Sebuah sinar kegundahan berkilat di mata Maxime yang dalam, namun sedetik kemudian tatapannya kembali normal."Oke, lain kali hal kayak gini nggak usah dilaporin."Morgan dan Reina adalah kekasih masa kecil.Morgan adalah orang yang disukai Reina waktu masih kecil.Pernikahan Maxime dan Reina memang adalah sebuah kesalahan. Kalau operasinya gagal, Maxime berharap Reina bisa bersama dengan pria yang bisa dia andalkan.Baik Morgan atau Revin tidak masalah, yang penting mereka memperlakukan Reina dengan baik.Ekki pun tidak mengatakan apa pun lagi.Ekki bisa memahami Maxime. Kalau dia berada di posisi Maxime yang harus menjalani operasi dengan hasil yang tidak pasti, kemungkinan Ekki juga akan memutuskan Gaby.Konon ada pepatah, sebesar apa pun bakti anak pada orangtua, jika orangtua yang terbaring di ranjang tidak kunjung sembuh, si anak pun tidak bisa terus merawat sepanjang waktu. Ekki tidak bisa menjamin cinta Gaby akan terus sama selamanya, dia lebih tidak ingin lagi kalau Gaby harus
Berpihak pada Reina?Dari kalimat ini, Reina tahu kalau Joanna melakukannya demi cucu-cucunya.Reina bisa memahami Joanna, bagaimanapun anak-anaknya adalah cucu kandung Joanna."Oke, aku ngerti."Reina langsung menyetujuinya.Reina tidak melakukannya karena ucapan Joanna, tapi demi Maxime.Reina ingin lihat sebenarnya apa maksud Maxime menceraikannya. Kalau memang Maxime menceraikannya karena sudah tidak menyukainya lagi, Reina akan pergi dari kehidupan Maxime dan tidak akan mengusik kehidupan pria itu sedikit pun.Begitu mendengar Reina setuju, Joanna langsung mentransfer sejumlah uang untuk Reina, "Uangnya nggak seberapa, anggap aja uang saku. Pokoknya kalian boleh pakai uang ini semau kalian, mau beli apa langsung beli, nggak usah menahan diri. Kalau kurang, langsung minta lagi sama Ibu."Reina juga tidak menolak.Joanna adalah nenek dari anak-anaknya, kenapa dia harus menolak?Dulu Reina juga tidak menginginkan apa-apa, tapi justru malah ditindas dan orang bergosip aneh-aneh tentan
Di sisi departemen penjualan pertama, Melisha akhirnya tahu bahwa Reina sudah memberi uang pada anak-anaknya."Ya ampun cuma lima ratus ribu aja heboh, kayak nggak pernah lihat uang aja." Melisha menyindir.Melisha meremehkan metode Reina.Di mata Melisha, sebagai pemimpin dia tidak perlu mengambil hati para bawahannya.Asisten Melisha sebenarnya ingin sekali memberi tahu Melisha kalau Reina bukan hanya memberi selembar amplop lima ratus ribu.Lagipula, untuk level staf biasa pasti senang bukan main kalau terkadang mendapat uang jajan seperti ini.Namun, Melisha sangat pelit. Dia tidak pernah memberi uang jajan meski hanya sedikit saja, dia malah dengan tidak tahu malunya menyindir orang lain.Ketika asistennya hendak pergi, Melisha berkata lagi padanya, "Kasih tahu semua staf di departemen kita kalau kinerja mereka bulan ini harus lebih unggul dari departemen penjualan kelima, kalau nggak bonus mereka kupotong setengah.""Baik."Begitu sang asisten menyampaikan kabar tersebut, semua o
Sisil tidak menyangka Reina akan semudah itu lepas tangan. Sisil menghela napas sambil berkata, "Hahh, aku juga mau nikah Bos. Tiap hari kerja begini, aku nggak sempat cari pacar."Reina terkekeh."Kalau gitu kamu mau ke sini? Nanti kucarikan pacar di sini.""Kalau aku ke sana, kantor gimana?""Ya kita kelola online aja? Kita buka cabang di sini, terus cari pegawai biasa," kata Reina.Memang melelahkan jika harus mengelola perusahaan sendirian.Sisil langsung tertarik dengan penawaran Reina, "Oke, aku kerja dari sana ya."Tiba-tiba, Sisil terpikir sesuatu."Eh Bos, Deron pengawalmu itu sudah punya pacar belum?"Sisil sudah pernah bertemu Deron beberapa kali dan dia menyukai pria yang bisa bertarung.Reina tidak menyangka ternyata Sisil tertarik pada Deron, Reina pun menjawab jujur, "Dulu kayaknya dia punya tunangan, tapi sudah putus. Harusnya dia belum punya pacar baru.""Bagus, tolong jagain ya Bos. Jangan sampai dia direbut wanita lain."Sisil tidak bisa langsung datang ke Kota Simal
Reina ingin memastikan apa Maxime baik-baik saja atau tidak.Maxime saat ini sudah berada di Vila Samore. Dia juga tidak bisa tidur karena pikirannya penuh dengan momen perceraiannya hari ini.Ponsel Maxime tiba-tiba berdering dan nada deringnya membuat Maxime mengernyit bingung.Dia memasang nada dering khusus untuk Reina sehingga dia bisa langsung tahu kalau Reina meneleponnya.Maxime ragu harus mengangkat telepon Reina atau tidak.Reina sedang panik, takut sesuatu telah terjadi pada Maxime.Tepat saat panggilan itu akan terputus, Maxime mengangkat telepon itu."Ada apa?"Suara Maxime yang familiar dan dingin terdengar di ujung telepon.Hati Reina yang tegang akhirnya sedikit rileks, dia berpura-pura tegar dan menjawab, "Nggak apa-apa, aku menelepon cuma mau ngecek kamu sudah tidur belum."Maxime tercekat."Kalau kamu nggak menelepon, harusnya aku sudah tidur nyenyak."Reina kesal setengah mati. Reina langsung meremas ponselnya kuat-kuat dan tidak bicara lagi.Setelah terdiam cukup l
"Ayah kasih uang ini sendiri ya sama Treya. Aku ada urusan, nggak bisa nemenin ayah ngurus properti Grup Yunandar." Syena yang panik tentu kehilangan minat membantu ayahnya.Tanu mengernyit bingung, "Apa yang terjadi?""Reina dan Maxime sudah bercerai, aku khawatir sekarang dia mau menggoda Morgan," jawab Syena.Morgan, seorang pemuda dengan kemampuan luar biasa, tampan dan kaya raya, tentu menjadi incaran semua gadis di dunia. Begitu Tanu mendengar kabar ini, dia langsung berkata, "Cepat kamu jaga Morgan.""Ya."Syena masuk ke dalam mobil dan ragu-ragu sejenak, namun pada akhirnya dia tetap meminta sopir untuk pergi ke Grup Rajawali.Karena terakhir Morgan marah besar waktu Syena datang ke kantor, dia tidak pernah menginjakkan kaki di Grup Rajawali setelah hari itu.Kali ini supaya tidak dimarahi Morgan, Syena datang atas nama ibunya, Liane.Sesampainya di kantor CEO.Reina melihat ke sekeliling ruangan di lantai atas tapi tidak melihat Reina. Jadi dia bertanya pada salah satu staf di
"Jess, aku tahu dulu waktu Morgan sakit di luar negeri, kamulah yang mengurus dan merawat Morgan. Tapi ingat, kamu itu cuma pelayan, akulah calon istrinya."Jess menunduk, "Baik, Nona Syena."Lagi-lagi memanggilnya dengan sebutan Nona Syena.Kalau bukan karena takut Morgan marah, Syena sudah menampar mulut Jess.Namun Syena tahu bahwa wanita berpenampilan biasa dan tidak feminin di hadapannya ini bukanlah tandingannya.Yang sebenarnya Syena takuti adalah Reina, jadi dia berhenti berdebat dengan Jess."Aku mau bertemu dengan manajer umum departemen penjualan," kata Syena."Baik, akan kuantarkan." Jess bersikap hormat, namun dia tetap berdiri tegak dan sama sekali tidak terlihat seperti orang yang merendahkan diri.Sesampainya di departemen penjualan di lantai bawah, Jess langsung memanggil manajer umum departemen penjualan.Manajer umum penjualan adalah pria paruh baya berusia 50 tahun dan sistem manajemennya sangat santai karena sebagian besar tugas sudah dia delegasikan pada setiap ma
Patung kelinci itu pun jatuh ke lantai."Ah maaf, tanganku licin." Syena berkata dengan sengaja.Reina melangkah maju untuk mengambil patung yang jatuh.Namun, Syena mengangkat kakinya dan menginjak tangan Reina.Reina yang gesit langsung mengambil patung kelinci itu dan mencengkeram kaki Syena dengan tangannya yang lain.Syena langsung kehilangan keseimbangan. Reina hanya memakai sedikit tenaga saja, Syena langsung jatuh ke lantai."Ah!" Syena memekik dan buru-buru menutupi perutnya.Reina mengambil patung kelinci itu dengan tenang dan menyeka debu yang menempel. Setelah itu dia berkata pada Syena, "Maaf, tadi tanganku nggak sengaja menyentuhmu. Kamu nggak apa-apa?"Reina mengembalikan patung kelinci itu ke posisi semula, menatap Syena dengan tatapan acuh tak acuh dan tidak berniat membantu Syena berdiri.Syena yang jatuh di lantai pun menatap Reina dengan penuh kebencian."Nggak sengaja apanya! Kamu jelas-jelas sengaja! Jangan lupa ya, yang ku kandung ini keturunan Keluarga Sunandar.
Hanna menghilang di balik ambang pintu.Reina sedikit membeku.Putranya, Leo, mendongakkan kepalanya dan berkata pada Reina dengan suara menggemaskan, "Ibu, sudah lima."Reina kembali tersadar dan melihat ke bawah, melihat bahwa bidak hitam Leo sudah penuh, yaitu lima bidak."Sayang kamu menang, luar biasa." Reina langsung memberikan pujian beruntun.Leo tersenyum bahagia.Di sisi lain, Liam sedikit cemburu saat melihat ibunya memuji kakaknya.Dia berjalan ke arah Reina dan memeluk lengan Reina. "Mama."Reina sedikit tidak berdaya, menyentuh kepala kecilnya. "Liam juga hebat."Joanna merasakan gejolak kecil di dalam hatinya saat melihat ini.Dia mengulurkan tangannya. "Ayo, sini peluk Nenek."Liam dan Leo berbeda dengan Riki dan Riko. Mereka tumbuh bersama Joanna dan memiliki perasaan mendalam kepada neneknya ini, tidak kurang dari perasaan mereka kepada Reina.Mereka berdua berlari mendekati Joanna, ingin dipeluk.Joanna sangat gembira dan berkata kepada Reina sambil tersenyum, "Lihat
Ines berdecak, "Bukannya aku keberatan karena dia miskin, tapi keluarga yang berbeda, kelas yang berbeda, konsep hidup yang berbeda, pandangan dalam hidup pun akan berbeda.""Sekarang, darahnya sedang menggebu-gebu. Tapi, setelah darah itu mengalir ke kepalanya, dia akan lebih tenang. Saat itulah dia akan menyadari kalau dia dan Adrian berbeda."Setelah itu, Ines menoleh ke arah Reina."Nana, bukankah begitu?"Wajah Reina menegang.Dia terkejut kenapa Ines melemparkan pertanyaan itu kepadanya?"Hmm, memang benar akan ada konflik di kemudian hari, ketika kesenjangan antara status keduanya terlalu besar," kata Reina.Setelah mengatakan itu, dia mengubah topik pembicaraan, "Tapi, aku pikir kalau mereka benar-benar saling mencintai, mereka seharusnya bisa saling menemani hingga tua bersama."Dia mengatakan persetujuan untuk kedua belah pihak, jadi tidak menyinggung perasaan Hanna dan ibunya.Sejujurnya, Reina bahkan tidak tahu bagaimana Hanna dan Adrian bisa bersatu.Kalau di ingat tahun l
Setelah permintaan Tommy kepada pengawal tidak membuahkan hasil, dia kembali ke ruang kelas dengan marah.Dia memelototi Alfian. "Jangan berpikir kalau aku nggak bisa melakukan apa pun kepadamu. Setelah pulang nanti, aku akan bilang Kakek agar perusahaanmu nggak bisa bergerak di pasaran."Saat membahas masalah perusahaan, sikap tegas Alfian berubah, dia pun menjadi khawatir.Dia hanya anak kecil, Tommy mungkin hanya akan melakukan sesuatu kepadanya. Namun, terkait perusahaan ....Jika ibu dan ayah tahunya tentang hal itu, mereka pasti akan menyalahkannya.Kemarahan Alfian barusan perlahan memudar. Dia hendak mengaku kalah, tetapi Riko tiba-tiba bicara, "Tommy, selain mengancam orang lain, apa lagi yang bisa kamu lakukan?"Tommy menatapnya dengan keterkejutan."Aku ... aku ...."Dia menjawab terbata-bata.Mata sedingin es Riko tertuju pada wajahnya. "Aku kasih saran, kalau kamu ingin belajar dengan tenang di kelas ini, lebih baik nggak usah buat masalah."Tommy menatap Riko seperti seek
Riko bahkan tidak menatap Tommy dan menjawab ringan, "Nggak perlu, terima kasih."Tangan Tommy yang terangkat membeku."Riko, kamu yakin nggak mau? Aku pernah lihat kalau kamu punya banyak konsol game di kamarmu. Ini yang terbaru, apa kamu nggak mau main?""Main?" Riko menatapnya, lalu melanjutkan, "Apa kamu salah paham? Konsol-konsol di kamarku bukan buat dimainkan, tapi buat dibongkar pasang."Dibongkar pasang?Benak Tommy dipenuhi dengan kebingungan, tidak mengerti mengapa Riko harus membongkar konsol game yang bagus seperti ini.Riko tidak ingin menjelaskan, menundukkan kepalanya dan terus menulis sesuatu.Melihat hal ini, Tommy tidak punya pilihan selain menarik tangannya dan datang ke depan Riki.Bahkan sebelum dia bisa membuka mulutnya, Riki menguap dengan malas, kemudian berkata kepadanya dengan sorot mata dingin, "Singkirkan konsol game mu. Aku nggak mau."Sudut mulut Tommy bergerak pelan.Dia memaksa dirinya untuk menahan amarah di dalam hatinya dan berpura-pura tidak peduli.
Harus diakui bahwa di dunia ini, uang adalah satu-satunya hal yang paling berpengaruh.Melihat gadis yang duduk di samping Alfian berasal dari keluarga biasa-biasa saja, guru itu berjalan menghampiri dan berkata kepada gadis itu dengan suara hangat, "Nak, Tommy anak baru, jadi bolehkah kursimu diberikan kepadanya?"Mata gadis itu terlihat berair setelah mendengar ini.Dia tidak berani mengatakan tidak, hendak beranjak dan pindah meja.Namun, Alfian tidak bisa duduk diam."Pak, masih banyak kursi kosong di kelas, kenapa dia harus duduk di meja Lily?"Wajah guru yang bernama Amar terlihat kaku. Dia tidak dalam posisi yang tepat untuk memberi tahu Alfian tentang dunia orang dewasa dan pentingnya menghindari bahaya."Alfian, Lily saja nggak keberatan, kenapa kamu keberatan?"Alfian menatap Lily. "Lily, bukannya kamu sudah bilang bakal duduk denganku terus?"Ketika Lily mendengar Alfian mengatakan ini, matanya memerah dan dia menggosok matanya."Tapi ...."Suaranya tercekat.Alfian melindun
Es mencair dan sudah waktunya sekolah dimulai.Riko dan Riki sudah duduk di bangku sekolah dasar, mereka berdua berada di sekolah yang sama.Meskipun mereka sudah menjalani satu semester, Riki masih merasa baru dalam segala hal."Kakak, kenapa menekuk wajahmu begitu? Di sekolah bisa dapat teman banyak, apa kamu nggak senang?" Riki bertanya dengan penuh curiga.Riko duduk tegak dan menatapnya. "Apa yang membuatmu senang?"Baginya, pergi ke sekolah dasar terlalu membosankan dan tidak menantang.Namun, Mama bilang bahwa di usianya sekarang, lebih baik mencari teman.Sesampainya di pintu masuk sekolah, sopir menatap kepergian keduanya."Hati-hati, Tuan Muda Riki dan Riko."Riko dan Riki berjalan masuk ke dalam sekolah secara berdampingan, langsung menarik perhatian banyak gadis.Sosok kecil yang tidak asing melambaikan tangan ke arah mereka. "Riko, Riki."Orang yang berbicara itu adalah keponakan Alana, Alfian.Setelah tidak bertemu dengannya selama liburan, berat badannya bertambah.Dia b
Setelah tiba, Maxime langsung berjalan ke rumah dan langsung mempercepat langkahnya saat melihat Reina dan anak-anak."Nana."Reina langsung merasa nyaman saat melihat kedatangannya.Joanna yang duduk di sampingnya langsung bertanya, "Bukankah kamu bilang hari ini cukup sibuk dan akan pulang telat? Kenapa pulang lebih cepat dari biasanya?""Istirahat sebentar," jawab Maxime, kemudian duduk di sebelah Reina.Joanna memandangi keduanya, hatinya terasa sedikit masam.Putranya ini benar-benar sangat protektif terhadap istrinya.Maxime merendahkan suaranya dan bertanya pada Reina, "Apa yang terjadi?"Reina mengeluarkan ponselnya dan mengetik, lalu mengirimkannya kepadanya."Kita bicarakan setelah pulang nanti."Maxime juga menyadari bahwa Morgan masih ada di sini. Dia mengirim Emoji mengiakan, tidak lupa dengan Emoji peluk.Dia awalnya tidak memiliki Emoji ini di ponselnya. Itu semua karena Reina yang sering mengirimkannya, jadi dia mulai terbiasa.Reina melihat pelukan yang Maxime kirimkan
Morgan melangkah lebih dekat ke arah Reina."Nana, apa kamu sudah lupa kalau Syena mengirim seseorang untuk mencelakai anakmu, Riko? Aku melakukan ini karena ingin memberinya balasan yang setimpal, agar dia bisa merasakan rasa sakit ketika anak disakiti. Tapi ...."Ekspresi di wajah Morgan sedikit berubah. "Nggak disangka waktu itu bahkan nggak peduli sama anaknya sendiri. Mengerikan sekali."Mendengar Morgan bicara seperti ini, Reina malah berpikir bahwa Morgan jauh lebih mengerikan."Morgan, kamu benar-benar sangat menakutkan."Dia menarik napas dalam-dalam dan bergegas melewatinya, kembali masuk ke dalam rumah.Morgan berdiri diam, tubuh rampingnya begitu ringkih.Setelah berdiri diam untuk beberapa saat, dia kembali masuk ke dalam rumah.Di ruang tamu.Beberapa anak kecil sedang bermain-main.Reina duduk di samping, Joanna juga duduk di sofa, sesekali menggoda anak-anak.Melihat Morgan masuk, Joanna memintanya untuk duduk."Morgan, kamu baru sembuh, kenapa malah keluar? Di luar san
Setelah keluar dan melihat langit yang cerah, Reina tidak tahu apa yang terjadi di dalam hatinya.Apa yang dikatakan Syena padanya benar-benar menembus persepsinya.Awalnya, dia mengira Morgan sudah cukup gila, tetapi dia tidak menyangka bahwa semua yang terjadi di masa lalu hanyalah puncak dari gunung esnya.Dia menarik napas dalam-dalam, tidak tahu bagaimana cara memberitahu Sisca tentang hal ini.Panggilan Sisca datang tidak lama kemudian.Reina menimbang kata-katanya sebelum mengatakannya secara perlahan.Setelah Sisca mendengarnya, dia juga terdiam cukup lama sebelum berkata dengan tidak percaya, "Morgan terlihat seperti orang yang lembut, bagaimana bisa dia melakukan hal seperti itu?""Entahlah, pokoknya mulai sekarang, kamu nggak perlu menyelidiki ayah kandung Talitha lagi. Besarkanlah Talitha dengan baik. Dengan adanya kamu, dia akan hidup dengan sangat bahagia."Sisca pun memahami hal ini.Untuk bisa melakukan hal seperti itu, pastilah ayah kandung Talitha bukanlah orang baik.