Sebuah restoran megah dengan musik instrument membuat para pengunjung nyaman berada di sana. Suasana restoran tak terlalu ramai. Sebagian yang datang banyak membawa pasangan tapi juga ada yang hanya sekedang meeting pekerjaan. Nicole dan Joice duduk di dekat jendela, menikmati pemandangan yang indah. Mereka berbincang sambil tertawa seperti sahabat dekat. Nicole dan Joice itu sangat cocok. Apalagi Joice terkenal ramah dan Nicole terkenal hangat. Itu yang membuat dua wanita tersebut mudah sekali akrab.Tak selang lama, pelayan datang menghidangkan makanan lezat ke hadapan Nicole dan Joice. Tepat di kala makanan lezat sudah terhidang; Nicole dan Joice mulai menikmati makanan mereka.“Nicole, kau sudah minta izin pada Oliver, kan? Aku tidak mau dimarahi dia. Oliver itu galak persis seperti Marcel,” ucap Joice sambil menikmati tenderloin steak-nya.Nicole tersenyum samar. “Tadi aku sudah menelepon Oliver, tapi dia tidak menjawab teleponku. Mungkin dia sedang sibuk bertemu dengan client-n
Oliver melangkah keluar dari ruang meeting di kala menyudahi meeting dengan salah satu client-nya. Pria itu segera menuju ke ruang kerjanya, tapi langkah kaki Oliver terhenti di kala melihat Shawn berada di hadapannya. “Kau di sini?” Oliver menatap lekat sepupunya itu. Tak mengira sepupunya itu akan mendatangi kantornya.Shawn mendekat ke arah Oliver. “Kebetulan aku lewat perusahaanmu. Jadi aku memutuskan mampir ke sini. Apa kau sibuk?”“Sekarang sudah tidak terlalu. Ikut aku. Kita ke ruang kerjaku,” jawab Oliver dingin dan datar.Shawn mengangguk merespon ucapan Oliver. Detik selanjutnya, Shawn mengikuti Oliver menuju ke ruang kerja sepupunya itu. Jika dulu hubungan mereka tidak baik, berbeda kali ini. Sejak di mana Oliver dan Nicole telah menikah, hubungan Shawn dan Oliver semakin dekat dan membaik. Bisa dikatakan bahwa Nicole adalah sumber di mana—yang membuat hubungan Shawn dan Oliver menjadi akur.“Kau tadi dari mana?” Oliver menuangkan wine ke gelas kosong di kala dirinya dan
Tubuh Marcel membeku mendengar apa yang dikatakan oleh sang dokter. Lidahnya kelu tak mampu merangkai kata. Perlahan kakinya mundur. Wajahnya tampak kacau. Marah, emosi, takut, khawatir, semuanya melebur menjadi satu. Berkali-kali Marcel menggelengkan kepalanya tegas, meyakinkan bahwa apa yang dia dengar ini adalah sebuah kesalahan besar.“Kau pasti bercanda!” bentak Marcel penuh emosi dan kemarahan yang menyulut.Sang dokter terdiam sebentar, dia mengerti bahwa apa yang dia katakan pasti sangatlah mengejutkan Marcel. Tentunya semua orang tidak akan mungkin siap dengan apa yang telah disampaikannya.“Tuan, saya mohon tenangkan diri Anda. Luka yang dialami Nona Penelope Yale memang sangat parah,” ucap sang dokter sopan.Marcel menjerit seraya melayangkan tinju keras ke dinding.BUGHTangan Marcel memerah sekaligus terluka, karena menghantam dinding rumah sakit dengan pukulan sekencang mungkin. Tindakan Marcel itu membuat sang dokter begitu terkejut.“Dokter, tolong tinggalkan kami,” uc
Oliver menatap Shania yang sedang ditemani oleh Esther. Pria itu sedikit tak mengira dia akan melihat Esther ada di ruang rawat Shania. Sebab sebelumnya, dia melihat Esther di kala ayah mertuanya mengunjungi Shania.Esther yang sedang menyisir rambut Shania, merasa ada yang datang. Refleks, wanita paruh baya itu mengalihkan pandangannya. “Oliver?” panggilnya sedikit terkejut melihat kedatangan Oliver.Oliver mendekat. “Kau di sini?”“Ya, kebetulan aku sedang bosan di rumah. Jadi aku ke sini menemani Shania. Mayir juga meneleponku mengatakan akan pergi ke luar kota untuk perjalanan bisnis. Dia memintaku untuk menemani Shania,” jawab Esther memberi tahu.Oliver mengangguk samar merespon ucapan Esther.Esther menatap Oliver yang tampak seperti memiliki masalah. Wanita paruh baya yang masih sangat cantik itu hendak ingin bertanya, tapi dia merasa mendadak ragu karena takut pertanyaannya akan menyinggung hati Oliver. Shania sejak tadi tak lepas menatap Oliver. “Kau tampan sekali. Apa kau
“Iya, Bibi. Sekarang Oliver masih berada di rumah sakit jiwa berusaha membujuk Shania. Aku belum tahu apa Shania mau atau tidak. Oliver belum memberi tahu apa pun.” Shawn berujar pada Selena melalui sambungan telepon.“Shawn, tolong jaga Nicole dengan baik. Bibi dan Paman Samuel berada di perjalanan menuju ke rumah sakit. Terus kabari Bibi, ya, Sayang? Bibi khawatir hal buruk menimpa Nicole.” Selena berucap dengan nada cemas dari seberang sana.“Bibi, aku pasti akan terus memberikan kabar padamu. Jangan berpikir negative. Kau harus yakin kalau Nicole akan pasti sembuh.”“Iya, Sayang. Bagaimana Joice? Dia pasti terpukul dan merasa bersalah dengan apa yang telah terjadi.” Shawn sudah menceritakan tentang penyerangan Penelope pada Selena. Pria itu menceritakan sesuai dengan apa yang Joice ceritakan. Tentu Shawn percaya pada semua cerita Joice. Kerapuhan dan rasa bersalah di wajah Joice sudah menunjukkan bahwa memang benar Joice tidak bersalah.“Joice sekarang menemani Nicole. Aku di lua
Selena tak henti menangis mendengar kabar Joice ditangkap polisi. Terlebih kondisi Nicole semakin memburuk. Sampai detik ini, Oliver tak kunjung muncul. Itu menandakan bahwa Oliver belum berhasil membujuk Shania.Keadaan semakin rumit dan kacau. Seolah setiap detik yang berlalu, membawa mereka semua ke dalam jurang penderitaan. Isak tangis Selena membuat keadaan hening itu menjadi semakin genting. Shawn tetap bergeming di tempatnya. Menatap Samuel yang tampak jelas menunjukkan kemarahannya. Ya, dalam hal ini Shawn tak bisa bertindak banyak, karena sudah menyangkut dalam urusan hukum. Tentu yang harus bertindak adalah Samuel yang memang sesuai dengan bidangnya, sedangkan Oliver saat ini hanya fokus pada pemulihan Nicole.“Samuel, bagaimana sekarang?” isak Selena sesenggukan dan pilu.“Aku akan mengurus semuanya. Kau tenanglah.” Samuel memang dilingkupi kemarahan, akan tetapi pria paruh baya itu berusaha sekeras mungkin untuk mengendalikan kemarahannya. Yang dia lakukan saat ini adalah
“Marcel De Luca!” gelegar suara Mateo keras menghampiri putranya. Pria paruh baya yang masih sangat tampan itu datang tak hanya sendiri, tapi juga bersama dengan sang istri tercinta. Mereka sama-sama menghampiri Marcel, karena harus menyelesaikan apa yang harus diselesaikan.Marcel mengembuskan napas kasar di kala melihat kedatangan kedua orang tuanya Pria tampan itu sudah tahu yakin kedua orang tuanya akan datang menemuinya, karena masalahnya dengan Joice tempo hari.“Kalian datang ingin membahas tentang aku melaporkan Joice ke polisi?” seru Marcel seraya menatap dingin kedua orang tuanya.“Marcel, apa yang sudah kau lakukan! Kenapa kau bertindak sesukamu! Sudah aku bilang, jika kita memiliki masalah keluarga jangan pernah menggunakan jalur hukum! Kita bisa selesaikan semuanya dengan baik!” bentak Mateo dengan nada kencang.“Marcel, cabut laporanmu. Jangan melawan Pamanmu, Nak. Paman Samuel itu adalah suami dari Bibi kandungmu sendiri. Kenapa kau malah mencari masalah?” seru Miracle
“Paman…” Joice memeluk Samuel yang menjenguknya di penjara. Tampak raut wajah wanita itu menunjukkan jelas kemuraman. Paras cantiknya yang selalu biasa berseri-seri, sekarang berubah menjadi kesedihan.Samuel menangkup kedua pipi Joice. “Maaf, Paman datang terlambat.” Joice tersenyum dan menggeleng pelan. “Paman, jangan minta maaf. Kau datang tepat waktu. Aku tahu kau pasti datang menyelamatkanku. Tadi Dad dan pengacaranya juga sudah datang, tapi aku bilang pada Dad, aku ingin kau yang mengurusku saja. Aku tahu kau tidak mungkin diam saat aku berada di penjara.”Samuel terdiam sebentar. “Ayahmu sudah datang?”Joice mengangguk. “Iya, Paman. Dad sudah datang bersama dengan pengacaranya, tapi Mom tidak bisa ikut, karena dia pingsan saat mendengar kabar aku di penjara.”Raut wajah Joice semakin muram menceritakan ibunya yang jatuh pingsan. Tadi dia kedatangan ayahnya dan juga pengacara ayahnya. Akan tetapi, Joice meminta pada ayahnya untuk menyerahkan masalah yang terjadi pada pamannya.
Beberapa bulan berlalu … Wengen, Switzerland. Tiga pengasuh dibuat pusing luar biasa oleh Olivia yang begitu aktif. Balita kecil itu terus berlari-lari sambil bermain bola kecil yang sejak tadi dia lempar-lempar. Tiga pengawal sudah siap siaga melihat setiap gerak Olivia yang sangat cepat. Entah dulu Nicole mengidam apa sampai membuat Olivia selincah ini. Baik pengasuh dan pengawal tidak bisa santai dalam menjaga balita kecil itu. Sedikit saja terabaikan, pasti Olivia sudah berulah.Tindakan Olivia memang kerap membuat Nicole sakit kepala. Apalagi waktu ketika Nicole masih hamil besar. Dia dibuat pusing luar biasa dengan tindakan putri kecilnya yang sangat aktif. Olivia sering susah diberi tahu Nicole. Balita kecil itu paling tunduk pada ayahnya. Hal tersebut yang membuat Nicole terkadang jengkel.“Olivia, pelan-pelan, Nak. Jangan berlari seperti itu,” ucap Nicole berseru dengan nada sedikit keras, tapi sayangnya tak menghentikan balita kecil yang sangat aktif itu. Nicole sampai men
Oliver berlari menelusuri koridor rumah sakit. Raut wajah pria itu tampak sangat panik dan penuh khawatir. Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, dia tak henti mengumpati kebodohannya. Harusnya hari ini dia tak pergi ke mana-mana. Jika sampai ada hal buruk yang menimpa istri dan anaknya, maka dia tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri. Saat Oliver sudah dekat dengan ruang persalinan, langkah kakinya terhenti melihat Joice mondar-mandir di depan ruangan persalinan. Raut wajah Oliver berubah, menatap lekat dan tegas sepupunya itu.“Joice?” tegur Oliver.Joice yang sejak tadi mondar-mandir tak jelas, terkejut melihat Oliver ada di hadapannya. “Oliver? Astaga, akhirnya kau muncul,” serunya bahagia melihat Oliver sudah datang. Sejak tadi dia sudah panik karena Oliver tak kunjung datang.“Di mana Nicole?” tanya Oliver cepat.Joice menyentuh lengan Oliver sambil berkata cemas, “Nicole ada di dalam. Segera kau masuk. Dari tadi dia terus menjerit kesakitan.” Oliver mengangguk, dan
*Nicole, aku pergi sebentar ingin bertemu ayahku. Ada kasus rumit yang sedang aku tangani dan aku membutuhkan pendapat ayahku. Aku tidak akan lama. Aku akan segera pulang. Kau jangan ke mana-mana. Your husband—Oliver.* Nicole mengembuskan napas panjang membaca note dari suaminya itu. Raut wajahnya nampak kesal. Pagi ini, Nicole bangun terlambat sedangkan Oliver bangun lebih awal. Dia yakin Oliver tak membangunkannya, karena tidak mau mengganggunya. Sungguh, itu sangat menyebalkan. Nicole mengikat rambut asal, dan meminum susu hangat yang baru saja diantarkan. Hari ini, Nicole terbebas dari menjaga Olivia, karena putri kecilnya itu sedang diculik keluarganya. Well, Olivia memang kerap menjadi rebutan. Wajar saja, karena Olivia adalah cucu pertama di keluarga Nicole dan juga cucu pertama di keluarga Oliver. Hal tersebut yang menjadikan Olivia kerap sekali diculik sana sini.“Lebih baik aku mandi,” gumam Nicole yang memutuskan ingin mandi. Meskipun kesal masih ada, tapi dia tidak mau k
“Nicole, pakailah gaun ini.” Oliver menunjuk sebuah kotak yang berisikan sebuah gaun indah yang ada di hadapannya. Pria itu sengaja menyiapkan gaun cantik untuk sang istri tercinta.Nicole mengalihkan pandangannya, menatap gaun yang ditunjuk Oliver. “Sayang, kau ingin mengajakku ke mana sampai aku harus memakai gaun seindah itu?” tanyanya lembut. Jika hanya pergi ke tempat-tempat terdekat saja, mana mungkin Oliver memintanya memakai gaun secantik yang ada di hadapannya itu.Oliver mendekat dan memberikan kecupan di kening sang istri. “Aku akan mengajakmu dan Olivia makan malam di luar. Gantilah segera pakaianmu.” “Kau akan mengajakku dan Olivia makan malam di luar?” ulang Nicole begitu antusias bahagia.“Ya, kita akan makan malam di luar. Bersiaplah.” Oliver membelai lembut pipi Nicole.Nicole tersenyum bahagia. Detik selanjutnya, Nicole menggenggam tangan Olivia—mengajak putrinya untuk mengganti pakaian. Gaun yang dibelikan Oliver sangatlah cantik. Bahkan gaun Nicole itu kembaran d
Oliver meminta Nicole untuk tak lagi mengingat tentang masalah Joice dan Marcel. Pria itu tak ingin istrinya sampai terlalu kepikiran dan berdampak pada tumbuh kembang anak mereka. Usia kandungan Nicole sudah besar. Sebentar lagi anak kedua mereka akan lahir ke dunia. Yang Oliver inginkan adalah Nicole hanya fokus pada anak-anak mereka saja. Pun berita tentang Marcel sudah Oliver bungkam. Media dilarang lagi untuk memberitakan tentang salah satu anggota keluarganya.Pagi menyapa Nicole sudah bersiap-siap. Hari ini dia dan Oliver akan periksa kandungan. Wanita itu tampil sangat cantik dengan balutan dress khusus ibu hamil berwarna navy. Rambut panjang Nicole tergerai sempurna. Riasan tipis membuatnya semakin cantik. Meski hanya memakai lip balm tapi bibir penuh Nicole tampak sangat seksi.Nicole dianugerahi paras yang luar biasa cantik. Dia tak perlu memakai riasan tebal, karena wanita itu sudah sangat cantik. Hamil membuatnya bahkan bertambah cantik meskipun bentuk tubuhnya sudah mela
Nicole merasakan kebebasan di kala Selena dan Samuel menculik Olivia. Well, Olivia menjadi cucu pertama di keluarga Maxton—membuat Olivia benar-benar seperti anak emas. Selena dan Samuel kerap sekali membawa Olivia ke rumah mereka untuk menginap. Mengingat tiga adik kandung Oliver yang lain berada di luar negeri—membuat kehadiran Olivia menjadi warna yang baru di keluarga Maxton.“Ah, perutku kenyang sekali.” Nicole mengusap-usap perut buncitnya di kala baru saja selesai menikmati tiramisu cake yang diantarkan oleh sang pelayan.Waktu menunjukkan pukul sepuluh pagi. Tak banyak aktivitas Nicole selain bersantai. Pekerjaannya sudah ditangani oleh asistennya. Sejak di mana dia hamil lagi, Oliver meminta Nicole menyerahkan pekerjaannya pada sang asisten.Jarak kehamilan pertama dan kehamilan kedua tidak jauh. Bisa dikatakan kehamilan kedua ini memang tak Nicole sangka. Nicole pikir dia tidak akan langsung hamil, karena baru saja melahirkan. Jadi setiap berhubungan badan dengan sang suami—
Satu tahun berlalu … “Olivia, jangan naik-naik ke atas meja, Nak.”Nicole mendesah panjang dengan raut wajah yang begitu kelelahan. Olivia—putri pertamanya yang baru bisa berjalan itu amat sangat aktif. Baru saja Oliva berusia satu tahun—dan harapan Nicole adalah Olivia menjadi anak yang tenang dan lembut seperti anak-anak perempuan lain.Sayangnya harapan Nicole tinggal harapan. Semakin hari Olivia semakin aktif. Dua pengasuh saja harus menjaga Olivia dengan baik. Pasalnya, jika tak diawasi, Olivia selalu saja berusaha memanjat posisi tempat yang tinggi. Hal itu yang membuat Nicole khawatir luar biasa. Ucapan Nicole tak didengar oleh Olivia. Balita kecil itu terus memanjat meja. Dengan penuh waspada, dua pengasuh sudah siaga merentangkan tangan—berjaga jika sampai Olivia terjatuh, maka dua pengasuh itu berhasil menangkap tubuh Olivia.Nicole memijat keningnya di kala rasa pusing menyerangnya. Menjaga Olivia harus extra hati-hati. Beberapa minggu lalu saja, Olivia hampir tercebur ke
Oliver mondar-mandir panik di dalam ruang bersalin. Suara jeritan menggema membuat Oliver tidak bisa tenang. Dua jam lalu, dokter mengatakan masih belum waktunya, karena kepala bayi belum terlihat. Teriakan sakit Nicole disebabkan oleh kontraksi. Masih butuh beberapa waktu sampai waktunya siap untuk Nicole melahirkan.Oliver nyaris gila akibat kepanikan dan ketakutannya. Berkali-kali dia meminta dokter untuk memberikan obat agar istrinya tidak kesakitan, tapi sang dokter mengatakan bahwa kontraksi adalah hal normal dirasakan ibu hamil.Otak Oliver seakan blank tidak mampu berpikir jernih. Pria itu tidak tahu harus melakukan apa selain mondar-mandir tidak jelas. Setiap kali sang istri menjerit kesakitan, membuat seluruh tubuh Oliver seakan mati rasa.Dulu, di kala ibunya melahirkan adiknya, dia tidak ikut di dalam ruang bersalin. Hal itu menyebabkan Oliver tak tahu perjuangan seorang wanita hamil. Yang Oliver lihat sekarang—sang istri seperti berada di ambang kematian.“Ahg!” jerit Nic
“Iya, Mom. Aku sudah meminta pelayan menyiapkan makan malam untuk kita. Kau tidak usah membawa makanan apa pun. Makanan yang sudah disiapkan sangat banyak.”“Hm, tadinya Mommy ingin membuat cake.” “Tidak usah, Mom. Dessert juga sudah disiapkan. Kau tidak usah repot-repot. Kau dan Dad cukup datang saja. Semua menu makanan sudah disiapkan.”“Baiklah, Sayang. Sampai nanti malam.” “Iya, Mom. Sampai nanti malam.”Panggilan tertutup. Nicole meletakan ponselnya ke tempat semula. Tampak senyuman di wajah wanita itu terlukis begitu hangat. Hari ini adalah hari di mana Nicole akan makan malam bersama dengan keluarganya. Pun tentu ibu tiri dan saudara tirinya juga akan datang.Nicole sekarang sudah tidak lagi memanggil Esther dengan sebutan ‘Bibi’. Sekarang, dia sudah memanggil Esther dengan sebutan ‘Mommy’. Jika dulu, Nicole tidak pernah dekat dengan ibu tirinya, kali ini dia sangat dekat dengan ibu tirinya yang baru.Sosok Esther bukanlah sosok ibu tiri yang kejam. Malah yang ada Esther sela