Terima kasih sudah membaca ^^ Jadwal up : Senin, Rabu dan Jum'at
Mataku terbuka perlahan, matahari sudah hampir terbit. Bisa dibilang, aku hanya tidur sebentar, tapi terasa lama. Aku terkejut saat menyadari di sampingku tidak ada siapa-siapa, Luna sudah bangun lebih dulu.Aku menjuntaikan kaki ke lantai dan bangun menuju kamar mandi untuk membasuh wajah. Walau hanya tidur sebentar, tapi sudah cukup untuk membuatku merasa segar. Setelah ini, aku berniat untuk mencari Luna, mungkin saja dia sudah bersiap di meja makan.Tubuhku terhenti seketika saat kudapati sosoknya tengah berendam di bak. Spontan wajahku memerah ketika melihat punggungnya yang tak tertutup kain sedikit pun. Ada sedikit perasaan aneh yang menggodaku sesaat."Luna?"Dia menoleh seketika dan hampir menjerit. Dengan cepat ia membenamkan seluruh tubuhnya ke air hingga menyisakan kepalanya saja."Yang Mulia, maaf saya memakai bak mandi Anda tanpa izin," katanya dengan tempo yang cepat.Aku terdiam sesaat atas reaksinya. Ia masih terlihat kaku walau kami sudah bersama. Bahkan ia meminta m
Kami berlayar menuju tanah seberang setelah dua hari pasca penobatan. Beberapa pengawal sudah menunggu di pelabuhan dengan menyiapkan kereta kuda. Di sana juga ada Eleanor yang menyambut."Salam hormat dan selamat datang, Yang Mulia," ucap Eleanor, lalu semuanya membungkuk hormat. "Selamat atas penobatan Anda. Akhirnya Anda telah resmi menjadi Raja Vainea.""Terima kasih, Adipati," sahutku, lalu menatap wanita di sampingku. "Luna, perkenalkan ini Adipati Luzen.""Salam hormat saya untuk yang mulia ratu," ujar Eleanor lagi, kali ini pada Luna. "Senang bertemu Anda.""Terima kasih, Nona. Tapi--" Luna tampak mengingat sejenak. "Bukankah ... Luzen merupakan sebuah provinsi?"Aku terdiam, sebagai mantan adipati sangat wajar kalau Luna juga memiliki wawasan tentang orang-orang dari kerajaan lain."Benar, Yang Mulia. Yang mulia raja memberi saya gelar adipati setelah perang penaklukan."Luna menatapku sekilas, antara heran dan penasaran. Kemudian, ia kembali memasang ekspresi ramah elegan kh
Satu bulan telah berlalu dan sejauh ini, Luna mengerjakan tugasnya dengan baik. Tak ada yang berubah darinya dalam bertugas, ia selalu profesional. Selain itu, ia mudah beradaptasi dan cepat memahami situasi di sekitarnya. Kemudian, aku memberi imbalan pada Nyonya Vanessa berupa gelar dan mengurus wilayah Rosera, berbatasan dengan Provinsi Vansh. Lalu untuk masalah pasar gelap yang dikelola olehnya, itu masih kami rahasiakan termasuk dari Luna. Namun, tentu saja aktivitas pasar gelapnya harus di bawah pengawasanku agar tak terjadi masalah di kemudian hari. Aku menyangga dagu saat berdiri di salah satu balkon, menatap sosok Luna yang tengah serius mengatur desain baru taman ibukota yang kini menjadi proyeknya. Bukan hanya ahli dalam urusan militer dan politik, ia juga pandai mengurus hal-hal feminin seperti mengatur anggaran dan mengurus tata letak kota. Benar-benar ratu yang sempurna. "Yang Mulia, buku yang Anda inginkan sudah datang." Ezra datang dan membuyarkan pikiranku seketika
Undangan perjamuan telah disebar jauh-jauh hari. Dalam hal ini, aku menyerahkan tugas itu pada Bibi Erina. Bukan hanya mengundang bangsawan Vainea, tapi dia bilang ingin mengundang beberapa bangsawan dari Axylon, mengingat betapa eratnya hubungan kami.Di sisi lain, Luna mengatur anggarannya, sementara aku memperketat keamanan saat acara dimulai nanti. Kuharap, kali ini berjalan lancar dan tak ada keributan seperti acara pernikahanku waktu itu.Pesta perjamuan dimulai malam ini. Aku mengamati dekorasi yang telah Bibi Erina desain sedemikian rupa mewahnya. Tak lupa, ia juga mengajukan untuk mengundang beberapa perwakilan dari masyarakat lokal bekas Tryenthee yang tersisa. Semua itu juga diatur dengan jelas agar tak terjadi masalah."Yang Mulia, Nyonya Grace sudah datang." Ezra memberi tahu. "Beliau sudah menunggu di ruang tamu.""Ya, aku akan ke sana."Aku bergegas membereskan meja kerja dan pergi menuju ruang tamu. Di sana sudah ada sosok wanita paruh baya yang hampir menginjak usia s
Kini sudah tiga minggu setelah acara perjamuan. Kudaku memasuki gerbang istana setelah dua minggu penuh berkeliling ke seluruh wilayah Truinn Barat. Perlahan tapi pasti, warga di sana yang tersisa berhasil kutundukan walau dengan beberapa jaminan dan ancaman."Selamat datang, Yang Mulia," sambut Luna yang sudah berdiri di pintu utama. "Bagaimana perjalananmu? Menyenangkan?""Ya, lumayan melelahkan. Hampir seluruh wilayah keadaannya mulai membaik, ibukota juga mulai stabil. Hanya beberapa wilayah terpencil yang belum kujamah."Kami berjalan menyusuri lorong menuju ruang kerjaku."Jadi, kapan kau akan mengajakku lagi?" tanyanya."Rencananya ... beberapa minggu ke depan. Kau tahu? Aku menemukan lokasi yang indah di wilayah barat. Aku yakin, kau akan menyukainya.""Oh, aku jadi tidak sabar." Luna terlihat antusias.Aku tersenyum senang melihatnya. "Selama aku pergi, apa ada berita penting?""Oh ya, sebentar."Luna bergegas pergi ke ruangan lain, sementara aku duduk di sofa panjang dengan
Dentingan peralatan makan menggema di ruang sunyi. Tak kusangka, makan malam kali ini begitu dingin. Sampai sekarang Luna belum mengatakan apa pun mengenai kejadian tadi siang. Sesekali aku melirik ke arahnya sambil mengunyah, wajahnya begitu tenang seperti biasa. Jujur saja, ekspresinya yang seperti itu membuatku merasa tak enak hati. Ia seperti melarang orang lain untuk membaca pikiran dan hatinya. "Luna," panggilku, memastikan reaksinya yang terasa salah bagiku. "Ya?" sahutnya dengan nada ringan. "Apa kau perlu sesuatu?" Aku terdiam atas responnya yang masih tetap sama, seperti tak terjadi apa-apa dan itu membuatku gemas dan sedikit kesal. "Soal yang tadi siang, itu tak seperti yang kau pikirkan. Dia menggunakan batu sihir agar aku tak berkutik dan tiba-tiba melakukannya padaku," ujarku menjelaskan.Ya, apa pun rekasinya, aku harus meluruskan masalah ini. "Aku tak ingin membahasnya." "Tapi aku ingin kau mendengar penjelasanku. Aku tak ingin ada kesalahpahaman di antara kita."
Aku membopong rusa setelah kompetisi berburu, tanda kemenangan. Para pengawal dengan sigap mengambilnya saat kuserahkan pada mereka. Luna menyambutku riang dengan pelukan."Kau sangat luar biasa," pujinya, diakhiri kecupan di bibir."Terima kasih," balasku."Sekarang istirahatlah dulu."Kami berjalan saling merangkul menuju tenda di tepi hutan.Hari pun berlalu dengan kesenangan dan malam semakin larut. Pesta semakin meriah menjelang penutupan acara.Aku berkali-kali menang saat memainkan beberapa permainan kartu dan itu membuat lawan mainku was-was untuk menghadapiku.Jika aku bermain dengan pelayan, sudah pasti ia akan membiarkanku menang. Namun, kali ini aku bermain bersama para raja, tentu saja mereka takan mengalah.Ini benar-benar seru."Hei, kau tidak mau melihat istrimu bertarung? Dia sedang bermain adu pedang!" Raja Hans memberi tahu."Adu pedang?" Seketika aku menghentikan permainan. "Dengan siapa?""Ratu Zora," jawabnya. "Mereka ada di halaman dan para wanita sedang menonto
Katanya, pagi hari merupakan awal yang baru. Sepertinya itu benar. Ini awal baru dimana penderitaanku dimulai. Setelah ini hidupku akan dipenuhi kutukan dan hukuman. Juga, mungkin aku takan mendapat pengampunan.Semua para tamu dari berbagai kerajaan mulai berpamitan dan bersiap untuk pulang ke negara masing-masing, begitu pun denganku. Di antara puluhan penguasa, mungkin hanya aku yang tak memberi penghormatan terakhir pada tuan rumah."Padahal matahari begitu cerah, tapi kenapa aku merasa kedinginan di dekatmu?" sindir Raja Leon dengan nada bercanda, sementara aku tak merespons.Kemudian ia menatap putranya yang baru saja datang. "Kau juga terlihat muram, Hans.""Aku sedikit lelah," sahutnya ikut bergabung.Raja Leon menepuk bahu putranya yang tampak lesu, kemudian ia terdiam sejenak lalu menyeringai. "Kau semalam bercinta penuh semangat?"Raja Hans segera menepis tangan ayahnya dengan wajah malu. "Jangan sembarangan membaca pikiranku, Ayah."Sepertinya Zora memang memberi obat di m
_50 TAHUN KEMUDIAN_ -Kota Luna, Ibukota Vainea-.'Aku mencintaimu pada pandangan pertama. Aku mencintaimu untuk kedua kalinya. Aku juga mencintaimu di kehidupanku sebelumnya. Gapailah tanganku, maka kau dan aku akan terus bersama.'.Fiant Wayner, adalah identitas baru setelah aku turun takhta sebagai kaisar dengan memalsukan kematianku. Bukan istana lagi, kini aku menetap di lantai lima sebuah perpustakaan kota yang dibangun oleh Bibi Erina. Aku memakai kacamata, serta syal merah yang warnanya telah pudar. Kugenggam sebutir mutiara dengan uap putih yang menguar dari mulut. Kurapatkan jaket beserta topi untuk menutupi sedikit wajahku, lalu memasukkan mutiara itu ke saku. Vainea kini semakin maju seiring perkembangan jaman. Generasi pemerintahan telah berganti. Akhirnya bibi kesayanganku menikah juga, walau sangat sulit untuk memenuhi kriterianya.Terkadang aku rindu pada suasana di istana karena banyak kenangan yang tertinggal di sana. Beruntung, tak ada yang bisa mengenaliku sete
Aku dan Putri Clara duduk di ruang tamu istana Keylion yang dijaga ketat oleh beberapa pengawalku. Kami duduk saling berhadapan dengan suasana tegang, tanpa teh dan kudapan. Kurogoh saku dan meletakkan lencana Ratu Keylion di meja dengan sedikit melemparnya. "Saat terjadi keributan di Keylion karena perebutan takhta, seharusnya kau menjadi Ratu Keylion. Sesuai dengan urutan pewaris, posisimu ada di bawah Raja Luen," ujarku. "Pakailah! Sekarang kau adalah penguasa." Ia terkejut atas kalimatku. "Kenapa? Bukankah Anda melakukan perang penaklukan agar bisa menguasai Keylion?" "Musuhku adalah Zora, bukan Keylion." "Jadi Anda melakukan perang penaklukan hanya untuk membunuh Zora?" Clara tak habis pikir. "Apa Anda tahu bahwa tindakan Anda akan membuat Vainea dimusuhi banyak kerajaan lain?" "Kau menanyakan keputusanku?" "Maaf jika saya lancang, hanya saja ... jika Anda memang dari awal mengincar Zora, seharusnya Anda bisa melakukannya tanpa harus membuat perang besar." "Aku tidak tahu
Hanya dalam satu bulan, aku berhasil mempelajari sihir yang dipinjamkan padaku. Meski ada bagian yang sulit dan bahkan hampir merenggut nyawa, tapi pada akhirnya aku bisa menguasainya. Hari ini, tepat awal musim dingin, kudaku melaju bersama seribu pasukan di belakang. Baju zirah mereka telah kuberi batu sihir klon agar jumlahnya berlipat. Masing-masing satu orang bisa dikloning seratus kali lipat.Jika aku membawa seribu, jumlahnya akan bertambah menjadi seratus ribu. Itu jumlah yang cukup untuk memporakporandakan satu kota di perbatasan. Bukan hanya itu, batu sihir di baju zirah mereka juga terkoneksi dengan kekuatan sihirku agar stamina mereka tak surut dengan mudah. Setelah berkuda sejak dini hari, akhirnya kami sampai di perbatasan Keylion. Ribuan pasukan sudah menghadang dengan senjata dan alat tempur mereka.Hanya menunggu waktu hingga pasukan kami saling membentur kematian. "Tembak!" Sebuah bola api raksasa melesat dari benteng dan untungnya aku sudah mengantisipasi
Pada umumnya, masa duka hanya berlangsung satu sampai dua minggu. Namun, hingga satu bulan masa dukaku belum juga usai. Tak jarang aku mendengar gunjingan bahwa Raja Vainea berubah menjadi pendiam dan mulai gila.Berkat telingaku yang peka akibat kekuatan baru, aku juga bisa mendengar gunjingan para pelayan mengenai diriku.'Yang mulia raja sudah menjadi mayat hidup karena terlalu bersedih. Tubuhnya kurus dan pucat.''Yang mulia raja sedang dihukum akibat skandal yang membuatnya melanggar ritual.''Yang mulia raja mulai gila dan terus meminta pelayan untuk menyiapkan keperluan mendiang ratu yang telah tiada. Para pelayan diharuskan tetap menyediakan makan malam untuk ratu meski beliau tahu, makanan itu takan ada yang menyentuhnya.''Sungguh kasihan raja kami. Kekayaan dan kekuasaan seolah tak ada artinya tanpa ada yang mulia ratu di sisinya.'Ya, gunjingan-gunjingan itu memenuhi kepalaku, tapi aku enggan untuk merespons. Bagiku, mereka boleh berpendapat asal tak bersikap lancang di ha
____Serangan di Hari ke Lima Belas___ Aku berdiri di atas menara perbatasan untuk melihat langusng situasi dari kejauhan. Rupanya, pasukan yang dikerahkan Zora cukup banyak. Namun, wanita itu tak terlihat. Mungkin saja dia ada di barisan belakang.Aku menghela napas saat puluhan meriam tengah menembaki dinding untuk meruntuhkan benteng. Namun, nihil. Inilah alasan mengapa aku tak menggunakan meriam saat perang penaklukan, karena aku tahu takan bisa meruntuhkan dinding ini. Beruntung, aku berhasil mendapat pasokan bahan peledak dari Axylon. Kini sudah 15 hari aku berada di sini untuk memantau situasi, tapi rasanya seperti sia-sia. Kalau seperti ini terus, Vainea akan mengalami masa krisis yang parah. "Yang Mulia, utusan yang Anda kirim untuk menemui Ratu Zora tewas dibunuh," ujar Eleanor. "Tampaknya beliau enggan untuk melakukan negosiasi." "Tak kusangka rencanaku meleset jauh." Aku menarik napas sembari berpikir. "Berdasarkan karakternya, seharusnya ia akan menerima permintaanku un
Kabar skandal kami akhirnya tersebar setelah kunjunganku ke Keylion beberapa hari yang lalu. Ya, sesuai dugaanku sebelumnya.Aku senang karena rencanaku berhasil, tapi akibat dari berita skandal itu, masyarakat mulai mempertanyakan kesetiaanku. Bahkan ada yang melontarkan serapah atas pengkhianatan ritual yang mereka anggap suci.Juga, ada yang membanding-bandingkan kesetiaanku dengan mendiang ayah yang pernah menikah lagi dengan Putri Lucia dari Tryenthee karena politik. Namun, beliau tak menyentuh istri ke-duanya sama sekali demi menjaga ritual pernikahannya dengan ibu.Luna sangat bersabar dengan kabar yang beredar, terutama cemoohan para gadis yang iri atas kedudukannya.Sebenarnya aku sedikit tak terima atas cemoohan yang ditujukan padanya. Dalam hal ini, sepenuhnya adalah salahku, tapi ia ikut justru terkena imbasnya.Mungkin saat ini Zora juga mengira aku akan panik atas menyebarnya berita skandal ini. Namun, nyatanya tidak. Semua ini sudah termasuk bagian dari rencanaku walau
Aku terbangun dengan perih di sekujur tubuh. Perabot yang berantakan membuatku tersadar betapa gilanya kami memadu kasih semalam.Tubuhku dipenuhi cakaran dan gigitan Luna, serta serpihan beling yang sebagian masih menancap. Luna memekik sakit, ia pun terbangun seraya meringis. Tubuhnya dipenuhi luka lebam berbaur bekas cumbuan."Kau baik-baik saja?"Luna terdiam sejenak. "Ada beling di kakiku."Aku segera memeriksa telapak kakinya. Benar saja, satu lempengan runcing nan bening menancap di sana, disertai darah yang mengering.Luna memekik saat kucabut benda tajam itu. Kini darahnya kembali menetes, menambah bercak merah pada sprei yang sudah ternoda."Yang Mulia, sarapan sudah tersedia," ujar Vajira dari balik pintu."Kami akan menyusul!" sahutku. "Oh, Vajira. Tolong panggil tabib dan beberapa pelayan lain!""Baik, Yang Mulia," sahutnya.Aku memekik saat Luna menyabut salah satu beling di punggungku."Astaga, banyak sekali yang tertancap," gumamnya.Luna segera meraih ujung sprei dan
Aroma darah mengudara di medan perang nan suram. Aku bersimpuh di tengah ratusan mayat yang bergelimpangan, merengkuh sosok Luna yang tak bernyawa dengan kegelapan yang menyelimuti hati. Tangisan pilu menguasai diriku pada tangan yang ternoda, begitu menyesakkan dada. Angin berbisik. 'Hukuman telah dimulai' Aku membuka mata dengan tubuh mengerjap. Kudapati langit-langit kamar dengan peluh yang membasahi dahi. Sial, aku mimpi buruk lagi. Biasanya aku mimpi jika tidur malam, tapi anehnya ini terjadi saat tidur siang. Sudah ke tiga kali aku bermimpi hal serupa dan sampai sekarang, hubunganku dan Luna masih begitu dingin. "Anda baik-baik saja?" Aku teduduk saat Ezra bertanya. "Hanya mimpi buruk." "Awalnya saya hendak membangunkan Anda, tapi Anda sudah bangun lebih dulu," ujarnya. "Anda sangat gelisah dalam tidur Anda." Kutatap anak berusia sepuluh tahunan itu. "Bocah, tidak biasanya kau membangunkanku. Apa ada sesuatu yang sangat penting?" "Benar, Yang Mulia. Maaf jika saya tak sop
Katanya, pagi hari merupakan awal yang baru. Sepertinya itu benar. Ini awal baru dimana penderitaanku dimulai. Setelah ini hidupku akan dipenuhi kutukan dan hukuman. Juga, mungkin aku takan mendapat pengampunan.Semua para tamu dari berbagai kerajaan mulai berpamitan dan bersiap untuk pulang ke negara masing-masing, begitu pun denganku. Di antara puluhan penguasa, mungkin hanya aku yang tak memberi penghormatan terakhir pada tuan rumah."Padahal matahari begitu cerah, tapi kenapa aku merasa kedinginan di dekatmu?" sindir Raja Leon dengan nada bercanda, sementara aku tak merespons.Kemudian ia menatap putranya yang baru saja datang. "Kau juga terlihat muram, Hans.""Aku sedikit lelah," sahutnya ikut bergabung.Raja Leon menepuk bahu putranya yang tampak lesu, kemudian ia terdiam sejenak lalu menyeringai. "Kau semalam bercinta penuh semangat?"Raja Hans segera menepis tangan ayahnya dengan wajah malu. "Jangan sembarangan membaca pikiranku, Ayah."Sepertinya Zora memang memberi obat di m