Hari itu adalah hari dimana para santriwan dan santriwati tidak ada jadwal belajar. Ini hari yang ditunggu-tunggu oleh sebagian murid, pondok pesantren Darul Haq mengadakan lomba MHQ yang lombanya tersebut, bisa disaksikan oleh warga penduduk sekitar. Para santri yang mendaftar lomba, terlihat sudah siap bersaing antar kelas. Lomba ini di ikuti dari berbagai jenjang. Mulai jenjang SD – SMA. Namun, tempat dan waktunya yang berbeda.
“Ayo, kumpul semua di Aula ya. Kelas 10,11,12 silahkan duduk yang rapi dan tidak ribut disana,” ujar ustadz memeberi arahan untuk seluruh santriwan. Abian benar benar gugup saat itu. Ia mencoba tenang, namun sayangnya pikirannya membuat Abian kehilangan rasa percaya diri. Tubuhnya berkeringat, ia merasa sedikit sesak, dan perutnya pun sedikit sakit.
“Baik ustadz,” jawab para santriwan yang tengah bergerombol secara bersamaan. Abian menyendiri berada di barisan paling belakang. Napasnya tak beraturan.
“Mumtaz, Maa Sya Allah hafalannya lancar, pelafalannya juga udah tepat dan bagus. Silahkan, boleh menuruni panggung,” ujar salah satu juri memuji Abian. Sungguh luar biasa, Abian berhasil menaiki panggung dan turun tanpa komentar dari sang juri.“Maa Sya Allah,”“Wah, Maa Sya Allah Abian!”“Keren Abian! Barakallahu fiik” timpal teman temannya yang lain ikut memuji Abian. Meski terlihat sebagai anak yang dingin dan sulit sekali untuk berkomunikasi dan bersosialisasi dengan orang lain, namun nyatanya Abian memiliki kemampuan di bidang lain yang belum tentu dimiliki semua anak.Abian menuruni tangganya dan kembali ke tempat duduknya semula. Napasnya sangat lega. Memang dirinya belum cukup tenang, tapi setidaknya dadanya sudah tak sesak seperti sebelumnya. Tubuhnya sangatlah bergemetar ia tak peduli bagaiman akondisi wajahnya, namun terlihat memang sangat pucat.“Wih abangmu
“Suara Abi kok masih terngiang - ngiang smapai sekarang ya, Kyra gak biasanya kayak gini,” ucap Kyra dalam lamunannya. Gadis itu sangat menyukai suara Abian, bahkan suara Abian sampai saat itu masih terngiang – ngiang dalam pikirannya.“Kyra!!’ panggil seseprang membuat Kyra terkejut. Kyra menolehkan kepalnya mengecek siapakah yang datang menghampiri.“Eh, iya kenapa Aya? Ngagetin aja ih.” fokus Kyra terbuyarkan. Gadis itu bangun dari duduknya yang nyaman.“Cieee, lagi mikirin siapa sampe ngelamun ngelamun gitu?”Ataya mendeketadi Kyra dan sedikit meledeknya. Ataya melihat Kyra yang sejak kemarin seringkali berdiam diri dan melamun. Tentunya aneh, Kyra sosok yang dikenal sangat ceria justru kini diam seribu bahasa. ““Ah, ng-nggga papa kok. Kenapa emang Aya? Kayaknya muka muka seneng banget tuh kamu. Kenapa hayo?” Kyra memperhatikan raut wajah Ataya yang terlihat gira
“Kyra, Kyra!” panggil Aya dari arah belakang. Aya meihat Kyra yang tengah mengobrol dari kejauhan.“Kyr, mau temenin Aya gak?” Aya menghampiri tempat Kyra. Ia berniat meminta Kyra menemaninya ke suatu tempat. Entah kemana.“Apa? Mau kemana?” Kyra terkejut sambil menolehkan kepalanya. Dari raut wajahnya, sepertinya Kyra mood Kyra masih kurang baik.“E-eh, gak papa. Kita ke taman yuk, udah lama tau gak ke taman. Mumpung hari ini free, kita main main aja di taman.” Ataya sedikit menggaruk lengan tangannya, ia ragu mengajak Kyra untuk bermain. Sepertinya, memang Kyra sedang tak baik baik saja. Ia tak taerlihat ceria seperti biasa.“Ayo, tapi bentar, Kyra mau bawa ini ke kelas dulu,” jawab Kyra menyetujui ajakan Aya. Dirinya membawa tumpukan buku catatan yang harus segera di bagikan ke teman temannya.“Oh, oke. Sini, biar Aya bantuin,” Ataya mengambil sebagia
Siang hari di kamar yang sunyi, para santriwati tengah nyenyak tidur siang diatas ranjangnya masing masing. Ataya tak bisa tidur tenang siang itu, ia merindukan ummanya yang sudah lumayan lama mereka tak bertukar cerita bersama. Sejak Abian tinggal di pondok pesantren bersama Aya, umma baru menjenguknya satu kali, keduanya belum berjumpa kembali setelah waktu itu."Umma kapan ya, jenguk Aya sama abang di pondok, gak kangen apa?" Gumam Aya dalam hati. Sesekali ia memperhatikan kondisi sekeliling kamarnya, melihat teman-temannya terlelap tidur."Ayaa...," bisik seseorang entah dari arah mana. Lampu kamar saat itu dimatikan. Aya tak bisa melihat jelas siapa yang tadi memanggilnya dengan suara berbisik."Shttt, Ayaa...," Kyra melambaikan tangannya memberi isyarat bahwa dirinya yang sedari tadi memanggil."Eh, Astaghfirullah. Ngagetin!" Aya menyentuh pelan dadanya, ia terkejut seseorang memperhatikan dirinya tadi."Ya maaf, kok b
"Baik bu, boleh istirahat dulu di asrama. Abian dan Ataya juga boleh temu kangen dulu dengan ummanya," ujar omah sembari menjulurkan tangan ke arah pintu keluar."Terimakasih banyak, omah. In Sya Allah saya gak lama kok, mungkin sore udah pulang lagi karena ada janji juga. Kalo gitu, saya dan anak-anak permisi, Assalamualaikum." sosok perempuan dengan gamis biru tua itu meninggalkan ruangan diikuti dengan kedua anaknya, Abian dan Ataya. Sementara Kyra, ia memilih untuk kembali ke kelas, karena tidak ingin tertinggal pelajaran di hari tersebut."Kenapa dari tadi dag dig dug sih? Gak ada yang perlu di takutin padahal. Tapi, Alhamdulillah sekarang jauh lebih tenang," bisik Kyra dalam hati."Ah, canggung! Tadi itu, Kyra canggung. Emm, tapi gak juga, gak ada yang perlu dibuat canggung. Emang kondisinya aja kali yang bikin tegang." Kyra mulai memasuki gedungnya. Ia mencoba menolak untuk terlihat gugup setelah pulang dari ruangan tersebut. Hal yang an
Hari semakin hari dilalui oleh para santri pondok pesantren Darul Haq. Tak terasa, kini sudah berada di penghujung semester, tak lama lagi mereka akan masuk ke masa yang menegangkan. Kyra merasa aneh akhir-akhir ini. Ia merasa ada perubahan dari teman-teman disekitarnya. Rasanya, semakin kesini, semuanya mulai menjauh, tapi tak paham karena apa."Alma, punya rangkuman materi biologi? Kyra boleh pinjem? Mau liat rangkumannya, Kyra bingung mana aja yang harus dipelajari," ujar Kyra mengunjungi salah satu meja temannya, Alma."Gak ada, belum bikin." Dengan singkat, teman itu meninggalkan mejanya dan memilih singgah di tempat lain."O-o-oh, makasih." Kyra gugup dan terdiam. Biasanya, Alma terlihat ceria dan sangat ramah, tapi akhir-akhir ini berbeda."Naya, udah buat rangkuman biologi kah?" Tanya Kyra pada temannya yang lain."Belum," jawab Naya jelas, singkat dan padat. Naya memang tengah sibuk menulis dan mengotori kerta
"Baik, silahkan ditutup bukunya, masukkan di dalam lokernya masing masing. Tidak ada buku di meja ya nak," ucap ustadz yang mengawasi pelaksanaan ujian akhir kelas 12. Hari itu, adalah hari pertama dilaksanakannya ujian akhir semester. Tak terasa, kini Abian sudah berada di penghujung semester. Tak lama lagi, dirinya akan lulus dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Setelah satu minggu sebelumya dipersiapkan, Abian siap melaksanakan ujian di hari itu."Silahkan dikerjakan, jangan lupa berdo'a, kerjakan dari soal-soal yang mudah terlebih dahulu," jelas ustadz. Kondisi kelas menjadi sangat hening. Semuanya memfokuskan perhatian pada lembar ujian yang ada di atas meja masing masing. Mata pelajaran yang diujikan hari itu adalah Sirah Nabawiyah dan Matematika. Dua pelajaran yang cukup disukai Abian."Waktunya masih tersisa banyak, silahkan kerjakan dengan teliti, tekun, dan bersungguh-sungguh, tidak perlu terburu-buru." Ustadz berjalan melalui
Di pagi yang cerah, matahari mengintip dari sela jendela yang terbuka. Hari itu adalah hari kenaikan kelas sekaligus hari kelulusan bagi kakak kelas yang duduk di bangku terakhir jenjang SMA. Hari yang ditunggu-tunggu oleh sebagian santri disana, karena hari ini para wali santri dapat menjenguk dan berjumpa dalam susunan acara yang sudah di rencanakan hari ini. "Deg-degan jujur, semoga nilai-nilainya gak ada yang merah ya. Semoga aja semuanya naik kelas," ujar Kyra. Kyra bersama teman santriwati lainnya berkumpul di ruang tunggu, menunggu orangtua mereka bertemu ustadzah di kelas. "Aamiin. Pesimis sih, tapi Bismillah aja. Kemarin pas ujian gak serius, ngeri nilainya juga gak serius." Ataya merapikan rambut-rambut kecil disekitar hijabnya. Satu persatu santri yang tengah asyik menunggu, dihampiri oleh orangtuanya dengan sebuah rapot di tangan kanan kemudian menuju ke aula tempat berlangsungnya acara pelepasan santri
Sosok laki-laki dengan kemeja lengan pendek berwarna biru muda, membuka pintu tersebut. Jam tangan hitam, dengan pulpen yang sedang di genggam yang pertama kali dilihat Kyra dan Ataya. Keduanya sedikit mengangkat dagu ke arah atas. Kemudian belum genap 5 detik, Kyra dengan cepat menurunkan kembali wajahnya."Abang?" ujar Ataya terkejut."Hm?" jawab Abian sangat singkat."A-anu, K-Kyra mau kasih ini, apa tuh namanya, Kyr?" Ataya mendadak gugup tak karuan, entah apa yang membuatnya seperti itu."Hm?" Abian mengulangi hal yang sama dengan sebelumnya. Kedua tangannya kini ia sembunyikan dalam saku celana, pandangannya hanya menatap sang adik, Ataya."E-emm, i-ini, kak ada amanah dari ustadzah, untuk serahin laporan harian dan absen kelas 11b. I-ini semua lembarannya ada disini, kak," ujar Kyra mengambil alih kecanggungan diantara keduanya. Gadis itu menyerahkan benda yang ia pegang sejak tadi. Sebuah map berbentuk persegi panjang
Malam itu, usai berkegiatan satu hari penuh, Abian masuk beristirahat di kamar pribadinya yang berada di asrama. Ia sekilas menatap jam kecil yang berada di meja tempat di samping tempat tidurnya. Jam menunjukkan pukul 21.42. Beranjak dari kursi yang ia duduki setelah kurang lebih setengah jam untuk belajar, membaca buku, dan tilawah Al - Qur'an."Alhamdulillah," ujarnya sambil menarik selimut yang sejak pagi tadi masih berdiam rapi di tempatnya. Sebelum punggung belakang laki-laki tersebut sempurna menyentuh kasur yang sangat nyaman, Abian melepas kacamata yang ia kenakan, dan meletakkannya tepat di meja yang berada di sebelah kirinya. Terlihat sebuah benda kecil nan tipis sudah sedari tadi berbaring di atas taplak meja.Abian meraih handphonenya, sejenak memainkan nya, dan sebuah rasa berkunjung tanpa diundang. Sebuah pesan yang tiba-tiba masuk, membuat Abian terkejut. Umma menghubunginya di tengah larutnya malam saat itu. 
Setelah pembagian hadiah secara simbolis kepada para santri yang menduduki juara umum lomba cerdas cermat Pondok Pesantren Darul Haq, Kyra, Ataya, dan juga Sarah kembali duduk dan bergabung bersama teman-teman lainnya di tempat semula, dengan diiringi sorak ramai bukti bangganya seisi kelas dengan 3 perwakilan mereka.Selain itu, bukan hanya mereka yang mendapat juara umum, yang akan memperoleh penghargaan, tapi penghargaan diberikan merata untuk seluruh peserta yang sudah turut berkontribusi dalam lomba tersebut hingga akhirnya tiba di babak final. Hanya saja, kuantitas dan jenis penghargaannya beragam menyeimbangkan poin hasil akhir yang mereka dapat."Maa Syaa Allah, luar biasa, Selamat untuk para pemenang lomba! Untuk seluruh peserta yang sudah mengikuti dan turut serta meramaikan, ustadzah ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, dan semoga melalui kegiatan ini, terdapat karakter, serta pola pikir baru yang tumbuh dalam d
"Allahu akbar allahu akbar." Merdunya adzan yang berkumandang di masjid.Fajar telah tiba. Para santri bergegas mempersiapkan diri untuk shalat shubuh di masjid Darul Haq dekat asrama mereka. Beberapa ada yang masih mengantri, untuk berwudhu dan mandi. Suasananya sudah mulai ramai kembali seperti biasa.Pagi itu, suasana pagi diselimuti embun. Udara sejuk diiringi kicauan burung yang indah. Santri bersiap untuk melaksanakan agenda hari itu. Acara yang cukup dinantikan. Yaitu, babak final yang merupakan puncak lomba cerdas cermat.Kyra, Ataya, dan Sarah sudah sibuk mempersiapkan diri satu malam penuh, berlatih soal, dan tak lupa juga mereka meminta dukungan dari para teman dan ustadzah disana. Tegang, gugup, cemas. Semuanya bercampur menjadi satu. Tak lupa dilengkapi dengan taburan bubuk yang berupa pikiran-pikiran negatif penghambat kepercayaan diri."Semangat, Kyra, Ataya, Sarah!"
Hari pun kini berganti. Cuaca pagi itu, kurang mendukung. Awan yang gelap, disertai angin yang sejuk. Matahari bersembunyi dan tak menampakkan diri. Jalanan kering sedikit basah, akibat hujan semalam.Hari itu, sebuah kegiatan yang sudah direncanakan, akan berlangsung. Kegiatan cerdas cermat. Seluruh santri, akan bersaing dalam kegiatan ini. Mereka sudah menyiapkan diri semaksimal mungkin sejak semalam. Pagi itu, masih banyak diantara mereka, yang tengah sibuk berlatih soal, mencari buku-buku, mengunjungi ruang guru untuk bertanya pada ustadz dan ustadzah disana, serta banyak lagi."Kyr, gimana? Udah siap?" tanya Ataya yang masih menggenggam pulpen biru di tangannya."Belum, kurang banget ini persiapannya. Masa cuma semalem doang," ujar Kyra mengeluh kesal. Pasalnya, ia belum mempersiapkan diri secara maksimal hingga pagi itu."Iya banget, kurang tau. Gapapa, Kyr, acaranya masih jam sembilan, bisalah kit
"Kyra, Kyra.""Kyra…, udah sembuh?""Apa kabar, Kyr?"Tanya teman-teman Kyra begitu melihat gadis itu kembali hadir dan bergabung bersama mereka di kelas."Iya, Kyra udah sembuh Alhamdulillah," jawabnya kemudian menghampiri tempat duduknya. Kebetulan, Ataya duduk berdekatan dengan Kyra hari itu. Kyra duduk tepat di sebelah Ataya."Pagi, Kyr," sapa Ataya melihat Kyra yang menarik kursi untuk duduk di sampingnya."Pagi," jawab Kyra sangat singkat. Gadis itu kemudian mengeluarkan beberapa tugasnya yang belum sempat ia kumpulkan karena sakit kemarin."Mau ditemenin ke ruang ustadzah buat ngumpulin tugas-tugas itu?" Ataya menawarkan diri untuk menemani Kyra mengumpulkan tugas ke ruang ustadzah."Gak usah, gak papa." Kyra kemudian beranjak dari kursi duduknya, dan pergi ke arah luar menuju ruang ustadzah seorang diri."Ekhem, Kyra masih marah, A
Pagi yang cerah itu, matahari menerangi kota itu. Seluruh orang sibuk beraktivitas. Ada yang bersiap untuk kerja, beberapa juga ada yang sedang dalam perjalanan menuju sekolah dengan sebuah seragam, ada juga para ibu-ibu hebat yang berkumpul di pasar sejak udara masih sejuk, untuk menyiapkan masakan bagi keluarganya.Kyra sudah sehat. Kondisi tubuhnya sudah membaik. Tapi, dirinya masih harus beristirahat di rumah, karena masih berada dalam masa pemulihan. Setelah kurang lebih 5 hari, gadis itu berdiam diri di kamarnya, hari itu, Kyra kembali bisa berjalan dan menghirup udara segar diluar.Sayang saja, hari itu, Kyra harus mengikuti kelas sendiri di rumah. Mengejar pelajaran yang tertinggal, serta berusaha untuk menyelesaikan tugas-tugas yang menumpuk akibat penyelesaiannya ia tunda kemarin."Kyra jangan capek-capek dulu, ya. Tetep istirahat yang cukup, dan gak lupa jaga pola makan juga, supaya bisa kemb
Hari itu, adalah hari Ahad. Hari dimana para santri libur dan tak ada kelas. Namun, mereka tetap memiliki jadwal dan rangkaian kegiatan meski libur. Semalam, kondisi Kyra masih dalam kondisi yang lemah dan belum bisa hadir di pondok seperti teman-teman yang lainnya. Dua hari lamanya, gadis itu terbaring diatas ranjang di kamarnya. Gadis itu enggan meminum obat dan mengisi perut. Tenggorokannya yang belum bisa bekerja dengan baik, membuat dirinya kesulitan untuk menelan makanan. Bahkan, untuk sekedar minum air putih, tenggorokan Kyra terasa seperti terdapat luka disana, perih dan sakit. Namun, setelah dipaksakan oleh sang nenek, hari itu, Kyra merasa tubuhnya sedikit membaik setelah meminum satu tablet obat pagi tadi. Walaupun, masih lemas dan tak bertenaga."Kyra, mau makan apa untuk nanti siang? Biar omah masakin," ujar omah sesekali mengelus pelan kepala gadis itu.Kyra hanya menjawab dengan gelengan kepala, sama sekali tak ada
"Cepet sehat, Kyra.""Istirahat yang cukup, Kyr.""Semoga cepat membaik ya, Kyr,"Ujar teman-temannya sebelum meninggalkan Kyra dan memasuki kelas untuk memulai pembelajaran."Kyra istirahat yang cukup ya disini, jangan lupa obatnya diminum ya, sayang. Banyakin minum air putih juga," ujar ustadzah asma yang kemudian meninggalkan Kyra seorang diri di kamar.Hari itu, kabar Kyra sedang tidak baik. Tubuhnya demam dan disertai sakit tenggorokan. Gadis itu tidak bisa mengikuti pelajaran, dan hanya berdiam diri di kamar. Dengan benda kecil yang dikenal dengan sapu tangan di atas dahinya.Beberapa hari sebelumnya, Kyra memang sudah merasakan tubuhnya yang kurang fit dalam beraktivitas. Namun,