Sinta adalah seorang janda yang telah ditinggal mati oleh suaminya yang bermata pencaharian sebagai seorang nelayan dan juga seorang ibu rumah tangga yang mempunyai dua anak. Sampai saat ini dia masih belum mengetahui kondisi suaminya tersebut. Jasadnya masih belum berhasil diketemuan selama bertahun-tahun lamanya setelah peristiwa kecelakaan kapal sudah terjadi. Sinta telah berkomitmen bila dia masih melihat jasad suaminya itu dengan sendiri dia berpendapat bahwa suaminya masih belum meninggal.
Ucapan Sinta mengharapkan bila keajaiban tersebut tiba dan membawa suami pulang kerumah dengan keadaan selamat “Bila aku masih belum menemukan suamiku dengan usahaku sendiri. Aku akan tetap menunggu dia sampai bertahun-tahun lamanya bahkan sampai malaikat maut akan mencabut nyawaku”Sinta benar-benar merasa tidak tenang saat itu. Dialah yang telah mengantarkan suaminya pergi menuju ke kapalnya untuk mencari ikan di pagi yang indah itu. Pada saat itu Sinta telah berpesan kepada suaminya.“Bapak, ibu benar-benar tidak merasa tenang. Ibu sangat cemas maka ibu mohon kepada bapak untuk tidak pergi melaut hari ini ya?” ujar dengan muka yang merasa cemas.“Tidak usah khawatir ibu, bila bapak tidak pergi melaut bagaimana kita bisa mendapatkan uang untuk makan. Saat ini kita sudah kekurangan uang untuk biaya makan. Apakah ibu sudah memikirkan bagaimana nasib kedua anak kita nanti?” ujar Heri kepada istrinya.Dia meilhat anak pertamanya yang bernama Andi masih berusia sembilan tahun dan anak terakhirnya yang bernama Heni masih di gendong oleh istrinya sebab dia masih berusia sembilan bulan.“Ibu jadi tidak tenang apabila nanti terjadi apa-apa dengan bapak”Heri hanya dapat melemparkan senyumannya kepada istrinya “Ibu tidak perlu khawatir, semuanya itu sudah diatur oleh Tuhan YME. Bila memang suatu saat terjadi sesuatu yang menimpa bapak sebelum bapak pulang kembali ibu harus berjanji akan selalu sabar dan selalu memanjatkan doa kepada Tuhan YME. Tolong ibu jaga baik-baik kedua anak-anak kita, mereka adalah anugerah yang sangat terindah dari Tuhan Yang Maha Kuasa”Sinta hanya bisa tersenyum dengan mengikuti nasehat dari suami. Dia mencium tangan suami dan memeluk punggung suami tidak lupa juga anak-anaknya diminta melakukan hal yang sama sebab pendidikan saling menghormati harus kita tanamkan kepada anak-anak kita pada saat mereka masih kecil.Dengan segera Heri pergi menuju tengah laut ketika itu suasana pagi sangat cerah sekali. Sinta melihat suaminya itu pergi meninggalkannya demi memenuhi kebutuhan keluarga. Namun rasa tidak tenang masih saja menghantui perasaan Sinta. Meskipun hari sudah menunjukan siang rasa tidak tenang yang ada pada Sinta masih saja belum sirna. Pada suatu hari dia telah mendengar dari salah satu nelayan yang sudah pulang kembali sebabnya terjadi peristiwa badai di tengah laut dan seluruh nelayan telah kembali pulang dengan kondisi selamat akan tetapi tidak bersama dengan suaminya itu. Dia telah menyaksikan seluruh nelayan ke desanya namun dia tidak melihat keberadaan suaminya itu.“Mohon maaf suami saya mana?” tanya Sinta kepada salah satu nelayan yang telah berhasil pulang.“Mohon maaf ibu Sinta saya tidak berhasil menyelamatkan pak Heri” ujar pak Jaka yang merupakan salah satu nelayan yang telah berhasil pulang dengan keadaan selamat.Pak Heri dan pak Jaka telah pergi berlayar untuk mencari ikan. Namun tidak diduga sebelumnya cuaca yang tadinya sangat cerah telah berubah menjadi mendung. Pak Jaka mempunyai pandangan yang tidak baik hanya menjala ikan yang dekat dengan pantai. Sementara pak Heri tetap saja pergi berlayar jauh menuju ke tengah laut. Dia sempat memberikan aba-aba kepada pak Heri saat itu.“Pak Heri tolong jangan melaut terlalu jauh nampaknya hari ini cuaca akan mendung” teriak pak Jaka untuk melarangnya.“Tidak pak! Bila menjala ikan lebih ke tengah laut pasti disana akan banyak ikan” teriak pak Heri yang masih saja keras kepala untuk tetap menjala di tengah laut.Beberapa waktu kemudian setelah itu kondisi cuaca memang tidak berubah secara drastis menjadi mendung bahkan saat ini lebih mendung dari pada suasana sebelumnya. Angin telah berhembus dengan kencangnya! Pak Jaka telah melihat ada hembusan angin yang sangat kencang sekali di tengah laut. Lalu dia meneriaki Pak Heri“Pak Heri ayo cepat kembali akan muncul badai” teriakan pak Jaka kepada pak Heri namun pak Heri mengabaikan teriakannya.Pak Jaka akhirnya memutar balik kapalnya ke tepi pantai karena tidak ingin mengambil resiko ketika itu kapal yang sedang di naiki oleh pak Heri telah terhantam hembusan angin yang sangat dahsyat itu. Dia tidak tahu apa yang sedang terjadi dengan pak Heri setelahnya yang dia fokuskan hanyalah kembali ke tepi pantai untuk menyelamatkan dirinya.Sinta seolah-olah tersambar petir yang sangat hebat bahkan beribu-ribu kali lebih hebat dari petir sekeras apapun yang pernah dia lihat dan dengar setelah menyimak cerita dari pak Jaka tentang keadaan suaminya itu. Kakinya telah tidak dapat menopang bobot badannya. Dia hanya bisa duduk di tempat dimana dia telah berdiri dengan pandangan hampa serta air mata yang telah terlihat sudah banjir membasahi pipinya. Sebagian warga disana berupaya untuk menenangkan Sinta yang pada akhirnya tidak menyadarkan diri yang ketika itu secara langsung dibawa menuju rumahnya.Tahun demi tahun telah berganti, setelah peristiwa itu Sinta telah melalui hidup yang sangatlah tidak mudah. Bila sebelumnya ketika suami masih ada mereka sudah kesulitan untuk mencari uang apalagi saat suami sudah tiada dan juga kondisi kedua anaknya sangat memprihatikan. Sinta rela mengorbankan tenaganya untuk kerja banting tulang sebagai buruh serabut untuk bisa menghidupi kedua anaknya itu yang masih sangat kecil. Hingga sampai sekarang anak pertamanya berusia empat belas tahun dan anak bungsunya telah berusia lima tahun.Dia benar-benar bersyukur ditengah-tengah hidupnya yang serba kekurangan. Dia masih tetap diberi kesehatan untuk bisa bekerja mencukupi kehidupan keluarganya. Dia selalu ingat untuk bersyukur kepada Tuhan atas nikmat hidup yang tuhan berikan kepadanya. Sinta telah menegadahkan kedua tangannya mendongakan kepala kearah langit-langit kamar tidurnya. Dengan mengenakan mukena yang sudah sangat lusuh dan sobek-sobek sana-sini serta tambalan dari jahitan yang sudah tidak bisa dihitung kembali jumlahnya dia tetap khusyuk menjalankan kewajibannya sebagai seorang muslimah.“Ya Tuhan terima kasih sekali atas indahnya hidup yang engkau berikan selama ini kepada hamba. Terima kasih Ya Tuhan karena engkau telah memberikan kesehatan kepada hamba untuk dapat mencari uang untuk kebutuhan anak-anak hamba. Ketika hamba mengalami kesulitan dalam hidup, hamba tetap bersyukur atas segalanya karena nikmat ini merupakan rasa kasih sayangmu kepada keluarga hamba. Hamba mohon kepadamu untuk teruslah memberikan hamba dan kedua anak hamba kesehatan Ya Tuhan berilah kami sekeluarga kebahagiaan yang tidak terduga di mata kami sekeluarga. Amiin”Doanya lantas mengusap seluruh mukanya dari dahi sampai dengan dagu. Setelahnya dia langsung membereskan mukena lusuhnya tersebut lalu dengan segera menuju ke dapur untuk meyiapkan makan untuk kedua anaknya.Ternyata Sinta tidak tahu bahwa Andi telah mendengar seluruh doa ibunya yang menyentuh hatinya. Dia memang bangga bisa mempunyai seorang ibu seperti Sinta, yang dengan ikhlas mengeluarkan tenaganya sekuat apapun demi mencari uang yang sangat halal untuk anak-anaknya. Andi akhirnya memutuskan bekerja untuk membantu ibunya meskipun usianya masih sangat muda. Pekerjaanya sebagai kuli panggul di pasar yang tidak jauh dari rumahnya. Dia mempunyai ambisi untuk bisa membelikan mukena yang sangat pantas untuk ibunya. Dia telah tahu bahwa ibunya sangat menginginkan mukena baru untuk dipakai shalat. Seharusnya usianya Andi sekarang digunakan untuk belajar di sekolah namun karena tidak ada biaya akhirnya dia memutuskan untuk berhenti sekolah demi membantu ibunya bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya.Sinta sempat menabung dulu untuk membeli mukena yang baru akan tetapi ada saja rintangan yang menghambat pada saat uangnya sudah terkumpul sehingga dia harus menunda dulu untuk membeli mukena yang baru. Putri bungsunya yang bernama Heni mendadak sakit panas tinggi dan harus segera di bawa ke dokter. Ketika itu Sinta benar-benar tidak mempunyai uang sehingga dengan terpaksa harus merelakan uang hasil jerit payahnya yang akan dipakai untuk membeli mukena yang baru digunakan untuk berobat Heni dikarenakan kesehatan Heni lebih penting dari pada harus membeli mukena yang baru. Kan mukena yang lama saja bisa digunakan kok.Sinta sedang duduk di samping tempat tidurnya sambil memegang uang seratus ribuan sebanyak tiga lembar. Dengan menampilkan wajah yang penuh dengan senyum untuk melaksanakan niatnya untuk membeli mukena baru segera tercapai. Bagaimana tidak! Dia benar-benar menginginkan mukena yang baru waktu berbulan-bulan yang lalu, akan tetapi uang baru sempat dikumpulkan saat ini. Sinta akan pergi ke pasar untuk membeli mukena baru setelah shalat dzuhur namun baru saja selesai melaksanakan kewajibannya tiba-tiba Andi berteriak memanggil namanya“Ibu...ibu ayo segera ke kamar Heni” teriak Andi yang dia sangat yakin berasal dari kamarnya Heni.Dengan segera Sinta membereskan mukenanya lalu berlari menuju ke kemar Heni. Disana dia melihat Andi yang sedang menangis sementara Heni terlihat kejang-kejang. Dia sangat cemas dan tidak bisa lagi berbuat apa-apa. Tidak lama kemudian dia menggendong putrinya untuk menuju ke dokter. Disebabkan dia sudah tahu putrinya telah sakit panas selama dua hari sedangkan Sinta hanya memberikan obat di toko saja. Dengan mengiringi langkah kaki sang ibu yang kondisinya sangat cemas Andi juga ikut merasa panik lalu cemas akan kondisi adiknya tersebut. Dia berupaya menghadang angkot untuk dijadikan sebagai transportasi untuk menuju ke dokter. Lebih tepatnya ke puskesmas yang tidak jauh dari tempat tinggalnya.Sinta terlihat sangat kebingungan di sekitar ruangan puskesmas yang tidak jauh dari tempat tinggalnya sebabnya bila harus di bawa ke rumah sakit dia sama sekali tidak mempunyai uang lagipula jarak rumah sakit dari rumahnya sangat jauh sekali yakni kurang lebih 15 kilo meter jaraknya. Beberapa saat kemudian dokter yang telah menangani Heni akhirnya keluar dari ruang periksa.“Ibu tidak perlu merasa cemas anak ibu kondisinya tidak apa-apa. Dia hanya mengalami kejang-kejang sebabnya suhu badannya yang sangat tinggi. Dia hanya butuh minum obat dan beristirahat” ungkap dokter tersebut yang hanya di kasih rasa lega dalam hati Sinta ataupun Andi.“Andi, ibu minta tolong jaga adik kamu ya, ibu mau menebus obatnya terlebih dahulu” ujar Sinta lembut kepada Andi.Andi hanya menganggukkan kepalanya lalu dengan segera memasuki ruangan adiknya sementara Sinta melangkah menuju bagian administrasi untuk menebus obat serta membayar biaya pengobatan anaknya.Seorang perempuan yang sedang berada di dalam loket pembayaran mengucapkan “Jumlah biaya yang harus di bayar adalah tiga ratus lima puluh ribu rupiah”Sinta telah terperangah “Apa tidak salah nih mba? Kok mahal sekali biayanya?” tanya Sinta untuk menyakinkan.“Ini benar Ibu. Biayanya memang segitu”Sinta mengecek uangnya yang ada di dompetnya. Dia hanya membawa uang sebanyak tiga ratus ribu rupiah itu pun jumlah uang yang dengan susah payah dia kumpulkan untuk membeli mukena yang baru. Sinta telah memberikan uang kepada petugas loket pembayaran yang ada di depannya.“Mohon maaf mba saya hanya ada uang tiga ratus ribu saja, apakah kekurangannya bisa di cicil nanti?” ucap Sinta“Baiklah tapi obatnya akan saya kurangi ya ibu?”“Tidak usah” ucap Andi yang telah berdiri di belakang ibunya. Kemudian Sinta membalikan tubuhnya ke arah Andi.“Mengapa kamu ada disini nak? Ibu kan sudah bilang supaya kamu itu menjaga adik kamu saja di ruangan periksa” ucap Sinta sambil menatap muka anaknya yang bernama AndiAndi dengan segera menggeleng “Bagaimana aku bisa tenang untuk menjaga adikku bila disini ibu sedang mengalami kesulitan membayar biaya pengobatan adikku” Andi telah merogoh hal yang ada di dalam saku celananya. Dia mengambil uang sejumlah lima puluh ribu rupiah“Ini ibu aku mempunyai uang lima puluh ribu silahkan ambil saja untuk menutupi biaya pengobatan adikku. Uang ini adalah tabungannya Andi ibu”Sinta telah menolak dengan halus pemberian uang dari anaknya Andi “Tidak perlu Nak! Itu adalah uang kamu, hasil susah payah kamu, tidak apa-apa kok Nak biarkan ibu yang berusaha untuk menutupi pembayaran obat untuk adikmu”“Ibu! Andi adalah anak Ibu kan?” Sinta menganggukkan kepala untuk menjawab pertanyaan dari Andi“Bila Andi adalah benar-benar anaknya ibu Andi mohon biarkan Andi menolong ibu. Meskipun Andi sudah paham itu tidak sebanding dengan semua pengorbanan yang ibu telah berikan untuk Andi dan Heni”Sinta telah menghela nafas perlahan-lahan. Kemudian dia pun menganggukan untuk mengiyakan permintaan dari Andi. Andi telah mengerti apapun yang telah dilakukan oleh dia tidak ada nilainya bila dibandingkan dengan pengorbanan dan susah payah ibu untuk mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan anak-anaknya sejak meninggalnya bapak di tengah laut bertahun-tahun yang lalu.Andi telah memandang ibunya yang sedang melaksanakan ibadah Shalat Shubuh dengan khusyuk. Matanya telah membuka untuk meyaksikan betapa bersyukurnya ibu dan tawakal atas semua hal yang sedang menimpa dirinya ataupun keluarganya. Dia sangat tidak tega melihat mukena yang sedang dipakai oleh ibu sangat tidak bagus. Warnanya sudah sangat lusuh dan juga banyak bagian mukenanya yang sobek dan dijahit oleh ibunya untuk menutupi bagian yang sudah sobek.Andi melangkah ke arah depan rumahnya. Suasana pagi itu masih sangat gelap, dia sangat niat untuk bekerja keras untuk membelikan mukena yang bagus untuk ibunya. Dia menarik nafas secara perlahan-lahan dan menyemangati dirinya sendiri. Dia melangkahkan kakinya menuju ke pasar untuk menjadi tukang kuli panggul. Orang-orang yang ada disana jarang sekali menggunakan tenaganya untuk memanggul sesuatu atau barang belajaanya. Ya maklum sebagian masyarakat di desanya itu sudah membuka warung atau hanya sekedar belanja untuk kebutuhan sehari-hari selama sebulan.Rupanya Andi telah melihat mukena yang sangat bagus terpajang di salah toko baju muslim yang ada di pasar. Dengan segera dia menanyakan harga mukena tersebut pada penjual.“Harga mukena ini dua ratus ribu rupiah” ujar seorang penjual. Andi merogoh uang yang dia miliki ternyata baru ada seratus ribu rupiah. Masih kurang seratus ribu lagi untuk dapat membeli mukena yang baru itu untuk hadiah ibunya.“Mohon maaf bu, saya sebenarnya ingin membeli mukena itu namun uang saya belum cukup, tolong bu simpan mukenanya dulu ya? Nanti bila saya sudah mempunyai uang yang sangat cukup akan saya beli mukena tersebut” ucap Andi“Oke”Andi telah bekerja keras dari pagi sampai dengan malam selama berhari-hari untuk memenuhi kekurangan uang yang dia miliki untuk bisa membeli mukena untuk ibunya. Akhirnya uangnya sudah terpenuhi pada waktu malam hari dan sudah cukup untuk bisa membeli mukena untuk ibunya. Dengan segera Andi melangkahkan kakinya untuk menuju ke toko yang pernah dia kunjungi sebelumnya untuk membeli mukena yang baru.Setelah membeli dia kemudian melangkahkan kakinya untuk menuju kerumah. Membawa mukena yang sangat bagus untuk seorang ibu kandungnya. Akhirnya Andi bisa bernapas lega. Pada akhirnya setelah lama bersusah payah mengumpulkan uang untuk bisa membeli mukena yang baru bisa terwujud. Benar-benar suatu kebahagiaan yang tidak terduga yang pernah dia alami setelah membeli mukena tersebut.“Tolong….tolong”Andi telah mendengar suara teriakan bapak paruh baya yang sedang berdiri di tepi jalan dan berteriak untuk meminta tolong ketika sedang menempuh perjalanan pulang. Dengan segera dia mendatangi bapak tersebut lalu menanyakan apa yang telah terjadi barusan. Ternyata bapak itu barusan saja kejambret oleh seorang laki-laki. Dengan segera Andi mengejar sang penjambret itu sesuai dengan petunjuk dari bapak tadi bila seorang penjambret telah berlari kearah selatan.Tidak berapa lama kemudian Andi telah menemukan seorang penjambret itu yang sedang bersembunyi di antara tong minyak tanah di jalan buntu. Sebab dia sudah tahu bahwa tidak ada akses jalan lagi di kawasan itu. Perkelahian tidak bisa di hindarkan pada akhirnya, Andi telah memukul seorang penjambret itu dengan menggunakan mukena untuk sang ibu yang baru saja di belinya. Namun sayang di sayangkan mukena itu robek karena sabetan benda tajam yang dipegang oleh seorang penjambret sejak tadi. Ketika Andi telah lengah karena telah melihat mukena untuk ibunya itu sobek sang penjambret secara langsung menusuk punggung Andi dengan pisau yang sangat tajam. Andi telah terjatuh tersungkur bercucuran darah karena tusukan benda tajam yang baru saja dia peroleh. Sementara sang penjambret yang baru saja akan kabur ketahuan warga yang lebih dulu datang. Penjambret secara langsung dibawa ke kantor polisi dan Andi langsung di bawa ke rumah sakit.Setelah mendengar peristiwa yang menimpa anaknya Sinta sangat panik. Awalnya dia sangat kebingungan harus melakukan apa sebab jarak rumah sakit yang sangat tidak dekat dan tidak mempunyai uang sepersen pun yang ada ditangannya. Beruntunglah ada seorang tetangga yang ingin mengantarkannya menuju rumah sakit dengan menggunakan mobilnya.Sinta bergerak keliling setiap ruangan rumah sakit menuju ruang IGD dengan mengajak putri bungsunya yang bernama Heni. Dia telah melihat ada seorang bapak-bapak yang sedang berdiri di depan ruang IGD. Dia secara langsung menanyakan kondisi anaknya dan mengapa bisa sampai terjadi peristiwa semacam itu kepada Andi putra pertamanya. Ada seorang laki-laki yang bercerita tentang kejadian yang baru saja di alami oleh Andi. Sinta hanya bisa bersedih dan tidak bisa menahan air matanya. Dia sangat takut bila terjadi hal tidak diinginkan pada putranya. Dia sudah cukup kehilangan suami tanpa ada berita sampai saat ini dia juga tidak mau kehilangan Andi putra pertama yang dia sayangi.Tidak berapa lama dokter telah keluar dari ruang IGD lalu dia memaparkan tentang kondisi Andi.“Kondisi pasien tidak apa-apa, beruntunglah luka tusuknya tidak terlalu dalam, saat ini dia sudah sadar dan ingin sekali bertemu dengan ibunya” ungkap dokter itu.Sinta secara langsung masuk kedalam ruang IGD setelah pada awalnya dia terlebih dahulu meminta izin kepada sang dokter untuk menengok keadaan putranya itu.“Ibu maafkan aku” lirih Andi kepada ibu yang baru saja tiba di ruang IGD.“Tidak perlu meminta maaf Nak. Mengapa kamu harus meminta maaf sama ibu. Kamu tidak salah sama sekali sama ibu Nak”“Andi ingin membelikan mukena baru untuk ibu namun mukenanya sudah rusak. Maafin aku ya ibu, aku tidak dapat menjaga mukena ibu dengan baik”“Tidak Nak. Tidak apa-apa mungkin itu bukan rezeki ibu. Ibu harus bersabar dan selalu ikhtiar untuk dapat membeli mukena yang baru. Sudah tidak apa-apa! Kamu jangan menyalahkan dirimu sendiri Nak. Saat ini yang harus kamu pikirkan adalah keselamatan dirimu sendiri” ujar Sinta sambil meneteskan air matanya.“Permisi bu” ujar bapak paruh baya yang tadi di tolong oleh Andi“Saya meminta maaf! Nama saya Pak Randi, anaknya ibu kondisinya seperti ini karena membantu saya menangkap sang jambret yang telah mengambil tas saya. Saya sangat berterima kasih kepada anaknya ibu karena telah membantu saya. Bila dia tidak ada saya tidak tahu apa yang akan terjadi nantinya. Sebab di dalam tas ini ada dokumen-dokumen yang penting milik perusahaan saya. Bila dokumen-dokumen itu hilang saya tidak tahu nantinya akan seperti apa, namun yang jelas saya benar-benar terima kasih kepada anak ibu karena telah membantu saya. Kemudian saya berjanji akan mengganti mukena yang kamu beli untuk ibumu nanti ya Andi” ujar Pak Randi berterima kasih.“Tidak perlu pak. Saya ikhlas membantu bapak. Saya tidak menginginkan apapun untuk itu. Hanya mendengar bapak selamat dan dokumen-dokumen penting bapak saja sudah sanggup membuat saya bahagia. Sebab ibu selalu mendidik saya untuk menolong orang tanpa pamrih bagi mereka yang membutuhkan pertolongan” ujar Andi menatap bapak paruh baya di hadapannya.“Kamu benar-benar luar biasa Andi. Ibumu sangat beruntung memiliki anak berhati baik seperti kamu, namun tolong kali ini kamu jangan menolak saya untuk membantu kamu ya Andi. Sejak dulu saya menginginkan anak laki-laki namun Tuhan tidak menghendaki, dan saya mengharapkan kamu mau menjadi anak angkat saya”Andi telah melihat sang ibu dengan lekat yang hanya dapat menganggukkan kepalanya untuk menyetujui keinginan pak Randi. Setelah peristiwa itu kehidupan Santi dan keluarga telah membaik secara bertahap. Pak Randi berkenan memberikan modal untuk membuka kios kecil-kecilan di depan rumahnya. Pak Randi seperti malaikat yang di utus oleh Tuhan untuk membantu kehidupan Santi dan keluarganya.Andi dan Heni juga tidak lepas dari pandangannya. Dia membiayai sekolah Andi sampai dengan perguruan tinggi dan sampai saat ini dia telah sukses sebagai pengepul ikan di desanya. Dia telah membuka lapangan pekerjaan untuk warga yang ada di desanya yang kehidupannya sama seperti dia rasakan dulu. Dia pun selalu ingat dengan jasa pak Randi yang telah membantu kehidupannya hingga seperti saat ini.Dengan belajar menjadi keluarga kecil Santi bisa mengambil pelajaran bahwa bila hidup itu banyak rintangan yang selalu datang menimpanya. Akan tetapi seberat apapun rintangan itu kita harus tetap tawakal dan sabar akan kehidupan kita. Tetap ikhtiar dalam segala sesuatu niscaya Tuhan yang maha esa akan mengubah kehidupan orang yang selalu bertawakal atas segala nikmat yang telah diberikan.Malam ini benar-benar dingin sekali sebab angin telah berhembus mengenai pohon-pohon yang ada di rumah semuanya bergerak mengikuti nada angin yang sedang berhembus tersebut, orang-orang melindungi dirinya masing-masing dengan mengenakan selimut yang sangat hangat, kecuali mereka yang masih muda yang penampilannya menyepelekan dan sedang mengenggam kartu remi di tangan kanannya dan tidak lupa miras berada di tangan kirinya. “Iya akhirnya aku menang”“Huuuh kamu curang” ujar sahabat-sahabat pemuda tersebutPara pemuda itu jalan sempoyongan menuju rumah masing-masing secara perlahan dengan wajahnya yang sangat gembira karena habis menang judi. Tangannya yang sangat kekar mengetuk pintu kayu yang telah rapuh.“Tolong buka pintunya!” “Iya sebentar, astgfirullah Rayhan kamu main judi lagi Nak?”“Iya ibu aku menag ini uangnya sangat banyak”“Tolong kamu buang uang itu, itu adalah uang har
Dalam ruangan khusus yang sangat tidak luas, Diana adalah seorang perempuan yang tengah meringkuk di sudut ruangan. Dia sedang menangis sesegukan saat mengingat kejadian itu, dia pun mengabaikan sekitarnya yang terdapat bintang kecil menjijikan. Peristiwa itu telah terjadi tiga tahun lalu, dimana seorang bapak telah berupaya menyelamatkan dirinya dari reruntuhan gempa bumi, yang mengakibatkan bapaknya menghembuskan nafas terakhir. Ibunya menjadi semakin tidak menyukainya. Mulai saat itulah ruangan itu telah menjadi kamarnya. Sebuah kamar yang hanya terbuat dari kardus dan selimut menjadi penghangat saat itu dia sedang bersedih. “Dasar anak sialan, gara-gara kamu suamiku menghembuskan nafas terakhirnya”Ucapan ibu terus teringat di kepalanya. Dia tidak mengingkan hal ini terjadi. Diana hanya mau ibunya tidak membencinya. Ketukan pintu dari luar telah menyadarkan Diana dari lamunannya. Muncullah seorang perempuan paruh baya telah memasuki ruangan tersebut
Ada seorang ibu yang berkata kepada anaknya yang memiliki bentuk fisik yang tidak sempurna “Pergilah kamu, kamu itu bukan anakku” dia itu bernama Maylina Tasha yang biasa di sapa akrab May. Dia adalah anak dari pasangan Ferdi dan Yusni yang hidup serba kekurangan dan tinggal di kota besar yakni Semarang. May telah lahir secara prematur mengakibatkan kondisi fisiknya tidak sempurna bahkan ketika lahir pun terdapat suatu keanehan yang telah terjadi, dia lahir tanpa adanya tangisan. Dia telah di vonis mengidap bisu setelah melalui proses pemeriksaan beberapa dokter. Sifat ibunya telah berubah sejak mengetahui anaknya bisu, bahkan dia sudah tidak mengakui May sebagai anak kandungnya. Berbeda dengan Ferdi bapaknya, meskipun dia tahu bahwa anaknya itu bisu, dia tetap memberikan kasih sayang kepadanya sebagai bapak kandung. Saat ini May telah tumbuh menjadi seorang anak yang selalu tegar dan selalu ceria, usianya saat ini menginjak delapan tahun, meskipun dia bisu dia tid
Aku adalah seorang siswa SMP, namaku adalah Adelia Azzahra, panggilanku adalah Adel. Dalam keluargaku, aku adalah anak tunggal dari kedua orang tuaku. Mereka sangat mencintaiku dan setiap hari kita selalu meluangkan waktu bersama-sama.Pada saat aku mulai masa-masa pergaulan dan mulai meminta sesuatu yang macam-macam yang segera aku dapatkan, aku pernah merasa sangat kesal sama ibuku tanpa sebab yang pasti. Ketika ibuku menasihatiku aku selalu melawan, aku selalu mengamuk-ngamuk dengan dia, bahkan apabila permintaanku kepada ibu selalu ditunda-tunda olehnya, aku sangat marah sekali bahkan sampai-sampai barang-barang disekitar rumah telah diobark-abrik olehku tepat dihadapan ibu. Walaupun aku sering melawan dan mengamuk-ngamuk, ibuku tidak marah dan mengucapkan kepadaku “Nak yang sabar, besok pasti ibu kasih” sambil merapikan barang-barang yang telah ku obrak-abrik.Aku semakin marah kepada ibuku namun tidak berapa lama kemudian bapakku telah datang &ldquo
Hallo perkenalkan namaku adalah Susi aku adalah anak yang kelima dari lima bersaudara yang menetap di pedesaan tertinggal. Aku telah berusia dua belas tahun dan masih bersekolah di Sekolah Dasar (SD). Aku selalu melaksanakan tugas rumah dan sekaligus tugas sekolah. Tugas rumah memanglah sangat berat apabila dikerjakan oleh anak seusiaku terlebih sebabnya memang aku melaksanakannya pada saat aku mood saja.Ibu kandungku merupakan seseorang yang sangat disiplin peduli lingkungan, dan mencintai kebersihan. Bahkan ibuku merupakan seorang yang sangat cerewet sekali. Bukan hanya mengerjakan pekerjaan rumah tangga saja, seusai pulang sekolah ibuku selalu memintaku untuk membantu membuatkan kue untuk dijual. Ibuku jarang sekali marah sebabnya aku selalu membantu membuatkan kuenya dirumah. Semuanya itu harus terpaksa kulakukan sebabnya anak seusiaku lebih suka bermain dibandingkan membantu ibunya. Bahkan suatu saat ibuku pernah tidak memberikanku uang jajan sebabnya aku sangat bandel ti
Tanggal 2 Mei adalah hari ulang tahun ibuku yang 95. Aku sangat bersyukur bahwa ibuku masih dikasih usia yang panjang. Usia itu bisa dibilang sudah cukup tua dan kadang terserang penyakit. Tidak banyak seseorang dapat mencapai usia itu. Akan tetapi ibuku masih sehat, penghilatannya, dan pendengarannya masih sangat tajam.Walalupun dia harus sering menggunakan kursi roda untuk melangkah, ibu masih dapat mengikuti berita melalu siaran langsung televisi maupun radio, terutama acara pegajian. Baru kira-kira empat setengah tahun terakhir ini ibu telah berhenti dari kegiatannya dalam organisasi PKK dan majelis taklim di tingkat desa.Aku merupakan anak sulung dari empat bersaudara. Semua saudaraku adalah perempuan. Menurut orang, kami cantik-cantik, berkulit putih, mungkin juga itu menurun dari ibu yang juga sangat cantik dan putih. Bila memandang foto ibu masa muda dahulu, walalupun foto berwarna hitam putih, memang ibu dahulu cantik seperti artis film. Bapakku telah meng
Dengan tergesa-gesa, Riski telah berlari melewati halaman rumahnya. Dengan muka yang penuh gembira, baru kali ini seorang anak yang sedang duduk dibangku kelas 7 SMP tersebut memegang sebuah piala. Nampaknya dia sudah tidak sabar lagi untuk menunjukan piala kepada ibunya dan ingin membuktikan bahwa bakat sepak bola yang dia tekuni dapat membuahkan prestasi. “Ibuuu…aku pulang” ujar Riski setengah berteriak sambil membuka pintuRiski sangat tertegun, di bagian ruang tamu ada banyak sekali tetangga yang sedang duduk mengerumuni ibunya. Riski berupaya untuk melangkah lebih dekat. Beberapa langkah kemudian Riski telah memandang ibunya sedang sedih sambil memanggil-manggil namanya. “Ibu…mengapa ibu sedih? Ini aku Riski ibu…ini adalah piala yang aku janjikan sebelumnya, aku telah sukses menjadi juara satu ibu..” ujar Riski mulai dilanda kecemasan. Akan tetapi tidak ada seorang pun yang menanggap ucapannya, termasuk ibunya yang s
Aku akan selalu memanggilnya “Mamah” kepada seorang yang telah melahirkanku.“Sepatuku ditaruh dimana”“Loh kamu yang selalu memakai kok tanya mamah” ujar mamah yang sedang berada di dapurYa begitulah cara mamah mendidikku supaya aku menjadi anak yang dewasa, ya memang ibuku adalah insiatorku guruku yang tidak pernah kuakui bila dia adalah seorang guru. Cerita tentang ibuku banyak sekali yang ingin kuceritakan. Oh iya perkenalkan namaku adalah Rizal usiaku sekarang 22 tahun dan dengan usiaku yang saat ini sudah tidak mungkin kuceritakan ibuku dalam waktu yang beberapa tahun yang lalu dari tahun kelahiranku sampai sekarang sebab cerita ini sangat panjang dan dia benar-benar menginspirasiku. Dicerita ini aku hanya akan menceritakan beberapa bagian saja yang dapat dikatakan sangat menyemangatiku. Bahkan mungkin masih ada seseorang yang lain yang tidak menyadari betapa sangat menginspirasi sekali ibuku ini, namun bila kalian semua tida