Ketika kepulan debu tanah mereda, tampak kedua laki-laki paruh baya yang masih berdiri namun terengah-engah.
Kaos mereka robek di beberapa bagian dengan bekas serupa percikan-percikan api. Meski percikan tersebut langsung bisa mereka padamkan, keringat keduanya mengalir deras.
Sementara Agni masih berdiri tegak tanpa jejak lelah berlebihan, meski raut wajahnya tampak memerah marah, seperti ingin memakan hidup-hidup lawan di hadapannya.
“Siapapun yang berpikir sesuatu tentang Ratu kami, pantas mati!!” seru Agni tertahan kemudian dia menghentakkan kedua tangannya ke bawah dengan kumpulan energi jauh lebih besar dari kelima pukulan sebelumnya.
Agni kemudian melepaskan pukulan tersebut ke arah kedua penyusup paruh baya itu.
“Onu!!” Kali ini pemuda penyusup yang berusia 26 tahunan itu berseru lalu bergegas menghampiri kedua laki-laki paruh baya yang di ambang pukulan maut Agni.
Pemuda berambut emas itu lalu mengeluarkan en
Kemudian kelebatan dua sosok tersebut telah berubah, berganti menjadi bola api besar yang membungkus mereka.‘Ini pertarungan dua api yang super keren!’ Iyad menatap penuh takjub kedahsyatan gelombang energi yang terasa dari tempat ia berdiri.Meskipun ini bukan pertama kali Iyad melihat pertempuran Agni, namun ia tetap terkagum. Siapa menyangka, pemuda yang biasa bertingkah tengil dan sembrono itu, kian hari kian bertambah kuat.Dirinya juga seorang api, meskipun usia Iyad lebih tua dari Agni, namun secara kekuatan dan keterampilan, ia masih jauh di bawah Agni.Agni memang pantas menjadi Penjaga Inti bagi Ratu Bumi mereka.Api yang membara. Siapapun seharusnya menyesal telah bermain-main dengannya.Terutama jika menyinggung tentang Ratu mereka. Agni-lah elemen yang paling cepat tersulut ketika musuh mengincar dan mengganggu ketenangan Ratu mereka.Ketika Agni mengerahkan energi tempurnya dengan serius, Agni tampa
“Om…” panggil Agni kepada Dean. “Aliya?” tanya Dean begitu Agni hanya berjarak setengah meter darinya. “Sudah kita kawal tadi sampai rumahnya, Om,” jawab Agni. “Setelahnya kita langsung ke sini.” “Guntur di sana untuk temani Aliya dulu sampai kita selesai,” imbuh Iyad. “Kang Nawidi juga masih di sana.” Dean mengangguk. Tentu dirinya cukup tenang mendengar bahwa Nawidi ada bersama Aliya saat ini. Nawidi berada pada Level dan Tingkat yang sama dengan dirinya. Untuk saat ini, di sini --selain Elang sendiri, tidak ada yang bisa menandingi Dean dan Nawidi. “Mereka orang Estonia, bukan Om?” tanya Agni lalu berbalik menatap ke arah bekas lubang tadi. “Sepertinya begitu.” “Mereka bodoh atau apa?” Agni mendengkus. “Mereka pikir bisa sesukanya hanya karena Bang Water kagak ada di sini?” Bang Water yang dimaksud Agni adalah Elang yang memang seorang elemen Air. “Mereka juga ngira kita semua terluka parah,” Iyad ikut menambahkan. Dean terdiam. Lalu menarik jemarinya seolah menggapai s
Aliya menggigit bibirnya. “I know,” lirihnya. “Tapi aku cemas…”Dean tersenyum lalu menyandarkan tubuhnya.“Apa kau terluka?” Aliya bertanya setelah menatap Dean beberapa saat. Mencoba memindai diri Dean yang ia tahu, baru saja mendapatkan pukulan sebelumnya.Namun sebelum Dean menanggapi, Agni lebih dulu bereaksi dengan menunjukkan kaos lengan kirinya yang robek. “Gue, Moony… Gue…”Aliya menoleh ke arah lengan yang disodorkan Agni. Tangannya lantas terangkat menyibak bekas sobekan di kaos bagian lengan Agni.“Sakit?” tanya Aliya hati-hati sambil menyentuh bekas goresan panjang yang ada di balik kaos itu.“Sakiiit…” rengek Agni dengan muka dibuat memelas.“Jiaaaahhhhh!” suara Agung terdengar keras saat masuk ke ruangan itu. Iyad mengikuti di belakang. “Lebay banget kamu dah!”“Iyeee lebay tingkat dew
Dean terkekeh.Pria bermata hazel itu lalu mengulurkan tangannya pada Aliya. “Periksalah sendiri, jika kau masih belum percaya.”Dean tahu ia akan menemui jalan buntu tentang ini. Sehingga ia akan membiarkan Aliya mencari tahu dengan caranya sendiri.Aliya meraih tangan yang terulur padanya. Namun alih-alih memegang denyut nadi Dean, Aliya malah menggenggam tangan Dean.Dean tersentak kaget dan spontan hendak menarik tangannya, namun Aliya mempererat genggamannya. Aliya bahkan menggunakan tangan satunya lagi untuk menangkup tangan Dean.Dean merunduk, melihat tangannya yang di genggam Aliya. Tangan Aliya terasa mungil dan hangat di telapak tangan Dean yang besar. Sejurus kemudian debaran jantung Dean terasa berpacu lebih cepat.Dean mengangkat kepala kembali dan mendapati Aliya tengah menatapnya.Tatapan itu tidak intens, namun cukup untuk mengacaukan fokus Dean.Ditambah dengan genggaman kuat tangan Aliya pada tang
Aliya tertegun. Senyum yang semula terkembang lebar, seketika lenyap. Pria tampan di depan Aliya itu pun tak kalah tersentak. “Maaf..” “Maaf,” ujar Aliya bersamaan dengan Dean. “Maksudku, aku…” “Aku yang minta maaf, Dean. Aku terlalu tidak peka,” potong Aliya cepat. “Aku pulang dulu. Maaf sekali lagi,” Aliya segera membalikkan badannya. Dean masih tertegun. Sesaat kemudian spontan tangan kanan Dean meraih pergelangan tangan Aliya. “Al..” Aliya menghentikan langkahnya. Ia menoleh ke arah Dean, lalu ke pergelangan tangan yang digenggam Dean. Dean dengan cepat melepaskan pegangannya. “Maaf, Aliya,” ujar Dean. “Aku yang akan mengantarmu sekarang. Tunggu sebentar.” Tanpa menunggu jawaban Aliya, Dean berbalik menuju kamarnya kembali. Di dalam kamar, Dean bersandar di pintu yang telah ia tutup. Ia mengembuskan napas panjang. Sejenak ia pejamkan matanya. ‘Ah bodohnya. Mengapa sampai l
Dengan membonceng Aliya, Dean melajukan motornya dengan kecepatan sedang.Matahari telah mulai jatuh ke Barat, mulai membias langit hingga berwarna jingga keemasan. Sementara Aliya yang berada di belakang Dean, diam menatap punggung Dean.Kedua tangannya bertahan memegang lututnya.Sebenarnya ada perasaan takut, saat Dean membelokkan motornya. Bagaimana tidak, jalanan di wilayah Lembang ini berbelok-belok dan banyak turunan serta tanjakan.Terutama wilayah Cikahuripan ini. Ada beberapa turunan yang terbilang curam dan cukup licin.Meski Dean tidak melaju kencang dan berbelok hati-hati, Aliya tidak terlalu terbiasa dengan motor besar dan cukup tinggi itu dibanding motor berjenis matic biasa.Sekalipun sebelumnya ia pernah membonceng di atas motor sport ini, ia selalu melingkarkan kedua tangannya pada pinggang Elang dan mendekap Elang erat-erat, sehingga ia merasa aman, meskipun Elang berbelok tajam.Atau saat dengan Agni di motor sport
Dean lalu menoleh pada Agung. “Gung, apa kau sudah amankan senjata yang hampir melukai Agni dari celana saya?”Agung memandang Dean dan mengatupkan bibirnya. Kepalanya lalu mengangguk pelan. “Sudah kang.”“I found a kind of dagger in your trousers’ pocket, Sir. Then I gave it back to Agung,” sanggah Terry. (Saya menemukan semacam belati di dalam saku celanamu, Tuan. Dan saya kembalikan ke Agung)Agung melirik kesal pada Terry.Dean menghela napas lalu bertanya pada Agung lagi. “Dimana sekarang benda itu, Gung?”“Ada kang. Di kamar akang, di laci meja,” jawab Agung.Sesaat memandang Agung, Dean lalu berdiri dan berpindah untuk duduk di dekat Agung.“Berbalik,” perintah Dean pada Agung.Agung lalu memutar tubuhnya dan membelakangi Dean. Tangan kanan Dean terangkat lalu melakukan gerakan seperti memindai tubuh Agung, dari mulai kepala sampai tulang ekor
Siang itu Aliya tengah berkutat di dapur, membuat cemilan sehat untuk Fayza, ketika ia mendengar bel pintu berbunyi.Bi Sumi tengah keluar untuk berbelanja bulanan, sementara pengasuh Fayza tengah mengeloni putri Aliya itu untuk tidur siangnya.Aliya mencuci dan mengeringkan kedua tangannya lalu bergegas ke ruang depan untuk membukakan pintu.Pintu terbuka.Ia terkesiap melihat sosok tinggi dan tampan yang ada di hadapannya.“Elang?” Aliya langsung mendekat dan hendak memeluk suaminya itu, namun pria itu bergerak mundur satu langkah.“Liebling, aku kotor,” ucap Elang memberikan alasan. “Biarkan aku membersihkan diriku dulu.”Aliya bergeming sepersekian detik sebelum akhirnya ia mengangguk lalu bergeser menyisi agar Elang bisa masuk ke dalam.Pria tampan itu masuk dan langsung berjalan menuju kamar mereka. Aliya mengikutinya dari belakang.“Kapan kau landing? Mengapa tidak kabari aku?” Aliya bertanya spontan pada sang suami. Matanya turun memandang tangan Elang yang menenteng travel ba