16.07 WIB
Aliya kini tengah berdiri di sebuah bangunan lawas namun masih terlihat sangat kokoh. Arsitektur Belanda tampak mendominasi dari gaya dan bentuk bangunan.
Bangunan itu terbilang besar, dibangun di lahan hampir seribu meter. Halaman depan yang luas tempat ia berdiri saat ini, ditanami dua pohon mangga yang kentara tumbuh dengan subur, di ujung kanan halaman.
Sementara di sisi teras depan, dipenuhi tanaman yang tertata apik meski tidak terlalu cantik dan artistik.
Aliya sangat memaklumi hal itu. Karena bagaimanapun, penghuni bangunan ini, semuanya adalah pria. Para pria yang telah sekian tahun menjadi penjaga dirinya, seperti hal-nya Elang dahulu.
Lalu diantara para pria itu….
Kepala Aliya menggeleng.
Ia lalu langkahkan kakinya dengan cepat menuju pintu depan. Tangannya mengetuk agak keras.
Ketukan pertama, seperti yang telah ia duga, tidak akan segera membuat penghuninya membukakan pintu. Tangan Aliya terangkat
Tangan kanan Aliya menyentuh dada kirinya. Betapa ia nantikan momen ini. Momen di mana ia bisa berhadapan langsung dengannya.Karena medan pelindung yang selama empat tahun ia miliki, ia bahkan tak bisa bertemu ataupun ditemui pria ini.Namun hari ini, rupanya medan pelindung yang ia miliki kini tak berpengaruh pada pria ini. Pria yang belakangan ini telah mulai menyita hati dan pikirannya.“Ah….. Dean…… Aku akhirnya disini…..”Aliya menarik napas dalam-dalam, lalu tangannya terulur meraih handel pintu kamar. Ia memutarnya perlahan, lalu mendorong pintu itu dengan sangat hati-hati.Kini pintu terkuak lebar.Aliya berdiri dengan pandangan tertuju pada satu sudut ruang yang terdapat ranjang berukuran queen yang terlapisi seprai berwarna krem.Matanya menatap lekat pada sosok yang tengah terbaring di atas ranjang itu.‘Dean……’‘Ya benar. Itu Dean……’Medan energinya benar-benar sudah tidak berpengaruh bagi Dean!Aliya bagai tak mempercayai ini semua, saat Nawidi --melalui Oki mengatakan b
Aliya membuka pintu kamar Dean dan mendapati Dean ternyata telah terbangun.Saat pertama kali tadi Aliya masuk ke kamar Dean dan mendapati pria tampan bermanik hazel itu masih dalam keadaan tidur, Aliya keluar kamar untuk mengambil secangkir teh.Ia butuh meredakan kegugupan dan juga rasa cemas dan gelisah akibat pengejaran orang-orang suruhan Elang sebelumnya. Ia memang butuh minum.Kini, saat Aliya kembali ke kamar suami sukmanya, wanita muda itu mendapati Dean sudah dalam posisi setengah duduk sambil bersandar pada tumpukan bantal di belakang kepala dan punggungnya.Kepala Dean menoleh ke arah Aliya berdiri dan satu senyuman terukir di bibir dan wajah tampannya yang masih amat pucat.Dengan langkah sedikit canggung, Aliya mendekati ranjang tempat Dean berbaring.Meski ia sangat lega melihat Dean yang telah sadar, namun hatinya tetap terasa sakit. Melihat Dean terbaring setengah duduk sambil bersandar seperti ini, Aliya tidak bisa merasa baik-baik saja.Setelah duduk di kursi yang i
‘Mungkin ini waktunya…’ bisik hati Aliya.‘Mungkin sekarang adalah waktunya untuk jujur padanya…’Aliya lalu menarik napas. “I….. I love you Hubbie,” ujar Aliya lirih. “I love you…”Dean terperangah.Sekian detik ia termangu seperti hendak memastikan pendengarannya.“Kau… .” Pria itu tercekat dan terhenti sejenak.“Kau mencintaiku?” ulangnya hampir tak percaya.Aliya mengangguk.Menyadari bahwa itu bukan hanya khayalan dan salah mendengar, bibir Dean tersungging senyum.Manik hazelnya terus menatap lembut pada Aliya.Aliya bisa melihat dengan jelas, sorot mata suami sukmanya itu yang tampak masih tak memercayai ucapan Aliya.Aliya memberanikan diri terus mengikat pandangannya pada sang suami sukma. “I do. Fall for you,” ujarnya lirih namun amat jelas terdengar di telinga D
Rabu, 7 Desember 2022Itu masih jam delapan di pagi hari, Nawidi, Agni dan seluruh penjaga Aliya berkumpul di basecamp mereka dalam pembicaraan yang cukup serius.Tidak ada latihan pagi, karenanya.Dean masih dalam posisi beristirahat dan tidak terlibat dalam pembicaraan mereka.“For God’s sake!” Agni membelalakkan mata. “ Yang bener Bang?!”Nawidi mengangguk sekali.Setiap orang dalam ruangan itu baru mengetahui dari Nawidi, bahwa Elang mengeksekusi bawahannya yang gagal dalam mengejar Aliya kemarin.Elang seakan sengaja mengirim pesan itu pada pihak Nawidi, untuk menunjukkan bahwasanya pria itu sama sekali tidak memiliki belas kasihan terhadap setiap kegagalan.Guntur dan Iyad saling melempar pandang --juga dengan ekspresi terkejut. Agung terdiam dan terlihat pucat, sementara Terry mencibir sekali. Di wajahnya seakan tercetak tulisan ‘Aku tidak kaget dengan hal itu’.“Ya Tuhan!” Agni menunduk dengan tangan yang saling bertaut dan bertumpu di atas meja, menutup mulutnya. “Bagaimana m
[If it is so, I’ll have you picked up] lanjutnya. (Jika demikian, aku akan mengatur seseorang menjemputmu)Aliya menahan gejolak dalam hatinya yang mulai terasa mengganggu.[Kenapa, Elang? Kenapa??] tanyanya.[Mereka hanya… anak-anak muda!] kata Aliya. [Mereka punya orangtua, punya keluarga!]Seolah tak menggubris kalimat Aliya, Elang justru menjawab, [Come see me.] (Datang temui aku)[Aku bertanya padamu! Apa kau tidak bisa jawab pertanyaanku? Apa kau sadar yang kau lakukan itu adalah menjadi pembunuh?! Dan kau malah membahas tentang aku menemuimu! Apa kau sadar?!][Aku masih sadar] Elang menjawab. [Dan aku lebih memilih haus dirimu.][Rather than being blood thirst] (dibanding menjadi haus darah) tambahnya lagi.[Pilihan ada padamu…]Dada Aliya berdentum kencang saat membaca kata demi kata yang tercetak di layar ponselnya.[Kau lebih memilih aku menjadi yang mana?] Elang bertanya dalam kalimat itu.Meskipun bukan mendengar secara langsung, namun Aliya merasakan nada dingin dalam kal
“Bu!” Oki yang mengawal Aliya dari jarak beberapa meter, segera bergerak mendekat dan turun dari motornya.“Kenapa Bu?” tanya Oki khawatir. Namun bagaimana, ia bahkan tidak berani menyentuh sembarangan Aliya.Semua orang spesial berkekuatan tinggi yang ia ketahui, sangat menghormati Aliya. Bagaimana mungkin dirinya bisa sembarangan menyentuh wanita muda yang dihormati atasannya ini?“Bu…?!”Suara gerungan yang berasal dari motor sport terdengar dari kejauhan. Dean setengah melompat dari motor dan langsung berlari mendekati Aliya.“Al!” Ia meraih bahu Aliya, lalu menggendongnya ke dalam setelah Oki dengan cekatan membuka pagar rumah.“Al!” Dean menurunkan Aliya di atas sofa di ruang tengah, lalu menoleh pada Oki yang mengikuti Dean namun tetap menjaga jarak sekitar tiga meter di belakang Dean.“Ke Nawidi, code red. Pergilah!” perintah Dean pada Oki.Raut wajah pemuda itu langsung berubah tegang dengan sikap siaga yang spontan. Ia tahu kode yang disebutkan oleh Dean tadi, bukanlah main-
Telah sekian hari, Aliya tidak mendapatkan kabar dari DeanBegitu pula dengan kawan-kawan elemen, yang ia peroleh dari Diani maupun Oki.Meski sama merasa khawatir, namun kali ini Aliya merasa lebih tenang atau tertata. Nawidi pun hanya memberikan kalimat ajaib andalan pria berekspresi datar itu, yakni ‘percayalah intuisi Anda’.Jadi, ketika telah dua hari berlalu tanpa kabar dari Dean, Aliya langsung mempersiapkan dirinya lagi.Ia akan melakukan ‘perjalanan’ itu kembali.Wanita muda istri sukma Dean itu kemudian duduk di ruang tengah. Di atas karpet tebal yang menghalangi rasa dingin lantai.Ia memusatkan fokus dan mengatur pernapasannya berulang kali. Entah ia nanti akan memasuki dunia sukma, atau satu ‘perjalanan’ kembali terulang seperti terakhir kalinya, Aliya tidak tahu.Ia hanya memusatkan pikiran untuk menuju di manapun Dean berada. Di manapun itu.Beberapa menit kemudian, Aliya merasakan tubuhnya bergetar --ia tidak terganggu. Dengan teratur ia terus mengembus juga menarik na
“Coba deh kalian berdua kompaknya jangan cuma tadi pas panggil namaku aja,” ketus Aliya lagi. “Sekarang mikir sana kalian berdua, aku pengen pulang! Aku lapar! Habis marah seperti ini tuh, perut melilit! Terkuras semua energiku cuma untuk khawatirkan kalian!”Masih tetap hening.“Oya, Elang. Ini untukmu lagi. Aku tidak mau tahu, pokoknya uang yang kau kirim itu harus kau tarik lagi. Itu salah satu penyebab aku jadi tidak bisa makan dan tidur nyenyak. Tarik lagi semua uang belasan miliar itu. Aku tidak mau. Aku tidak butuh!”Tak lama kemudian Elang membuka suara.“You are willing to take the money from him, but not from me?” (Kau bersedia mengambil uang darinya, tapi tidak dariku?) tanyanya sambil melirik malas ke Dean.“I am her husband now, Einhard. The obligation is on me now,” (Aku adalah suaminya sekarang, Einhard. Tanggung jawab itu ada padaku sekarang) Dean menjawab.“Suami, huh?” Elang tersenyum getir.Pria tampan itu lalu meng