Sabtu, 31 Desember 2022
13.15 WIB, Basecamp Cikahuripan.
Siang itu Aliya menengok Nawidi kembali.
Tuan Qazzafi dan adiknya --Tuan Nazran-- masih di dalam kamar Nawidi untuk sesi healing mereka pada Nawidi.
Ia mendengar dari Agung bahwa Nawidi masih belum siuman. Namun kondisinya tampak lebih stabil.
Agung dan Iyad lalu pamit pada Aliya, untuk ke paviliun belakang menemui Reed dan rekan-rekannya yang menginap di sana.
Reed dari posko Turki, Oliver dari posko Albania, Kyler dari posko Ghana dan Nevan dari posko Luxembourg telah datang Jumat sore kemarin, beberapa jam setelah Aliya pamit pulang.
Mereka ditempatkan di paviliun belakang yang telah disiapkan beberapa hari itu oleh Agung dan teman-teman.
Agung dan Iyad ada janji rapat dengan keempat pimpinan posko tersebut siang ini. Mereka hendak membahas lebih lanjut beberapa opsi untuk memulangkan jasad Dean dan membawa Agni kembali dan beberapa hal penting lainnya.
Praaang!Nampan dan kedua gelas terjatuh dari pegangan Aliya. Pecahan terserak tak jauh dari kedua kaki Aliya.Mata Aliya membelalak, mulut membuka, jantung terlewat beberapa detakan, napasnya terdengar pendek-pendek seakan terengah.Kedua lutut Aliya gemetar dan menjadi lemas hingga tak lama kemudian tubuhnya hendak terjatuh.Namun sosok yang berdiri di depan Aliya itu, dengan sigap menyingkirkan pecahan cangkir yang berserakan di bawah Aliya dengan sekali empasan ringan energi dari tangan kirinya, sementara tangan kanan menangkap lengan kiri Aliya dan menahannya tidak sampai terjatuh.Kedua lutut Aliya sungguh lemas.Ia kini terduduk di lantai dengan lengannya yang terlingkari erat oleh tangan sosok itu.Wajah Aliya menengadah memandang tak percaya pada pria yang berlutut satu kaki di depan Aliya dengan tangan yang tetap melingkari lengannya.Bibirnya bergetar, lalu dengan susah payah satu kata keluar dari mulutnya.“De-Dean…”Pria di hadapan Aliya itu tersenyum. “Aku pulang…” bisik
Sosok jangkung yang kini tampak di depannya dengan kaos hitam lengan panjang dan celana kargo berwarna senada itu, tengah menatap diri Aliya dengan sorot mata yang tampak rumit.Terlihat jejak lelah pada wajah tampan-nya yang masih dihiasi jambang yang menyambung dengan janggut dan kumis tipisnya.Aliya terpaku menatap wajah maskulin itu.Wajah dengan sepasang bola mata berwarna hazel terbingkai garis rahang yang kuat dan tegas dengan hidung mancung yang terpahat sempurna di atas bibir tipis indahnya.Wajah yang telah ia rindukan dengan amat sangat selama berhari-hari ini.Wajah yang ia inginkan untuk hadir di mimpinya dan ia harapkan untuk mendatangi dirinya dalam bayangan. Wajah yang muncul dalam doa di setiap ia selesai melaksanakan sujud-sujud panjangnya di sepertiga malam dan lima waktu wajibnya. Aliya seperti tak bernapas, ketika pria jangkung itu melangkah mendekat padanya.“Aliya….” Suara rendah itu memanggil nama Aliya begitu langkahnya hanya berjarak sekitar tiga puluh s
Kilas Balik.Sabtu di minggu sebelumnya, 17 Desember 202221.40 WIB, CikahuripanBeberapa penggalan percakapan yang sesungguhnya malam itu antara Dean dan Nawidi di teras belakang basecamp di Cikahuripan.“Apa ada hal lain yang Anda lihat?” tanya Nawidi.“Dalam penglihatan saya saat sesi healing itu, saya melihat sesuatu pada Einhard. Sebentuk benda tampak seperti mata dan benda itu hidup. Dugaan saya, itulah sumber kontaminasinya. Saya telah meminta Windi untuk mengkonfirmasi titik tepatnya di Einhard ke Aliya. Saya tidak sanggup menanyakannya sendiri pada Aliya. Karena harus membuka ingatannya tentang kejadian itu, yang sebagian memang masih tertutup karena traumatisnya.”“Saya paham,” sahut Nawidi.“Ketika itu terkonfirmasi, di titik itulah, Anda harus menaklukkannya ketika nanti berhadapan dengan Einhard?” lanjutnya kemudian.Dean mengangguk, lalu menghela napas berat.“Dan benda itu terlihat terkoneksi dengan sesuatu pada pergelangan tangan Einhard. Tangan kirinya. Saya hanya ber
Kilas Balik. Dua hari sebelum tahun baru.Kamis, 29 Desember 202203.50 PM . Barvikha, Rusia.Sebuah ruangan besar yang lebih cocok di sebut aula, tampak remang. Bukan karena minim alat penerang, namun tampak di atur sedemikian rupa agar cahaya matahari tidak banyak masuk membantu penerangan alami di dalam aula itu.Pembaringan serupa altar tampak dibangun khusus di ujung aula. Sebuah tempat duduk dengan ukiran mewah dan ditempatkan dengan posisi lebih tinggi, layaknya singgasana, ada di belakang pembaringan tersebut.Di atas pembaringan, tergolek satu tubuh yang telah tampak kaku. Tubuh itu masih mengenakan pakaiannya yang berlumur darah yang telah mengering. Wajah pemilik tubuh itu sudah terlihat pucat dan membiru.Beberapa penjaga tampak tegap berdiri di kedua sisi pintu besar aula itu. Tidak satu dari mereka yang berani bergerak sedikitpun.Tak lama, kedua daun pintu besar membuka dengan pelan. Cahaya dari luar yang masuk, membuat sosok yang berdiri tegap di balik terbukanya pintu
Namun sebelum proses itu selesai, Dean segera bergerak maju dan menerjang Elang.Elang menggeser tubuhnya untuk menghindar, energi yang terkumpul itu pecah dan kembali menyurut.Dean tidak membiarkan Elang menggunakan kedua tangannya kembali untuk menghempas energi miliknya.Ia menarik tangan Elang lalu berbalik membanting tubuh Elang ke depan dengan gerakan judo yang tampak lihai.Elang terpelanting ke depan, namun ia memutar tubuhnya hingga mendarat dengan kedua kakinya kembali.Deebb!Sementara Dean melempar hentakan energi ke arah belakang untuk menghempas empat penjaga dalam aula itu yang berlari ke arahnya untuk menyerangnya.Wuuushhh! Duuuagg!Keempat penjaga itu pun terlempar dan pingsan.“Kau memang harus ditampar langsung oleh tanganku sendiri agar sadar, Einhard,” ucap Dean memprovokasi Elang.Elang berdiri dengan mata menatap nyalang pada Dean. Ia menerjang Dean setelah kakinya menghentak lantai. Setengah melompat ia melayangkan tinju ke arah wajah Dean.“THEN TRY TO DO IT
Dean memejamkan matanya lagi. Lalu berdiam sekian saat.Aliya yang melihatnya, menunggu.Hanya sesaat saja, ia kemudian tak tahan untuk bersuara dan bertanya. "Kau lagi apa?""Hmm... menunggumu..." jawab Dean pelan."Menungguku?" Aliya membeo."Ya. Menunggumu menyiksaku.""Ih," Aliya memanyunkan bibirnya. Ia lalu melepaskan lingkaran tangannya dari leher Dean, lalu hendak menjauhkan tubuhnya.Namun belum sempat ia lakukan itu, dengan mata yang masih terpejam, tangan kanan Dean yang semula berada di pinggang Aliya, dengan cepat ia alihkan ke belakang kepala Aliya untuk menahan dan menarik tengkuk Aliya maju.Kini hidung mereka beradu. Bibir mereka nyaris bersentuhan.Setengah berbisik, Dean lalu bertanya."Bagaimana kau berencana menyiksaku, Honey?" Suara berat itu mengalun begitu tenang namun sangat nyata meresahkan dinding pendengaran Aliya.Aliya kian menyadari dan mengakui, bahwa Dean memiliki suara paling seksi yang pernah ia dengar.Aliya mendesah. "Aku... ga tau..""Tidak tau?"
“Tak apa. Pahala besar bagimu. Dan lagi, kau tetap tampak seksi dengan bekas luka ini….” bisik Aliya lalu mengecup guratan di dada suaminya itu.Jari telunjuk Aliya kemudian terangkat, menyusuri alis suaminya lalu hidung dan kemudian turun mengikuti lekuk indah bibir suaminya.“Kau ga tau, betapa bahagia dan leganya aku melihatmu lagi…. Ku pikir aku telah kehilanganmu selamanya…” Aliya bergumam dengan suara yang sangat halus, karena tak ingin membangunkan Dean.“Aku pikir…. aku akan menjalani tugasku sendirian dan melalui tahun-tahun yang panjang itu dalam kesepian, sambil menunggu waktu kita berkumpul lagi di alam selanjutnya…”Aliya menghembus pelan napasnya. “Aku ketakutan luar biasa…. saat baca chat Hana yang menyebutkan akan ada The New One saat Tahun Baru…. dan saat Diani nambahin, mungkin akan ada elemen lain yang jadi suami baruku…”Aliya
“Dan?” Dean hanya mengangkat kedua alisnya.“Ih, suaramu kok ga enak didenger gini sih,” protes Aliya.Dean menunjuk hidungnya yang tengah dipencet Aliya.“Oh iya, lupa. Maaf,” tukas Aliya lalu melepaskan jarinya yang menekan hidung Dean.“Nah, maksudku, apakah kau tau Syau itu apaan atau siapa?” lanjut Aliya.“Hm….” Dean memutar bola matanya. “Siapa, ya…..?”Aliya memicingkan matanya. “Jangan pura-pura ga tau, ya!” Setelah berkata demikian, langsung Aliya melakukan serangan gelitikan-nya pada pinggang Dean lagi.Dean yang masih berada di atas Aliya langsung berguling ke sisi Aliya sambil menahan diri dari jemari Aliya yang terus menyerangnya.“Iya…iya.. ampun…” sahut Dean menyerah. Ia terkekeh geli.“Ayooo kasih tauuu…. “ Aliya merajuk.“Baiklah….” Dean