Oliver melangkah masuk ke dalam kamarnya, mendapati Nicole yang tengah terlelap di ranjang. Tampak senyuman di wajah Oliver terlukis melihat Nicole tertidur. Sebelumnya, Oliver sudah yakin pasti ibunya akan mengantar Nicole masuk ke dalam kamarnya.Oliver mendekat, hendak merapatkan selimut ke tubuh Nicole, tapi tatapannya menatap bingkai foto berada di pelukan Nicole. Kening Oliver mengerut dalam memperhatikan bingkai foto yang ada digenggaman Nicole seksama.Perlahan, Oliver mengambil bingkai foto yang ada di tangan Nicole, menatap bingkai foto itu adalah foto dirinya semasa kuliah. Foto di mana dirinya tengah memenangkan kompetisi basket. Senyuman di wajah Oliver terlukis.Rupanya, Nicole sempat melihat-lihat foto lamanya. Kamar Oliver ini, memang menyimpan banyak sekali foto di masa kecilnya—sedangkan kamarnya yang ada di mansion dan penthouse pribadinya tak terlalu banyak menyimpan foto masa kecilnya.Oliver duduk di tepi ranjang, membelai pipi Nicole lembut. Mata Nicole masih se
“Selamat pagi, Tuan Oliver.” Pelayan menyapa Oliver yang baru saja keluar kamar. Oliver terbangun dalam keadaan belum mandi. Hanya memakai celana training panjang, dan bertelanjang dada.“Di mana Nicole?” Oliver langsung menanyakan keberadaan Nicole. Pasalnya pria itu terbangun dalam keadaan Nicole sudah tidak ada di sampingnya.“Nona Nicole sedang membuatkan sarapan, Tuan,” jawab sang pelayan memberi tahu.“Menyiapkan sarapan?” Kening Oliver mengerut dalam. “Maksudmu Nicole menyiapkan sarapan dengan ibuku?” tanyanya memastikan.“Tidak, Tuan. Nona Nicole menyarapan sarapan sendiri. Tadi pagi-pagi, Tuan Samuel ditemani Nyonya Selena ingin menemui rekan bisnis beliau. Tuan Samuel dan Nyonya Selena tidak sarapan di rumah, karena akan sarapan bersama dengan rekan bisnis beliau, Tuan,” jawab sang pelayan memberi tahu.Oliver terdiam mendengar apa yang dikatakan oleh sang pelayan. Pria itu sama sekali tak tahu kalau kedua orang tuanya berangkat pagi tanpa lebih dulu sarapan. “Pergilah seles
Kesunyian menyelimuti dalam mobil. Belum ada percakapan apa pun yang terdengar. Nicole hanya diam menatap ke luar jendela, melihat pepohonan bergerak-gerak akibat angin yang berembus cukup kencang. Cuaca di London sangat cerah, tapi angin pun sejak tadi sangat kencang. Beruntung, hujan sedang tak membasahi kota.Nicole kini berada di dalam mobil bersama dengan Oliver. Setelah kejadian perdebatan dengan Erica, Oliver langsung membawa Nicole pulang. Mereka belum sama sekali berbicara. Hanya kesunyian menyelimuti di antara mereka. “Terima kasih sudah membantuku.” Nicole mulai mengeluarkan suara pelan, dan lemah. Jika tadi tidak ada Oliver, maka pasti kepalanya sudah terluka terkena botol wine.Oliver menoleh sambil membelai pipi Nicole. “Kenapa kau berterima kasih, hm? Apa yang aku lakukan sudah semestinya.”Nicole terdiam dengan raut wajah yang begitu muram. “Kau tadi sudah mendengar percakapanku dengan ibu tiriku, ‘kan?”Oliver menganggukkan kepalanya. “Ya, aku mendengar semuanya. Aku
Nicole duduk di ranjang seraya menatap nomor ponsel Shawn yang terpampang di layar ponselnya. Sudah hampir satu jam Nicole melihat ke layar ponselnya. Dia ingin menghubungi Shawn, tapi berkali-kali hatinya ragu. Sungguh, Nicole merasa bersalah pada Shawn. Dia menyadari dirinya telah melukai hati Shawn.Jika waktu bisa diputar, maka Nicole tak akan mau memberikan harapan palsu pada Shawn. Kala itu Nicole terbawa emosi. Dia berpikir Shawn akan bisa membuat dirinya lupa pada luka di masa lalunya. Namun, ternyata apa yang telah dia pikirkan salah besar. Fakta yang ada malah dirinya membuat Shawn terluka.“Aku harus menghubungi Shawn sekarang.” Nicole bergumam pelan, meneguhkan hatinya bahwa dirinya harus menghubungi Shawn sekarang. Dia tak mau menunda-nunda lagi. Dia kini menyentuh nomor Shawn, dan melakukan panggilan telepon.“Hallo?” sapa Nicole kala panggilan terhubung.“Hey,” jawab Shawn datar dari seberang sana. “Shawn, apa kau sibuk?”“Nope, aku sedang tidak sibuk. Are you okay?”
Oliver menutup dokumen yang baru saja pria itu tanda tangani, dan meletakan dokumen tersebut ke atas meja. Oliver melonggarkan dasinya yang melingkar di lehernya, seraya memejamkan mata singkat. Meeting hari ini memang telah menyita waktu Oliver. Menangani kasus besar, membuat Oliver dibuat pusing luar biasa.Oliver melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya—waktu menunjukkan pukul sepuluh malam. Malam ini, Nicole bertemu dengan Shawn. Pria itu membuat aturan di mana Nicole—tidak boleh pergi lebih dari dua jam. Tujuan utama Oliver, melarang Nicole pergi lama, karena tak menampik dirinya tak rela sang kekasih terlalu lama menemui Shawn. Anggaplah dirinya egois. Dia mengakui itu. Baginya, Nicole hanyalah miliknya seorang.Suara ketukan pintu terdengar. Refleks, Oliver mengalihkan ke arah pintu, dan meminta orang yang mengetuk pintu itu untuk segera masuk ke dalam ruang kerjanya.“Tuan.” Vincent melangkah mendekat pada Oliver.Oliver menatap sang asisten yang berdiri di hadap
Bibir Oliver mengisap bibir Nicole penuh damba yang menggelora. Lidahnya mendesak masuk menyapu rongga mulut—dan mengabsen gigi Nicole yang rapi serta tertata. Manisnya bibir Nicole, membuat Oliver merasakan ketenangan di dalam pikirannya. Pria tampan melingkarkan tangannya di pinggang Nicole, memberikan remasan pelan seolah menyalurkan api garah yang membakar.“Akh—” Nicole mengerang di kala Oliver menciumnya dengan begitu hebat. Mata silver Nicole begitu sayu, menatap penuh hasrat manik mata cokelat gelap Oliver.Oliver melepaskan pagutan itu, membelai bibir ranum Nicole dengan jemarinya. “Nicole, aku takut menyakitimu. We need to stop.”Nicole tersenyum seraya membelai pipi Oliver. “No, kau tidak akan menyakitiku. Aku percaya padamu, Oliver.”“Nicole—” Perkataan Oliver terpotong di kala Nicole melumat bibir Oliver. Dengan berani, Nicole meraih tangan Oliver, dan meletakan ke payudaranya.Oliver mengumpat dalam hati saat Nicole menggodanya. Pria itu langsung memberikan remasan pelan
Malam begitu larut. Suasana sunyi dan senyap. Sayup-sayup, Nicole terbangun dalam tidurnya. Ketika mata Nicole sudah terbuka—tatapannya menatap kamar Oliver yang gelap. Dia segera menghidupkan lampu yang ada di atas nakas—lalu melihat ke samping ranjang—Oliver sudah tidak ada di sana.“Oliver di mana?” Nicole menyeka matanya menggunakan punggung tangannya. Seketika, matanya menangkap Oliver berdiri di balkon kamar. Wanita itu segera turun dari ranjang seraya mengambil kemeja Oliver yang tergeletak di lantai, dan memakaikan ke tubuhnya.Kemeja Oliver begitu besar di tubuh mungil Nicole. Tetapi, meski kemeja Oliver kebesaran di tubuh mungil Nicole—tetap saja meninggalkan kesan seksi di tubuh mungil wanita itu itu. Apalagi dia tak mengancingi semua kemeja Oliver. Belahan dada begitu indah. Pun rambut wanita itu sedikit berantakan—semakin menampilkan kesan panas.Nicole melangkah menghampiri Oliver, dan sedikit menahan perih di titik sensitive-nya. Ketika Nicole tiba di depan Oliver—wanit
“Oliver, berikan ponselmu. Aku ingin melihat gambarku dan Shawn yang dikirimkan oleh orang asing.” Nicole menatap Oliver, meminta kekasihnya itu menyerahkan ponsel pria itu padanya. Hati Nicole merasa tak tenang. Dia ingin tahu foto yang dimaksud oleh Oliver.Oliver mengambil ponselnya yang ada di atas meja, dan menyerahkan pada Nicole. Pun Nicole menerima ponsel Oliver, menatap ke layar ponsel Oliver, melihat seksama dan gambarnya dan Shawn. Gambar di mana yang seperti dirinya dan Shawen berciuman. Padahal aslinya adalah Nicole dipeluk Shawn. Tidak lebih dari itu. “Aku tidak berciuman dengan Shawn.” Nicole kembali menjelaskan. Meskipun Oliver mengatakan telah percaya padanya, tapi Nicole tak mau sampai Oliver salah paham. Kondisi mental Oliver yang kurang sehat, membuatnya berusaha untuk bersikap hati-hati dalam menjaga perasaan Oliver.Oliver mengambil ponselnya yang ada di tangan Nicole, dan meletakannya ke atas meja. “Aku percaya padamu, Nicole. Aku akan meminta Vincent memeriks
Beberapa bulan berlalu … Wengen, Switzerland. Tiga pengasuh dibuat pusing luar biasa oleh Olivia yang begitu aktif. Balita kecil itu terus berlari-lari sambil bermain bola kecil yang sejak tadi dia lempar-lempar. Tiga pengawal sudah siap siaga melihat setiap gerak Olivia yang sangat cepat. Entah dulu Nicole mengidam apa sampai membuat Olivia selincah ini. Baik pengasuh dan pengawal tidak bisa santai dalam menjaga balita kecil itu. Sedikit saja terabaikan, pasti Olivia sudah berulah.Tindakan Olivia memang kerap membuat Nicole sakit kepala. Apalagi waktu ketika Nicole masih hamil besar. Dia dibuat pusing luar biasa dengan tindakan putri kecilnya yang sangat aktif. Olivia sering susah diberi tahu Nicole. Balita kecil itu paling tunduk pada ayahnya. Hal tersebut yang membuat Nicole terkadang jengkel.“Olivia, pelan-pelan, Nak. Jangan berlari seperti itu,” ucap Nicole berseru dengan nada sedikit keras, tapi sayangnya tak menghentikan balita kecil yang sangat aktif itu. Nicole sampai men
Oliver berlari menelusuri koridor rumah sakit. Raut wajah pria itu tampak sangat panik dan penuh khawatir. Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, dia tak henti mengumpati kebodohannya. Harusnya hari ini dia tak pergi ke mana-mana. Jika sampai ada hal buruk yang menimpa istri dan anaknya, maka dia tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri. Saat Oliver sudah dekat dengan ruang persalinan, langkah kakinya terhenti melihat Joice mondar-mandir di depan ruangan persalinan. Raut wajah Oliver berubah, menatap lekat dan tegas sepupunya itu.“Joice?” tegur Oliver.Joice yang sejak tadi mondar-mandir tak jelas, terkejut melihat Oliver ada di hadapannya. “Oliver? Astaga, akhirnya kau muncul,” serunya bahagia melihat Oliver sudah datang. Sejak tadi dia sudah panik karena Oliver tak kunjung datang.“Di mana Nicole?” tanya Oliver cepat.Joice menyentuh lengan Oliver sambil berkata cemas, “Nicole ada di dalam. Segera kau masuk. Dari tadi dia terus menjerit kesakitan.” Oliver mengangguk, dan
*Nicole, aku pergi sebentar ingin bertemu ayahku. Ada kasus rumit yang sedang aku tangani dan aku membutuhkan pendapat ayahku. Aku tidak akan lama. Aku akan segera pulang. Kau jangan ke mana-mana. Your husband—Oliver.* Nicole mengembuskan napas panjang membaca note dari suaminya itu. Raut wajahnya nampak kesal. Pagi ini, Nicole bangun terlambat sedangkan Oliver bangun lebih awal. Dia yakin Oliver tak membangunkannya, karena tidak mau mengganggunya. Sungguh, itu sangat menyebalkan. Nicole mengikat rambut asal, dan meminum susu hangat yang baru saja diantarkan. Hari ini, Nicole terbebas dari menjaga Olivia, karena putri kecilnya itu sedang diculik keluarganya. Well, Olivia memang kerap menjadi rebutan. Wajar saja, karena Olivia adalah cucu pertama di keluarga Nicole dan juga cucu pertama di keluarga Oliver. Hal tersebut yang menjadikan Olivia kerap sekali diculik sana sini.“Lebih baik aku mandi,” gumam Nicole yang memutuskan ingin mandi. Meskipun kesal masih ada, tapi dia tidak mau k
“Nicole, pakailah gaun ini.” Oliver menunjuk sebuah kotak yang berisikan sebuah gaun indah yang ada di hadapannya. Pria itu sengaja menyiapkan gaun cantik untuk sang istri tercinta.Nicole mengalihkan pandangannya, menatap gaun yang ditunjuk Oliver. “Sayang, kau ingin mengajakku ke mana sampai aku harus memakai gaun seindah itu?” tanyanya lembut. Jika hanya pergi ke tempat-tempat terdekat saja, mana mungkin Oliver memintanya memakai gaun secantik yang ada di hadapannya itu.Oliver mendekat dan memberikan kecupan di kening sang istri. “Aku akan mengajakmu dan Olivia makan malam di luar. Gantilah segera pakaianmu.” “Kau akan mengajakku dan Olivia makan malam di luar?” ulang Nicole begitu antusias bahagia.“Ya, kita akan makan malam di luar. Bersiaplah.” Oliver membelai lembut pipi Nicole.Nicole tersenyum bahagia. Detik selanjutnya, Nicole menggenggam tangan Olivia—mengajak putrinya untuk mengganti pakaian. Gaun yang dibelikan Oliver sangatlah cantik. Bahkan gaun Nicole itu kembaran d
Oliver meminta Nicole untuk tak lagi mengingat tentang masalah Joice dan Marcel. Pria itu tak ingin istrinya sampai terlalu kepikiran dan berdampak pada tumbuh kembang anak mereka. Usia kandungan Nicole sudah besar. Sebentar lagi anak kedua mereka akan lahir ke dunia. Yang Oliver inginkan adalah Nicole hanya fokus pada anak-anak mereka saja. Pun berita tentang Marcel sudah Oliver bungkam. Media dilarang lagi untuk memberitakan tentang salah satu anggota keluarganya.Pagi menyapa Nicole sudah bersiap-siap. Hari ini dia dan Oliver akan periksa kandungan. Wanita itu tampil sangat cantik dengan balutan dress khusus ibu hamil berwarna navy. Rambut panjang Nicole tergerai sempurna. Riasan tipis membuatnya semakin cantik. Meski hanya memakai lip balm tapi bibir penuh Nicole tampak sangat seksi.Nicole dianugerahi paras yang luar biasa cantik. Dia tak perlu memakai riasan tebal, karena wanita itu sudah sangat cantik. Hamil membuatnya bahkan bertambah cantik meskipun bentuk tubuhnya sudah mela
Nicole merasakan kebebasan di kala Selena dan Samuel menculik Olivia. Well, Olivia menjadi cucu pertama di keluarga Maxton—membuat Olivia benar-benar seperti anak emas. Selena dan Samuel kerap sekali membawa Olivia ke rumah mereka untuk menginap. Mengingat tiga adik kandung Oliver yang lain berada di luar negeri—membuat kehadiran Olivia menjadi warna yang baru di keluarga Maxton.“Ah, perutku kenyang sekali.” Nicole mengusap-usap perut buncitnya di kala baru saja selesai menikmati tiramisu cake yang diantarkan oleh sang pelayan.Waktu menunjukkan pukul sepuluh pagi. Tak banyak aktivitas Nicole selain bersantai. Pekerjaannya sudah ditangani oleh asistennya. Sejak di mana dia hamil lagi, Oliver meminta Nicole menyerahkan pekerjaannya pada sang asisten.Jarak kehamilan pertama dan kehamilan kedua tidak jauh. Bisa dikatakan kehamilan kedua ini memang tak Nicole sangka. Nicole pikir dia tidak akan langsung hamil, karena baru saja melahirkan. Jadi setiap berhubungan badan dengan sang suami—
Satu tahun berlalu … “Olivia, jangan naik-naik ke atas meja, Nak.”Nicole mendesah panjang dengan raut wajah yang begitu kelelahan. Olivia—putri pertamanya yang baru bisa berjalan itu amat sangat aktif. Baru saja Oliva berusia satu tahun—dan harapan Nicole adalah Olivia menjadi anak yang tenang dan lembut seperti anak-anak perempuan lain.Sayangnya harapan Nicole tinggal harapan. Semakin hari Olivia semakin aktif. Dua pengasuh saja harus menjaga Olivia dengan baik. Pasalnya, jika tak diawasi, Olivia selalu saja berusaha memanjat posisi tempat yang tinggi. Hal itu yang membuat Nicole khawatir luar biasa. Ucapan Nicole tak didengar oleh Olivia. Balita kecil itu terus memanjat meja. Dengan penuh waspada, dua pengasuh sudah siaga merentangkan tangan—berjaga jika sampai Olivia terjatuh, maka dua pengasuh itu berhasil menangkap tubuh Olivia.Nicole memijat keningnya di kala rasa pusing menyerangnya. Menjaga Olivia harus extra hati-hati. Beberapa minggu lalu saja, Olivia hampir tercebur ke
Oliver mondar-mandir panik di dalam ruang bersalin. Suara jeritan menggema membuat Oliver tidak bisa tenang. Dua jam lalu, dokter mengatakan masih belum waktunya, karena kepala bayi belum terlihat. Teriakan sakit Nicole disebabkan oleh kontraksi. Masih butuh beberapa waktu sampai waktunya siap untuk Nicole melahirkan.Oliver nyaris gila akibat kepanikan dan ketakutannya. Berkali-kali dia meminta dokter untuk memberikan obat agar istrinya tidak kesakitan, tapi sang dokter mengatakan bahwa kontraksi adalah hal normal dirasakan ibu hamil.Otak Oliver seakan blank tidak mampu berpikir jernih. Pria itu tidak tahu harus melakukan apa selain mondar-mandir tidak jelas. Setiap kali sang istri menjerit kesakitan, membuat seluruh tubuh Oliver seakan mati rasa.Dulu, di kala ibunya melahirkan adiknya, dia tidak ikut di dalam ruang bersalin. Hal itu menyebabkan Oliver tak tahu perjuangan seorang wanita hamil. Yang Oliver lihat sekarang—sang istri seperti berada di ambang kematian.“Ahg!” jerit Nic
“Iya, Mom. Aku sudah meminta pelayan menyiapkan makan malam untuk kita. Kau tidak usah membawa makanan apa pun. Makanan yang sudah disiapkan sangat banyak.”“Hm, tadinya Mommy ingin membuat cake.” “Tidak usah, Mom. Dessert juga sudah disiapkan. Kau tidak usah repot-repot. Kau dan Dad cukup datang saja. Semua menu makanan sudah disiapkan.”“Baiklah, Sayang. Sampai nanti malam.” “Iya, Mom. Sampai nanti malam.”Panggilan tertutup. Nicole meletakan ponselnya ke tempat semula. Tampak senyuman di wajah wanita itu terlukis begitu hangat. Hari ini adalah hari di mana Nicole akan makan malam bersama dengan keluarganya. Pun tentu ibu tiri dan saudara tirinya juga akan datang.Nicole sekarang sudah tidak lagi memanggil Esther dengan sebutan ‘Bibi’. Sekarang, dia sudah memanggil Esther dengan sebutan ‘Mommy’. Jika dulu, Nicole tidak pernah dekat dengan ibu tirinya, kali ini dia sangat dekat dengan ibu tirinya yang baru.Sosok Esther bukanlah sosok ibu tiri yang kejam. Malah yang ada Esther sela