Aliya merasakan tubuhnya bergetar, keringat dingin itu sudah mengering dan tidak lagi bercucuran seperti sebelumnya. Suara alarm dari ponselnya berdering nyaring, namun lamat-lamat tertangkap oleh pendengaran Aliya. Tubuhnya sangat lelah, ia menarik napas dalam dan mengembus sangat perlahan demikian pula dengan kedua kelopak matanya. Tujuh jam telah berlalu. Aliya sungguh merasakan seluruh tubuhnya begitu kelelahan, hampir tidak bertenaga lagi, hingga ia terjatuh ke belakang dengan napas agak tersengal. Melakukan posisi duduk bersila, tidak pernah berhasil ia lakukan lebih dari satu jam. Namun, hari ini ia baru saja melakukan duduk bersila dengan kaki melipat di atas paha, selama tujuh jam! Konsentrasi dan melakukan fokus pikiran, benar-benar di luar pemikiran Aliya selama ini-- terasa seperti tubuh telah mengalami benturan kecelakaan. Ringsek, lemas, nyeri seluruh sendi-- dan entah apa lagi kata yang bisa menggambarkan dengan tepat kondisi tubuh yang saat ini ia rasakan. Bagaim
Suara gemuruh angin terdengar. Dedaunan dan kerikil di area sekitar beterbangan dan berputar, terbawa arus pusaran angin. Getaran di tanah terasa kian membesar, nyaris membuat retakan panjang yang bisa meruntuhkan segala sesuatu yang berdiri di atas tanah. Namun area tempat Dean, Agni dan Terry berdiri, tetap utuh. “Om!” Agni berseru lantang ketika kepalanya mendongak ke atas dan melihat titik hitam yang kian membesar. Setelah sebelumnya Terry mengikuti petunjuk Dean dan mengerahkan kemampuannya yang tertutup selama ini dan bahkan tidak Terry sendiri sadari, yakni menemukan di mana titik Lubang Hitam aneh itu akan muncul. “Sir!” Kali ini Terry berseru, saat melihat Lubang hitam itu kian membesar disertai suara gemuruh dan juga angin yang bertiup kencang di sekeliling mereka. “Agni.” Pemuda Api itu segera mendekati Dean dan berdiri tepat di samping kiri Dean. “Kau siap?” Agni mengangguk. “Siap Om.” “Saya akan masuk sekarang,” ucap Dean pada Agni lalu menepuk pundak Agni, me
"Apa yang terjadi?!" Agni berseru panik. Kedua matanya terpatri pada Lubang Hitam yang sedetik lalu mengeluarkan bunyi ledakan nyaring. Terry tidak kalah panik. "We must take them out!!" (Kita harus mengeluarkan mereka!!) "Gue tau!! Tapi gimana caranya! Om minta gue standby di sini untuk leading mereka keluar!" Terry terdiam. Dadanya berdebar, sama dengan Agni, kedua matanya juga tak kunjung lepas dari Lubang Hitam itu. Ia panik dan ingin masuk untuk membantu Dean keluar dari sana. Namun bagaimana caranya? Dan Agni benar, ia pun mendengar dan mengetahui dengan jelas, bahwa Agni bertugas diam di bawah sini, untuk menjadi mercusuar bagi Dean saat akan keluar dari Lubang Hitam itu. Terry bisa saja melempar Agni masuk ke Lubang Hitam yang masih membuka itu, dan kemudian membuat dirinya sendiri juga masuk ke sana. Karena dia seorang elemen Angin. Tapi jika mereka semua berada di dalam dan tersesat di sana, bagaimana mereka akan keluar? Bukankah dirinya dan juga Agni hanya akan m
Baru saja Agni selesai dengan pemikirannya, Lubang hitam itu membesar. “What the heck!!” umpat Terry. Matanya yang membelalak dipenuhi kecemasan yang kian intens. Dengan kian membesarnya Lubang Hitam itu, akan membuat makhluk raksasa itu lebih mudah keluar. Mereka berdua tidak butuh Lubang Hitam itu membesar. Ukuran sebelumnya masih cukup bagi Dean dan Elang keluar dari sana! Terdengar gemuruh lagi. Kali ini samar dan berasal dari dalam Lubang Hitam tersebut. Dua sosok yang saling merapat, terlihat meluncur keluar. “Om!!” Agni berseru girang saat ia melihat sosok itu adalah Dean yang mendekap kuat Elang dan melayang cepat dari dalam lubang. Namun… Jemari raksasa itu bergerak, berusaha menangkap Dean dengan Elang dalam rangkulannya. “No.. No…” Agni bergerak maju dengan tatapan terpancang pada adegan di atas sana. Dean yang berusaha menghindari dan jemari raksasa itu yang berusaha menggapai dan menangkap Dean dan Elang. Sekujur tubuh Agni menegang melihat pemandangan menguras a
Saat itu Matteo tengah mengikuti rapat dewan direksi.Meskipun bukan menjabat sebagai salah satu direktur dan ‘hanya’ seorang manajer, namun Matteo tetap diundang untuk mengikuti rapat para petinggi Starlight Corp.Hal ini jelas dilakukan oleh Direktur Utama, karena mengetahui posisi Matteo yang sejatinya lebih penting dari Direktur Utama sendiri.Sebagai tangan kanan pemilik perusahaan, Matteo tentu menjadi sosok yang paling disegani dan dihormati dalam perusahaan oleh para petinggi tersebut.Satu bunyi ‘beep’ nyaring, memecah keseriusan di dalam ruangan.Mendengar bunyi yang tidak biasanya, Matteo segera mengeluarkan ponsel dan berdiri lalu meninggalkan ruangan rapat yang sedang dipimpin Direktur Utama.Tidak ada yang menegur Matteo, karena mereka yang ada dalam ruangan adalah pejabat tinggi yang tentu saja tahu, ketika Matteo menerima telepon di saat rapat penting seperti ini, artinya hanya satu. Pemilik perusahaan
Agni menyeka peluh yang mengalir dari pelipisnya.Ia menoleh pada Terry yang duduk bersila di sisinya. “Gimana Ter? Lu dah dapat petunjuk?”Pemuda berdarah Jerman itu membuka mata lalu bergumam ragu. “I guess… I think… We have to go to Africa.” (Saya rasa… saya pikir… kita harus ke Afrika)“What??” Kedua mata Agni membesar. “Lu kagak bercanda pan?”Terry menatap bingung Agni.“You’re not kidding, rite?” Agni meralat kalimatnya menjadi kalimat yang lebih bisa dipahami Terry. Terry menggeleng buru-buru. “I dare not do such a thing!” (Saya tidak berani bercanda soal itu!)“Dear God!” Agni mengembus napas kasar. “Italia ke Afrika butuh waktu lama!”“Tujuh belas sampai sembilan belas jam penerbangan,” lirih Terry.Setelah terdiam beberapa detik, Agni mengeluarkan ponsel untuk melakukan panggilan pada Nawidi.“Bang,” Agni menyapa. “Terry dapat petunjuk ke arah Afrika. Gimana?”Agni terlihat menyimak serius. Kemudian ia menganggukkan kepalanya. “Ok Bang.”Pemuda Api Penjaga Inti Aliya itu pu
“Dean?” Nawidi langsung menjawab panggilan yang masuk dari nomor Dean itu.‘Mr. Nawidi, I am Matteo Odhiambo. Saya teman Dean. Dean ada di Asmara, Eritrea. I will send the location to you.’ (Tuan Nawidi, saya Matteo Odhiambo. Saya akan mengirim lokasinya pada Anda.)Nawidi terdiam dengan alis menurun. “Mr. Odhiambo, thank you for informing me this. And you chose me?” (Tuan Odhiambo, terima kasih telah menginformasikan saya hal ini. Dan Anda memilih mengontak saya?)‘Oh, I found your number in his list dan juga kontak Nyonya Aliya. Saya memilih Anda, Mr Nawidi.’Nawidi mengangguk puas. Kalimat yang ia lontarkan sebelumnya adalah kalimat pancingan.Alasan yang harus ia dapatkan dan dengar dari Matteo, mengapa Matteo memilih mengontak dirinya dari beberapa kontak dalam ponsel Dean.Jawaban Matteo akan menjadi penentu apakah Matteo memang layak dipercaya Nawidi, atau sebaliknya.Dan tampaknya Matteo memang benar teman Dean dan mengenal dengan baik Dean. Ia dengan cukup tahu diri, tidak men
Ini adalah hari ketiga setelah Aliya mengetahui Elang dan Dean ditempatkan di tempat khusus untuk mendapatkan perawatan.Namun Nawidi sama sekali belum mengabari dirinya atau bahkan mengatakan melalui Agni dirinya sudah bisa menjenguk Elang.Aliya benar-benar gelisah.“Moony..” Terdengar suara Agni menegur Aliya.Aliya menoleh dan melihat Agni yang berdiri di depannya, menghalangi pandangan Aliya dari televisi besar di belakang Agni.“Kok melamun?” Agni lalu bergerak mendekat dan duduk di sisi Aliya.“Kau baru datang?”Agni mengangguk.“Iyad dan Guntur sudah balik?” tanya Aliya lagi sambil menoleh ke arah pintu pembatas ke halaman belakang.“Belum,” geleng Agni. “Tadi mereka bilang sempet ke dalam, tapi Moony keliatan lagi serius, jadi mereka kagak berani pada ganggu. Makanya nunggu di gazebo belakang lagi.”“Oh ya ampun.” Aliya langsung berdiri dan bergegas menuju halaman belakang.“Mas Gun! Yad!” serunya memanggil kedua teman elemen yang tampak asyik duduk bersila di gazebo.Kedua pe
Teaser untuk S3 RATU BUMI: KELAHIRAN SANG PEWARIS(Entah kapan akan dibuat S3-nya. Tapi Author ingin berikan ini sebagai ekstra saja untuk kalian. Thanks to you all!!)Seorang wanita tengah berada di depan laptop. Sebuah kacamata berbentuk persegi dengan bingkai berwarna biru bertengger di pangkal hidungnya.Terdengar suara tuts pada keyboard yang ditekan cukup keras dan cepat.“Selesai!!” seru wanita itu dengan bibir tersungging senyum yang begitu lebar.Matanya sekali lagi menatap lekat pada layar laptop miliknya. Seolah puas dengan apa yang ia baca, ia mengangguk dan tersenyum lagi.“Mantap memang. Si gue menggambarkan tokohnya begitu nyata. Cakep banget ini. Epik,” ujarnya sambil terus mengangguk-angguk kan kepala. Tiada henti ia memuji dirinya sendiri.“Mungkin karena aku pake namaku sendiri buat tokoh cewek, ini bener-bener terasa seperti kejadian nyata. Tapi kan itu emang tujuanku..”“Sepertinya aku bener-bener jenius… Beberapa potong mimpi ku, bisa kujadikan rangkaian cerita se
Suatu hari di bulan September 2023.Aliya menggeliat lalu mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia merentangkan kedua tangannya dan menguap.Kepalanya menengok ke kiri. Sisi itu kosong.Ia lalu menengadah, melihat ke arah jam dinding dalam kamar itu. 7:15.Aliya kemudian turun dari ranjang-nya. Ia kenakan sandal rumah berbahan kain dengan bordiran inisial A pada bagian tutup kakinya.Dengan langkah malas ia keluar kamar. Kepalanya berputar mencari.Hari itu, setelah ia tadi shalat subuh, ia tertidur kembali, karena semalam ia begadang menyelesaikan pekerjaannya hingga jam 2 dini hari.Kaki Aliya terus melangkah. Kini hidungnya mencium harum masakan berasal dari dapur. Ia pun mengarahkan kakinya ke arah sumber aroma tersebut.Ia terhenti di ambang pintu dapur. Bibirnya tersenyum. Matanya menatap ke depan dengan sorot penuh kasih.Tubuh jangkung dengan masih menggunakan set piyama tidur bermotif salur itu, masih asyik melakukan sesuatu di depan kompor.“Sudah bangun, rupanya…” kata pemilik
Dean menyetir mobil Jeep Cherokee Trackhawk yang terbuka dengan santai, menikmati embusan angin yang hangat di wajahnya sementara Aliya di sampingnya tampak takjub memandangi pemandangan di sekeliling mereka.Sekitar lima belas menit lalu, Aliya dan Dean tiba di Amboseli Airtrip di dalam Taman Nasional Amboseli.Taman Nasional Amboseli ini terletak di selatan Kenya, tepatnya di Kabupaten Kajiado, dekat perbatasan Kenya dengan Tanzania.Taman ini berada sekitar 240 kilometer sebelah tenggara Nairobi, ibu kota Kenya, dan terletak di bawah bayang-bayang Gunung Kilimanjaro yang megah di Tanzania, yang memberikan latar belakang yang ikonik dan terkenal di taman ini.Amboseli terkenal dengan populasi gajah besarnya, serta pemandangan sabana yang menakjubkan.Dean sengaja membawa Aliya ke tempat favorit-nya ini, untuk memberikan pengalaman baru bagi Aliya.Dengan helikopter, mereka terbang sekitar 40 menit dari helipad di atas gedung kantor cabang Starlight Corp di Nairobi menuju Kajiado. Se
Aliya paham, yang dimaksud orang Elemen Air itu adalah Elang. Namun yang tidak ia paham, mengapa ia menangkap gestur kemarahan dari sosok Syauqi? Apakah Syauqi dan Elang pernah bertemu sebelumnya?Ini belum waktunya Aliya bertanya lebih jauh tentang itu. Jadi ia kemudian hanya mengalihkan pertanyaan pada hal lain.“Bukankah yang kudengar, bahwa Realm adalah keluarga yang memang bermukim di Tanah Air. Tapi--” Ucapan Aliya terhenti.Syauqi tertawa kecil. “Anda bingung karena saya berwajah campuran di luar Indonesia?”“Ya, jujur aku bingung.” Mau tak mau Aliya pun tertawa kecil.“Nenek saya sedikit memberontak, Madam.”“Eh?”Syauqi terkekeh. “Nenek saya kabur dari Indonesia dan menikah dengan orang Jepang. Lalu ibu saya lahir dan kemudian menikah dengan orang Amerika. Lalu lahirlah saya.”Pria berwajah elok itu menjeda diri sesaat. “Saat saya berumur lima tahun, ibu saya membawa saya kembali ke kakek buyut. Tetua Realm Api dan mengembalikan saya. Kata ibu saya, itu wasiat nenek saya sebel
Aliya bersandar di sofa lounge hotel yang nyaman, menatap tenang pada makanan di depannya.Ia mencoba hidangan khas Nairobi: Nyama Choma, potongan daging panggang yang gurih dan kaya rempah, ditemani dengan kachumbari—salad segar dari tomat, bawang, dan cabai.Rasa pedas dan segar dari kachumbari melengkapi cita rasa daging yang hangat, membuat Aliya semakin larut dalam suasana santai sambil menunggu Dean yang tengah dalam rapat mendadak di ballroom hotel.Saat kunyahan terakhir, Aliya teringat percakapannya tadi dengan Matteo, yang penuh dengan dukungan.Matteo, sahabat Dean itu, mengungkapkan ketulusan hati ketika mengetahui Aliya bersama Dean."Aku sangat bahagia, Nyonya.”“Please, panggil Aliya saja, Matteo.”Matteo tersenyum sumringah. “Baiklah.. Ya.. aku benar-benar merasa bahagia.”“Aku bisa lihat itu. Sejak pertama kita bertemu, wajahmu berseri-seri terus,” Aliya tersenyum lebar.“Ini bukan tentang diriku, Nyonya. Melihatmu akhirnya bersama Dean... itu sungguh yang selama ini
Tak berapa lama limousine yang ditumpangi Dean dan Aliya tiba di satu hotel yang tampak megah.Beberapa greeter dan bellboy tampak menyambut ramah dan penuh hormat saat Aliya dan Dean yang dipimpin Matteo, memasuki area hotel.Dean terlihat sedikit menaikkan alis—tampak berpikir sesuatu, namun tetap dengan santai mengikuti langkah Matteo yang terlihat bersemangat berbicara dengan Aliya.Aliya melangkah masuk ke dalam suite mewah di Helshington Nairobi, tak dapat menahan gumaman kagum yang meluncur pelan.Matanya menyusuri setiap sudut ruangan—sebuah suite yang luas dengan desain butik berkelas, bercampur sentuhan klasik yang elegan.Dindingnya dihiasi karya seni khas Afrika, menambah sentuhan eksotis pada ruangan yang megah namun tetap hangat.Lampu-lampu gantung dari kristal menghiasi langit-langit tinggi, sementara lantai kayu yang mengilap mencerminkan pantulan cahaya lembut dari lampu yang dipasang dengan artistik.Di satu sisi, ada balkon pribadi yang menghadap ke pemandangan perb
Gedung kantor cabang Starlight Corp di Nairobi terlihat lebih sibuk dari biasanya.Para karyawan berjalan cepat, membawa berkas-berkas dan peralatan, memastikan setiap detail tertata sempurna untuk menyambut kedatangan CEO mereka, yang nyaris tidak pernah terlihat.Lobi utama yang biasanya hanya dihiasi dengan dekorasi sederhana kini terlihat sedikit berbeda. Tanaman hijau segar diletakkan di beberapa sudut, meja resepsionis dibersihkan hingga berkilau, dan tim keamanan memeriksa ulang setiap titik untuk memastikan semuanya sesuai standar.Di tengah kesibukan tersebut, Direktur cabang melangkah mendekati Matteo, manajer yang selalu tenang di tengah hiruk-pikuk persiapan ini.Dengan ragu, Direktur bertanya, "Mr. Odhiambo, apa benar tidak masalah jika kita melakukan persiapan seperti ini?"Sang Direktur masih teringat akan sikap sang CEO yang cenderung rendah hati dan tidak suka dengan seremoni berlebihan.Pernah sekali waktu saat ia pertama kali menjabat sebagai direktur cabang, ketika
Aliya duduk sendirian di dalam kabin jet pribadi Gulf Stream yang melaju anggun di atas awan menuju Kenya.Interior jet ini tampak begitu mewah dan nyaman, didesain dengan kursi kulit lembut berwarna krem yang berpadu dengan elemen kayu mahoni gelap.Cahaya matahari senja yang masuk dari jendela memberikan kilau hangat ke dalam kabin, menciptakan suasana tenang yang menyelimuti perjalanan mereka.Aliya menatap keluar jendela, melihat hamparan langit oranye keemasan yang seakan tak berujung, membiarkan pikirannya melayang.Bayangan pertama kali ia melihat pesawat ini, dengan logo Starlight Corp di badan jet, memenuhi benaknya.Kata-kata Agung kembali terngiang di kepalanya, bagaimana Dean memilih nama Starlight, terinspirasi dari panggilan kesayangan yang ia berikan padanya setelah pertama kali melihat Aliya dalam mimpi.Ketika ia iseng berselancar di dunia maya, ia mendapati bahwa Starlight Corp adalah korporasi besar yang dikagumi dunia. Selain Starlight Corp dikenal dengan kebijakan
Dean tersedak lalu terbatuk.“Prrrfffffftttttt.” Agni sukses menyemburkan nasi yang baru saja ia suapkan ke dalam mulutnya.Bi Titin menahan tawa. Ia mengacungkan jempol pada Aliya, lalu melenggang santai kembali ke dapur.Hening.Aliya melotot ke arah Agni.“Jorok, ih!” Aliya menepukkan tangannya ke beberapa nasi semburan Agni yang mampir dan bertengger di bajunya.“So-sorry Moony!” Agni bergegas bangun dan meraih beberapa lembar tissue dan menghampiri Aliya. Tangannya mengelap tangan Aliya.Saat tangan Agni akan berpindah ke bagian baju di bawah dagu Aliya, tangan Dean telah memegang tangan Agni.“Biar saya saja,” kata Dean singkat.Agni memanyunkan mulutnya. “Lu sih, Om…” Lalu kembali ke tempat duduknya dan membersihkan sisa-sisa nasi yang berhamburan di meja sambil nyengir.Dengan menggaruk kepalanya yang tak gatal, Agni mengambil piring makannya dan memutuskan segera menyingkir dari ruang makan, untuk memberi keleluasaan bagi pasangan itu.“Gue pindah ah. Ini obrolannya udah dua