“Maaf Sus, pasien di kamar ini dipindahkan ke ruangan mana ya?” tanya Sandi saat mengetahui bahwa Lastri dan Azka tak berada di ruang VIP tempat Lastri harusnya dirawat.“Ibu Lastri sedang menjalani operasi kedua Pak, dan saat ini beliau ada di ruang operasi lantai tiga rumah sakit,” jawab Perawat wanita yang kebetulan sedang lewat, Sandi mengucapkan terima kasih lalu segera menuju lift untuk mencari Azka yang ia yakin berada di sana.Pintu lift terbuka Sandi mempercepat langkahnya namun ia sangat terkejut melihat Azka yang sedang terlelap di pundak seorang wanita yang saat ini sedang menatap Azka dengan penuh cinta, Sandi meradang dan menghampiri mereka dengan amarah yang membuncah.“Bangun Ka!” teriak Sandi, membuat Azka dan Keisha terkejut.“Apa-apaan sih Ndi?” tanya Azka sedikit kesal, ia mengucek matanya yang memang masih terasa panas karena sangat mengantuk.“Kamu yang apa-apan?” sanggah Sandi sembari menatap tajam pada keduanya.“Maksud kamu apa Ndi?” tanya Azka yang mulai ikut
Ayra sudah di pindahkan di ruang perawatan VIP rumah sakit, dehidrasi yang dialaminya sungguh sangat berat sehingga agak sulit untuknya cepat pulih selain itu luka yang terdapat di tubuh Ayra juga memperburuk keadaannya.Ayu dan Sandi terus berada di sisi Ayra, mereka memendam kekesalan yang sama karena sudah seharian Azka tak kunjung datang padahal Ayu dan Sandi sudah mengirimkan banyak pesan untuknya.“Keterlaluan sekali Azka,” geram Sandi, Ayu yang mendengarnya juga ikut merasa marah.“Aku nggak ngerti otak Kak Azka dia taro di mana?” ucap Ayu menimpali.“Otaknya pindah ke dengkul Yank, sudah kebanyakan di cuci sama kedodolannya,” jawab Sandi sambil terus menatap kosong ke arah Ayra yang kini terbaring dengan lemah.“Kasian banget Kak Ayra,” ucap Ayu sedih.“Reyhan sama Aldi kasian kalau terlalu lama ditinggal Yank, apa aku hubungi saja keluarganya Kak Ayra?” tanya Ayu sambil menatap lurus pada suaminya.“Apa nggak nambah masalah kalau kita melibatkan mereka Yank?” tanya Sandi ragu
Sebelum Ayra di bawa ke rumah sakit.“Ajeng sudah keluar semenjak enam bulan yang lalu, bahkan kata petugas sipir tempat ia ditahan, Ajeng sudah sembuh dari penyakit menularnya,” ucap Aril yang merupakan kaki tangan Sandi dalam mencari informasi.“Apa kamu sudah menemukan informasi tentang siapa yang membantu perawatan dan mengeluarkannya dari tahanan?” tanya Sandi, terlihat ia mengerutkan keningnya karena sedang berpikir keras.“Sepertinya ia memiliki sedikit kekuasaan yang lebih besar dari kita sehingga agak sulit menembus info dari dalam, bahkan aku menawarkan uang yang lebih banyak tapi mereka tetap memilih menutup mulut dan tak mengatakan apa pun,” jawab Aril yang akhirnya diangguki oleh Sandi.‘Harusnya semua ini ku diskusikan bersama Azka, karena biar bagaimanapun jika aku dan Azka bekerja sama maka masalah yang kami lalui akan lebih cepat terselesaikan’ batin Sandi.***Sandi yang memang mencurigai gerak-gerik Keisha memilih untuk tak segera meninggalkan rumah sakit tepat sete
-Ayra dipindahkan “A, Ayra mau sama Mas Azka. Kenapa Ayra harus dipisahkan dari Mas Azka?” ucap Ayra, ia terus menangis di samping Rafi yang menemaninya dalam mobil ambulance.Ayra dipindahkan di rumah sakit pusat kota dekat dengan rumah Rafi, orang tua Ayra sengaja memindahkannya agar mempersulit pertemuan antara Ayra dan Azka.“Azka harus diberi pelajaran atas segala yang sudah dia lakukan padamu Ra,” jawab Rafi, ia memilih untuk tak menatap ke arah adik semata wayangnya karena ia tak tahan melihat kesedihan Ayra.“Tapi...”“Ibu jangan banyak pikiran dulu ya, lebih baik istirahat agar tenaganya tak terkuras dan bisa cepat pulih,” ucap perawat yang mendampingi mereka.Ayra hanya diam dan terus menangis dalam diam, Rafi sesekali menoleh pada Ayra dan menghela nafasnya pelan, karena ia juga merasakan kesedihan yang dirasakan adiknya itu.‘Maaf Ra, tapi ini adalah hal yang harus kami lakukan agar Azka tak melakukan perbuatan yang sama lagi nantinya’ batin Rafi.***“Umi, Umi di mana?”
-Azka mulai ragu.Dua hari berlalu, Ayra akhirnya sudah lebih sehat dan diperbolehkan keluar dari rumah sakit. Setelah sampai di rumah orang tuanya, Ayra langsung melepaskan rindunya pada Reyhan.“Maafin Umi ya sayang, Umi sudah ninggalin ade lama banget,” ucap Ayra menyesal, untung saja Ayra memang selalu memperhatikan kebutuhan putranya sehingga stok ASIPnya terpenuhi hingga satu minggu kedepan dan ia tak perlu mengkhawatirkan itu.“Ra, coba kamu lihat ini,” ucap Rafi, ia menunjukkan sebuah foto dimana terlihat Azka dan Keisha yang sedang duduk berdampingan di sebuah sofa yang terletak di sebelah ranjang Lastri.“Bukankah ini wanita yang dulu sempat mencari masalah padamu dan juga Azka, kenapa dia bisa kembali dekat dengan Azka? Apa sebenarnya tujuan Azka dan wanita ini?” tanya Ayah Ayra yang terlihat sudah semakin muak dengan menantunya itu.“Nggak ada tujuan atau masalah apa pun Pa, Keisha hanya membantu Kak Lastri saja,” ucap Ayra berusaha membela suaminya.“Jangan terus-terusan
-Selalu Salah. "Kamu tuh jangan penyakitan! Kalau kamu sakit terus yang mengurus rumah ini siapa?" bentak Ibu mertuaku, sakit rasanya setiap aku merasa tak enak badan, selalu saja Ibu mertuaku mencerca dengan kata makian yang memekakkan telinga.Aku hanya diam tak menanggapi, tak hanya satu atau dua kali. Mungkin sudah ribuan kali aku dicerca seperti ini. Siapa yang mau sakit? Siapa yang mau badan lemah tak berdaya? Aku memang dilahirkan dengan fisik lemah seperti ini, dan Aku tak meminta Mas Azka menikahiku, dia sendiri sudah diberi tahu oleh Orang Tuaku tentang semua kondisiku sebelum menikah. "Ngomong sama kamu tuh, kaya ngomong sama tembok tahu nggak," lanjut Ibu yang kemudian berlalu meninggalkanku sendirian di dapur, tentunya dengan cucian pakaian dan piring yang bertumpuk. Tak terasa air mataku mengalir begitu saja. Waktu aku belum menikah, tak pernah sedikitpun orang tuaku menyuruhku layaknya babu seperti yang dilakukan mertuaku kini. "Assalamualaikum." Terdengar suara Ma
-Gaji diambil Ibu Hari ini Mas Azka gajian, tadi malam aku sudah menghitung pengeluaran kami selama sebulan. Lumayan ada sisa untuk tambahan pembangunan rumah yang hampir selesai. -Ting Bunyi notifikasi WA masuk, aku membacanya dengan segera. ♡suamiku [Uangnya sudah masuk ke rekening Mas, mau Mas ambil langsung atau nanti aja sayang?]Aku tersenyum membaca pesan dari suamiku."Alhamdulillah," batinku. [Bayar air, listrik, sma Wifi aja sekalian Mas, terus sisanya diambil aja ya buat pegangan]Aku membalas pesan Mas Azka dengan penuh semangat. "AYRA!!! Angkat jemuran, kamu nggak lihat apa kalau ini mau hujan," teriak Ibu, aku segera menyimpan Hp dan berlari ke halaman belakang untuk mengangkat cucian yang sudah kujemur tadi pagi. "Kamu tuh ya nggak pernah becus, setiap hari harus di omelin terus! Punya mata kan ya? Hari mendung cucian langsung diangkat, jangan nunggu disuruh dulu," lanjut Ibu, ia kembali mengomel seperti biasanya. Aku memang harus serba bisa di matanya, namun se
-Kedatangan A Rafi. Hari ini aku berniat untuk melihat sampai mana perkembangan pembangunan rumah kami, aku bersiap dengan memakai setelan gamis dan hijab berwana Army. Setelah siap, aku mengambil tas selempang dan berjalan menuju pintu keluar rumah. "Mau kemana? Kerjaan kok keluyuran aja! Udah tahu kerjaan rumah banyak," ucap Ibu, membuat langkahku harus terhenti dengan ocehannya yang membuat kupingku kembali panas. "Mau keluar bentar Bu, Ayra ada urusan," sahutku, sambil mengenakan kaus kaki."Emangnya saya kasih kamu izin buat keluar?" Ibu kembali mengeluarkan nada sinisnya. "Ayra sudah izin sama Mas Azka bu," jawabku halus, kemudian mengambil sepatu dari rak di belakang pintu, dan bersiap akan keluar."Kan saya sudah bilang saya nggak izinin kamu keluar, ini rumah saya! Bukan rumah Azka! Kalau kamu mau keluar kamu izin sama saya bukan sama Azka." Kali ini suara Ibu mulai melengking, sampai membuat beberapa tetangga yang sedang belanja sayur pada Mang Usuf menoleh. Malu rasany