Dengan membonceng Aliya, Dean melajukan motornya dengan kecepatan sedang.
Matahari telah mulai jatuh ke Barat, mulai membias langit hingga berwarna jingga keemasan. Sementara Aliya yang berada di belakang Dean, diam menatap punggung Dean.
Kedua tangannya bertahan memegang lututnya.
Sebenarnya ada perasaan takut, saat Dean membelokkan motornya. Bagaimana tidak, jalanan di wilayah Lembang ini berbelok-belok dan banyak turunan serta tanjakan.
Terutama wilayah Cikahuripan ini. Ada beberapa turunan yang terbilang curam dan cukup licin.
Meski Dean tidak melaju kencang dan berbelok hati-hati, Aliya tidak terlalu terbiasa dengan motor besar dan cukup tinggi itu dibanding motor berjenis matic biasa.
Sekalipun sebelumnya ia pernah membonceng di atas motor sport ini, ia selalu melingkarkan kedua tangannya pada pinggang Elang dan mendekap Elang erat-erat, sehingga ia merasa aman, meskipun Elang berbelok tajam.
Atau saat dengan Agni di motor sport
Dean lalu menoleh pada Agung. “Gung, apa kau sudah amankan senjata yang hampir melukai Agni dari celana saya?”Agung memandang Dean dan mengatupkan bibirnya. Kepalanya lalu mengangguk pelan. “Sudah kang.”“I found a kind of dagger in your trousers’ pocket, Sir. Then I gave it back to Agung,” sanggah Terry. (Saya menemukan semacam belati di dalam saku celanamu, Tuan. Dan saya kembalikan ke Agung)Agung melirik kesal pada Terry.Dean menghela napas lalu bertanya pada Agung lagi. “Dimana sekarang benda itu, Gung?”“Ada kang. Di kamar akang, di laci meja,” jawab Agung.Sesaat memandang Agung, Dean lalu berdiri dan berpindah untuk duduk di dekat Agung.“Berbalik,” perintah Dean pada Agung.Agung lalu memutar tubuhnya dan membelakangi Dean. Tangan kanan Dean terangkat lalu melakukan gerakan seperti memindai tubuh Agung, dari mulai kepala sampai tulang ekor
Siang itu Aliya tengah berkutat di dapur, membuat cemilan sehat untuk Fayza, ketika ia mendengar bel pintu berbunyi.Bi Sumi tengah keluar untuk berbelanja bulanan, sementara pengasuh Fayza tengah mengeloni putri Aliya itu untuk tidur siangnya.Aliya mencuci dan mengeringkan kedua tangannya lalu bergegas ke ruang depan untuk membukakan pintu.Pintu terbuka.Ia terkesiap melihat sosok tinggi dan tampan yang ada di hadapannya.“Elang?” Aliya langsung mendekat dan hendak memeluk suaminya itu, namun pria itu bergerak mundur satu langkah.“Liebling, aku kotor,” ucap Elang memberikan alasan. “Biarkan aku membersihkan diriku dulu.”Aliya bergeming sepersekian detik sebelum akhirnya ia mengangguk lalu bergeser menyisi agar Elang bisa masuk ke dalam.Pria tampan itu masuk dan langsung berjalan menuju kamar mereka. Aliya mengikutinya dari belakang.“Kapan kau landing? Mengapa tidak kabari aku?” Aliya bertanya spontan pada sang suami. Matanya turun memandang tangan Elang yang menenteng travel ba
Beberapa minggu berlalu dengan cukup tenang, setelah kejadian elemen penyusup yang datang dan mencari Aliya.Elang telah pergi lagi ke luar negeri --setidaknya itu yang dikatakan pria itu pada Aliya dan hanya bisa diterima Aliya dengan anggukan pasrah dan kesabarannya menunggu kepulangan Elang kembali.Ia kini berada di depan pintu basecamp teman-teman elemennya dan menatap lekat daun pintu tersebut.Aliya ragu untuk mengetuk pintu itu. Pertama, karena ia sendiri tidak tahu mengapa dirinya datang ke tempat ini. Kedua, Aliya ‘kabur’ dari Agni dan Guntur yang menjaga dirinya di rumah.Ia pergi tanpa sepengetahuan kedua penjaganya itu. Dan ini akan menimbulkan masalah, tentunya.Entah teman-temannya nanti akan mengomel padanya.Dan Aliya memikirkan tindakan Dean, jika mengetahui dirinya kabur dari penjagaan. Akan semarah apa Dean padanya nanti?Mengingat itu, Aliya merasa ciut.Tangannya yang tadi sudah terulur untuk m
Sejenak Aliya terdiam.Dengan penuh kepenasaran, Aliya bertanya. “Dean, apakah Nawidi memang belum pernah mengikuti masa sekolah? Bukankah dia berada di Level Dua? Kalau tidak salah, itu level yang sangat tinggi, kan?”Dean mengangguk pelan. “Ya. Nawidi belum pernah mendapatkan undangan untuk ‘bersekolah’. Itu ia dapatkan setelah bergabung denganmu.”“Bagaimana bisa… tanpa ‘sekolah’ khusus itu, dia bisa sampai pada level hebat seperti ini?”“Tentu saja bisa. Tidak ada yang tidak bisa dilakukan jika kita berusaha dengan sepenuh hati dan tidak mengenal kata menyerah. Intinya, niat dan tekad yang kuat untuk belajar itu, benar-benar mengakar kuat dalam diri kita.”“Elang bilang…”“Aku tahu. Memang benar, sangat sulit bagi seorang elemen untuk mencapai tingkat demi tingkat. Tapi Nawidi juga berasal dari keluarga spesial, Realm Air. Dan ia bukan baru saja menerima atau mempelajari kekuatan elemen-nya.”Aliya mengangguk-angguk. “Ya. Kau benar…” Ia menarik napas dalam. “Berapa lama lagi kang
Elang berdiri tegak. Mata tajamnya menghunus ke depan, tanpa berkedip, menghantar sengatan dingin yang bisa membekukan. Bila tatapan itu mewujud, maka ia akan menjadi mata pisau yang akan mencabik-cabik apapun yang dilalui tatapan itu. Tangannya terangkat ke atas dan suara gemuruh terdengar segera setelahnya. Gelombang air raksasa tercipta di belakang Elang --pria tampan itu terlihat tenang, namun tidak dengan aura yang menguar dari tubuhnya. Getaran disertai tekanan luar biasa berat menerpa sekeliling. “Ka-kau… seorang Le-level satu?!” Suara seruan tercekik itu berasal dari seorang laki-laki paruh baya di hadapannya. Laki-laki itu tidak sendiri, ada sekitar tiga puluh lebih laki-laki lain, namun semuanya dalam kondisi mengenaskan dan terkapar di atas tanah yang terlihat bergenang. “Katakan padaku, dari mana dan di mana benda itu?!” Elang hanya membuka sedikit bibirnya, namun suara itu seakan menggelegar, mengguncang seluruh bukit tempat mereka berada. “Ti-tidak… Kami tidak tah
Malam itu Aliya sungguh-sungguh tidak bisa tidur. Jangankan untuk terlelap, bahkan memejamkan mata pun nyaris tidak bisa ia lakukan.Hatinya luar biasa gelisah, namun ia bingung untuk menjabarkan perasaan gelisah ini.Aliya turun dari ranjang besarnya.Ia menoleh ke ranjang yang telah dua minggu ini tanpa kehadiran Elang.Elang telah pergi lagi sejak terakhir kali ia pulang dari luar negeri. Dan dalam dua minggu ini, ia hanya tiga kali Aliya dihubungi oleh Elang, selebihnya, saat Aliya hendak menghubungi Elang, nomor ponsel Elang tidak aktif.Begitu pula tatkala ia hendak mencoba melakukan komunikasi jarak jauhnya dengan Elang, ia pun gagal.Tentu saja, itu karena Elang masih melakukan closure itu. Bahkan ketika terakhir kali, di penghujung bulan lalu dirinya meminta Elang untuk membuka closure, itu tidak terjadi.Justru mereka malah menghabiskan waktu dengan percintaan panas --dan bisa diterka, selanjutnya pembicaraan tentang closure itu pun terlupakan dan tidak lagi diungkit.Aliya k
“Katakan padaku, bagaimana Elang? Apakah sudah ditemukan cara untuk menyelamatkannya?” Aliya bertanya dengan suara yang bergetar. Dalam ruang tengah itu, duduk Nawidi, Dean, Agni dan ke empat teman-teman elemen lainnya. Kecuali Dean dan Nawidi, semuanya terdiam tanpa ada satupun yang berani mengeluarkan suara. Situasi terasa begitu tegang. Bagaimana tidak. Sudah hampir seminggu ini, Aliya menerima kabar dari Dean, bahwa Elang terhisap dan terjebak ke dalam sebuah lubang misterius yang muncul tiba-tiba. Aliya diberitahu Dean, bahwa Elang menghilang setelah menghadapi sekelompok elemen penganut atau sekte aliran sesat. Dean melakukan penelusuran dan penyelidikan, lalu mendapat informasi bahwa seluruh sekte itu telah habis setelah menghadapi seorang Elemen Air berlevel satu. Tidak mudah bagi Dean untuk mencari tahu keberadaan Elang, namun pula tidak sulit, saat Dean memiliki kekayaan yang melimpah untuk mengerahkan orang-orang mencari informasi mengenai keberadaan Elang. Dan denga
[Sis… can I phone you?] (Sis.. bisakah aku meneleponmu?) Aliya mengirimkan pesan teks melalui media WA kepada Diani. Dengan nama lengkap Windiani, ia adalah seorang rekan kerja saat Aliya masih bekerja sebagai pengajar di sebuah lembaga kursus bahasa Inggris sebelumnya. Di awal pertemuan Aliya dengan Elang, Diani menjadi tempat curhat bagi Aliya. Hampir segalanya yang berkaitan dengan Elang, ia ceritakan pada Diani. Entah bagaimana asal muasalnya, dirinya dan Diani bisa menjadi sedekat itu. Yang Aliya ingat hanyalah, suatu kebetulan yang membuat posisi meja kerja Aliya, pindah ke samping Diani. Sejak itu pula, Aliya mulai berbagi cerita dengan Diani. Dan yang membuat Aliya lebih takjub lagi, Diani tidak pernah meragukan cerita dari Aliya. Semua keanehan tentang diri Aliya, hingga bahkan kisah tentang dunia elemen, dapat Diani terima dengan baik. Bahkan tanpa mempertanyakan kebenaran dari apa yang diceritakan oleh Aliya. Satu ketika Diani akhirnya bercerita pula pada Aliya, bahwa