CEKLEK!!
"AMANDA!?"
"ARGHH!?"
Saraswati langsung kaget melihat Amanda yang menjerit kesakitan sambil memegang perutnya, dengan sigap Saraswati mendekat dan menenangkan Amanda.
"Tarik nafas, lalu hembuskan secara perlahan-lahan," ucap Saraswati menenangkan Amanda.
Amanda menarik nafas serta menghembuskannya secara perlahan-lahan, tapi konsentrasinya selalu gagal karena rasa sakit yang begitu hebat di belakang dan perutnya.
"Se--sepertinya aku mau melah ... hirkan," ucap Amanda tersenggal-senggal.
Saraswati meneguk ludahnya kasar, dia bingun di situasi seperti ini, apa dia harus memindahkan Amanda dari tempat ini.
"Kamu harus pindah ke rumah sakit lain," ucap Saraswati dan mencoba membangunkan Amanda.
Amanda masih saja mengeringis kesakitan. "Gak! Aku gak tahan lagi Saraswati, aku mohon bebaskan aku dari rasa sakit ini," ucap Amanda menangis hebat.
Saraswati mengacak rambutnya frustasi, dia bahkan me
"ARGHHHH!?"DUARRRR!?Teriakan Amanda yang begitu kencang, serta diiringi dengan suara ledakan yang cukup besar.Saraswati terdiam membeku sambil menatap anak bayi yang baru lahir di tangannya, tak lama air mata langsung turun membasahi pipinya.Dia juga melihat cahaya besar yang berada di kejahuan, Saraswati memeluk pelan tubuh bayi Amanda sehingga baju yang ia pakai langsung berlumuran darah.Saraswati berhasil menyelamatkan satu nyawa kedunia, tapi dia gagal menyelamatkan ratusan nyawa di dalam rumah sakit."UEKHHH ... UEKHH!!" Suara tangisan bayi langsung menyadarkan Saraswati, dia menatap bayi yang menangis dengan keras itu."Aku berhasil menyelamatkanmu, tapi ... aku gagal menyalamatkan semua orang," gumam Saraswati dan langsung menangis dengan isak.Gadis itu terlarut dalam pikirannya sendiri, dia bahkan hampir saja kehilangan kesadaran karena terlalu banyak beban pikiran yang ia keluarkan hari ini."Kamu harus hi
Pagi hari yang cerah, semua orang mulai kembali melakukan aktivitas mereka masing-masing.Cuaca yang secerah ini, seakan-akan kejadian kemarin malam tidak pernah terjadi sekalipun.Semua media radio, sibuk sekali membagikan berita terpanas kemarin malam, berita yang menggemparkan seisi kota."Pagi ini, para Timsar sudah melakukan pengecekan dan evakuasi semampu mereka, dan kabar buruknya, sudah terindentifikasi bahwa tidak ada korban yang selamat dari pengeboman ini, saat ini para polisi masih mencari tahu dari mana asal ledakan besar ini berasal, ka--"Siaran radio langsung dimatikan oleh seseorang, pria tua itu menatap anaknya yang tengah menangis hebat."AMANDA!" teriak Roger dengan penuh kesedihan.Justin hanya bisa menundukkan kepalanya, bahkan saat dia datang kemarin malam pun, hanya bisa terdiam tanpa kata, setelah melihat puing-puing bangunan yang sudah hancur terbakar."Gak mungkin, ini gak mungkin." Roger menggelengkan
CKITT Mobil hitam pekat yang dikendarai oleh Saraswati, kini berhenti tepat disebuah rumah sakit. Saraswati keluar dari mobil dan berlari pelan masuk kedalam rumah sakit. "Permisi ... pasien yang bernama Amanda Elios, ada diruangan berapa?" tanya Saraswati kepada salah satu resepsionis. "Ok saya lihat dulu, ah pasien yang bernama Amanda Elios berada di ruangan 102," jawab resepsionis itu. "Baiklah, terima kasih," ucap Saraswati dan berlari menuju kamar 102. Saraswati menaiki anak tangga satu persatu, dikarenakan ini adalah rumah sakit yang kecil, Saraswati dengan mudah menemukan ruangan yang ditempati Amanda. TOK TOK CEKLEK!! Saraswati menatap seorang pria yang baru saja membukakan pintu dari dalam ruangan. "Dengan mbak Saraswati?" tanya pria itu dan mendapat anggukan pelan dari gadis itu. Pria itu langsung menyuruh Saraswati masuk kedalam, mata Saraswati tertuju pada seorang wanita yang tengah t
"Kabar terbaru siang ini, para polisi telah mengidentifikasikan, bahwa ledakan rumah sakit melati, berasal pada salah satu ruangan seorang dokter, dan polisi juga menemukan puing-puing bekas bom yang terdapat di tkp, saat ini polisi sedang mencari keberadaan dokter tersebut, sekian berita hari ini, kami dari Onetime melaporkan."BZZZTT!!Radio langsung dimatikan oleh seseorang setelah memberikan kabar berita siang ini.Satu jam yang lalu, Saraswati berhasil menyelamatkan kedua orang tuanya, dan kini mereka sedang berada di rumah pribadi milik Loren."Kamu sedang dalam pencarian," ucap Loren terhadap gadis di depannya itu.Saraswati menundukkan kepalanya pelan, dia tak sanggup menatap wajah kedua orang tua yang berada di sampingnya."Maafkan aku ayah, ibu, Saras gagal menjadi anak kalian," ucap Saraswati mencengkram bajunya dengan kuat.Ibu Saraswati menggelengkan kepalanya dengan kuat. "Ini bukan salahmu nak, ini salah orang-orang bre
Pagi hari yang cerah, semua media mulai heboh dengan berita terpanas kali ini, bagaimana tidak menjadi topik pembicaraan, karena tersangka utama pengeboman rumah sakit melati, akan melakukan persidangan pagi ini, setelah dia menyerahkan dirinya kemarin.PRANGG!!Bunyi pecahan piring dan keramik tidak hanya satu, terlihat seorang pria membabi buta menghancurkan seisi ruangannya."SIALAN! SEHARUSNYA BUKAN INI RENCANA YANG AKU JALANKAN!?" teriak pria itu frustasi.Roger membanting kursi dan benda-benda yang ada di sampingnya, emosinya benar-benar tak bisa ia tahan."Tenang dulu Roger, gadis itu tidak punya barang bukti atas tuduhannya," ucap Jakson mencoba menenangkan bossnya yang sudah kehilangan akal sehat.Roger menatap Jakson dengan tatapan tajam. "Walau dia tidak punya barang bukti, tapi kita bakal dalam pengintaian polisi.""Bukankah kamu sangat hebat dalam manipulasi? Aku tahu kamu bisa saja memutar balikkan fakta atas tuduhan itu
"Dan untuk kedua tersangka yang telibat atas pengeboman dan membeli senjata ilegal, Roger Hernandos dan Jakson Helio, kalian berdua ditetapkan sebagai tersangka utama.""Dengan hari ini, sidang pun selesai, kami Onetime, melaporkan."Semua orang langsung kaget saat mendengar nama kaki tangan yang menjadi tersangka utama atas rencana peledakan rumah sakit melati.BUKHH!! BUKHH!!Salah satu seorang pria jatuh tersungkur tak berdaya, pria itu menjadi korban kekesalan emosi dari bosnya sendiri."Bagaimana bisa? Bagaimana bisa semua ini terjadi? BRENGSEK!" teriak Roger sembari memukul anak buahnya yang sedang sekarat dibawah."Tenang dulu, kalau kita panik semua rencana kita akan sia-sia," ucap Jakson mencoba menenangkan Roger.BUKHH!!Satu pukulan berhasil mendarat dipipi Jakson hingga membuatnya jatuh mundur kebelakang."Tenang? Bagaimana aku bisa tenang dalam situasi seperti ini? B*ngsat," ucap Roger yang emosinya sudah di
"Halo ... kembali lagi pemirsa dengan kami OneTime, hari ini kedua tersangka yang ditetapkan sebagai dalang pengeboman rumah sakit melati, kini datang dengan sendirinya kepihak kepolisian.Kabar terbaru yang langsung menjadi topik pembicaraan dimana-mana, mereka kaget karena para pelaku menyerahkan diri mereka lagi kepenjara setelah melakukan hal keji itu."Sialan! Mereka hanya ingin mendapat keringanan hukuman!""Darah di bayar dengan darah, tidak boleh ada ampunan bagi pembunuh.""Pembunuh!"Banyak sekali keluarga korban yang tak terima atas kematian saudara dan anak-anak mereka, mereka berkumpul menjadi satu dan berdemo di depan kantor pusat kepolisian."Dimana ketua kalian?" tanya Jakson dan Roger kepada salah satu petugas penjaga polisi, mereka sudah tiba dari tadi, tapi ketua kepolisian tidak datang-datang.Petugas itu hanya bisa menyuruh mereka menunggu, walau dia sedikit emosi dengan kedua tersangka di depannya itu."Na
"Baiklah, kembali kepertanyaan, apa tuan Roger dan tuan Jakson bisa memberikan bukti bahwa yang ada di dalam foto ini, bukanlah kalian?" Roger dan Jakson pun saling melontarkan tatapan mereka berdua kepada pengacara masing-masing, tak lama kedua pengacara itu pun berjalan dan memberikan sebuah berkas yang berisi bukti. Para hakim mulai menatap bukti yang ada di tangan, mereka mulai mendiskusikan sesuatu. "Baiklah, Jakson Helio, anda mengunjungi rumah nenek anda, dan tiket kereta ini adalah bukti anda melakukan penjalanan?" tanya hakim sambil menatap tiket pulang dan perginya yang dijadikan sebagai barang bukti. "Iya, saya mengunjungi nenek saya karena sakit, saya juga berhenti bekerja di salah satu keluarga, demi menemui nenek saya," jelas Jakson memasang wajah murung. Para hakim pun menatap foto-foto party yang dijadikan sebagai bukti, dan mulai kembali menatap Roger untuk melontarkan sebuah pertanyaan. "Roger Hernandos, anda sedang m