-Kekacauan dimulai lagi. Mas Azka berbaring di pangkuanku, selama dua tahun menikah baru hari ini aku merasakan hidupku sangat damai. Teringat ketika dulu tinggal dirumah Ibu, dari bangun pagi sampai tidur lagi pekerjaanku tak pernah selesai selalu ada saja yang diributkan. "AYRA, AZKA!" Suara teriakan di luar rumah membuatku dan Mas Azka berpandangan. Mas Azka bangun untuk melihat siapa yang datang, dan betapa terkejutnya kami ketika melihat Ibu, Kak Lastri, dan Ayu datang dengan membawa koper mereka masing-masing."Maaf ini ada apa ya? Kenapa kalian bawa koper segala?" Mas Azka menanyai mereka yang nampak acuh dan akan memasuki rumah kami, namun aku dengan sigap menarik pintu dan menghalangi mereka. "Maaf, suami saya yang merupakan tuan rumah disini sedang bertanya dan kami tak merasa memiliki tamu undangan hari ini." Aku memposisikan diriku di depan pintu agar mereka tak bisa melewatiku. "Minggir, saya mau masuk. Rumah ini sekarang akan menjadi kediaman kami juga," ucap Ibu, ia
-Mas Azka berubah.Aku bangun dengan perasaan tak bersemangat hari ini, membayangkan kegaduhan yang tadi malam terjadi di luar kamar membuatku menebak bagaimana keadaan rumahku sekarang. Aku membuka pintu kamar dengan pelan, dan ternyata apa yang terjadi lebih parah dari apa yang kubayangkan. Piring, gelas, dan mangkuk kotor masih berada di meja makan. Penggorengan bekas mereka memasak pun masih bertengger di kompor tak dibersihkan, baju kotor yang mereka kenakan waktu datang kesini sudah bertumpuk di keranjang cucian. Aku mengusap kasar wajahku, ingin rasanya saat ini aku berteriak sekeras-kerasnya. Hatiku sangat kesal rumahku yang bersih dan rapi kini dengan sekejap berubah menjadi kapal pecah berserakan dan yang membuatku semakin kesal adalah karena sang pembuat onar sedang tidur dengan nyenyaknya. Tapi aku tak ingin menjadi babu mereka lagi, ini rumahku dan ini istanaku. Bagaimana mungkin ratu diperlakukan layaknya pembantu di istana mereka sendiri. Aku tersenyum manis lalu mel
-Kedatangan Keluarga Ayra "Ayra yakin besok gak papa di rumah dengan para monster di luar?" Azka nampak ragu ketika akan pergi ke kantor, sebenarnya dia sangat enggan meninggalkan Ayra, namun rapat besok sangat penting dan dia harus menghadirinya tanpa bisa diwakilkan."Insyaa Allah nggak apa Mas, lagian mereka bukan kanibal kan?" Ayra berusaha meyakinkan Azka bahwa dia akan baik-baik saja, namun jauh di lubuk hatinya ia merasa sangat takut. "Ayra ikut Mas aja ke kantor ya? Mas cuma sebentar aja," pinta Azka, ia masih merasa tak tenang. "Mas nggak liat perut Ayra dah segede ini, capek Mas kalau kesana kesini. Ayra nggak apa kok, yakin deh! Kalau ada apa-apa Ayra janji langsung menghubungi Mas," jawab Ayra menangkup kedua pipi suaminya itu dan menciumnya dengan sayang. Azka mengalah dan mereka pun mulai tidur. Sementara di luar kamar, ketiga trio lampir sedang berdebat tentang siapa yang tidur di luar. Kipas angin yang berada di kamar mereka sudah dipindahkan oleh Azka ke gudang,
-Ajeng dilabrak. Ajeng sedang berada di rumah Ilham sepupunya, dia menceritakan segalanya pada Ilham dengan wajah memelas dan tangis yang tersedu-sedu mengharapkan iba. Ilham merasa sedih mendengar cerita Ajeng. Ia pun mengusap punggung Ajeng lembut. "Yang sabar ya Mbak, Aku nggak nyangka Azka bisa berbuat seperti itu sama Mbak dan anak-anak," ucap Ilham membuat Ajeng merasa berhasil memainkan triknya. "Surat tanahnya nggak usah Mbak gadai ke aku, uangnya nanti sore aku transfer ya." Ilham berpikir akan meminjamkan uang pada Ajeng karena merasa kasihan padanya. "Makasih ya Ham, Mbak janji kalau tanah yang di kota sudah laku Mbak pasti langsung bayar hutang Mbak ke kamu," ucap Ajeng sembari mengusap air mata buayanya. "Nggak usah dipikirin Mbak, kapan Mbak ada uang aja gantinya," jawab Ilham, ia tersenyum hangat pada Ajeng. Ting, bunyi notifikasi Wa masuk.[Sayang, kapan kita melepas rindu? Aku sudah menunggu di tempat biasa.]Senyum Ajeng mengembang, kekasihnya yang merupakan s
-Ayu hamil.Ajeng merasakan gemetar di seluruh tubuhnya, untuk pertama kalinya ia dibawa ke kantor polisi dengan kasus yang sangat memalukan. Ratih tak berhenti mencaci makinya, Pandi sangat lemah, ia hanya diam dan tak mampu mengatakan apa-apa sehingga Ajeng merasa semakin terpojokkan. Ketika diminta menghubungi keluarga untuk mendampingi, Ajeng bingung ingin menelpon siapa tak mungkin ia menelpon kedua putrinya, karena jika mereka tau maka mereka akan marah besar padanya. Pikiran Ajeng sangat kalut sampai ia tak sadar bahwa dia memanggil nomor Azka. Azka mengerutkan keningnya karena ia tau saat ini Ajeng sedang berada di Kantor polisi, lalu apa tujuan Ibu angkatnya itu menelpon? "Assalamualaikum," ucap Azka, ia akhirnya memilih untuk mengangkat bukan karena ia ingin, tapi karena ia penasaran. "Ka kamu harus bantu saya." Tanpa menjawab dan basa basi Ajeng langsung meminta, emm lebih tepatnya memerintahkan Azka untuk membantunya. "Maaf? Saya nggak salah dengar? Apa Ibu barusan me
-Romi menggila. Ajeng sudah buntu pikirannya, ia tak tau harus meminta tolong pada siapa,ia berkali-kali mengusap kasar wajahnya. "Ibu." panggilan dari seseorang yang sangat ia kenali mengalihkan pandangannya. Benar saja Ayu dan Lastri datang menemuinya, entah dari mana mereka tahu tentang keberadaannya saat ini. "Ini semua pasti ulah Azka" Ajeng membatin penuh marah. "Ibu kenapa bisa kayak gini sih?" tanya Ayu, ia nampak kesal namun juga khawatir pada Ajeng. "Kalian tau dari mana kalau Ibu ada disini?" tanya Ajeng, ia sengaja mengalihkan pembicaraan mereka. "Dari video yang sudah tersebar luas, Ibu bener-bener bikin malu," sahut Lastri ketus, ia merasa paling dirugikan dan malu karena ulah Ibunya itu."Kalau Ibu kalian tau malu, dia tak akan mungkin mengencani suami sahabatnya sendiri," ucap Ratih yang mendengar percakapan Ajeng dan kedua putrinya, mereka bertiga menoleh secara bersamaan, Ayu dan Lastri sangat mengenal Ratih, karena Ratih adalah sahabat Ajeng sejak lama. "Tak
-Ayra ….Mama, Papa dan Kakak Ayra datang dengan wajah yang sangat tegang mereka sangat khawatir terhadap kondisi Ayra. Mala mendekati Azka yang saat ini tertunduk lemah Azka merasa seolah-olah hidupnya telah hancur ia tak mampu menahan tangisnya. Mala mengusap pelan punggung menantunya sedangkan air matanya pun tak henti mengalir, ia berdo'a dalam hati tanpa henti agar Ayra selamat dan mampu melewati ini semua. Ayu menangis di ujung koridor ruangan, ia meratapi nasibnya yang sangat mengenaskan saat ini. Video viral Ibunya semakin banyak penontonnya, dan yang paling parah banyak netizen yang mengatakan bahwa Ibu dan anak sama-sama Menjual diri untuk kepuasan semata. Lastri datang tergopoh-gopoh mencari Ayu setelah mendapat telepon darinya. Lastri khawatir terhadap keadaan Ayu, dia belum mengetahui semuanya karena yang ia dengar dari telepon adalah Ayu ada di rumah sakit karena Ayra. Hatinya mendidih ia berpikir bahwa Ayra sudah mencelakakan adiknya. PLAK Lastri yang baru sampai me
-Ayra kembali Lastri menuju arah sebuah cafe di mana Romi menunggunya, saat dia baru keluar dari rumah sakit Romi menelponnya dan mengatakan ingin menemuinya.Lastri bergegas menyusulnya, dan ketika sampai ia melihat suaminya itu sedang terduduk lemas, ia pun menepikan motornya dan menghampiri Romi. "Mas, kamu ngapain disini?" tanya Lastri memegang pundak Romi. "Lastri …." Romi memeluknya dengan erat. Lastri kaget karena sudah lama sekali rasanya ia tak merasakan pelukan Romi. "Mas kenapa?" Lastri kembali menatap Romi dengan tatapan khawatir. "Hidupku hancur Dek, aku tau saat ini adikmu dan adik iparmu sedang gencar memfitnahku. Mereka sangat tak ingin aku kembali bersamamu," ucap Romi sembari menampilkan raut wajah sedihnya, membuat Lastri bingung. "Ini maksudnya gimana sih Mas?" tanya Lastri, ia semakin tak mengerti. "Aku datang ke rumah Azka dengan maksud mencarimu, aku ingin meminta maaf karena sudah mempermalukanmu di depan umum. Saat itu aku hanya sangat kesal pada keadaa