-Bertengkar
Setelah pekerjaan rumah selesai, aku masuk ke dalam kamar dan membawa semangkuk bubur beserta teh hangat untuk Mas Azka, ku bangunkan ia dengan pelan. Terlihat sangat pucat wajah tampannya. "Makan dulu ya Mas, baru minum obat," pintaku lembut, Mas Azka tersenyum lalu mencoba untuk duduk dengan menyandarkan tubuhnya. Aku menyuapinya pelan, sedih rasanya hatiku melihat keadaannya seperti ini. Saat sakit pun keluarganya tak ada yang mencoba melihat dan bertanya kondisinya, padahal kami masih berada di atap yang sama. "Udah Dek, Mas mual," ucap Mas Azka lemah, ia menolak bubur yang akan ku suapkan lagi padanya. "Satu kali lagi ya Mas, Mas harus sehat! Kalau Mas sakit, yang jaga Ayra dan Dede siapa?" Mataku mulai berkaca, aku sedih bukan karena merasa lemah, tapi aku sedih karena merasakan penderitaan suamiku selama ini, terbayangkan bagaimana kondisinya ketika ia sakit saat masih belum menikah denganku. Kenapa keluarga ini tak pernah menganggapnya ada sama sekali. Setelah menyuapkan suapan terakhir, aku memberikannya teh hangat dan memintanya untuk meminum obat yang sudah ku beli di apotek saat aku membeli sayuran tadi pagi. "Istirahat lagi ya Mas, nggak usah bangun. Mas tidur aja," ucapku lembut, aku kembali meletakkan handuk basah di kepalanya, lalu membiarkannya tertidur. "Manja banget sih si Azka, makan aja pake di bawakan ke kamar segala. Biasanya juga sakit, bangun dan bikin makan sendiri." Lagi-lagi kak Lastri nyeletuk seenaknya. Aku melewatinya dengan cepat dan membawa mangkuk dan gelas untuk ku cuci, tapi alangkah terkejutnya aku ketika melihat wastafel tempat cuci piring sudah penuh dengan piring dan gelas bekas makan siang mereka sekeluarga, tak ada satu orangpun yang mencuci bekas piringnya. Hatiku sangat emosi dibuatnya, tapi aku beristighfar sekuat tenaga agar tak ku pecahkan semua piring kotor ini."Azka belum bangun juga Ra?" Ibu datang dan lagi-lagi menambah piring kotor di tumpukkan cucian piring mereka yang harus ku cuci. "Gak Ayra bolehin bangun, biar istirahat dulu. Biar cepat sehat dan bisa kerja lagi ngumpulin duit buat pindah rumah," jawabku sinis, karena hari ini emosiku sangat diuji oleh mereka sekeluarga. "Kamu tuh kalau ngomong yang sopan Ra," sahut Ayu yang datang dan memprotes caraku berbicara pada Ibu. "Emang selama ini kamu ngerti arti kata sopan?" tanyaku emosi, aku menatapnya tajam, dia hampir saja melayangkan tangannya dan ingin memukulku, tapi aku dengan sigap menahannya. "Jangan coba-coba sentuh aku dengan tangan malasmu ini! Karena kamu bakalan nyesel dan merutuki semuanya seumur hidupmu," kuhempaskan tangannya dengan kasar kemudian kulirik Ibu yang terdiam melihat perlawananku pada anak bungsunya. "Berani banget kamu ya! Heh sadar, posisimu disini itu apa," ucap Ayu tak terima, dan untuk beribu kalinya mereka lagi-lagi mengungkit masalah rumah ini, mengungkit tentang kami yang memang hanya numpang disini. "Tapi kami PENUMPANG yang tau diri kan?" Aku sudah selesai mencuci mangkuk dan gelas bekas suamiku. Lalu menatapnya dengan lantang. "Toh selama kami numpang, kerjaan rumah beres. Tagihan beres. Bahkan makan per hari pun beres. Aku rasa kalian gak dirugikan dengan adanya kami disini," jawabku tegas, aku melap tangan setelah selesai membilasnya dari sabun.Ibu memperhatikan gerakku yang tak melanjutkan cucian piring kotor yang bertumpuk, ia menahan tanganku. "Mau kemana kamu? Pekerjaanmu belum selesai," ucap Ibu, ia mencengkram tanganku dengan keras, namun dengan pelan menyingkirkan tangannya. "Ayra sudah selesai nyuci mangkuk dan gelas yang Ayra pakai, sisanya silahkan suruh anak gadis ibu yang mengerjakan. Ayra capek mau istirahat," jawabku datar, Ibu dan Ayu nampak tak percaya melihatku yang mulai melawan, mereka saling tatap dan Ayu mulai mengejarku. "Maksudmu apa Hah? itu kerjaan kamu, kenapa aku yang harus ngerjain?" Dia berteriak padaku. "Itu bekas piring siapa? Dan kenapa selalu jadi kerjaanku? Toh aku bukan babu! Kalaupun aku babu bukannya aku harusnya digaji ya? Tapi kenapa seolah-olah aku yang gaji kalian? Sorry ya. Mulai sekarang kita kerjakan semuanya masing-masing. Kalau kamu protes mulai bulan ini, kita hitung semua pengeluaran dan kita bagi dengan adil," jawabku angkuh, aku melewatinya dengan kasar dan masuk ke kamarku lalu menguncinya. Terdengar Ayu menyumpah dengan kasar sambil mengadu pada Ibunya, aku mengabaikannya dan memilih untuk memijit tangan suamiku yang saat ini sedang terlelap dalam tidurnya. ***"Sayang," ucap Mas Azka membangunkanku. Rupanya aku tertidur tepat di lengannya saat memijitnya tadi. Aku terkejut melihat jam sudah hampir maghrib, lumayan lama aku tertidur. Rasanya nyenyak sekali. Sudah lama aku tak pernah merasakan tidur siang senyaman ini. "Mas badannya gimana? Udah enakan?" tanyaku lembut, aku memegang dahinya dan memeriksa suhu tubuhnya. Dia mengangguk lemah."Apaan ngangguk-ngangguk, badan Mas aja masih panas," jawabku kesal, selalu saja merasa kuat padahal nyatanya lemah kaya emping yang kemasukan angin."Mas udah gak apa-apa sayang, makasih sudah ngerawat Mas ya," ucapnya lemah, terlihat ketulusan dari kata-katanya. Aku memeluknya erat. "Jangan ngomong gitu, sudah kewajiban Ayra ngerawat dan melayani Mas," jawabku sedih."Tapi baru kali ini, Mas merasakan bagaimana dirawat dengan tulus oleh orang yang disayang," jawab Mas Azka, ia mengelus rambutku lembut, membuatku jadi menangis dipelukannya. Dug.. dug.. dug.. Suara pintu digedor membuatku terkejut."Siapa lagi kalau bukan Ibu," batinku. Aku menyuruh Mas Azka untuk berbaring lagi, setelah meletakkan handuk basah di kepalanya, aku membuka pintu kamar dengan pelan. "Seharian nggak keluar! Cukup sudah ya Ayra! Hari ini kamu ngelawan dengan kurang ajar! Kalau kamu merasa sanggup hidup di luar sana, silahkan keluar dari rumah ini," ucap Ibu yang datang dengan emosi menggebu-gebu, sedikit kaget rasanya namun saat aku menoleh ke belakang Ibu, ternyata terlihat dua kompor yang sepertinya memercikan api pada ibu. Aku menarik nafas pelan, lalu tersenyum pada mereka. "Serius nih ngusir kami?" Aku melayangkan tatapan pada mereka satu persatu. "Gak nyesel? beneran?" Aku bertanya sambil mengejek mereka, lalu kembali masuk ke kamar dan mengambil beberapa bukti tagihan dan nota belanja yang selama ini memang ku simpan dengan rapi. Mas Azka menatapku bingung, namun aku tersenyum dan meyakinkannya bahwa semuanya baik-baik saja. "Liat nih berapa tagihan tiap bulan di rumah ini," ucapku santai sembari menyodorkan nota dan bukti pembayaran pada Kak Lastri. Dia tercengang melihat nota yang menunjukkan nominal lebih dari dua juta tiap bulan, belum nota sayuran, ikan, beras, dan bahan pokok lainnya yang memang sengaja ku pinta setiap aku membelinya. Aku tersenyum licik meninggalkan mereka yang terlihat bingung. Ku biarkan mereka diam mematung di depan kamarku, aku masuk dan kembali membasahi handuk yang kupakai untuk mengompres suamiku. "Sayang, maafin, Mas ya, karena, Mas, Ayra jadi selalu bermasalah sama keluarga di rumah ini," ucap Mas Azka sedih, ia menarik tanganku dan menciumnya dengan lembut. Aku hanya tersenyum. "Selama Ayra masih jadi istri, Mas, nggak akan Ayra biarin mereka ngehina, Mas. Nggak akan Ayra biarin mereka ngerendahin harga diri, Mas," ucapku yakin seraya menggenggam tangannya, aku tahu Mas Azka selama ini diam karena masih menghargai mereka yang membesarkannya walaupun tak sedikitpun kasih sayang ia dapatkan kecuali dari Ayah yang saat ini telah tiada. "Makasih, Sayang," ucapnya tulus, aku mengangguk dan kembali menyuruhnya untuk beristirahat."Cepat sembuh ya, Mas," pintaku penuh harap, Mas Azka tersenyum dan meng-aamiini doa ku.-Pindah Mas Azka sudah lebih baik sekarang, dia sudah bisa bangun dan akan berangkat bekerja. Aku menyiapkan sarapan untuk Mas Azka, membuatkannya kopi dan memasukkannya ke dalam termos kecil untuk dibawanya ke kantor nanti.Mas Azka memang pecinta kopi, dia memintaku untuk membuatkan kopi agar bisa diminumnya saat di kantor, padahal ada kantin disana, tapi katanya rasanya tetap tak sama apabila bukan aku yang membuatnya. "Mas berangkat dulu ya sayang," ucap Mas Azka, ia mengambil kunci motor dan segera keluar rumah. Ku ikuti ia dari belakang, tak lupa ku cium punggung tangannya, dan mendoakan setiap langkahnya. Semoga ia selalu di lindungi Allah,dan semoga Allah bukakan pintu rezeki seluas-luasnya untuknya.Aku menunggunya sampai tak terlihat lagi oleh pandanganku, setelah itu aku kembali ke dapur. Seperti biasa aku akan mengerjakan pekerjaan rumah, tapi kali ini ada sedikit enggan saat akan mengerjakannya. Terlebih saat aku melihat ditumpukan pakaian kotor ada pakaian Kak Lastri,
-Pengacau datang Seminggu sudah kami menempati rumah sederhana ini, walaupun tak begitu besar namun rumah ini sangat nyaman. Tak ada makian, tak ada pekerjaan berat yang menantiku di setiap pagi bahkan sepanjang hari seperti biasanya. Rumah kami bernuansa Biru dan pink. Biru adalah warna kesukaan Mas Azka, dan Pink jelas saja adalah warna kesukaanku. Dengan uang sisa gaji dan uang bonus dari Mas Azka yang ku tabung setiap bulannya, kami akhirnya bisa memenuhi semua bagian isi rumah. Aku membeli ranjang berukuran besar lengkap dengan rak kecil, lemari,meja rias dan bantal duduk yang ku susun rapi di dalam kamar. Rumahku surgaku, inilah yang saat ini ku rasakan. Semoga aman damai selalu seperti ini. Aku sudah mengabari keluarga tentang kepindahanku, tapi aku tak pernah sedikitpun menjelek-jelekkan atau memberitahu mereka tentang sikap buruk yang selalu aku dapatkan dari keluarga angkat suamiku. Biarlah aib itu ku tutupi dengan rapat. Karena bagaimanapun juga, mereka adalah keluarga y
-Dibentak Mas Azka Hari ini Mama dan papaku akan datang berkunjung ke rumah baru kami. Aku sangat bahagia dan langsung membeli beberapa bahan makanan yang akan aku olah untuk kusuguhkan pada mereka. "Mama sama papa jadi datang Dek?" tanya Mas Azka, ia memelukku dari belakang sambil menciumi pipiku gemas. "Jadi Mas, ini Ayra mau masak buat mereka," jawabku penuh semangat, Mas Azka mengangguk lalu membantuku mengupas bawang. Aku menoleh dan tersenyum padanya, dia memang sosok suami sempurna. "Beruntungnya Aku, dimiliki kamu…." lagu yang mewakili perasaanku saat ini. "Ayra mau masak apa emang?" tanya Mas Azka lagi, ia menaruh bawang yang sudah dikupasnya di mangkuk dan menyerahkannya padaku untuk ku potong-potong halus sebelum menumisnya."Mau bikin Ayam kecap sama udang asam manis Mas, terus bikin oseng kangkung juga. Papa kan suka," jawabku panjang lebar, aku tersenyum padanya, dia terdiam sejenak. Aku mengerti, dan tahu pasti dia memikirkan Ibunya. Ibunya juga sangat suka dengan
POV AZKA Hari ini Istriku terlihat sangat gembira, senyumnya sangat manis. Pipi dan perutnya yang makin besar membuatnya menjadi sangat menggemaskan.Mertuaku memang akan datang hari ini, Ayra sedang memasak makanan kesukaan Orang tuanya. Namun saat dia berkata oseng kangkung, aku jadi teringat pada Ibu. Ibu sangat menyukai oseng kangkung buatan Ayra. Ingin rasanya aku memintanya memasak lebih agar bisa ku bawakan pada Ibu, namun belum aku mengatakan apapun Ayra seperti sudah mengerti apa yang ingin aku katakan. Ayra menyuruhku mengantarkan masakannya untuk Ibu, dan juga menyuruhku memberikan uang pada Ibu. Masyaa Allah baiknya istriku ini. Aku pergi ke rumah Ibu mengendarai mobil dari kantor. Awalnya aku ingin memakai motor saja, namun karena harinya terlihat mendung Ayra memaksaku agar membawa mobil saja. Sesampainya di Rumah Ibu, Kak Lastri dan Ayu segera menghambur ke arahku. Mereka mulai membangga-banggakanku di depan para tetangga yang melihat kedatanganku. Sepertinya kenaik
-POV IBU Tepat dua puluh tiga tahun yang lalu, di hari ulang tahun pernikahanku yang ke empat belas, aku dengan bahagianya menyiapkan sebuah kue cake dan membeli jam tangan yang sangat diinginkan oleh suamiku selama ini. Suamiku akan pulang hari ini, saat ini dia masih dalam perjalanan bisnis ke luar kota. Aku menantikannya dengan hati yang berbunga-bunga. Hujan turun dengan derasnya, entah kenapa aku mulai merasa gelisah. Ku lihat jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam namun suamiku belum sampai juga, dan teleponnya pun tak bisa dihubungi. Tepat jam sebelas malam suara mobil terdengar, aku langsung berlari menuju pintu dan senyumku memudar ketika melihat seorang anak laki-laki yang saat ini sedang tertidur dan berada dalam gendongan suamiku. Aku menuntut penjelasan dari suamiku, namun ia menyuruhku diam agar tak membangunkan anak itu. "Bapak nemuin anak itu di warung kecil dekat jalanan Bu, kasian sendirian,kedinginan,kelaparan. Waktu Bapak tanya, dia bilang ditinggal sama Ibu
-Rencana Ayra Dua minggu sudah setelah kesalah pahamanku dan Mas Azka berakhir, hari-hari kami kembali seperti biasanya. Motorku sudah dikembalikan, sebagai gantinya aku menyanggupi biaya perbaikan motor Kak Lastri yang ternyata hanya Akinya yang ngedrop. Tapi ada satu hal yang mengganjal di hatiku. Beberapa hari ini Mas Azka sudah beberapa kali menarik uang di ATM, untuk apa uang itu? ATM Memang kadang dipegang oleh Mas Azka, namun sms banking terhubung dengan nomerku, sehingga aku tau berapa saja uang yang masuk dan keluar. Sebenarnya aku ingin bertanya, tapi takut membuatnya tersinggung. Jadi aku memilih untuk mencari tahu sendiri. Saat Mas Azka mandi, aku mengambil HPnya. Segera ku cek panggilan telepon dan WAnya, dan benar ternyata rata-rata dari Ibu, Kak Lastri dan Ayu. Mereka kembali menggerogoti suamiku. Tak bisa ku biarkan, aku aja gak pernah boros, kok bisa-bisanya mereka meminta uang dengan mudahnya. [Azka, Kakak boleh pinjem uang nggak? Ada keperluan yg harus kakak bay
-Masalah Kak Lastri -Ting Bunyi notifikasi Wa, aku membukanya dan ternyata dari Bu Rama. [Assalamualaikum Ra, gimana kabarnya? Udah berapa bulan Nak? Ibu kangen loh, kok lama nggak main kesini?]Aku segera membalas dengan senyum mengembang tentunya. [Waalaikumsalam, Alhamdulillah Ayra sehat. Ibu apa kabar? Sekarang debaynya udah masuk tujuh bulan Bu, Ayra juga kangen. Pengen main kesana tapi takut jadi masalah Bu.] Ada rasa sedih saat membalas pesan Bu Rama. [Minggu ini pengajian di rumah Ibu, Ayra datang ya, sekalian kita baca do'a buat kesehatan Ayra juga debaynya.]Terharu aku membaca Chat dari Bu Rama, beliau sangat baik bahkan beliau akan mendo'akan kesehatanku dan bayiku di acara pengajiannya. [Insya Allah Ayra datang Bu. Nanti Ayra kabarin ya Bu.][Iya sayang, Ibu tunggu ya.]Aku menutup layar ponselku berbarengan dengan terdengarnya suara mobil Mas Azka. "Assalamualaikum cantik," ucap Mas Azka mesra, ia memelukku yang menyambutnya di depan pintu. "Wa'alaikumussalam sa
-Fitnah Kak Lastri Mas Azka hari ini keluar kota karena harus menghadiri rapat di sana. Besok pengajian di rumah Bu Rama, dan artinya aku harus kesana sendirian. Terbersit ragu di hatiku, tapi tak mungkin aku melanggar janjiku pada Bu Rama.Bismillah aja lah, semoga semuanya baik-baik saja.[Sayang, Mas, sudah sampai di Balikpapan. Ayra dah makan belum? Susunya jangan lupa diminum ya, jangan kecapean. Love you]Mas Azka mengabariku bahwa dia sudah sampai di kota tujuannya. Aku tersenyum membaca pesan romantisnya, sepele tapi kata-kata seperti itu cukup membuatku berbunga-bunga. [Iya Mas, hati-hati disana. Jangan lupa makan, cepat pulang, Love you too.]Setelah membalas pesan Mas Azka, aku membaringkan tubuhku sebentar untuk beristirahat. Entah kenapa aku merasa gelisah. ~Ting Bunyi notifikasi Wa kembali mengusik tidurku. [Ra, gimana? Udah ada uangnya? Om Malik ngancem mau laporan ke Ibu. Sumpah aku bingung Ra.]Ya Allah belum selesai juga drama tentang uang pinjaman Kak Lastri,