Malam hari mulai menyapa, terlihat burung-burung yang mulai pulang kembali ke sarang mereka masing-masing.
Disebuah rumah, terlihat ibu dan anak yang tengah bersiap-siap pergi ke suatu tempat.
"Bagaimana penampilan bunda?" tanya Amanda sambil berputar-putar.
"Bagus sih, tapi apa bunda harus pakai gaun itu? Kitakan hanya jalan-jalan," jawab Richard saat melihat gaun putih pendek milik Amanda.
Amanda tersenyum manis. "Inikan jalan-jalan terakhir yang kamu harapkan, jadi bunda mau membuat jalan-jalan ini menjadi spesial."
"Walau gak seperti ini, Richard selalu merasa spesial kok kalau bersama bunda," ujar Richard dan membuat Amanda terkekeh pelan.
Amanda berjalan menarik tangan Richard, dan mereka berdua pun masuk kedalam mobil.
"Kita mau kemana bunda?" tanya Richard sembari memakai sabuk pengaman.
Amanda melirik sekilas kebelakang. "Kamu akan tahu saat kita sampai nanti."
Richard menghembuskan nafasnya kasar, kalau saja bu
"Richard!""Richard!" teriak seorang pria paruh baya yang tengah berlari dan memanggil remaja di depannya berkali-kali tapi tidak digubris sedikit pun.Justin mempercepat lariannya, tangannya pun berhasil menggenggam pergelangan tangan Richard.Richard dengan cepat menepis tangan Justin, dia pun membalikkan badannya dan menatap tajam pria di depannya."Apa segitunya kamu membenciku?" tanya Justin yang bisa merasakan kebencian yang begitu mendalam dari sorot mata Richard.Richard terkekeh pelan saat mendengar pertanyaan aneh itu. "Bukankah jawabannya sudah jelas? Seperti orang bodoh saja."Justin menghembuskan nafasnya pelan, dia tak bisa menetralkan emosi yang membara dari dalam diri Richard."Apa kamu akan terus membenciku seperti ini?" tanya Justin lagi."Bukan hanya seperti ini, tapi sampai mati pun aku tidak akan pernah memaafkan orang brengsek seperti dirimu," jawab Richard, ia bahkan tak segan-segan menunjuk Justin
Pagi hari yang cerah, terlihat seorang pria yang baru saja sadar dan membuka matanya, samar-samar ingatan kejadian tadi malam seperti mimpi yang buruk."Ukhh ..."Pria itu mengedipkan matanya berkali-kali, dia membangunkan badannya sedikit keatas, kepalanya benar-benar pusing."Kamu sudah bangun, Richard?" tanya seseorang yang baru saja masuk kedalam ruangan itu.Richard menatap kedua sosok familiar yang berjalan mendekat kearahnya. "Kenapa aku ada disini?" tanyanya dengan suara agak serak.Angelina berlari pelan dan memberikan minuman untuk Richard. "Jangan memaksakan dirimu, mending kamu istirahat dulu."Arnold juga ikut mendekat dan mengusap pelan punggung belakang Richard. "Istirahat dulu, gak baik kalau langsung bangun.""Kenapa aku ada disini? Bukannya tadi malam aku dan--" Ucapan Richard terhenti, ingatan tadi malam langsung terlihat jelas di dalam kepalanya."BUNDA!" teriak Richard dan memberontak dari atas kasur.
BUKHH!!"Apa kamu sudah puas mendengar semuanya? Apa perasaan kosongmu sudah terisi?" Roger masih menjambak rambut Richard, bahkan setiap ceritanya, dia tak melepaskan cengkraman tangannya dari rambut anaknya itu.Tatapan Richard benar-benar kosong, orang yang ingin dia balaskan dendam, ternyata adalah pahlawan dibalik layar demi melindunginya dari iblis yang jahat.Richard melirik kearah Justin yang tengah tak berdaya itu, beribu-ribu rasa bersalah menghantui pikirannya."Apa kamu menyesal? Aku benar-benar tak habis pikir kamu membalaskan dendammu kepada Justin, padahal dia cuman melindungimu supaya kamu tidak berjumpa denganku," ucap Roger terkekeh pelan, rencananya berjalan mulus karena anaknya sendiri salah memilih target untuk membalaskan dendam.Richard hanya bisa pasrah, dirinya ditampar oleh kebenaran yang tersembunyi, rasanya dia ingin bersujud dibawah kaki Justin dan memohon ampun."Aish ... sial! Tanganku lelah brengsek!" Roger mendorong kuat kepala Richard kebelakang, dia
DORRR!!"KIRANA!?" Teriakan Richard menggema diseisi ruangan, dia menatap Kirana yang tengah diam terpaku sambil bersandar di dinding."Kenapa kamu berteriak histeris seperti itu? Aku hanya mencoba pistolku saja," ucap Roger sambil meniup sisa asap saat dia melakukan tembakan.Kirana meneguk ludahnya kasar, ekor matanya bisa melihat dinding yang baru saja tertembak, kalau saja dia bergeser sedikit, mungkin nyawanya sudah terangkat."Lepaskan Kirana, dia tidak ada hubungan sedang semua ini, b*ngsat!" Richard memaki sambil mencoba melepaskan ikatan rantai ditangannya.Roger terkekeh pelan, dia menatap Richard yang sudah kehilangan akal sehatnya itu."Kenapa? Apa kamu takut kejadian waktu itu terulang lagi? Dimana kamu tidak bisa menyelamatkan orang tersayangmu didepan mata," ucap Roger sambil tersenyum layaknya seorang psikopat."Apa aku belum cukup? Apa aku belum cukup untuk membuatmu senang!?" teriak Richard, matanya memerah karena emosi yang dia tahan, kini berhamburan keluar begitu
KRINGG!!Bunyi telepon mengalihkan pandangan semua orang, terlihat seorang pria yang baru saja mengendus kesal karena aksi yang ia ingin lihat menjadi terhalang oleh suara telepon."Siapa itu? Angkatlah," ucap Roger meminta Sandra mengangkat panggilan masuk itu.Sandra menurunkan pistolnya perlahan-lahan, dia pun merogoh ponselnya dan melihat panggilan itu."Dari Dark Devil," ucap Sandra sembari memberikan ponsel itu kepada Roger.Roger mengangkat alisnya, dia sedikit bingun, karena biasanya Dark Devil tidak pernah melakukan panggilan langsung, dia hanya menyuruh sekretarisnya saja."Sial! Kenapa disituasi seperti ini," ucap Roger kesal dan merampas ponsel dari tangan Sandra."Aku akan kebawah, jika aku mendengar suara tembakan, maka aku akan naik, dan melihat mayat suamimu yang bodoh itu," ucap Roger dan keluar lalu turun kebawah.Sandra hanya bisa menatap pintu yang tertutup dan menghembuskan nafasnya dengan berat.Tatapan mata wanita itu tertuju pada suaminya yang tengah terbaring
DORR!!!"ARGHH!?" Teriakan seorang pria yang baru saja tertembak oleh sebuah pistol.Roger memegang kakinya yang tertembak itu, darah segar mengalir dimana-mana, dia mengangkat kepala dan mengalihkan pandangannya kearah seorang pria kecil dibelakangnya."Richard brengsek!" guman Roger mencoba berdiri, namun rasa sakit dikakinya membuatnya harus terduduk."Sakit? Itu belum seberapa dengan apa yang telah kamu lakukan kepada bundaku," ucap Richard, tatapan matanya berubah seakan-akan hendak memangsa lawannya itu.Roger tersenyum miring, dia menatap Roger dengan tatapan penuh meremehkan. "Apa kamu pikir setelah kamu menembakku, kamu sudah seperti pahlawan ditempat ini?""Aku bukan pahlawan, tapi aku malaikat pencabut nyawamu, jadi bersiaplah pergi ke neraka," ucap Richard sambil menodongkan pistolnya.Roger menundukkan kepalanya, tak lama terdengar suara tawa kecil dari bibirnya, dia mengangkat kepalanya lagi sembari tersenyum sinis."Coba pikirkan, apa kamu punya waktu untuk membunuhku,
Richard berlarian turun dari tangga, bahkan diikuti langkah kaki wanita dibelakangnya."Dimana pintu keluar?" tanya Richard kepada Sandra.Sandra berjalan kedepan lalu mengambil kunci disakunya, dan paling sialnya, kunci keluar tersebut tertinggal dan berada diatas lantai yang baru saja mereka lewati."Aku akan keatas, kalian tunggu disini," ucap Kirana dan hendak berjalan naik keatas."Kirana! Hati-hati," ucap Richard khawatir dengan keadaan Kirana."Kuncinya berada dilaci meja kantor, carilah ditempat itu," ucap Sandra.Kirana menganggukkan kepalanya, dia menatap Richard sesaat seakan-akan menyuruh pria di depannya untuk berhenti mengkhawatirkan dirinya.Gadis itu langsung naik keatas dan menaiki anak tangga satu persatu, karena jarak yang begitu dekat, akhirnya Kirana berhasil sampai didepan ruangan yang dibicarakan oleh Sandra.CEKLEK!Pintu terbuka lebar, langkah Kirana terhenti saat melihat gadis yang tengah terikat dan diacungkan sebuah pistol oleh seorang pria."Kirana," gumam
Malam hari itu, berita langsung menyiarkan tentang penculikan serta penyandraan yang dilakukan oleh Roger Hernandos, tahanan serta kriminal yang bebas pada 8 tahun yang lalu. Tak hanya itu saja, bahkan polisi sudah berhasil mengamankan para korban dan juga menangkap sebagian besar organisasi Black Tiger. Semua media memberitakan kejadian ini, sehingga kabarnya meluas sampai dinegara-negara tetangga, apalagi Richardo Elios yang dibilang pengaruhnya cukup besar sebagai seorang Ceo diperusahaan game terbesar. Disebuah rumah sakit, terlihat seorang pria mengadahkan wajahnya didepan kaca, sambil menunggu angin berhembus. Richard masih ingat begitu jelas, dimana dia berhasil menuju kerumah sakit, serta menggendong tubuh Kirana yang sudah hampir memandikan darah. "Kamu belum makan," ucap salah satu pria dan meletakan makanan yang baru saja ia ambil dari bawah. Richard menolehkan kepalanya, dia menatap Arnold dengan pakaian rumah sakit, tak hanya itu sorot matanya juga berpindah disalah