Beranda / Romansa / Rasa / Chapter 2

Share

Chapter 2

Penulis: Zahrazara
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-11 11:41:00

/Tok tok

"Assalamualaikum, yuk bangun yuk. Kita shalat tahajud." ketukan dan suara seorang kakak kelas terdengar dari balik pintu. Di sepertiga malam tepatnya pukul 03.15 pagi, kakak kelas yang bertugas hari itu, pergi berkeliling untuk membangunkan santri santri disana.  

"Huaah, wa'alaikumussalam." Kyra menguap dan menjawab salam dari luar dengan lemas. Matanya masih cukup berat. Di kamar itu, biasanya memang Kyra yang bangun paling awal. Dirinya bergegas menuruni tangga, kebetulan tempat tidur Kyra ada di bagian atas. Tak lupa, ia merapikan kerudungnya dan pergi membangunkan teman teman sekamarnya yang lain.

"Ayaa, bangun bangun. Yuk bangun yuk bangun. tahajud , tahajud," ujar Kyra dengan suara yang sedikit keras hingga akhirnya mengusik telinga teman teman yang masih terlelap tidur.

"Ayo bangun yuk! Bangun guys, waktunya tahajjud," teriak Kyra sekali lagi, membuat teman teman yang masih tertidur pun akhirnya terganggu dan memilih bangun.

"huaaa... Iyaa iyaa," jawab Ataya mengangkat tubuhnya dan bangun dari kasur. Sesekali, gadis itu menggosok matanya.

"yuk tahajjud. Yang lain juga yuk, tahajjud." Kyra melangkah keluar dengan lemas, sembari mengencangkan alas kaki yang ia kenakan.

"Tunggu, Ra." Ataya berdiri mencoba mendekati Kyra. Teman teman lain pun mengikuti. Para santri berbondong bondong mengambil antrian wudhu. 

Kamar mandi pun seketika penuh, para santriwan ramai mengantri giliran untuk berwudhu. Usai membasahi anggota anggota wudhu, semuanya berkumpul di mushala untuk melakukan qiyamul lail atau shalat malam. 

********************************

Di pagi harinya, saat suasana di pondok pesantren Darul Haq sudah cukup ramai, usai sarapan sebelum masuk kelas, Ataya izin tidak bisa mengikuti kelas jam pertama hari itu. 

"Loh, kok tumben? Kenapa?" Kyra terkejut mendengarnya, ia tengah merapikan dan membersihkan kamar bersama teman yang lain. 

"Umma mau jenguk hari ini. Kata ustadzah sih, umma minta aku buat izin dulu di jam pelajaran pertama. Kayaknya sih-" Ataya kemudian maju mendekati Kyra, suaranya berbisik halus memasuki telinga Kyra "Abang mau di pesantrenin. Hihi." 

"Serius? Abang yang biasa Aya ceritain?" raut tak percaya terlihat di wajah Kyra. Ataya sering bercerita, bahwa abang nya ini sangat pendiam dan jarang sekali berinteraksi dengan banyak orang. Cukup mengejutkan, rupanya abang Aya akan menjadi santri di pondok pesantren Darul Haq. 

"Ho oh, denger dari umma pas telepon kemarin sih gitu. Seneng, jadi ada temennya disini," lanjut Aya melipat selimut lembut yang ia gunakan semalam. 

"Uwidih, enak dong." Kyra menanggapinya ikut senang. Keduanya pun melanjutkan rutinitas nya merapikan kamar. 

/Kringgg, kringgg

Bel berbunyi, seluruh santri memasuki kelasnya masing masing. Kyra pagi itu tak ditemani Ataya. Ataya pergi menemui umma nya yang baru saja datang.

*************************

"Jadi gini omah, abah. Anak saya yang ini sekarang kelas 12," ucap umma Ataya di ruangan omah. Sambil ditemani dengan Ataya dan seorang anak laki laki yang sepertinya kakak kandung Aya. 

"Tapi, di sekolah sebelumnya kata beberapa guru, dia ini susah sekali berbaur dengan teman teman nya yang lain. Di kelas sangat pendiam, saat jam pelajaran pun dia susah sekali untuk aktif. Nah, makannya itu saya daftarkan ke pondok pesantren ini. Kebetulan kan ada Ataya juga, saya lihat alhamdulillah selama Ataya belajar disini, ada peningkatan. Baik dari segi akademik nya, maupun karakternya yang baru terbentuk selama disini. Semoga kakak nya ini juga bisa jauh lebih mudah bersosialisasi dan bergaul dengan teman teman disini," lanjut nya. 

"Oh, begitu. InsyaAllah bisa kok bu. Disini hampir seluruh kegiatan dilakukan bersama sama. InsyaAllah nanti kakak nya bisa terbiasa ya hidup dengan banyak orang orang baru. Bergaul, bertukar cerita, belajar, dan lain sebagainya. Kalo boleh tau, namanya siapa?" jawab abah Kyra memalingkan pandangannya pada anak laki laki dengan jubah abu abu dan peci. Sejak tadi, anak itu menyembunyikan wajahnya. 

"Tuh ditanya, namanya siapa?" senggol sang ibu memerintahkan nya untuk bersuara. 

"Abian," jawabnya singkat. Pandangannya masih ke arah sepatu yang ia kenakan.

"Wah, Abian. Salam kenal yaa ini abah pemilik pondok pesantren Darul Haq, kalo yang ini panggil aja omah," balas abah memperkenalkan diri, senyum manisnya selalu membuat banyak anak luluh. Abah Kyra sangat menyukai anak kecil. Dirinya terkenal sangat ramah dengan santriwan dan santriwati disana.

"Tuh, bang. Nanti abang belajarnya disini. Sama kayak adek, jauh dari umma. Kegiatannya juga beda sama sekolah sekolah biasa. InsyaAllah jadi lebih rajin disini," umma Ataya membujuk anaknya agar semangat menuntut ilmu di pondok pesantren itu. Sebelumnya, Abian sendiri berasal dari salah satu sekolah islam swasta yang ada di Jakarta. Ia dipindahkan ke pondok pesantren itu karena nilainya yang menurun setiap semester, serta ada beberapa keluhan dari guru guru disana, bahwa Abian ini sangat pendiam. Dirinya benar benar sedikit sekali berbicara. 

"Baik bu, kalo begitu nanti Abian bakal ditemani sama kak Ali ya untuk masa pengenalan lingkungan pesantren. Nanti akan diajak berkeliling melihat tempat tempat yang ada disini," ujar omah sembari menjulurkan tangannya menunjuk kak Ali yang merupakan asisten beliau. 

"Untuk ibu, boleh ke asrama khusus orangtua disana bu, agar bisa beristirahat disana. Ataya juga boleh temu kangen dulu dengan ummanya. Hehe, udah lama gak ketemu kan ya?" lanjutnya mengarahkan tangan ke arah luar, tempat asrama atau penginapan khusus orangtua. 

"Hehe, iya omah," jawab Ataya tersipu malu

"Terimakasih omah, saya izin beristirahat sebentar di Asrama ya, kebetulan nanti sore harus kembali pulang karena ada urusan. Abang ikut kak Ali dulu gih, buat pengenalan lingkungan disini. Umma sama Aya istirahat di asrama. Mohon bantuannya, kak Ali." umma membenarkan tasnya yang tadi terlepas dari bahu, dan berdiri bangkit dari duduk. Omah, abah dan yang lainnya pun bergegas ikut berdiri. Pandangannya pun teralihkan ke arah kak Ali. 

"Baik bu, mari dek Abi. Kita keluar dulu." Ali sedikit mengangguk menyetujui permintaan umma. Ia pun mengajak Abian untuk ikut keluar ruangan bersamanya. 

"Oya bu, mari. Biar saya temani ke Asrama." Sementara omah, mengajak Aya dan ummanya beristirahat di Asrama. 

"Terimakasih." Umma dan Aya pun mengikuti. 

*********************************

"Teman teman, ayo tahfidz. Yuk, yuk!" Kyra memanggil teman temannya dari depan pintu kelas. Teman temannya saat itu, masih tengah sibuk dengan tugas di pelajaran sebelumnya. 

"Baaa!!" Ataya datang mengejutkan Kyra dari belakang. Tangannya mendarat di bahu Kyra yang santai. 

"ASTAGFIRULLAH, SUBHANALLAH, ALLAHU AKBAR!" ujar Kyra latah, dirinya terkejut saat pundaknya disentuh secara tiba tiba. 

"Alhamdulillah, semuanya kesebut. Hihiihi." Ataya menolehkan wajahnya dari arah belakang, tak lupa senyum jahil pun menyertainya. 

"Haishh, gimana? Udah ketemu umma?" Kyra memindahkan rangkulan tangan Ataya yang masih melekat di bahunya. 

"Udah kok. Umma lagi istirahat di Asrama. Dahlah yuk, kita tahfidz." Ataya berjalan melangkah memasuki kelas untuk mengambil barang barang keperluannya di halaqah. Kyra menunggunya masih di posisi yang sama. 

"Buru! Dah pada rapih tuh buat lingkaran," teriak Kyra. Matanya tertuju pada halaqah yang berada di depan kantor guru. Ataya mempercepat gerakannya. Ia pun pergi bergegas bersama Kyra bergabung dengan teman teman disana.

Bab terkait

  • Rasa   Chapter 3

    Di gedung santriwan,Hari itu adalah hari pertama bagi Abi di pesantren Darul Haq. Dirinya sungguh tak terbiasa dengan suasana disana. Abi memang sangat pendiam dan sulit sekali bersosialisasi dengan orang lain. Apalagi, dengan orang baru."Nah, ini teman baru kalian ya disini. Coba perkenalkan diri dulu nak." salah satu ustadz yang mengisi pelajaran pertama abi, mempersilahkan abi untuk memperkenalkan dirinya. Abi cukup canggung, sejak tiba di pesantren Darul Haq kemarin, jumlah Abi berbicara bisa dihitung dengan tangan. Abi mengangguk pelan menyutujui permintaan ustadznya."Assalamualaikum." Abi memulai dengan salam, mata dan pandangan nya masih tunduk ke arah lantai."Wa'alaikumussalam," jawab teman teman dan ustdznya serentak."Nama saya Abian Airuz Aldari. Saya duduk di kelas 12," ujarnya sangat singkat. Tiba tiba ia terhenti, ia kebingungan memperkenalkan dirinya. Keringatnya pun mulai menuruni dahi, terlihat sangat gugup.

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-20
  • Rasa   Chapter 4

    "Eh, besok bahasa indonesia bukan?" Kyra memulai pembicaraan di kamarnya. Para santriwati kini sudah berada di kamarnya masing masing, sebenarnya ini sudah waktunya mereka untuk tidur. Bel pun sudah berbunyi, tapi Kyra dan teman teman sekamarnya belum mengantuk."Eh, iya.""Ho oh.""Iya," jawab Ataya dan beberapa temannya berbarengan."Wawancara kan berarti?" Kyra mengangkat tubuhnya bangun, ia terlihat cukup antusias."Yoi.""Iyap.""Ho oh.""Iya kayaknya," jawab Ataya mengikuti temannya yang lain."Yeah, gak sabar, ah." Kyra kembali berbaring. Kini punggung bagian belakangnya sudah bersentuhan dengan ranjang mpuk yang diselimuti sprei polos."Dih, kamu mah suka ya kalo ada tugas wawancara?" tanya Ataya."Tau ih, suka banget keknya kalo ada tugas wawancara," sambung temannya."Ho oh, aku tak tertarik. Malas kali lah," ujar teman lainnya melengkapi"Seru lah, bisa keliling keliling pondok. Ket

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-20
  • Rasa   Chapter 5

    "Kyr, Kyr. Tugas yang ini udah selesai?" tanya seorang teman yang tiba tiba datang ke mejanya. Sebuah buku tulis terbuka di hadapan Kyra. Beberapa soal ditulis menurun dan masih kosong tanpa jawaban."E-eh, udah kok." Kyra yang tengah sibuk merapikan meja pun terkejut."Tuh ambil aja buku latihan Kyra. Jawaban Kyra bener tadi Alhamdulillah." dagunya sedikit ia angkat, mengarah pada buku tulis di pojok mejanya."Sip, makasih," jawab teman itu, kemudian membawa buku catatannya pergi. Itu bukan masalah yang besar bagi Kyra. Gadis kecil ini sangat suka jika bisa membantu teman teman sekelasnya./Tokk, tokkk"Assalamualaikum, haii hai. Coba liat sini dulu." Kyra bangkit dari duduknya. Ia mengambil sebuah penghapus papan tulis dan sesekali mengetuknya ke atas meja guru, ia mencoba meraih perhatian teman temannya sebentar."Wa'alaikumussalam," jawab teman temannya serentak. Seketika, mereka menghentikan aktivitasnya, dan memfokuskan perhatian pada

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-20
  • Rasa   Chapter 6

    "Ini sampai kapan sih kayak gini?" tanya seorang santriwan dalam pikirannya sebelum menikmati tidur malam yang panjang. Ya, itu Abian. Abian memang jarang berbicara, namun sebenarnya seribu satu pertanyaan sedang berlalu lalang di pikirannya. Santriwan lain sudah mulai bermain dalam dunia mimpinya masing masing. Tapi tidak dengan Abian. Menatap langit langit kamar yang luas, ia berbaring diatas ranjangnya. Hari itu, Abian mendapat tempat tidur di bagian atas. Ia sebenarnya, sangat tidak nyaman tidur di kasur yang tinggi, ia juga tak bisa bebas bergerak, karena kayu yang menyangganya itu sering kali berbunyi, ia tak mau mengganggu teman di bawah yang sedang tidur. Perlahan Abian bangun, kamar sebenarnya sudah gelap, tapi Abian sangat menyukai suasananya. Suasana yang jarang sekali ia dapatkan semenjak menjadi santriwan di pesantren itu. Abian gunakan waktu malamnya untuk introspeksi diri, mencoba menyelesaikan pertanyaan pertanyaan seputar hidup yang sejak tadi berlari lari di pikira

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-20
  • Rasa   Chapter 7

    “Abi, nanti ke ruangan ustadz ya. Ada yang ingin ustadz sampaikan.” ujar ustadz yang selesai menyimak setoran hafalan Abi pagi itu. Abi hanya diam mengangguk dan pergi kembali ke tempat duduknya di halaqah. Kali ini Abi duduk menyendiri di pojok sambil bersandar ke pagar. Tak heran jika itu menjadi bahan perbincangan santriwan lain, Abi memang sependiam itu. Memang tak sedikit yang mencoba mengajaknya mengobrol, tapi hasiulnya sama saja.“Eh, ajak ngobrol sana. Kasian sendirian si Abi,” ujar salah seorang teman memperhatikan Abi duduk sendiri menggenggam mushafnya.“Lah, biarin aja udah. Dari kemarin juga udah diajak ngobrol sama aja. Emang gitu kali anaknya.“ balas temannya. Sepertinya, banyak santri lain yang malas menanggapi Abi. Sikapnya sangat dingin.“Ho oh, biarin aja udah. Emang dia nyamannya sendiri gitu kali. Ustadz juga ngebiarin. Udah, biarin aja.” Saut teman lainnya yang mendengar.A

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-20
  • Rasa   Chapter 8

    “Kyr, nanti temenin ya ke gedung santriwan,” cetus Ataya saat sedang fokus menyelesaikan tugas prakarya. “Mau ngapain ke gedung santriwan?” tanya Kyra terkejut. “Biasa, uang saku Ataya abis. Kemarin Umma titipin ke abang. Ya, jadi mau ngambil uangnya ke abang.” “Owalah, jadi kamu gak megang uang saku sekarang?” “Sekarang masih, tapi tinggal dikit. Ya mungkin besok atau nanti sore. Ataya juga lupa uang yang sisa ada berapa.” “Oke, oke. Nanti Kyra temenin. Bilang aja kalo mau ambil ke gedung santriwan.” “Oke, thanks. Tapi eh tapi, Ataya gak tau kamar Abang sebelah mana. Haish, males sebenernya harus ngambil uang ke sana. Kudu nyari nyari kamar atau paling gak tanya sama ustadz.” Keluh Ataya. “Ya nanti ku temenin. Sanss, kita keliling gedung santriwan nanti.” “Jiakh, cuci mata ya kamu. Wuuuhh, iyooo makasih sebelumnya.” “Gak, astaghfirullah. Yooo, masama.” Selesai sudah obrolan

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-20
  • Rasa   Chapter 9

    “Abangmu pendiem banget yaa, dingin dingin gimanaa gitu. Ngerii!!” ujar Kyra saat perjalanan kembali ke gedung santriwati.“Ho oh, emang gitu anaknya. Ngeselin kadang kadang, diajak ngomong kayak gak punya mulut. Diem aja,” balas Ataya merapikan kerdungnya yang sedikit berantakan.Keduanya pergi menuju kantin untuk membeli basreng favorit mereka. Anehnya, Kyra kini menjadi penasaran dengan sosok Abian yang sebenarnya, setelah tadi bertemu. Dia sebelumnya tak pernah melihat laki laki seperti Abian, sosok laki laki yang sangat menjaga pandangannya, dan sedikit berbicara. Benih benih kagum mulai tumbuh dalam benak gadis yang bernama Kyra itu.“Eh, iya abang mu kelas berapa? Lupa Kyra,” tany Kyra penasaran. Sebelumnya, Ataya sudah memberi trahu ia sepertinya, tapi sayangnya Kyra sangat pelupa.“Kelas 12, dia disini cuma setahun doang, habis itu lulus.”“Owalah, dah kela

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-21
  • Rasa   Chapter 10

    Sementara itu,Abian dengan kaus polosnya masih sibuk membaca Al – Qur’an di Masjid. Abian memaksakan dirinya untuk keluar kamar sendiri dan menghabiskan waktu di Masjid. Besok sudah masuk pekan ujian tahfidz, Abian ingin mempersiapkan hafalannya semaksimal mungkin. Ia sangat menyukai suasana yang tenang disana. Jarang sekali Abian bisa menghabiskan waktunya untuk bisa napas tenang dan lega seperti ini. Seseram itu orang lain di mata Abian.Di pertengahan Abian membaca A- Qur’an, ia teringat adik perempuan yang menghampirinya sore tadi. Adik perempuan dengan seorang temannya,“Tadi siapa ya yang ngucap salam ke saya?” tanya Abi memutus fokusnya dengan mushaf yang ia genggam.“Kok saya risih kalo inget,”“Kayaknya, temen deket Aya,”Ucapnya dalam hati, sikap teman Ataya yang berjumpa dengannya tadi sore, cukup mengganggu Abian. Mungkin, karena lawan jenis. Sebelumnya, Abi belum

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-21

Bab terbaru

  • Rasa   Chapter 32

    Sosok laki-laki dengan kemeja lengan pendek berwarna biru muda, membuka pintu tersebut. Jam tangan hitam, dengan pulpen yang sedang di genggam yang pertama kali dilihat Kyra dan Ataya. Keduanya sedikit mengangkat dagu ke arah atas. Kemudian belum genap 5 detik, Kyra dengan cepat menurunkan kembali wajahnya."Abang?" ujar Ataya terkejut."Hm?" jawab Abian sangat singkat."A-anu, K-Kyra mau kasih ini, apa tuh namanya, Kyr?" Ataya mendadak gugup tak karuan, entah apa yang membuatnya seperti itu."Hm?" Abian mengulangi hal yang sama dengan sebelumnya. Kedua tangannya kini ia sembunyikan dalam saku celana, pandangannya hanya menatap sang adik, Ataya."E-emm, i-ini, kak ada amanah dari ustadzah, untuk serahin laporan harian dan absen kelas 11b. I-ini semua lembarannya ada disini, kak," ujar Kyra mengambil alih kecanggungan diantara keduanya. Gadis itu menyerahkan benda yang ia pegang sejak tadi. Sebuah map berbentuk persegi panjang

  • Rasa   Chapter 31

    Malam itu, usai berkegiatan satu hari penuh, Abian masuk beristirahat di kamar pribadinya yang berada di asrama. Ia sekilas menatap jam kecil yang berada di meja tempat di samping tempat tidurnya. Jam menunjukkan pukul 21.42. Beranjak dari kursi yang ia duduki setelah kurang lebih setengah jam untuk belajar, membaca buku, dan tilawah Al - Qur'an."Alhamdulillah," ujarnya sambil menarik selimut yang sejak pagi tadi masih berdiam rapi di tempatnya. Sebelum punggung belakang laki-laki tersebut sempurna menyentuh kasur yang sangat nyaman, Abian melepas kacamata yang ia kenakan, dan meletakkannya tepat di meja yang berada di sebelah kirinya. Terlihat sebuah benda kecil nan tipis sudah sedari tadi berbaring di atas taplak meja.Abian meraih handphonenya, sejenak memainkan nya, dan sebuah rasa berkunjung tanpa diundang. Sebuah pesan yang tiba-tiba masuk, membuat Abian terkejut. Umma menghubunginya di tengah larutnya malam saat itu. 

  • Rasa   Chapter 30

    Setelah pembagian hadiah secara simbolis kepada para santri yang menduduki juara umum lomba cerdas cermat Pondok Pesantren Darul Haq, Kyra, Ataya, dan juga Sarah kembali duduk dan bergabung bersama teman-teman lainnya di tempat semula, dengan diiringi sorak ramai bukti bangganya seisi kelas dengan 3 perwakilan mereka.Selain itu, bukan hanya mereka yang mendapat juara umum, yang akan memperoleh penghargaan, tapi penghargaan diberikan merata untuk seluruh peserta yang sudah turut berkontribusi dalam lomba tersebut hingga akhirnya tiba di babak final. Hanya saja, kuantitas dan jenis penghargaannya beragam menyeimbangkan poin hasil akhir yang mereka dapat."Maa Syaa Allah, luar biasa, Selamat untuk para pemenang lomba! Untuk seluruh peserta yang sudah mengikuti dan turut serta meramaikan, ustadzah ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, dan semoga melalui kegiatan ini, terdapat karakter, serta pola pikir baru yang tumbuh dalam d

  • Rasa   Chapter 29

    "Allahu akbar allahu akbar." Merdunya adzan yang berkumandang di masjid.Fajar telah tiba. Para santri bergegas mempersiapkan diri untuk shalat shubuh di masjid Darul Haq dekat asrama mereka. Beberapa ada yang masih mengantri, untuk berwudhu dan mandi. Suasananya sudah mulai ramai kembali seperti biasa.Pagi itu, suasana pagi diselimuti embun. Udara sejuk diiringi kicauan burung yang indah. Santri bersiap untuk melaksanakan agenda hari itu. Acara yang cukup dinantikan. Yaitu, babak final yang merupakan puncak lomba cerdas cermat.Kyra, Ataya, dan Sarah sudah sibuk mempersiapkan diri satu malam penuh, berlatih soal, dan tak lupa juga mereka meminta dukungan dari para teman dan ustadzah disana. Tegang, gugup, cemas. Semuanya bercampur menjadi satu. Tak lupa dilengkapi dengan taburan bubuk yang berupa pikiran-pikiran negatif penghambat kepercayaan diri."Semangat, Kyra, Ataya, Sarah!"

  • Rasa   Chapter 28

    Hari pun kini berganti. Cuaca pagi itu, kurang mendukung. Awan yang gelap, disertai angin yang sejuk. Matahari bersembunyi dan tak menampakkan diri. Jalanan kering sedikit basah, akibat hujan semalam.Hari itu, sebuah kegiatan yang sudah direncanakan, akan berlangsung. Kegiatan cerdas cermat. Seluruh santri, akan bersaing dalam kegiatan ini. Mereka sudah menyiapkan diri semaksimal mungkin sejak semalam. Pagi itu, masih banyak diantara mereka, yang tengah sibuk berlatih soal, mencari buku-buku, mengunjungi ruang guru untuk bertanya pada ustadz dan ustadzah disana, serta banyak lagi."Kyr, gimana? Udah siap?" tanya Ataya yang masih menggenggam pulpen biru di tangannya."Belum, kurang banget ini persiapannya. Masa cuma semalem doang," ujar Kyra mengeluh kesal. Pasalnya, ia belum mempersiapkan diri secara maksimal hingga pagi itu."Iya banget, kurang tau. Gapapa, Kyr, acaranya masih jam sembilan, bisalah kit

  • Rasa   Chapter 27

    "Kyra, Kyra.""Kyra…, udah sembuh?""Apa kabar, Kyr?"Tanya teman-teman Kyra begitu melihat gadis itu kembali hadir dan bergabung bersama mereka di kelas."Iya, Kyra udah sembuh Alhamdulillah," jawabnya kemudian menghampiri tempat duduknya. Kebetulan, Ataya duduk berdekatan dengan Kyra hari itu. Kyra duduk tepat di sebelah Ataya."Pagi, Kyr," sapa Ataya melihat Kyra yang menarik kursi untuk duduk di sampingnya."Pagi," jawab Kyra sangat singkat. Gadis itu kemudian mengeluarkan beberapa tugasnya yang belum sempat ia kumpulkan karena sakit kemarin."Mau ditemenin ke ruang ustadzah buat ngumpulin tugas-tugas itu?" Ataya menawarkan diri untuk menemani Kyra mengumpulkan tugas ke ruang ustadzah."Gak usah, gak papa." Kyra kemudian beranjak dari kursi duduknya, dan pergi ke arah luar menuju ruang ustadzah seorang diri."Ekhem, Kyra masih marah, A

  • Rasa   Chapter 26

    Pagi yang cerah itu, matahari menerangi kota itu. Seluruh orang sibuk beraktivitas. Ada yang bersiap untuk kerja, beberapa juga ada yang sedang dalam perjalanan menuju sekolah dengan sebuah seragam, ada juga para ibu-ibu hebat yang berkumpul di pasar sejak udara masih sejuk, untuk menyiapkan masakan bagi keluarganya.Kyra sudah sehat. Kondisi tubuhnya sudah membaik. Tapi, dirinya masih harus beristirahat di rumah, karena masih berada dalam masa pemulihan. Setelah kurang lebih 5 hari, gadis itu berdiam diri di kamarnya, hari itu, Kyra kembali bisa berjalan dan menghirup udara segar diluar.Sayang saja, hari itu, Kyra harus mengikuti kelas sendiri di rumah. Mengejar pelajaran yang tertinggal, serta berusaha untuk menyelesaikan tugas-tugas yang menumpuk akibat penyelesaiannya ia tunda kemarin."Kyra jangan capek-capek dulu, ya. Tetep istirahat yang cukup, dan gak lupa jaga pola makan juga, supaya bisa kemb

  • Rasa   Chapter 25

    Hari itu, adalah hari Ahad. Hari dimana para santri libur dan tak ada kelas. Namun, mereka tetap memiliki jadwal dan rangkaian kegiatan meski libur. Semalam, kondisi Kyra masih dalam kondisi yang lemah dan belum bisa hadir di pondok seperti teman-teman yang lainnya. Dua hari lamanya, gadis itu terbaring diatas ranjang di kamarnya. Gadis itu enggan meminum obat dan mengisi perut. Tenggorokannya yang belum bisa bekerja dengan baik, membuat dirinya kesulitan untuk menelan makanan. Bahkan, untuk sekedar minum air putih, tenggorokan Kyra terasa seperti terdapat luka disana, perih dan sakit. Namun, setelah dipaksakan oleh sang nenek, hari itu, Kyra merasa tubuhnya sedikit membaik setelah meminum satu tablet obat pagi tadi. Walaupun, masih lemas dan tak bertenaga."Kyra, mau makan apa untuk nanti siang? Biar omah masakin," ujar omah sesekali mengelus pelan kepala gadis itu.Kyra hanya menjawab dengan gelengan kepala, sama sekali tak ada

  • Rasa   Chapter 24

    "Cepet sehat, Kyra.""Istirahat yang cukup, Kyr.""Semoga cepat membaik ya, Kyr,"Ujar teman-temannya sebelum meninggalkan Kyra dan memasuki kelas untuk memulai pembelajaran."Kyra istirahat yang cukup ya disini, jangan lupa obatnya diminum ya, sayang. Banyakin minum air putih juga," ujar ustadzah asma yang kemudian meninggalkan Kyra seorang diri di kamar.Hari itu, kabar Kyra sedang tidak baik. Tubuhnya demam dan disertai sakit tenggorokan. Gadis itu tidak bisa mengikuti pelajaran, dan hanya berdiam diri di kamar. Dengan benda kecil yang dikenal dengan sapu tangan di atas dahinya.Beberapa hari sebelumnya, Kyra memang sudah merasakan tubuhnya yang kurang fit dalam beraktivitas. Namun,

DMCA.com Protection Status