Home / Pernikahan / Resep Cinta Dalam Doa / RCDD | 4. Perkara Mie Ayam

Share

RCDD | 4. Perkara Mie Ayam

"Dok tekanan darah pasien yang baru saja masuk 180/90 mmHg, nadi 95 kali per menit, suhu tubuh 38 °C, pernapasan 14 kali permenit."

Kaira membolak balik rekam medis milik pasien yang tergeletak di atas brankar tak jauh dari ia berdiri. Kedua telinganya ia pasang tajam-tajam untuk mendengarkan semua informasi yang disampaikan oleh perawat wanita yang berdiri di sisi kanannya. Dari pemeriksaan fisik pasien hingga tanda-tanda vital (TTV).

"Dari rekam medisnya, pasien memang ada riwayat hipertensi Sus," kata Kaira menginformasi. Keda matanya masih gencar memindai setiap angka dan huruf hasil tulisan tangan pada lembar kertas yang bersampul map putih bertuliskan Rekam Medis Tn. Bahar Buqhori, dengan Nomor Pasien 230512003.

Perawat wanita itu mengangguk lalu menerima rekam medis yang Kaira ulurkan padanya.

"Oh ya Sus, pasien kecelakaan tadi pagi gimana? Sudah mau ngasih sampel urinnya?" tanya Kaira sambil melepaskan stetoskop yang terkalung di lehernya, kemudian ia juga melepaskan jas dokternya.

"Belum dok, ditanya-tanya sama suster Linda juga belum mau jawab. Padahal mau ngobrol banyak sama keluarganya. Dibujuk keluarganya juga tetap tidak mau," jelas suster Indri.

"Padahal beliau baru boleh pulang kalau mau tes urine dan keluar hasilnya ya?" tanya Kaira lagi.

Suster Indri mengangguk cepat. "Dugaan Dokter Andi pasien pecandu narkoba lama dok. Terus kecelakaan ini juga dugaanya karena efek dari itu. Makanya dokter Andi maksa buat tes urine, biar jelas juga."

"Mungkin karena dugaan dokter Andi benar kali sus makanya beliau takut. Biar nanti saya juga bantu bujuk sus, siapa tahu sama saya beliau mau." Usul Kaira.

Suster Indri tersenyum lebar, menjawil lengan kiri Kaira gemas. "Dokter Ara mah memang selalu yang terbaik kalau soal yang beginian," katanya melebih-lebihkan.

Kaira membalas dengan mengusap lengan kiri suter Indri pelan, sembari tersenyum simpul. Memperlihatkan sedikit kedua lesung pipinya. "Jangan suka berlebihan sus, pamali. Nanti kalau saya terbang terus atap rumah sakit jebol kan tidak lucu dimarahi direktur. Sudah ayo ah kita ke kantin! Sudah lapar nih, gantian sama dokter Andi dan suster Linda juga kan?"

Bilik kanan keduanya pun meninggalkan ruang Instalasi Gawat Darurat dengan berjalan beriringan. Langkah kaki mereka yang pendek-pendek diiringi dengan obrolan hangat.

"Kira-kira menu makan siang hari ini apa ya dok?" tanya suster Indri.

"Semoga saja bukan kecambah ya sus." Harap Kaira.

"Kalau saya sih berharapnya mie ayam dok." Ujar suster Indri.

Kaira terkekeh kecil, kepalanya menggeleng. "Itu mah maunya suster Indri," jawab Kaira. Baginya sedikit mustahil menu kantin rumah sakit yang diatur oleh ahli gizi terbaik berisi mie ayam versi suster Indri yang tinggi akan kadar micin dan dengan limpahan saus tomat ala mamang-mamang gerobak keliling.

"Loh, siapa tahun kan dok ahli gizi Tia sedang berbaik hati atau kalau tidak sedang khilaf mungkin."

"Aamiin, saya bantu doakan ya sus. Siapa tahu ada malaikat yang lagi lewat."

"Aamiin, asal bukan malaikat maut saja ya dok yang lewat." Jawab suster Indri, berhasil membuat tawa Kaira lepas karenanya.

*****

Harapan tinggalah harapan, tidak ada mie ayam seperti harapan suster Indri. Yang ada hanya ayam lada hitam, cah jamur campur kecambah, capcay sawi putih campur brokoli, jagung muda dan bakso. Untuk makanan penutup salad buah berisi buah semangka, melon, apel dan juga jeruk.

Disepanjang antrian mengambil makanan, kedua pundak suster Indri melorot, bibirnya mengerucut, wajahnya masam dan tak bersemangat. Kaira juga kecewa sebenarnya tapi ia masih bisa menyisihkan kecambah itu nanti. Bukan hal yang terlalu besar baginya.

Kaira menepuk pundak kanan suster Indri pelan, kemudian menarik satu kursi kantin dan mempersilahkan suster Indri untuk duduk lebih dulu. "Nanti mie ayamnya kita beli diluar, oke sus?" kata Kaira mencoba menghibur, lalu mengitari meja bundar dan duduk di seberang suster Indri.

"Jangan berjanji kalau tidak bisa menepati, dok. Itu kata para pujangga. Digosting itu rasanya sakit sekali tahu," ujar suster Indri masih dengan wajah masamnya.

Kaira meletakkan tangan kanan di atas dagunya sendiri sebagai sanggahan. "Memang siapa yang mau kasih harapan palsu sus?" tanya Kaira.

Cepat-cepat suster Indri meletakkan sendoknya, lalu ikut menyanggah kepalanya dengan tangan kanannya, sama persis seperti Kaira. "Memang dokter Ara mau makan mie ayam mamang-mamang?" tanya suster Indri menggoda Kaira. Semua pekerja rumah sakit tempatnya bekerja juga tahu jika Kaira paling anti dengan makan yang tidak sehat.

"Memang menepati janji hanya bisa dilakukan dengan makan mie ayamnya sus?" tanya Kaira balik.

Suster Indri mengangkat kedua pundaknya sekilas. "Lalu kalau tidak makan mie ayam mau ngapain dong?"

"Kan bisa menemani saja." Jawab Kaira.

Suster Indri memutar bola matanya malas, sanggahan tangan nya terlepas. "Itu mah sama saja bohong dok, nanti dikira saya ini manusia paling tega yang memanfaatkan orang lain." Protes suster Indri sekikir sewot.

Kaira terkekeh, kemudian keduanya mulai melahap makanan masing-masing. Nyatanya suster Indri yang semula terlihat tidak berselera kini justru lebih bersemangat melahap makan siangnya. Lagi-lagi Kaira hanya mampu dibuat tercengang karena tingkahnya. Ajaib.

"Dok nanti benar kan mau temani saya makan mie ayam?" tanya suster Indri. Kaira pikir pembicaraan tentang mie ayam sudah selesai melihat betapa lahapnya ia makan. Ternyata belum to.

"Suster Indri belum kenyang?" tanya Kaira, kedua alisnya berkerut.

"Sekarang sudah sih dok, saya kan hanya memastikan kalau dokter tidak bercanda."

"Kalau suster masih kuat buat makan lagi sih tidak apa-apa, nanti saya temani beli. Tapi suster Indri ya yang tanggung jawab kalau dokter Andi sama suster Linda marah-marah karena kita kelamaan."

"Kok saya?" protes suster Indri tak terima.

"Ya kan yang minta ditemani suster, lagian kita juga pasti sudah ditunggu sekarang. Jadi ya suster dong yang tanggung jawab kalau mereka marah-marah karena nunggu kelamaan."

Suster Indri menghela napas. "Ya tidak hari ini juga sih dok, gimana kalau kapan-kapan saja selepas pulang kerja kalau jadwalnya bisa barengan kaya gini lagi. Nanti dokter Andi sama suster Linda juga diajak," kata Suster Indri memberi saran.

Kaira manggut-manggut setuju meskipun otaknya justru sedang berpikir hal lain. "Tapi sus, memang suster Linda bisa diajakin pergi. Nanti kalau dia dicari suami sama anaknya bagaimana?"

"Ya sebentar ini dok, ya kali segala dicari-cari."

"Ya mana tahu kan sus, nanti coba tanya dulu sama suster Linda."

"Tapi, iya juga ya dok. Secara kan suami suster Linda over protektif, mana udah gitu galak pulang. Untung saja ga-" belum sempat suter Indri menyelesaikan ucapanya. Kaira lebih dulu menyela. "Sus," ujar Kaira memperingati.

Suster Indri berdecak nyaring. "Ah tidak asik memang dokter Ara mah, tidak bisa diajak bergosip," keluh wanita itu.

Kaira hanya menjawab dengan senyum simpul. Ia memang tidak pernah suka jika diajak bergosip.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status