Beranda / Romansa / Rasa / Chapter 8

Share

Chapter 8

Penulis: Zahrazara
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-20 06:52:18

“Kyr, nanti temenin ya ke gedung santriwan,” cetus Ataya saat sedang fokus menyelesaikan tugas prakarya. 

“Mau ngapain ke gedung santriwan?” tanya Kyra terkejut. 

“Biasa, uang saku Ataya abis. Kemarin Umma titipin ke abang. Ya, jadi mau ngambil uangnya ke abang.” 

“Owalah, jadi kamu gak megang uang saku sekarang?” 

“Sekarang masih, tapi tinggal dikit. Ya mungkin besok atau nanti sore. Ataya juga lupa uang yang sisa ada berapa.”

“Oke, oke. Nanti Kyra temenin. Bilang aja kalo mau ambil ke gedung santriwan.”

“Oke, thanks. Tapi eh tapi, Ataya gak tau kamar Abang sebelah mana. Haish, males sebenernya harus ngambil uang ke sana. Kudu nyari nyari kamar atau paling gak tanya sama ustadz.” Keluh Ataya.

“Ya nanti ku temenin. Sanss, kita keliling gedung santriwan nanti.”

“Jiakh, cuci mata ya kamu. Wuuuhh, iyooo makasih sebelumnya.”

“Gak, astaghfirullah. Yooo, masama.” 

Selesai sudah obrolan keduanya saat jam pelajaran prakarya. Kyra dan Ataya memang tak bisa disatukan. Keduanya sama sama suka berbicara. 

“Kyr, nanti kamu yang prensentasiin hasil yaa,” ujar salah seorang teman disisi kanan Kyra. Sebelumnya, ustadzah sudah memberi arahan untuk segera menyelesaikan tugas prakarya dan mempresentasikannya hari itu di depan kelas. 

“Ho oh, kamu aja Kyr. Kamu pinter ngomong depan umum, sama ustadzah juga kan deket, jadi gak gugup gugup benget.” timpal teman lain yang sekelompok dengan Kyra dan Ataya. 

“Setuju!! Kyra aja yang presentasi. Aku gak bisa presentasi serius, berdiri maju depan temen temen yang lain aja gemeterr,” sambung teman yang duduk di pojok kelas dan tentunya masih satu kelompok dengan Kyra.

“Iyaa, iya. Tapi nanti kalian juga bantu ngomong sedikit sedikit, biar kelompok kita juga ada nilainya, gak mendominasi di satu orang aja.” jawab Kyra menerangkan. 

“Uwookeh,”

“Oke, oke.”

“Sip,” respon teman teman yang lain mendengar penjelasan Kyra. Kini, kelompok mereka berusaha menyelesaikan tugas prakarya secepatanya, agar tetap mendapat giliran untuk presentasi. 

*******************     

“Baik, sekian yang bisa Kyra dan kelompok presentasikan. Terimakasih atas perhatiannya, mohon maaf jika selama penyampaian ada kesalahan, waassallamu’allaikum warrahmatullahi wabarakatuh.” Ucap Kyra menutup sesi presentasi kelompoknya. Ya, kelompok mereka menyelesaikan tugas prakarya tepat waktu dan bisa mempresentasikannya di hari yang sama. 

“Wa’allaikumussallam warrahmatullahi wabarakatuh,” jawab ustadzah dan teman satu kelas yang menyimak. 

“Maa Sya Allah, keren. Sedikit tambahan dari ustadzah, besok besok kalo presentasi, teman yang lainnya juga ikut bicara ya. Ustadzah perhatikan, dari awal sampai akhir Kyra yang jau lebih banyak bicara. Nah, nanti kedepannya di perbaiki lagi, bisa bagi tugas aja. Misal, yang presentasi bagian ini, Ataya. Nanti bagian yang ini Kyra, dan seterusnya. Baik, silahkan boleh duduk.” Jelas ustadzah dengan ramah memberi komentar dan saran untuk kelompok Kyra. 

“Siap, ibu!” jawab kelompok Kyra serentak. Mereka kembali ke tempat duduknya masing masing. 

“Fyuh, kan tadi udah dibilang jangan Kyra aja yang ngomong.” Ujar Kyra sedikit kesal dengan nada pelan. Sekesal apapun gadis itu, ia tak pernah meluapkan kekesalannya. Itulah sebabnya, Kyra sering kali dimanfaatkan teman sekelas, karena sikapnya yang baik, selalu menuruti keinginan orang lain, dan tak pernah marah.

“Maaf ya Kyr, tadi Ataya mau coba bantu, tapi takut. Jadinya Cuma bantu presentasi dikit doang tadi.”

“Iya, gak papa. Makasih udah bantu, maaf ya kalo presentasi Kyra kurang maksimal.” Balas Kyra. Kyra mencoba ikhlas memaafkan kesalahan teman sekelompoknya tadi. Tapi sayangnya, yang berani berbicara untuk meminta maaf hanya Ataya, selebihnya tak peduli dan justru malah pergi menghilang.

“Heh, udah bagus tadi itu. Eh iya, Ataya suka gaya public speaking kamu Kyr. Kyra jago ih, gak gugup gitu. Biasa ngomong di depan umum ya?” 

“Maa Sya Allah, jangan lupa ih. Tar jadi ain,” 

“Eh iya, astaghfirullah. Maa Sya Allah, Kyra.” 

“Hehe, makasih. Gak juga sih, Kyra emang suka aja gitu ngobrol ngobrol sama orang, apalagi temen sendiri, terus mereka pada dengerin Kyra ngomong di depan, berasa banget di hargai gitu.” 

“Pantess, cakep cakepp,”

“Eh iya, kayaknya ambil uang saku nya nanti sore Kyr. Ataya baru inget, uang Ataya gak sisa banyak. Kalo gak ngambil sore, besok gak bisa jajan.”

“Oh, oke oke. Nanti Kyra temenin.” 

“Makasih, entar Ataya traktir. Cielahh,”

“Eaaaa, gak usah juga gak papa.”

“Yakin? Gak kepengen basreng pake bumbu jagung manis plus balado? Ekhem, ekhemmm,”

“Aishhh, kalo itu gak bisa nolak. Iya, iya, liat aja entar. Makasih sebelumnya lhoo.” 

“Yoii, sama sama.” 

“Baik, alhamdulillah selesai sudah pelajaran prakarya hari ini. Untuk kelompok yang belum kebagian presentasi hari ini, dilanjut pekan depan yaa.” Ucap ustadzah merapikan barang hasil prakarya para santriwati hari itu.

“Oke, ustadzah.” Jawab santriwati serentak.

Berakhir sudah kegiatan belajar mengajar hari itu. Ustadzah menutup kelasnya, dan pergi meninggalkan ruangan.

********************

Seusai shalat ashar dan membaca dzikir petang sekaligus menyelesaikan ritual ritual sore pada umunya, Ataya meminta Kyra untuk menemaninya mengunjungi abang nya di gedung santriwan. 

“Ayo, Kyr. Ataya gak paham ruangan ruangannya.”

“Yoo, yoo. Bismillah, semoga aja ketemu ruangan abang mu.”

“Ataya deg degan, asli. Malu, keliling keliling gedung santriwan.” 

“Samaa, makannya bismillah semoga cepet ketemu. Biar gak malu maluin kita disana.”

“Oke, bismillah.” Ataya ditemani Kyra berjalan menuju gedung santriwan sore itu. Biasanya, setiap sore tak ada jadwal kegiatan padat bagi santriwan maupun santriwati. Di saat saat inilah, mereka sedikit bebas untuk pergi ke kantin dan bermain.

“Ini kemana? Astaghfirullah, napa rame bener deh disini.” Ucap Ataya sedikit mendekatkan tubuh pada Kyra. Ataya tampak gugup dan takut. 

“Shttt, shtttt. Udah diem. Malu ih, diliatin.” Balas Kyra melepas genggaman erat Ataya. Ataya bukan hanya menggenggam kuat tangan Kyra, ia juga besembunyi di balik tubuh gadis itu, membiarkan Kyra berjalan lebih dulu. 

“Huhh, itu ruang guru tuh! Apa mau kesitu aja kita, Kyr?”

“Ih, entar. Eh, tapi gak papa ding. Kamu yang ngetuk pintunya tapi ya,”

“Aaaa gak mau, udah bareng bareng aja, yuk.” 

“Haissh, ayolah ayo,”

/Tok,tok

Kyra dan Ataya memberanikan diri untuk mengetuk pintu ruangan itu. 

“Assallamuallaikum,” ujar Kyra dan Ataya mengucap salam bersamaan. 

“Iya, wa’allaikumussallam,” jawab seorang ustdaz dari dalam ruangan. Tapi pintu itu masih tertutup rapat.

/klek, 

Pintunya mulai terbuka, salah seorang ustadz mengecek siapa yang datang. 

“Iya? Ada perlu apa?”

“T-tuh, ngomong Ataya,” ucap Kyra sedikit gugup dan menyenggol tubuh Ataya menyruhnya berbicara.

“M-maaf ustadz, mau tanya kamarnya Abian dimana ya? Saya adiknya, ustadz. Ada perlu sama Abian.” 

“Oh, Abian. Ini, kesini. Kamar yang ketiga.” Jawab ustadz mengarahkan tangannya ke arah kanan.

“Oh, baik ustadz. Terimakasih, kita permisi.” 

“Assallamuallaikum,” Kyra dan Ataya dengan cepat meningalkan ruangan itu, dan menuju ke kamar Abian sesuai dengan arahan yang diberikan. 

“Emang jam segini abangmu gak mandi?” 

“Gak tau, semoga aja gak. Males nunggu kalo emang dia lagi mandi.”

“Ini kan berarti? Kamar nomor 3 tadi katanya,” Kyra menunjuk kamar santriwan yang ketiga. Sejujurnya, Kyra dan Ataya tak nyaman berada disana. Gedung itu benar benar penuh dengan santriwan.

“Iya, coba tak ketuk,”

/Tok,tok

“Assallamuallaikum,” Ataya emmberanikan diri mengetuk pintu kamar Abian. 

“Wa'allaikumussallam,” jawab sesorang sambil membuka pintu.

“Nahh, ketumu. Tau aja, Ataya kesini.” Ujar Ataya mengetahui abangnya yang membuka pintu itu. Seorang laki laki yang terbilang cukup tinggi, dengan kacamata, dan kopiah di kepalanya. Kyra yang juga melihatnya pun, menghembuskan napas lega. 

“Hm? Butuh apa?” 

“Jajann!! Duit Ataya dari umma masih ada di Abang,”

“Bentar,” Abian memasuki kamarnya kembali dan mecoba mengambil uang saku milik adik perempuannya.

“Oh, abang mu dingin juga yaaa.” Bisik Kyra memperhatikan Abian yang kembali memasuki kamar.

“Dah dibilang, prend. Dia emang gitu,” 

“Nih,” Abian kembali dengan sebuah amplop yang menyembunyikan uang untuk Ataya.

“Ciee, dah ada duit lagi,” sela Kyra ditengah pembicaraan keduanya. 

“Eheee, jajan basreng kita!!”

“Siapp, m-mm as-assallamuallaikum kak Abi,” sapa Kyra yang sejak tadi hanya diam tak berbicara. Ia merasa kurang sopan jika tak menyapa yang lebih tua.

“Wa'allaikumussallam,” jawab Abi singkat membuang wajah ke arah lain. Kyra tak berani menatapnya. Ia menundukkan pandangannya di depan lawan jenis.

“Udah?” Abian membuka kopiah dan sedikit merapikan rambutnya. Matanya benar benar tak menatap Kyra ataupun Ataya. Terlihat, Abian sangat menjaga pandangannya, bahkan dengan adiknya sendiri.

“Udah, makasih. Ataya balik ya. Assallamuallaikum,” Ataya menggenggam amplop putih itu dan menarik paksa tangan Kyra untuk meninggalkan kamar itu.

“Wa’allaikumussallam,” Abian menjawabnya, setelah melihat mereka menjauh pergi.

Akhirnya, Ataya bisa mendapatkan kembali uang sakunya. Kini, seperti janji Ataya pada Kyra sebelumnya, ia akan mentraktir Kyra seporsi bakso goreng. 

Bab terkait

  • Rasa   Chapter 9

    “Abangmu pendiem banget yaa, dingin dingin gimanaa gitu. Ngerii!!” ujar Kyra saat perjalanan kembali ke gedung santriwati.“Ho oh, emang gitu anaknya. Ngeselin kadang kadang, diajak ngomong kayak gak punya mulut. Diem aja,” balas Ataya merapikan kerdungnya yang sedikit berantakan.Keduanya pergi menuju kantin untuk membeli basreng favorit mereka. Anehnya, Kyra kini menjadi penasaran dengan sosok Abian yang sebenarnya, setelah tadi bertemu. Dia sebelumnya tak pernah melihat laki laki seperti Abian, sosok laki laki yang sangat menjaga pandangannya, dan sedikit berbicara. Benih benih kagum mulai tumbuh dalam benak gadis yang bernama Kyra itu.“Eh, iya abang mu kelas berapa? Lupa Kyra,” tany Kyra penasaran. Sebelumnya, Ataya sudah memberi trahu ia sepertinya, tapi sayangnya Kyra sangat pelupa.“Kelas 12, dia disini cuma setahun doang, habis itu lulus.”“Owalah, dah kela

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-21
  • Rasa   Chapter 10

    Sementara itu,Abian dengan kaus polosnya masih sibuk membaca Al – Qur’an di Masjid. Abian memaksakan dirinya untuk keluar kamar sendiri dan menghabiskan waktu di Masjid. Besok sudah masuk pekan ujian tahfidz, Abian ingin mempersiapkan hafalannya semaksimal mungkin. Ia sangat menyukai suasana yang tenang disana. Jarang sekali Abian bisa menghabiskan waktunya untuk bisa napas tenang dan lega seperti ini. Seseram itu orang lain di mata Abian.Di pertengahan Abian membaca A- Qur’an, ia teringat adik perempuan yang menghampirinya sore tadi. Adik perempuan dengan seorang temannya,“Tadi siapa ya yang ngucap salam ke saya?” tanya Abi memutus fokusnya dengan mushaf yang ia genggam.“Kok saya risih kalo inget,”“Kayaknya, temen deket Aya,”Ucapnya dalam hati, sikap teman Ataya yang berjumpa dengannya tadi sore, cukup mengganggu Abian. Mungkin, karena lawan jenis. Sebelumnya, Abi belum

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-21
  • Rasa   Chapter 11

    Abian berjalan menuju kamarnya. Seperti biasa, Abian merasa kelelahan setiap kali selesai berinteraksi dengan orang lain. Dirinya pun memasuki kamarnya yang hening dan sepi. Tak ada siapapun selain dirinya sendiri di kamar itu. Sembari mengistirahatkan tubuhnya, pikirannya memaksa Abi untuk memikirkan pertanyaan yang ustadz ajukan padanya di kantor guru tadi. Bukan hal yang mudah bagi Abian untuk memutuskan sesuatu. Pasalnya, anak ini biasa di bantu oleh orangtuanya dalam membuat suatu keputusan, hingga saatnya tiba Abi harus mampu membuat keputusan sendiri. Memang tawaran yang menarik, jarang sekali rasanya Abian mendapat tawaran untuk menjadi perwakilan kelasnya di suatu lomba. Ditambah, Abian adalah sosok yang sangat risih dengan keramaian. Ia tak mungkin sanggup tampil di depan umum, rasanya sangat mustahil. “Tapi, kalo saya tolak tawaran ustadz tadi juga sayang,” ujar Abian dalam hati. Dalam lamunannya, pikiran Abian sebenarnya sangatlah berisik, banyak topik yang

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-28
  • Rasa   Chapter 12

    Hari itu adalah hari dimana para santriwan dan santriwati tidak ada jadwal belajar. Ini hari yang ditunggu-tunggu oleh sebagian murid, pondok pesantren Darul Haq mengadakan lomba MHQ yang lombanya tersebut, bisa disaksikan oleh warga penduduk sekitar. Para santri yang mendaftar lomba, terlihat sudah siap bersaing antar kelas. Lomba ini di ikuti dari berbagai jenjang. Mulai jenjang SD – SMA. Namun, tempat dan waktunya yang berbeda.“Ayo, kumpul semua di Aula ya. Kelas 10,11,12 silahkan duduk yang rapi dan tidak ribut disana,” ujar ustadz memeberi arahan untuk seluruh santriwan. Abian benar benar gugup saat itu. Ia mencoba tenang, namun sayangnya pikirannya membuat Abian kehilangan rasa percaya diri. Tubuhnya berkeringat, ia merasa sedikit sesak, dan perutnya pun sedikit sakit.“Baik ustadz,” jawab para santriwan yang tengah bergerombol secara bersamaan. Abian menyendiri berada di barisan paling belakang. Napasnya tak beraturan.

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-28
  • Rasa   Chapter 13

    “Mumtaz, Maa Sya Allah hafalannya lancar, pelafalannya juga udah tepat dan bagus. Silahkan, boleh menuruni panggung,” ujar salah satu juri memuji Abian. Sungguh luar biasa, Abian berhasil menaiki panggung dan turun tanpa komentar dari sang juri.“Maa Sya Allah,”“Wah, Maa Sya Allah Abian!”“Keren Abian! Barakallahu fiik” timpal teman temannya yang lain ikut memuji Abian. Meski terlihat sebagai anak yang dingin dan sulit sekali untuk berkomunikasi dan bersosialisasi dengan orang lain, namun nyatanya Abian memiliki kemampuan di bidang lain yang belum tentu dimiliki semua anak.Abian menuruni tangganya dan kembali ke tempat duduknya semula. Napasnya sangat lega. Memang dirinya belum cukup tenang, tapi setidaknya dadanya sudah tak sesak seperti sebelumnya. Tubuhnya sangatlah bergemetar ia tak peduli bagaiman akondisi wajahnya, namun terlihat memang sangat pucat.“Wih abangmu

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-31
  • Rasa   Chapter 14

    “Suara Abi kok masih terngiang - ngiang smapai sekarang ya, Kyra gak biasanya kayak gini,” ucap Kyra dalam lamunannya. Gadis itu sangat menyukai suara Abian, bahkan suara Abian sampai saat itu masih terngiang – ngiang dalam pikirannya.“Kyra!!’ panggil seseprang membuat Kyra terkejut. Kyra menolehkan kepalnya mengecek siapakah yang datang menghampiri.“Eh, iya kenapa Aya? Ngagetin aja ih.” fokus Kyra terbuyarkan. Gadis itu bangun dari duduknya yang nyaman.“Cieee, lagi mikirin siapa sampe ngelamun ngelamun gitu?”Ataya mendeketadi Kyra dan sedikit meledeknya. Ataya melihat Kyra yang sejak kemarin seringkali berdiam diri dan melamun. Tentunya aneh, Kyra sosok yang dikenal sangat ceria justru kini diam seribu bahasa. ““Ah, ng-nggga papa kok. Kenapa emang Aya? Kayaknya muka muka seneng banget tuh kamu. Kenapa hayo?” Kyra memperhatikan raut wajah Ataya yang terlihat gira

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-31
  • Rasa   Chapter 15

    “Kyra, Kyra!” panggil Aya dari arah belakang. Aya meihat Kyra yang tengah mengobrol dari kejauhan.“Kyr, mau temenin Aya gak?” Aya menghampiri tempat Kyra. Ia berniat meminta Kyra menemaninya ke suatu tempat. Entah kemana.“Apa? Mau kemana?” Kyra terkejut sambil menolehkan kepalanya. Dari raut wajahnya, sepertinya Kyra mood Kyra masih kurang baik.“E-eh, gak papa. Kita ke taman yuk, udah lama tau gak ke taman. Mumpung hari ini free, kita main main aja di taman.” Ataya sedikit menggaruk lengan tangannya, ia ragu mengajak Kyra untuk bermain. Sepertinya, memang Kyra sedang tak baik baik saja. Ia tak taerlihat ceria seperti biasa.“Ayo, tapi bentar, Kyra mau bawa ini ke kelas dulu,” jawab Kyra menyetujui ajakan Aya. Dirinya membawa tumpukan buku catatan yang harus segera di bagikan ke teman temannya.“Oh, oke. Sini, biar Aya bantuin,” Ataya mengambil sebagia

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-31
  • Rasa   Chapter 16

    Siang hari di kamar yang sunyi, para santriwati tengah nyenyak tidur siang diatas ranjangnya masing masing. Ataya tak bisa tidur tenang siang itu, ia merindukan ummanya yang sudah lumayan lama mereka tak bertukar cerita bersama. Sejak Abian tinggal di pondok pesantren bersama Aya, umma baru menjenguknya satu kali, keduanya belum berjumpa kembali setelah waktu itu."Umma kapan ya, jenguk Aya sama abang di pondok, gak kangen apa?" Gumam Aya dalam hati. Sesekali ia memperhatikan kondisi sekeliling kamarnya, melihat teman-temannya terlelap tidur."Ayaa...," bisik seseorang entah dari arah mana. Lampu kamar saat itu dimatikan. Aya tak bisa melihat jelas siapa yang tadi memanggilnya dengan suara berbisik."Shttt, Ayaa...," Kyra melambaikan tangannya memberi isyarat bahwa dirinya yang sedari tadi memanggil."Eh, Astaghfirullah. Ngagetin!" Aya menyentuh pelan dadanya, ia terkejut seseorang memperhatikan dirinya tadi."Ya maaf, kok b

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-13

Bab terbaru

  • Rasa   Chapter 32

    Sosok laki-laki dengan kemeja lengan pendek berwarna biru muda, membuka pintu tersebut. Jam tangan hitam, dengan pulpen yang sedang di genggam yang pertama kali dilihat Kyra dan Ataya. Keduanya sedikit mengangkat dagu ke arah atas. Kemudian belum genap 5 detik, Kyra dengan cepat menurunkan kembali wajahnya."Abang?" ujar Ataya terkejut."Hm?" jawab Abian sangat singkat."A-anu, K-Kyra mau kasih ini, apa tuh namanya, Kyr?" Ataya mendadak gugup tak karuan, entah apa yang membuatnya seperti itu."Hm?" Abian mengulangi hal yang sama dengan sebelumnya. Kedua tangannya kini ia sembunyikan dalam saku celana, pandangannya hanya menatap sang adik, Ataya."E-emm, i-ini, kak ada amanah dari ustadzah, untuk serahin laporan harian dan absen kelas 11b. I-ini semua lembarannya ada disini, kak," ujar Kyra mengambil alih kecanggungan diantara keduanya. Gadis itu menyerahkan benda yang ia pegang sejak tadi. Sebuah map berbentuk persegi panjang

  • Rasa   Chapter 31

    Malam itu, usai berkegiatan satu hari penuh, Abian masuk beristirahat di kamar pribadinya yang berada di asrama. Ia sekilas menatap jam kecil yang berada di meja tempat di samping tempat tidurnya. Jam menunjukkan pukul 21.42. Beranjak dari kursi yang ia duduki setelah kurang lebih setengah jam untuk belajar, membaca buku, dan tilawah Al - Qur'an."Alhamdulillah," ujarnya sambil menarik selimut yang sejak pagi tadi masih berdiam rapi di tempatnya. Sebelum punggung belakang laki-laki tersebut sempurna menyentuh kasur yang sangat nyaman, Abian melepas kacamata yang ia kenakan, dan meletakkannya tepat di meja yang berada di sebelah kirinya. Terlihat sebuah benda kecil nan tipis sudah sedari tadi berbaring di atas taplak meja.Abian meraih handphonenya, sejenak memainkan nya, dan sebuah rasa berkunjung tanpa diundang. Sebuah pesan yang tiba-tiba masuk, membuat Abian terkejut. Umma menghubunginya di tengah larutnya malam saat itu. 

  • Rasa   Chapter 30

    Setelah pembagian hadiah secara simbolis kepada para santri yang menduduki juara umum lomba cerdas cermat Pondok Pesantren Darul Haq, Kyra, Ataya, dan juga Sarah kembali duduk dan bergabung bersama teman-teman lainnya di tempat semula, dengan diiringi sorak ramai bukti bangganya seisi kelas dengan 3 perwakilan mereka.Selain itu, bukan hanya mereka yang mendapat juara umum, yang akan memperoleh penghargaan, tapi penghargaan diberikan merata untuk seluruh peserta yang sudah turut berkontribusi dalam lomba tersebut hingga akhirnya tiba di babak final. Hanya saja, kuantitas dan jenis penghargaannya beragam menyeimbangkan poin hasil akhir yang mereka dapat."Maa Syaa Allah, luar biasa, Selamat untuk para pemenang lomba! Untuk seluruh peserta yang sudah mengikuti dan turut serta meramaikan, ustadzah ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, dan semoga melalui kegiatan ini, terdapat karakter, serta pola pikir baru yang tumbuh dalam d

  • Rasa   Chapter 29

    "Allahu akbar allahu akbar." Merdunya adzan yang berkumandang di masjid.Fajar telah tiba. Para santri bergegas mempersiapkan diri untuk shalat shubuh di masjid Darul Haq dekat asrama mereka. Beberapa ada yang masih mengantri, untuk berwudhu dan mandi. Suasananya sudah mulai ramai kembali seperti biasa.Pagi itu, suasana pagi diselimuti embun. Udara sejuk diiringi kicauan burung yang indah. Santri bersiap untuk melaksanakan agenda hari itu. Acara yang cukup dinantikan. Yaitu, babak final yang merupakan puncak lomba cerdas cermat.Kyra, Ataya, dan Sarah sudah sibuk mempersiapkan diri satu malam penuh, berlatih soal, dan tak lupa juga mereka meminta dukungan dari para teman dan ustadzah disana. Tegang, gugup, cemas. Semuanya bercampur menjadi satu. Tak lupa dilengkapi dengan taburan bubuk yang berupa pikiran-pikiran negatif penghambat kepercayaan diri."Semangat, Kyra, Ataya, Sarah!"

  • Rasa   Chapter 28

    Hari pun kini berganti. Cuaca pagi itu, kurang mendukung. Awan yang gelap, disertai angin yang sejuk. Matahari bersembunyi dan tak menampakkan diri. Jalanan kering sedikit basah, akibat hujan semalam.Hari itu, sebuah kegiatan yang sudah direncanakan, akan berlangsung. Kegiatan cerdas cermat. Seluruh santri, akan bersaing dalam kegiatan ini. Mereka sudah menyiapkan diri semaksimal mungkin sejak semalam. Pagi itu, masih banyak diantara mereka, yang tengah sibuk berlatih soal, mencari buku-buku, mengunjungi ruang guru untuk bertanya pada ustadz dan ustadzah disana, serta banyak lagi."Kyr, gimana? Udah siap?" tanya Ataya yang masih menggenggam pulpen biru di tangannya."Belum, kurang banget ini persiapannya. Masa cuma semalem doang," ujar Kyra mengeluh kesal. Pasalnya, ia belum mempersiapkan diri secara maksimal hingga pagi itu."Iya banget, kurang tau. Gapapa, Kyr, acaranya masih jam sembilan, bisalah kit

  • Rasa   Chapter 27

    "Kyra, Kyra.""Kyra…, udah sembuh?""Apa kabar, Kyr?"Tanya teman-teman Kyra begitu melihat gadis itu kembali hadir dan bergabung bersama mereka di kelas."Iya, Kyra udah sembuh Alhamdulillah," jawabnya kemudian menghampiri tempat duduknya. Kebetulan, Ataya duduk berdekatan dengan Kyra hari itu. Kyra duduk tepat di sebelah Ataya."Pagi, Kyr," sapa Ataya melihat Kyra yang menarik kursi untuk duduk di sampingnya."Pagi," jawab Kyra sangat singkat. Gadis itu kemudian mengeluarkan beberapa tugasnya yang belum sempat ia kumpulkan karena sakit kemarin."Mau ditemenin ke ruang ustadzah buat ngumpulin tugas-tugas itu?" Ataya menawarkan diri untuk menemani Kyra mengumpulkan tugas ke ruang ustadzah."Gak usah, gak papa." Kyra kemudian beranjak dari kursi duduknya, dan pergi ke arah luar menuju ruang ustadzah seorang diri."Ekhem, Kyra masih marah, A

  • Rasa   Chapter 26

    Pagi yang cerah itu, matahari menerangi kota itu. Seluruh orang sibuk beraktivitas. Ada yang bersiap untuk kerja, beberapa juga ada yang sedang dalam perjalanan menuju sekolah dengan sebuah seragam, ada juga para ibu-ibu hebat yang berkumpul di pasar sejak udara masih sejuk, untuk menyiapkan masakan bagi keluarganya.Kyra sudah sehat. Kondisi tubuhnya sudah membaik. Tapi, dirinya masih harus beristirahat di rumah, karena masih berada dalam masa pemulihan. Setelah kurang lebih 5 hari, gadis itu berdiam diri di kamarnya, hari itu, Kyra kembali bisa berjalan dan menghirup udara segar diluar.Sayang saja, hari itu, Kyra harus mengikuti kelas sendiri di rumah. Mengejar pelajaran yang tertinggal, serta berusaha untuk menyelesaikan tugas-tugas yang menumpuk akibat penyelesaiannya ia tunda kemarin."Kyra jangan capek-capek dulu, ya. Tetep istirahat yang cukup, dan gak lupa jaga pola makan juga, supaya bisa kemb

  • Rasa   Chapter 25

    Hari itu, adalah hari Ahad. Hari dimana para santri libur dan tak ada kelas. Namun, mereka tetap memiliki jadwal dan rangkaian kegiatan meski libur. Semalam, kondisi Kyra masih dalam kondisi yang lemah dan belum bisa hadir di pondok seperti teman-teman yang lainnya. Dua hari lamanya, gadis itu terbaring diatas ranjang di kamarnya. Gadis itu enggan meminum obat dan mengisi perut. Tenggorokannya yang belum bisa bekerja dengan baik, membuat dirinya kesulitan untuk menelan makanan. Bahkan, untuk sekedar minum air putih, tenggorokan Kyra terasa seperti terdapat luka disana, perih dan sakit. Namun, setelah dipaksakan oleh sang nenek, hari itu, Kyra merasa tubuhnya sedikit membaik setelah meminum satu tablet obat pagi tadi. Walaupun, masih lemas dan tak bertenaga."Kyra, mau makan apa untuk nanti siang? Biar omah masakin," ujar omah sesekali mengelus pelan kepala gadis itu.Kyra hanya menjawab dengan gelengan kepala, sama sekali tak ada

  • Rasa   Chapter 24

    "Cepet sehat, Kyra.""Istirahat yang cukup, Kyr.""Semoga cepat membaik ya, Kyr,"Ujar teman-temannya sebelum meninggalkan Kyra dan memasuki kelas untuk memulai pembelajaran."Kyra istirahat yang cukup ya disini, jangan lupa obatnya diminum ya, sayang. Banyakin minum air putih juga," ujar ustadzah asma yang kemudian meninggalkan Kyra seorang diri di kamar.Hari itu, kabar Kyra sedang tidak baik. Tubuhnya demam dan disertai sakit tenggorokan. Gadis itu tidak bisa mengikuti pelajaran, dan hanya berdiam diri di kamar. Dengan benda kecil yang dikenal dengan sapu tangan di atas dahinya.Beberapa hari sebelumnya, Kyra memang sudah merasakan tubuhnya yang kurang fit dalam beraktivitas. Namun,

DMCA.com Protection Status