""Oh, kalau begitu ayo sarapan, kamu pasti lapar."Adrian mengambil sarapan."Aku nggak tahu kapan kamu bakal bangun, jadi aku menaruh sarapan di dalam penanak nasi agar tetap hangat. Ini masih panas, lihatlah, kamu suka nggak? Kalau nggak, aku akan beli yang lain."Hanna mengambil kue kukus yang dibeli Adrian, menggigitnya. "Ini di Jalan Permata?""Hmm."Adrian mengangguk membenarkan.Hanna sedikit tersentuh, mengingat jarak ant
Mendengar Hanna ingin ditemani ke toilet, wajah Adrian langsung terasa panas."Kamu mau ke toilet, gimana aku nemeninnya?" katanya dengan sedikit gagap.Hanna berpikir sebentar, lalu menjawab, "Tunggu di depan pintu, ya?"Wajah Adrian makin memerah.Hanna sudah panik. "Tolong, aku benar-benar takut.""Ya ... baiklah." Adrian akhirnya mengangguk setelah ragu cukup lama.Hanna langsung menariknya ke depan pintu toilet."Kamu tunggu di sini dulu.""Ya."Adrian berdiri membelakangi toilet.Sebenarnya, toilet di sini sangat dekat dengan ruang tamu, hanya berjarak sekitar tujuh meter.Hanna benar-benar merasa takut. Setelah masuk ke dalam toilet pun dia masih sempat berseru kepada Adrian."Adrian, kamu masih di depan?""Ya."Adrian menjawabnya sambil membelakangi pintu.Hanna baru merasa tenang setelahnya.Dia sedikit tidak enak hati karena ke toilet seperti ini, jadi dia bertanya, "Apa kita begini nggak aneh? Apa kamu jadi nggak suka denganku karena ini?"Mendengar ini, Adrian menjawab tanp
"Apa aku akan terus tinggal di hotel? Apa kamu punya uang buat bayar hotel yang aku tinggali?" tanya Hanna lagi.Adrian terdiam.Hanna berbaring di sofa dengan punggung menghadapnya. "Pokoknya aku nggak peduli. Aku mau tinggal di sini sama kamu. Aku nggak akan pergi ke mana pun."Adrian tidak berdaya saat melihat ini.Dia tahu Hanna keras kepala dan tidak mudah dibujuk."Baiklah kalau begitu. Istirahat di kamar saja, mulai hari ini aku akan tidur di ruang tamu," kata Adrian dengan sangat jelas.Hanna kemudian duduk dengan gembira. "Ya."Melihat senyum di wajah Hanna, Adrian tahu bahwa Hanna membohonginya lagi. Meskipun tidak berdaya, dia tidak tega memarahi Hanna.Hanna merebahkan tubuhnya di sofa. "Bukannya kamu istirahatnya pas siang? Tidurlah, aku di ruang tamu, nggak akan mengganggumu.""Nggak usah, aku juga mau berhenti," jawab Adrian.Hanna ada di tempat ini, bagaimana dia bisa tidur?"Ya sudah kalau begitu.""Sudah makan belum? Mau aku masakin?" tanya Adrian saat melihat hari su
Adrian mengikuti Hanna ke dalam, cukup perhatian dengan membiarkan pintu tetap terbuka.Lalu, dia bertanya pada Hanna, "Hanna, apa yang terjadi di rumahmu?""Bukan apa-apa, mereka nggak mengakuiku sebagai putri mereka lagi." Hanna duduk di sofa sempit di ruang tamu dan menyelesaikan perkataannya tidak peduli. Lalu, dia bertanya kepadanya, "Kenapa pintunya nggak ditutup?""Nggak baik kalau pintunya ditutup."Adrian menjawab polos.Hanna mengembuskan napas panjang. "Pikiranmu terlalu ...."Dengan sedikit tak berdaya, dia melangkah maju dan melewati Adrian, lalu menutup pintu."Ngapain takut, sih. Kita 'kan pacaran. Kita juga nggak kenal sama orang di sini, mereka juga nggak kenal kita."Adrian masih ingin mengatakan sesuatu, tetapi disela oleh Hanna, "Coba pikirkan, tempat yang kamu sewa ini penuh dengan berbagai jenis orang. Bagaimana kalau ada orang jahat yang mengincarku?"Dengan satu kalimat itu, Adrian benar-benar kehabisan kata-kata untuk menyanggah.Dia berjalan dan membuka kunci
Adrian tidak tahu harus berkata apa lagi saat mendengar Hanna mengatakan ini.Setelah beberapa saat, dia mengatakan, "Jangan khawatir, aku nggak akan menyakitimu."Senyum Hanna mengembang puas."Ya, aku percaya padamu."Jika dia tidak percaya pada Adrian, dia tidak akan membohongi orang tuanya.Sampai saat ini, keduanya masih belum menikah.Dia sempat menyarankan kepada Adrian untuk menikah secara diam-diam, tetapi ditolak mentah-mentah olehnya.Dia berkata, "Orang tuamu belum setuju kita menikah, jadi aku nggak bisa nikah sama kamu tanpa sepengetahuan mereka. Itu akan menyakiti mereka yang sudah melahirkanmu. Jangan khawatir, aku sudah memulai bisnisku sendiri. Ketika sukses nanti, aku akan membuat orang tuamu mengakuiku."Pada saat itu, Hanna tahu bahwa dia tidak salah menilai.Adrian berjalan di depan untuk memimpin jalan, sementara Hanna berjalan di belakangnya. Dia melihat punggung lebar Adrian, serta tangan yang tergantung di kedua sisi tubuhnya. Seketika, dia langsung menggengga
Setelah Hanna meninggalkan rumah, dia hendak menyetir mobil. Namun, sopir menghampirinya dan berkata, "Nona, Tuan bilang Nona nggak boleh bawa mobil keluarga mulai sekarang."Setelah mendengar itu, Hanna tidak menyalahkan sopir, melainkan mengeluarkan kunci mobil dan menyerahkannya kepadanya."Ya, tolong bantu aku mengembalikannya.""Baik."Sopir itu mengambil kunci dan melihat Hanna pergi.Hanna keluar dan naik taksi ke tempat Adrian.Sepanjang perjalanan, dia memejamkan mata dengan lelah, pikirannya kembali ke setahun yang lalu.Dia mulai tertarik pada Adrian setelah Adrian menyelamatkannya setahun yang lalu.Pada awalnya, dia hanya ingin tahu kenapa pria itu sangat sulit didekati, kenapa pria itu tidak tertarik kepadanya dan kenapa pria itu tidak memperlakukannya dengan baik seperti yang dilakukan orang lain kepadanya.Kemudian, Hanna jadi sering menemui Adrian. Secara bertahap dan seiring berjalannya waktu, dia menyadari bahwa dia menyukai Adrian.Suatu ketika, saat dia pergi menem
"Dia mau tinggal sama kita kalau Ayah dan Ibu setuju."Hanna sangat serius. "Ibu, bukannya dari dulu Ibu berencana punya menantu yang mau tinggal di rumah kita?"Ines tidak menjawab, masih terkejut dan butuh waktu lama untuk kembali sadar."Hanna, kamu dan dia sudah menikah, apa dia bahkan nggak punya rumah?"Wajah Hanna sedikit tidak wajar. "Dia punya orang tua angkat yang sulit dihadapi, jadi dia belum bisa mengumpulkan uang atau mendapatkan pekerjaan yang baik. Dia menyewa apartemen."Wajah Ines berubah muram saat mendengar ini."Lihat, dia saja nggak punya rumah! Kalau kamu ikut dengannya, apa kalian akan makan angin?""Bu, apa aku nggak bisa cari uang sendiri? Nggak masalah, aku masih punya rumah kecil, kok," kata Hanna."Dia ... jangan bilang dia tinggal bersamamu di vila itu?" tanya Ines.Hanna menggelengkan kepalanya. "Nggak, dia nggak mau tinggal di sana. Katanya, dia ingin membeli rumah untuk kami dengan usahanya sendiri."Mendengar ini, hati Ines menjadi sedikit lebih baik.
Hanna menghilang di balik ambang pintu.Reina sedikit membeku.Putranya, Leo, mendongakkan kepalanya dan berkata pada Reina dengan suara menggemaskan, "Ibu, sudah lima."Reina kembali tersadar dan melihat ke bawah, melihat bahwa bidak hitam Leo sudah penuh, yaitu lima bidak."Sayang kamu menang, luar biasa." Reina langsung memberikan pujian beruntun.Leo tersenyum bahagia.Di sisi lain, Liam sedikit cemburu saat melihat ibunya memuji kakaknya.Dia berjalan ke arah Reina dan memeluk lengan Reina. "Mama."Reina sedikit tidak berdaya, menyentuh kepala kecilnya. "Liam juga hebat."Joanna merasakan gejolak kecil di dalam hatinya saat melihat ini.Dia mengulurkan tangannya. "Ayo, sini peluk Nenek."Liam dan Leo berbeda dengan Riki dan Riko. Mereka tumbuh bersama Joanna dan memiliki perasaan mendalam kepada neneknya ini, tidak kurang dari perasaan mereka kepada Reina.Mereka berdua berlari mendekati Joanna, ingin dipeluk.Joanna sangat gembira dan berkata kepada Reina sambil tersenyum, "Lihat
Ines berdecak, "Bukannya aku keberatan karena dia miskin, tapi keluarga yang berbeda, kelas yang berbeda, konsep hidup yang berbeda, pandangan dalam hidup pun akan berbeda.""Sekarang, darahnya sedang menggebu-gebu. Tapi, setelah darah itu mengalir ke kepalanya, dia akan lebih tenang. Saat itulah dia akan menyadari kalau dia dan Adrian berbeda."Setelah itu, Ines menoleh ke arah Reina."Nana, bukankah begitu?"Wajah Reina menegang.Dia terkejut kenapa Ines melemparkan pertanyaan itu kepadanya?"Hmm, memang benar akan ada konflik di kemudian hari, ketika kesenjangan antara status keduanya terlalu besar," kata Reina.Setelah mengatakan itu, dia mengubah topik pembicaraan, "Tapi, aku pikir kalau mereka benar-benar saling mencintai, mereka seharusnya bisa saling menemani hingga tua bersama."Dia mengatakan persetujuan untuk kedua belah pihak, jadi tidak menyinggung perasaan Hanna dan ibunya.Sejujurnya, Reina bahkan tidak tahu bagaimana Hanna dan Adrian bisa bersatu.Kalau di ingat tahun l