Pagi hari yang cerah, semua orang mulai kembali melakukan aktivitas mereka masing-masing.
Cuaca yang secerah ini, seakan-akan kejadian kemarin malam tidak pernah terjadi sekalipun.
Semua media radio, sibuk sekali membagikan berita terpanas kemarin malam, berita yang menggemparkan seisi kota.
"Pagi ini, para Timsar sudah melakukan pengecekan dan evakuasi semampu mereka, dan kabar buruknya, sudah terindentifikasi bahwa tidak ada korban yang selamat dari pengeboman ini, saat ini para polisi masih mencari tahu dari mana asal ledakan besar ini berasal, ka--"
Siaran radio langsung dimatikan oleh seseorang, pria tua itu menatap anaknya yang tengah menangis hebat.
"AMANDA!" teriak Roger dengan penuh kesedihan.
Justin hanya bisa menundukkan kepalanya, bahkan saat dia datang kemarin malam pun, hanya bisa terdiam tanpa kata, setelah melihat puing-puing bangunan yang sudah hancur terbakar.
"Gak mungkin, ini gak mungkin." Roger menggelengkan
CKITT Mobil hitam pekat yang dikendarai oleh Saraswati, kini berhenti tepat disebuah rumah sakit. Saraswati keluar dari mobil dan berlari pelan masuk kedalam rumah sakit. "Permisi ... pasien yang bernama Amanda Elios, ada diruangan berapa?" tanya Saraswati kepada salah satu resepsionis. "Ok saya lihat dulu, ah pasien yang bernama Amanda Elios berada di ruangan 102," jawab resepsionis itu. "Baiklah, terima kasih," ucap Saraswati dan berlari menuju kamar 102. Saraswati menaiki anak tangga satu persatu, dikarenakan ini adalah rumah sakit yang kecil, Saraswati dengan mudah menemukan ruangan yang ditempati Amanda. TOK TOK CEKLEK!! Saraswati menatap seorang pria yang baru saja membukakan pintu dari dalam ruangan. "Dengan mbak Saraswati?" tanya pria itu dan mendapat anggukan pelan dari gadis itu. Pria itu langsung menyuruh Saraswati masuk kedalam, mata Saraswati tertuju pada seorang wanita yang tengah t
"Kabar terbaru siang ini, para polisi telah mengidentifikasikan, bahwa ledakan rumah sakit melati, berasal pada salah satu ruangan seorang dokter, dan polisi juga menemukan puing-puing bekas bom yang terdapat di tkp, saat ini polisi sedang mencari keberadaan dokter tersebut, sekian berita hari ini, kami dari Onetime melaporkan."BZZZTT!!Radio langsung dimatikan oleh seseorang setelah memberikan kabar berita siang ini.Satu jam yang lalu, Saraswati berhasil menyelamatkan kedua orang tuanya, dan kini mereka sedang berada di rumah pribadi milik Loren."Kamu sedang dalam pencarian," ucap Loren terhadap gadis di depannya itu.Saraswati menundukkan kepalanya pelan, dia tak sanggup menatap wajah kedua orang tua yang berada di sampingnya."Maafkan aku ayah, ibu, Saras gagal menjadi anak kalian," ucap Saraswati mencengkram bajunya dengan kuat.Ibu Saraswati menggelengkan kepalanya dengan kuat. "Ini bukan salahmu nak, ini salah orang-orang bre
Pagi hari yang cerah, semua media mulai heboh dengan berita terpanas kali ini, bagaimana tidak menjadi topik pembicaraan, karena tersangka utama pengeboman rumah sakit melati, akan melakukan persidangan pagi ini, setelah dia menyerahkan dirinya kemarin.PRANGG!!Bunyi pecahan piring dan keramik tidak hanya satu, terlihat seorang pria membabi buta menghancurkan seisi ruangannya."SIALAN! SEHARUSNYA BUKAN INI RENCANA YANG AKU JALANKAN!?" teriak pria itu frustasi.Roger membanting kursi dan benda-benda yang ada di sampingnya, emosinya benar-benar tak bisa ia tahan."Tenang dulu Roger, gadis itu tidak punya barang bukti atas tuduhannya," ucap Jakson mencoba menenangkan bossnya yang sudah kehilangan akal sehat.Roger menatap Jakson dengan tatapan tajam. "Walau dia tidak punya barang bukti, tapi kita bakal dalam pengintaian polisi.""Bukankah kamu sangat hebat dalam manipulasi? Aku tahu kamu bisa saja memutar balikkan fakta atas tuduhan itu
"Dan untuk kedua tersangka yang telibat atas pengeboman dan membeli senjata ilegal, Roger Hernandos dan Jakson Helio, kalian berdua ditetapkan sebagai tersangka utama.""Dengan hari ini, sidang pun selesai, kami Onetime, melaporkan."Semua orang langsung kaget saat mendengar nama kaki tangan yang menjadi tersangka utama atas rencana peledakan rumah sakit melati.BUKHH!! BUKHH!!Salah satu seorang pria jatuh tersungkur tak berdaya, pria itu menjadi korban kekesalan emosi dari bosnya sendiri."Bagaimana bisa? Bagaimana bisa semua ini terjadi? BRENGSEK!" teriak Roger sembari memukul anak buahnya yang sedang sekarat dibawah."Tenang dulu, kalau kita panik semua rencana kita akan sia-sia," ucap Jakson mencoba menenangkan Roger.BUKHH!!Satu pukulan berhasil mendarat dipipi Jakson hingga membuatnya jatuh mundur kebelakang."Tenang? Bagaimana aku bisa tenang dalam situasi seperti ini? B*ngsat," ucap Roger yang emosinya sudah di
"Halo ... kembali lagi pemirsa dengan kami OneTime, hari ini kedua tersangka yang ditetapkan sebagai dalang pengeboman rumah sakit melati, kini datang dengan sendirinya kepihak kepolisian.Kabar terbaru yang langsung menjadi topik pembicaraan dimana-mana, mereka kaget karena para pelaku menyerahkan diri mereka lagi kepenjara setelah melakukan hal keji itu."Sialan! Mereka hanya ingin mendapat keringanan hukuman!""Darah di bayar dengan darah, tidak boleh ada ampunan bagi pembunuh.""Pembunuh!"Banyak sekali keluarga korban yang tak terima atas kematian saudara dan anak-anak mereka, mereka berkumpul menjadi satu dan berdemo di depan kantor pusat kepolisian."Dimana ketua kalian?" tanya Jakson dan Roger kepada salah satu petugas penjaga polisi, mereka sudah tiba dari tadi, tapi ketua kepolisian tidak datang-datang.Petugas itu hanya bisa menyuruh mereka menunggu, walau dia sedikit emosi dengan kedua tersangka di depannya itu."Na
"Baiklah, kembali kepertanyaan, apa tuan Roger dan tuan Jakson bisa memberikan bukti bahwa yang ada di dalam foto ini, bukanlah kalian?" Roger dan Jakson pun saling melontarkan tatapan mereka berdua kepada pengacara masing-masing, tak lama kedua pengacara itu pun berjalan dan memberikan sebuah berkas yang berisi bukti. Para hakim mulai menatap bukti yang ada di tangan, mereka mulai mendiskusikan sesuatu. "Baiklah, Jakson Helio, anda mengunjungi rumah nenek anda, dan tiket kereta ini adalah bukti anda melakukan penjalanan?" tanya hakim sambil menatap tiket pulang dan perginya yang dijadikan sebagai barang bukti. "Iya, saya mengunjungi nenek saya karena sakit, saya juga berhenti bekerja di salah satu keluarga, demi menemui nenek saya," jelas Jakson memasang wajah murung. Para hakim pun menatap foto-foto party yang dijadikan sebagai bukti, dan mulai kembali menatap Roger untuk melontarkan sebuah pertanyaan. "Roger Hernandos, anda sedang m
Pagi hari yang cerah dan selalu indah seperti biasanya menurut orang-orang, tapi tidak dengan keluarga Hernandos yang setiap paginya di teror oleh para wartawan.Sejak berita kemarin, Amanda selalu saja diikuti oleh para media radio maupun para penulis koran.Kabar Amanda sebagai satu-satunya orang yang selamat dari ledakan tersebut, langsung memicu kontra dikalangan para keluarga korban dan warga-warga setempat."Nona Amanda Elios, apa anda punya waktu sebentar!""Bisakah kita menemui nona Amanda?""Nona Amanda, mohon berikan penjelasan lebih lanjut!"Orang-orang dari pihak penyiar radio maupun koran, selalu saja mendatangi rumah keluarga Hernandos setiap harinya."Apa mereka tidak punya kerjaan? Kenapa selalu membuat ribut dirumah orang," ucap Jordan kesal saat melihat keluar jendela."Apa perlu kita menambah pengawal untuk berjaga-jaga?" Saran Sandra yang ikut kesal akibat suara bising tiap paginya."Maafkan aku
Hari-hari telah berlalu begitu cepat, semua orang kembali dengan aktivitas mereka, tahun demi tahun yang terlewat begitu saja, berita heboh kemarin seakan-akan hanyalah mimpi yang singgah sebentar.Kejadian bom rumah sakit melati langsung hilang dimata media, bahkan tidak ada satu pun artikel maupun koran yang menceritakan kejadian tersebut, seperti ada orang yang menghapus kabar berita itu.Disaat semua orang telah melupakan kejadian itu, hanya ada seorang wanita paruh baya yang masih mengingat jelas bayang-bayang kejadian waktu itu.Namun kejadian itu hanyalah sebuah masa lalu, kini wanita itu sedang menata masa depan dengan anak yang telah ia besarkan hingga memasuki usia remaja."Richo!" teriak wanita itu tersenyum sambil melambaikan tangannya, dia menatap anak yang tengah berjalan kedepan.Senyuman perlahan-lahan hilang, Amanda menatap wajah Richard yang sudah penuh dengan luka lembam."Richo, kamu kenapa nak?" tanya Amanda memastikan k