Beranda / Pernikahan / Ratu Baru Duda Anak Satu / Bab 4 : Kekecewaan Mendalam

Share

Bab 4 : Kekecewaan Mendalam

Penulis: Bella Angeline
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Astaghfirullahal'adzim, Inda! Lepasin Mega sekarang!” Dihan bergerak mendekati istri mudanya yang sedang hamil.

Inda menjauhkan tangan dengan enggan, lalu memutar bola mata malas. Inda berdecih pelan ketika melihat air mata madunya memupuk keluar.

Air mata rubah!

“Kamu baik-baik saja?” tanya Dihan lembut melebihi kain sutra.

Dihan lalu merapikan rambut wanita itu dengan pelan. Jujur saja, melihat adegan tidak adil itu berhasil membuat hati Inda merasa ngilu.

Sebelumnya Dihan juga memperlakukan Inda seperti itu selama 6 tahun belakangan ini.

“Mas, Kak Inda ... Aku didorong oleh Kak Inda, padahal aku hanya ingin melihat foto pernikahan Mas Dihan dengan Kak Inda. Lihat ini, tanganku berdarah, Mas ... Sakit ...” adunya.

Mendengar penjelasan dari Mega, emosi Inda memuncah. Wanita itu bagaikan ular, menuduhnya sembarangan hanya demi perhatian dari sang suami. 

"Omong kosong! Jangan percaya dia, Mas. Dia-"

Belum sempat Inda menyelesaikan kalimatnya, Dihan sudah memotongnya dengan suara yang tegas. “Diam kamu! Aku tahu kamu cemburu, tapi bukan berarti kamu bisa terus menyakiti Mega seperti ini!”

“Terserah Mas! Yang jelas, aku tidak melakukan apa-apa ke wanita pelakor itu!” Inda mengelak kemudian menunjuk ke Mega. “Dan kamu ... Tidak usahlah berpura-pura! Aku tahu semua hanya taktikmu saja!”

Inda sudah geram sama tingkah Mega yang sengaja mengadu domba hubungannya dengan Dihan.

Kening Dihan kian berkerut, tampaknya sangat kesal akan kelakukan istri pertamanya. Dia berjalan mendekat ke arah Inda.

Tak ada rasa takut sekali pun, Inda menatapnya dengan menantang.

Plak!

Inda terdiam bengong disertai air mata mengalir tanpa bisa ia cegat. Pipinya serasa terbakar. Mendadak kepala Inda pun terasa berputar dan pendengaran yang sedikit menghilang.

Tega sekali Dihan terus-menerus menyakiti Inda baik itu dari segi fisik atau batin seperti ini demi wanita selicik Mega. Mereka baru kenal berapa bulan dibandingkan dengan Inda.

Hati Inda kini merasa hampa. Percuma saja ia mejelaskan, melihat tuduhan suami yang akan terus berpihak ke istri mudanya.

Hati Inda terlalu sakit untuk berkata-kata lagi. Runtuh sudah semua kepercayaannya pada Dihan.

Ucapan manis Dihan semalam masih mengenang di telinganya. Begitu merdu. Tapi kini, terdengar menyayat hati Inda hingga berkeping-keping.

Ingin sekali Inda berteriak bahwa ia tak sanggup untuk dimadu. Muak dengan segalanya yang ada di sini. Kelembutan dari Dihan, kasih sayang yang cuma miliknya seorang, serta janji manis yang keluar dari mulut sang suami kini tak bisa Inda rasakan lagi.

Benci ... Inda benci suaminya yang membawa orang ketiga, sosok yang merusak rumah tangga harmonis ini menjadi bagaikan hidup di neraka.

Raut wajah Dihan terlihat frustasi. Bingung dengan kelakuan istri tuanya. “Sekarang kau bilang padaku, apa yang harus kulakukan agar kau bisa menerima Mega sebagai adik madumu?"

Inda tersenyum kosong. "Jadi ... Bagaimana pun, aku harus menerimanya, iya?!"

Tangan Inda sambil menekan dadanya yang seakan penuh dengan ribuan jarum. Menunjukkan betapa ia tersakiti.

Tapi apa gunanya? Ketika Inda tersiksa batin maupun fisiknya. Tetap saja istri keduanya cuma akting menangis, mencoba menunjukkan topengnya yang berhasil membuat Dihan kalang kabut.

"Inda, dengarkan aku." Dihan memegang bahu Inda, mencoba membuka pikirannya.

Inda berusaha mengempaskan tangan Dihan. Menolak untuk mendengar semua alasan yang tidak bisa ia terima.

"Sudah Mas! Cukup! Aku lelah dengan ucapanmu yang memberiku harapan palsu!"

Iris mata hitam pekat Inda melirik ke arah Mega tersenyum penuh kemenangan di belakang Dihan. Terlihat jelas dari ekspresi sang istri muda yang menunjukkan bahwa dirinya begitu bahagia melihat Inda sengsara.

Inda mengakui dirinya kalah dengan permainan kotor madunya yang berhasil mencuri kepercayaan Dihan.

Tak sanggup lagi ia melihat wajah Dihan dan Mega. Inda akhirnya memutuskan lari ke atas kamarnya kemudian menguncinya. Dia menenggelamkan wajah manisnya ke bantal lalu menangis histeris dan berteriak sekuat yang ia bisa. Meluapkan seluruh beban yang menyedihkan. Cuma itu yang bisa Inda lakukan sekarang.

Teringat dulu seberapa bodohnya Inda mendukung usaha Dihan dari nol. Tanpa modal. Inda lah yang memberikan tabungannya untuk Dihan. Inda lah yang selalu berada di sisinya, menemani Dihan di saat Dihan tidak punya apa-apa.

Bahkan, kedua orangtua Inda juga tidak setuju dirinya menikah dengan Dihan, karena dulu Dihan tidak memiliki penghasilan.

Inda satu-satunya yang ada pada saat itu. Ia terlalu yang percaya kepada Dihan, tetap menikahi dengannya. Tanpa meminta apapun untuk akad nikah, cukup mereka berdua dan Tuhan saja yang jadi saksi bisu cinta mereka.

Karena waktu itu semuanya masih sangat susah. Hemat biaya pengeluaran dari tabungan Inda supaya usaha sang suami dapat bertahan sampai detik ini.

Tapi begitukah balasannya? Setelah usaha Dihan mulai sukses, dia melirik wanita lain dengan alasan ingin punya anak? 

"Jahat sekali kamu Mas! Kamu mengkhianati cinta kita, pernikahan yang sudah kita lalui bersama bertahun-tahun. Dan teganya kamu sekarang lebih memilih wanita licik itu," 

🌺🌺🌺

Tok. Tok. Tok.

Inda mengusap kedua mata sembabnya yang masih tersisa bekas-bekas air mata. Pintu masih diketuk secara tidak sabaran.

“Inda, bukain pintunya. Kita butuh bicara.” Itu suara Dihan.

Inda tersenyum miris. Apa lagi yang perlu dibicarakan? Menceramahinya untuk menerima pelakor itu? 

Tak ia pedulikan panggilan Dihan yang berusaha mengedor-ngedor sampai memutar kenop biar keluar menemuinya. Iya, hancurkan saja itu pintunya. Inda sudah tidak peduli lagi!

Inda tidak sudi untuk mendengar omong kosong yang hanya terus menyayati hatinya saja.

Lalu Inda langsung turun dari ranjang menuju kamar mandi membasuh seluruh wajah serta membersihkan diri.

Pantulan kaca yang menampilkan seluruh badan Inda dari atas sampai bawah di kaca. Kacau dan berantakan. Rambut ikal gelombangnya acak-acakan tidak tersisir rapi, mata setengah bulannya membengkak ibratkan mata kodok. Dua kantung mata pun tak kalah hitam mencetak di sana.

"Bagus! Sempurna sekali dirimu Inda. Pantas saja Mas berpaling darimu," pikir Inda.

Dihan nggak memanggil Inda lagi, mungkin sudah lelah tidak mendapat jawaban dari sang istrinya.

Inda merasa bodoh amat, ia belum sanggup melihat wajah tidak bersalahnya Dihan. Seolah ia memang sepadan mendapatkan semua perlakuannya itu.

"Ya Allah ... Jika mendengar doaku, tolong kuatkan hati hambaMu agar bisa terus menjalani hidup ini." Inda berdoa dalam hati.

Kemudian Inda bangkit dari lantai menuju pintu kamar lalu membukanya dan turun ke lantai dasar. Suasana tampak hening. Inda mengedarkan pandangan di sekujur ruang keluarga. Tidak ada tanda-tanda ada seseorang di sana. Apakah Dihan dan wanita itu sudah pergi?

Bola mata Inda tak sengaja menangkap secarik kertas di atas meja. Inda melangkah dekat dan membaca isi di dalamnya. Tulisan Dihan.

'Tadinya ingin berbicara langsung denganmu, tapi kamu tidak mau keluar. Ya sudah, aku memberi tahumu lewat pesan ini saja. Setelah aku pikir-pikir lagi, demi kesehatan dan keselamatan anakku, lebih baik aku dan Mega pindah ke rumah orangtuaku untuk sementara waktu. Jika kamu khawatir soal uang bulanan, aku akan tetap kirimin.'

Senyum pahit terbit di wajah Inda. Tetesan-tetesan air mata merintik membasahi surat di tangannya.

Dikoyak kertas itu jadi serpihan kayak hatinya saat ini dengan penuh emosi dan melempar serpihan itu ke atas.

Inda menghapus kedua pipi secara kasar, mengepalkan tangan begitu erat.

“Baik Mas, jika ini maumu. Maka aku akan membuatmu menyesal atas perbuatanmu yang menduakan aku kemudian sesuka hati melukai aku!”

Bella Angeline

Hello, Hello. Mochi here! Dukung Mochi ya bila kalian suka cerita ini. Terima kasih guys. Regards, Mochi.

| Sukai

Bab terkait

  • Ratu Baru Duda Anak Satu   Bab 5 : Pertengkaran Tiada Habis

    Waktu berputar sangat cepat, tak terasa sudah 3 bulan berlalu sejak kepindahan Dihan dan Mega dari rumah mereka. Dihan berjanji kepada Inda bahwa ia akan berkunjung seminggu sekali.“Mas mau ke mana hari Minggu gini?” tanya Mega melihat sang suami memakai pakaiannya. “Pergi menemani Inda, Meg. Aku akan pulang sore.”Mendengar nama Inda, tentu Mega tidak senang. Kenapa wanita itu masih saja bersarang di hati Dihan?“Tidak boleh, Mas. Masa Mas tega ninggalin istrimu yang sudah besar kandungannya ini sendirian,” ujar Mega kesal.“Astaga, Meg, Inda juga istriku. Bagaimana pun aku masih punya tanggung jawab atas dirinya sebagai suami. Papa ada di bawah dan Mama sebentar lagi pulang dari pasar. Mereka akan menjagamu.”“Aku nggak mau tahu, aku mau Mas yang temenin aku. Anak kita juga pasti cariin terus nanti.”“Minggu lalu aku sudah tidak menjenguknya, Meg. Waktuku minggu ini harusnya buat Inda.” Dihan tetap keukeuh dengan pendiriannya. Mega mengentakkan kakinya setelah Dihan merapikan baj

  • Ratu Baru Duda Anak Satu   Bab 6 : Masa Lalu Pahit

    “Mama!”Baru saja Inda tiba di kantor, mendadak ada seorang anak kecil memeluk kaki betis ramping miliknya. Iris mata bulatnya sungguh menggemaskan sekali. Begitu polos dan penuh sinar cahaya. “Sasha, sini.” Sebuah suara membuat Inda menengadahkan kepala melihat atasannya, David berjalan menghampirinya—ralat, lebih tepat kepada Sasha. “Dia bukan Mama, Sasha.” Anak perempuan lugu itu cemberut, semakin kuat mengeratkan pelukannya. “Mama....”David menghela napas berat. “Maafkan anakku.”Inda mengagguk paham lalu beralih melihat Sasha. “Mau aku peluk?” Sasha sontak tersenyum lebar dan merentangkan kedua tangan mungilnya. Inda dengan senang hati menggendong Sasha kemudian memberikan isyarat kepada atasannya bahwa tidak apa-apa. Inda lalu menurunkan Sasha ketika sampai di ruang David. “Sasha, kamu baik-baik di sini ya." “Mama mau ke mana? Mama mau tinggalin Sasha lagi?” tanya Sasha menarik celana panjang kerja putih Inda. Tatapan Sasha kembali berair. David yang melihatnya langsung

  • Ratu Baru Duda Anak Satu   Bab 7 : Kebahagiaan Sasha

    "Saya permisi dulu ya, Pak. Sudah larut juga," sela Inda cepat, sebelum bosnya bertanya lebih. David menahan pergelangan tangan Inda. "Biarkan aku yang mengantarmu pulang."Wajah Inda muncul tanda tanya besar di benaknya."Ah, aku tidak ada maksud lain. Ini sebagai tanda terima kasih sudah membantuku menenangkan Sasha," jelas David.Inda berpikir sesaat, kemudian menganggukan kepala menyetujui tawaran David."Tunggu sebentar ya." David segera membereskan barangnya dan mengambil kunci mobil. Tak lupa menggendong Sasha dengan pelan, takut gadis kecilnya terbangun.Inda terdiam melihat adegan hangat itu, dan mengekor David menuju parkiran."Boleh bantu aku buka pintu belakang?" tanya David ke Inda. Inda menuruti permintaan atasannya. Kemudian David menurunkan Sasha yang masih tertidur pulas. Setelah menutup pintu, kini gantian David membuka pintu mobil untuk Inda. "Terima kasih," balas Inda tersenyum sopan.David pun menyusul masuk ke dalam mobil tersebut. Kemudian terkekeh sembari men

  • Ratu Baru Duda Anak Satu   Bab 8 : Mama Pengganti

    Inda menatap dalam manik mata David dengan tatapan kebingungan."Pak, apa anda baik-baik saja?" tanya Inda melambaikan tangannya di hadapan David.David tanpa sadar menahan tangan Inda. "Bisakah kamu menjadi mama pengganti untuk Sasha?" tanya David akhirnya.Mulut Inda melongo seakan tak percaya dengan indera pendengarannya. "Ta-tapi Pak...." "Aku tahu kamu keberatan karena kemungkinan besar sudah punya pacar atau bahkan mungkin suami. Tapi, ini hanya permintaanku sebagai seorang Ayah. Kamu cukup menjaga Sasha ketika ia membutuhkan sosok seorang mama. Paling lama aku minta 1 tahun," jelas David. Inda tampak berpikir. "Kasih saya sehari untuk mempertimbangkan ini, Pak." David memangut-mangut paham. "Baiklah. Sebelumnya aku minta maaf bila permintaanku ini terlalu mendadak."🪷🪷🪷Inda membolak-balikkan badan di kasurnya. Baru pertama kali ia merasa susah sekali untuk masuk ke alam mimpi padahal jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. "Apakah aku harus menyetujui permintaan Pak Dav

  • Ratu Baru Duda Anak Satu   Bab 9 : Keluarga Baru

    "Apa itu, Pak?" tanya Inda tanpa mengalihkan tatapannya dari Sasha. David berdeham sesaat. "Hubungan kamu dengan suamimu kurang baik ya?" Refleks Inda memalingkan wajahnya ke David dengan kaget."Semalam ketika aku mau balikin kunci aku mendengar laki-laki itu berteriak," jelas David yang menangkap raut kebingungan di muka Inda.Inda menoleh dan menunduk, memainkan jari-jari tangannya. Gugup untuk bercerita kepada David."Aku tahu ini bukan urusanku, tapi di luar ini kita bisa jadi teman kan? Dan kamu bisa langsung memanggilku nama." Mendengar hal itu, Inda berpikir sejenak sebelum menghela napas berat. "Suamiku ... dia menikah lagi." "Nikah siri tanpa sepengetahuanku. Dan wanita itu mengandung anaknya," lanjut Inda.David menganga lebar, seakan tidak bisa memercayainya. "Jadi kamu?" "Tetap istri pertama, ya cuma sebutan saja. Tak ada berpengaruh apa pun di rumah tanggaku sekarang." David bisa menangkap kekecewaan dan kesedihan di balik mata hitam pekat itu. Sungguh, ia tidak sa

  • Ratu Baru Duda Anak Satu   Bab 10 : Kepekaan David

    Kini Inda berdiri di depan pagar yang menjulang tinggi dengan halaman yang cukup luas menuju pintu utama.Tangan Inda sedikit bergetar untuk menekan bel rumah milik David. Gugup, itulah yang Inda rasakan."Eh, Non. Anda mencari siapa?" tanya seorang paman paruh baya yang sedang menggunting dedaunan."Em.... Saya.... Tidak apa-apa. Saya salah alamat," kata Inda akhirnya mengulas senyum tipis kemudian berbalik arah dan menghela napas gusar."Mamaaa!" teriak Sasha sambil melambaikan tangannya melalui jendela mobil.David memarkirkan mobilnya di samping Inda. Lalu Sasha buru-buru membuka pintu mobil."Sasha, hati-hati, Nak." Inda gercep menggendong Sasha berkaki pendek itu turun. "Tadi Sasha bangun dan langsung mencarimu, aku tak enak hati mengganggumu lagi, jadi aku bawa dia makan es krim," jelas David. "Kamu sendiri kenapa ada di sini?" Inda menunduk malu. "Itu ... aku—" "Mama! Mari kita masuk!" ajak Sasha menarik tangan Inda. Inda tersentak, terpaksa membiarkan Sasha membawanya ke

  • Ratu Baru Duda Anak Satu   Bab 11 : Selamat Tinggal Masa Lalu

    Inda langsung mundur beberapa senti ke belakang. "Ti-tidak kok. Aku sehat-sehat saja."Kening David mengkerut, tatapannya tampak khawatir. Apalagi takut karena jaga Sasha yang menyebabkan Inda sakit. "Jangan gerak, tunggu sebentar di sini." David bergegas pergi mengambil kotak P3K yang berisi cek suhu tubuh. David langsung menuntun Inda berbaring di sofa, dan memasuki alat cek suhu ke telinga Inda."Astaga, tidak us—""Diam, jangan gerak, Inda," cegat David.Inda mengedipkan mata beberapa kali. Ada rasa gugup dan terharu. Seorang atasan mengkhawatirkan kesehatan karyawannya. "David," panggil Inda pelan. "Hm?" "Terima kasih, sudah mengkhawatirkan aku." Tangan David berhenti bergerak dari menyusun kembali barang-barang ia keluarkan secara berserakan.Kemudian tatapan keduanya saling bertautan satu sama lainnya. Seakan-akan dunia milik mereka berdua."Papa?" tanya Sasha yang berhasil membangunkan keduanya untuk memutuskan kontak mata. "Mama gimana?"David lalu mengeluarkan alat ter

  • Ratu Baru Duda Anak Satu   Bab 12 : Lelah Hati

    Inda turun dari mobil secepat kilat menghampiri Sasha yang tengah meracau di dalam ruang UKS. "Sasha!" seru Inda."Anda Mama Sasha ya?" tanya petugas UKS tersebut."Iya, saya, Bu," jawab Inda tanpa berpikir lagi."Sasha demamnya tidak mau turun-turun padahal sudah kasih obat," terangnya.Inda mengangguk paham, dan segera duduk di tepi Sasha. Mengelap peluh yang terus bercucuran dari kening Sasha."Kita ke rumah sakit saja," saran David melihat kepucatan Sasha di wajahnya.Inda lalu menggendong Sasha di dekapannya. "Permisi, Bu."Inda dan David mengambil langkah lebar hingga menuju mobil David. "Kenapa panas sekali ya," gumam Inda khawatir sambil menepuk-nepuk punggung Sasha. David menginjak pedal gas dengan kecepatan di atas rata-rata hingga sampai di rumah sakit.&&&"Tenang, dia cuma salah makan sesuatu saja yang membuat dia seperti ini. Aku sudah buka resepnya nanti tebus di apotek saja," ucap dokternya.Kini Inda dan David akhirnya bisa menarik napas lega."Terima kasih, Dok,"

Bab terbaru

  • Ratu Baru Duda Anak Satu   Bab 19 : Confess Feeling

    "Inda apakah kamu marah?" tanya David sambil mencengkram pergelangan tangan wanita bersurai sepanjang dada itu. Inda belum menyahutnya. Ia kebingungan atas perasaannya sendiri. Dari arah belakang, Felicia melihat adegan ini dari dalam mobil dengan wajah tak senang. Tangannya terkepal erat menatap Inda."Dasar wanita tak tau diri, sudah bersuami saja masih menggoda pria lain," gumam Felicia kesal.Salah satunya cara ia menjauhkan Inda dari David adalah ibunya David. "Aku mau ke mansion David," perintah Felicia kepada bodyguardnya.Mobil Felicia pun melaju pergi dengan hati panas seakan terbakar.Sementara, David masih menunggu jawaban dari Inda. Sepenting itukah tanggapan Inda tentangnya? "Aku tidak marah," jawab Inda seadanya. Inda bukan tidak marah, tapi dia tidak ada hak untuk marah. Dia bukan siapa-siapa, hanya seorang karyawan rendahan saja. "Tapi wajahmu berkata lain, Inda." David memaksa. "Aku bilang tidak ada! Untuk apa aku marah, aku tidak punya hak. Kamu bebas mau berd

  • Ratu Baru Duda Anak Satu   18 : Perasaan Aneh

    Mega memilih-milih pakaian yang akan dikenakannya siang ini. Susah seharian ia di rumah saja, rasa bosan pun menyapa. Maka dia memutuskan untuk keluar mempercantik kukunya. Sebuah dentingan notifikasi terdengar dari ponsel Mega. "Ck, nanti sajalah," gumam Mega kepada dirinya sendiri, mengabaikan pesan yang mengganggu aktivitasnya.Selesai mengganti pakaiannya, ia baru melihat pesan yang dikirimkan oleh nomor asing lagi. Sebuah pesan berisi ajakan untuk bertemu. Tangan Mega terkepal kuat. Dalam hatinya mengobarkan api amarah. "Pasti Rion. Mau apa sih dia?!" keluh Mega kesal.Tanpa memedulikan isi pesan tersebut, Mega keluar dari rumah menuju ke tempat yang ditujunya dengan supir pribadi yang direkrut oleh sang suaminya, Dihan.Di belakangnya, Rion mengikuti Mega secara diam-diam. Tak lupa juga dengan penyamarannya memakai kacamata culun dan tas ransel sekolah yang besar.&&&&"David," panggil seseorang paruh baya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.David yang sedah memeriksa lapor

  • Ratu Baru Duda Anak Satu   Bab 17 : Surprise

    Senyum Inda mewarnai wajah ketika menyuapkan es krim durian kesukaannya. David yang memperhatikan tingkah Inda hari ini layaknya bocah kecil, terkekeh pelan.Setelah makan di restoran, Inda dan David memutuskan berjalan-jalan sekitar restoran di taman terdekat. "Kamu tampak senang," kata David."Sudah lama aku tidak makan ini. Eh! Ada gulali!" seru Inda dengan mata berbinar-binar. David lekas menyusul Inda di belakang seraya menggelengkan kepalanya."Mas, satu ya." Inda hendak mengeluarkan dompat dari tas, sebelum akhirnya sebuah lembaran uang seratus muncul di depannya."Kembaliannya di ambil saja," ujar David."Kamu sudah membayarkan makanan, dan membeliku es krim, David. Biarkan aku membayarmu kali ini," kata Inda merasa tak enak hati."Tidak apa-apa, harga itu kecil bagiku." "Sombong," cibir Inda sambil menjulurkan lidahnya."Sombong katamu?" ulang David kemudian menangkap badan Inda dan menggelitiknya."Aduh! Geli! Geli David! Hentikan ...," pinta Inda dengan tawa meledak."Dav

  • Ratu Baru Duda Anak Satu   Bab 16 : Apa ini termasuk kencan?

    Apakah ini termasuk Nge-date?Inda kebingungan saat tidak menemukan siapa pun di rumahnya, selain dirinya dan David.“Bu? Ayah? Indra? Di mana kalian?” Tanya Inda mencari ke dapur, taman belakang dan ruang keluarga.“Sasha pun tidak ada,” kata David. “Coba telpon?”Inda mengangguk menyetujui saran dari David. Panggilan terhubung. “Halo Kak? Ada apa?” Tanya Indra di seberang. “Dra, kalian semua pergi ke mana?” “Ah, kami lagi di luar bawa Sasha bermain. Jangan khawatir, kami akan bantuin kakak jagain Sasha. Nikmati saja waktu berduaan.” Terdengar tawa geli sebelum Indra memutuskan sambungan. “Bagaimana? Apa yang dibilangnya?” David menatap penasaran. Inda menelan ludahnya. “Me-mereka lagi bermain di luar.”David tampak berpikir. “Baiklah, apakah kita juga harus keluar? Makan bersama misalnya?” “Bo-boleh, tapi aku bersih-bersih dulu.” David mengangguk kepalanya dan juga menyusul ke kamar membersihkan diri. &&&&Inda mencari pakaian yang bagus untuk dikenakan, tapi semua tidak lagi

  • Ratu Baru Duda Anak Satu   Bab 15 : Rumah Berteduh

    Seharian ini, Inda terus menjaga sang Ayah—Rudy--di sampingnya. Meski Inda tahu ayahnya gengsi untuk menerima bantuan darinya tapi Inda tahu jelas bahwa Rudy sangat rindu padanya. “Kau pergi saja sana, kenapa masih di sini?” Entah sudah berapa kali Rudy mengatakan hal ini, bukannya Inda sakit hati atau sedih, melainkan tertawa. “Benar nih Ayah mau usir aku?” tanya Inda terkekeh geli. Inda tahu jelas sifat ayahnya satu ini. Mulut Rudy menyuruhnya pergi padahal dalam hati justru berkebalikannya.Belum sempat Rudy membalas ledekan sang anak, panggilan Jeni dari luar kamar menginterupsi keduanya. “Nak Inda, itu ada orang bilang teman kerjamu, Nak.”Dahi Inda berkerut dalam. Siapa teman kerjanya yang tahu alamat rumah kampungnya? Inda kemudian keluar dari kamar ayah menuju ruang tamu. Matanya terkuak lebar ketika melihat sosok yang tak pernah terpikirkan olehnya.Sasha berlarian langsung menghambur ke pelukan Inda. “Mamaaa! Mama liburan kok tidak bawa Sasha.”Jeni dan Rudy yang di bel

  • Ratu Baru Duda Anak Satu   Bab 14 : Berkunjung ke Kampung

    "Menjauh dariku Dihan!" ucap Inda kesal seraya memberontak."Tidak. Sudah lama kita tidak berdekatan seperti ini. Wangimu masih sama." Dihan menghirup dalam-dalam aroma vanila minta yang menjadi aroma favoritnya.Inda terkekeh kecil. "Kau kira dengan perkataanmu itu, aku bakalan luluh? Aku sudah jijik denganmu!""Jangan begitu, sayang. Kasih aku kesempatan terakhir. Aku berani bersumpah, kali ini aku akan memperbaiki hubungan kita balik seperti dulu," pinta Dihan semakin erat memeluk Inda dari belakang.Dengan geram, Inda mengigit lengan Dihan sekeras mungkin membuat pria itu mengerang kesakitan hingga melepaskan pelukannya."Astaga, Inda! Aku ini suamimu!"Inda tersenyum mengejek. "Kedepannya bukan lagi. Dan asal kau tahu Dihan! Aku bukan tidak pernah memberimu kesempatan, tapi sudah berkali-kali! Cuma kau yang tidak menghargainya." Inda lalu naik ke kamarnya dan mengunci diri di sana. Membersihkan diri sebelum akhirnya ia memutuskan untuk baring ke kasur miliknya yang sudah kosong

  • Ratu Baru Duda Anak Satu   Bab 13 : Drama di Rumah Mertua

    Inda terganggu oleh getaran-getaran heboh di tas selempangnya. Awalnya ia pikir, itu pasti Dihan yang meneleponnya. Maka Inda memutuskan untuk tidak mengangkatnya.Kedua kali, ditelpon lagi. Dengan kesal, Inda mengangkat panggilan tersebut tanpa melihat sang penelepon."Halo? Siapa?" "Inda! Ke rumah sekarang juga!" perintah Ibu Dihan kemudian menutup sambungannya. Inda mengembuskan napas frustasi dan itu menarik perhatian David. "Kenapa? Ada masalah kah?" tanya David. "Bisakah kamu menurunkan aku di sini saja?" "Tidak, Inda. Aku akan mengantarmu," kata David keukeh.Setelah Inda menyebutkan alamat rumah mertuanya. David memutar balik setir dengan perasaan tak karuan.Butuh waktu sekitaran 30 menit, Inda sudah telah sampai di tujuan. "Aku akan menunggu di sekitaran sini. Telpon aku bila perlu," ucap David sebelum Inda menutup pintu mobilnya.Inda menekan bel pintu rumah, yang ternyata sudah ditungguin oleh Yolanda, Ibu Dihan. "Permisi, Bu." Inda menyapa sopan kemudian masuk ke d

  • Ratu Baru Duda Anak Satu   Bab 12 : Lelah Hati

    Inda turun dari mobil secepat kilat menghampiri Sasha yang tengah meracau di dalam ruang UKS. "Sasha!" seru Inda."Anda Mama Sasha ya?" tanya petugas UKS tersebut."Iya, saya, Bu," jawab Inda tanpa berpikir lagi."Sasha demamnya tidak mau turun-turun padahal sudah kasih obat," terangnya.Inda mengangguk paham, dan segera duduk di tepi Sasha. Mengelap peluh yang terus bercucuran dari kening Sasha."Kita ke rumah sakit saja," saran David melihat kepucatan Sasha di wajahnya.Inda lalu menggendong Sasha di dekapannya. "Permisi, Bu."Inda dan David mengambil langkah lebar hingga menuju mobil David. "Kenapa panas sekali ya," gumam Inda khawatir sambil menepuk-nepuk punggung Sasha. David menginjak pedal gas dengan kecepatan di atas rata-rata hingga sampai di rumah sakit.&&&"Tenang, dia cuma salah makan sesuatu saja yang membuat dia seperti ini. Aku sudah buka resepnya nanti tebus di apotek saja," ucap dokternya.Kini Inda dan David akhirnya bisa menarik napas lega."Terima kasih, Dok,"

  • Ratu Baru Duda Anak Satu   Bab 11 : Selamat Tinggal Masa Lalu

    Inda langsung mundur beberapa senti ke belakang. "Ti-tidak kok. Aku sehat-sehat saja."Kening David mengkerut, tatapannya tampak khawatir. Apalagi takut karena jaga Sasha yang menyebabkan Inda sakit. "Jangan gerak, tunggu sebentar di sini." David bergegas pergi mengambil kotak P3K yang berisi cek suhu tubuh. David langsung menuntun Inda berbaring di sofa, dan memasuki alat cek suhu ke telinga Inda."Astaga, tidak us—""Diam, jangan gerak, Inda," cegat David.Inda mengedipkan mata beberapa kali. Ada rasa gugup dan terharu. Seorang atasan mengkhawatirkan kesehatan karyawannya. "David," panggil Inda pelan. "Hm?" "Terima kasih, sudah mengkhawatirkan aku." Tangan David berhenti bergerak dari menyusun kembali barang-barang ia keluarkan secara berserakan.Kemudian tatapan keduanya saling bertautan satu sama lainnya. Seakan-akan dunia milik mereka berdua."Papa?" tanya Sasha yang berhasil membangunkan keduanya untuk memutuskan kontak mata. "Mama gimana?"David lalu mengeluarkan alat ter

DMCA.com Protection Status