Pagi hari yang cerah dan selalu indah seperti biasanya menurut orang-orang, tapi tidak dengan keluarga Hernandos yang setiap paginya di teror oleh para wartawan.
Sejak berita kemarin, Amanda selalu saja diikuti oleh para media radio maupun para penulis koran.
Kabar Amanda sebagai satu-satunya orang yang selamat dari ledakan tersebut, langsung memicu kontra dikalangan para keluarga korban dan warga-warga setempat.
"Nona Amanda Elios, apa anda punya waktu sebentar!"
"Bisakah kita menemui nona Amanda?"
"Nona Amanda, mohon berikan penjelasan lebih lanjut!"
Orang-orang dari pihak penyiar radio maupun koran, selalu saja mendatangi rumah keluarga Hernandos setiap harinya.
"Apa mereka tidak punya kerjaan? Kenapa selalu membuat ribut dirumah orang," ucap Jordan kesal saat melihat keluar jendela.
"Apa perlu kita menambah pengawal untuk berjaga-jaga?" Saran Sandra yang ikut kesal akibat suara bising tiap paginya.
"Maafkan aku
Hari-hari telah berlalu begitu cepat, semua orang kembali dengan aktivitas mereka, tahun demi tahun yang terlewat begitu saja, berita heboh kemarin seakan-akan hanyalah mimpi yang singgah sebentar.Kejadian bom rumah sakit melati langsung hilang dimata media, bahkan tidak ada satu pun artikel maupun koran yang menceritakan kejadian tersebut, seperti ada orang yang menghapus kabar berita itu.Disaat semua orang telah melupakan kejadian itu, hanya ada seorang wanita paruh baya yang masih mengingat jelas bayang-bayang kejadian waktu itu.Namun kejadian itu hanyalah sebuah masa lalu, kini wanita itu sedang menata masa depan dengan anak yang telah ia besarkan hingga memasuki usia remaja."Richo!" teriak wanita itu tersenyum sambil melambaikan tangannya, dia menatap anak yang tengah berjalan kedepan.Senyuman perlahan-lahan hilang, Amanda menatap wajah Richard yang sudah penuh dengan luka lembam."Richo, kamu kenapa nak?" tanya Amanda memastikan k
Malam hari mulai menyapa, terlihat burung-burung yang mulai pulang kembali ke sarang mereka masing-masing.Disebuah rumah, terlihat ibu dan anak yang tengah bersiap-siap pergi ke suatu tempat."Bagaimana penampilan bunda?" tanya Amanda sambil berputar-putar."Bagus sih, tapi apa bunda harus pakai gaun itu? Kitakan hanya jalan-jalan," jawab Richard saat melihat gaun putih pendek milik Amanda.Amanda tersenyum manis. "Inikan jalan-jalan terakhir yang kamu harapkan, jadi bunda mau membuat jalan-jalan ini menjadi spesial.""Walau gak seperti ini, Richard selalu merasa spesial kok kalau bersama bunda," ujar Richard dan membuat Amanda terkekeh pelan.Amanda berjalan menarik tangan Richard, dan mereka berdua pun masuk kedalam mobil."Kita mau kemana bunda?" tanya Richard sembari memakai sabuk pengaman.Amanda melirik sekilas kebelakang. "Kamu akan tahu saat kita sampai nanti."Richard menghembuskan nafasnya kasar, kalau saja bu
"Richard!""Richard!" teriak seorang pria paruh baya yang tengah berlari dan memanggil remaja di depannya berkali-kali tapi tidak digubris sedikit pun.Justin mempercepat lariannya, tangannya pun berhasil menggenggam pergelangan tangan Richard.Richard dengan cepat menepis tangan Justin, dia pun membalikkan badannya dan menatap tajam pria di depannya."Apa segitunya kamu membenciku?" tanya Justin yang bisa merasakan kebencian yang begitu mendalam dari sorot mata Richard.Richard terkekeh pelan saat mendengar pertanyaan aneh itu. "Bukankah jawabannya sudah jelas? Seperti orang bodoh saja."Justin menghembuskan nafasnya pelan, dia tak bisa menetralkan emosi yang membara dari dalam diri Richard."Apa kamu akan terus membenciku seperti ini?" tanya Justin lagi."Bukan hanya seperti ini, tapi sampai mati pun aku tidak akan pernah memaafkan orang brengsek seperti dirimu," jawab Richard, ia bahkan tak segan-segan menunjuk Justin
Pagi hari yang cerah, terlihat seorang pria yang baru saja sadar dan membuka matanya, samar-samar ingatan kejadian tadi malam seperti mimpi yang buruk."Ukhh ..."Pria itu mengedipkan matanya berkali-kali, dia membangunkan badannya sedikit keatas, kepalanya benar-benar pusing."Kamu sudah bangun, Richard?" tanya seseorang yang baru saja masuk kedalam ruangan itu.Richard menatap kedua sosok familiar yang berjalan mendekat kearahnya. "Kenapa aku ada disini?" tanyanya dengan suara agak serak.Angelina berlari pelan dan memberikan minuman untuk Richard. "Jangan memaksakan dirimu, mending kamu istirahat dulu."Arnold juga ikut mendekat dan mengusap pelan punggung belakang Richard. "Istirahat dulu, gak baik kalau langsung bangun.""Kenapa aku ada disini? Bukannya tadi malam aku dan--" Ucapan Richard terhenti, ingatan tadi malam langsung terlihat jelas di dalam kepalanya."BUNDA!" teriak Richard dan memberontak dari atas kasur.
BUKHH!!"Apa kamu sudah puas mendengar semuanya? Apa perasaan kosongmu sudah terisi?" Roger masih menjambak rambut Richard, bahkan setiap ceritanya, dia tak melepaskan cengkraman tangannya dari rambut anaknya itu.Tatapan Richard benar-benar kosong, orang yang ingin dia balaskan dendam, ternyata adalah pahlawan dibalik layar demi melindunginya dari iblis yang jahat.Richard melirik kearah Justin yang tengah tak berdaya itu, beribu-ribu rasa bersalah menghantui pikirannya."Apa kamu menyesal? Aku benar-benar tak habis pikir kamu membalaskan dendammu kepada Justin, padahal dia cuman melindungimu supaya kamu tidak berjumpa denganku," ucap Roger terkekeh pelan, rencananya berjalan mulus karena anaknya sendiri salah memilih target untuk membalaskan dendam.Richard hanya bisa pasrah, dirinya ditampar oleh kebenaran yang tersembunyi, rasanya dia ingin bersujud dibawah kaki Justin dan memohon ampun."Aish ... sial! Tanganku lelah brengsek!" Roger mendorong kuat kepala Richard kebelakang, dia
DORRR!!"KIRANA!?" Teriakan Richard menggema diseisi ruangan, dia menatap Kirana yang tengah diam terpaku sambil bersandar di dinding."Kenapa kamu berteriak histeris seperti itu? Aku hanya mencoba pistolku saja," ucap Roger sambil meniup sisa asap saat dia melakukan tembakan.Kirana meneguk ludahnya kasar, ekor matanya bisa melihat dinding yang baru saja tertembak, kalau saja dia bergeser sedikit, mungkin nyawanya sudah terangkat."Lepaskan Kirana, dia tidak ada hubungan sedang semua ini, b*ngsat!" Richard memaki sambil mencoba melepaskan ikatan rantai ditangannya.Roger terkekeh pelan, dia menatap Richard yang sudah kehilangan akal sehatnya itu."Kenapa? Apa kamu takut kejadian waktu itu terulang lagi? Dimana kamu tidak bisa menyelamatkan orang tersayangmu didepan mata," ucap Roger sambil tersenyum layaknya seorang psikopat."Apa aku belum cukup? Apa aku belum cukup untuk membuatmu senang!?" teriak Richard, matanya memerah karena emosi yang dia tahan, kini berhamburan keluar begitu
KRINGG!!Bunyi telepon mengalihkan pandangan semua orang, terlihat seorang pria yang baru saja mengendus kesal karena aksi yang ia ingin lihat menjadi terhalang oleh suara telepon."Siapa itu? Angkatlah," ucap Roger meminta Sandra mengangkat panggilan masuk itu.Sandra menurunkan pistolnya perlahan-lahan, dia pun merogoh ponselnya dan melihat panggilan itu."Dari Dark Devil," ucap Sandra sembari memberikan ponsel itu kepada Roger.Roger mengangkat alisnya, dia sedikit bingun, karena biasanya Dark Devil tidak pernah melakukan panggilan langsung, dia hanya menyuruh sekretarisnya saja."Sial! Kenapa disituasi seperti ini," ucap Roger kesal dan merampas ponsel dari tangan Sandra."Aku akan kebawah, jika aku mendengar suara tembakan, maka aku akan naik, dan melihat mayat suamimu yang bodoh itu," ucap Roger dan keluar lalu turun kebawah.Sandra hanya bisa menatap pintu yang tertutup dan menghembuskan nafasnya dengan berat.Tatapan mata wanita itu tertuju pada suaminya yang tengah terbaring
DORR!!!"ARGHH!?" Teriakan seorang pria yang baru saja tertembak oleh sebuah pistol.Roger memegang kakinya yang tertembak itu, darah segar mengalir dimana-mana, dia mengangkat kepala dan mengalihkan pandangannya kearah seorang pria kecil dibelakangnya."Richard brengsek!" guman Roger mencoba berdiri, namun rasa sakit dikakinya membuatnya harus terduduk."Sakit? Itu belum seberapa dengan apa yang telah kamu lakukan kepada bundaku," ucap Richard, tatapan matanya berubah seakan-akan hendak memangsa lawannya itu.Roger tersenyum miring, dia menatap Roger dengan tatapan penuh meremehkan. "Apa kamu pikir setelah kamu menembakku, kamu sudah seperti pahlawan ditempat ini?""Aku bukan pahlawan, tapi aku malaikat pencabut nyawamu, jadi bersiaplah pergi ke neraka," ucap Richard sambil menodongkan pistolnya.Roger menundukkan kepalanya, tak lama terdengar suara tawa kecil dari bibirnya, dia mengangkat kepalanya lagi sembari tersenyum sinis."Coba pikirkan, apa kamu punya waktu untuk membunuhku,