Joice berpamitan pergi ke toilet di tengah-tengah orang yang tengah asik mengobrol. Meski sudah selesai makan malam, tapi semua orang tengah duduk bersantai sambil meminum wine. Tentunya sambil membahas tentang pekerjaan.Di toilet, Joice sedikit membasuh sedikit bagian matanya. Joice sedikit mengantuk, lebih tepatnya dia kurang bersemangat karena Marcel mengajak Penelope. Hati Joice sudah ditahan sekuat mungkin. Dia sudah berjanji pada Oliver untuk tak mendekati Marcel. Janjinya itu membuat hatinya benar-benar tersiksa.Joice ingin nekat berusaha mengajak Marcel berbicara, tapi sejak tadi mata Oliver mengawasinya, membuat Joice tidak bisa berkutik. Joice menghindari perdebatan dengan Oliver, karena berada di tengah-tengah keluarga Oliver. Bisa-bisa nanti Oliver tak akan lagi mengajaknya.Joice menatap cermin, memoles make-up tipis ke wajahnya. Meski make-up Joice masih on point, tetap saja Joice ingin tampil sempurna. Apalagi ada Penelope. Dia tak mau sampai kalah saing.Setelah sele
“Awww—” Joice meringis kesakitan di kala Shawn mengompres pergelangan tangannya yang merah, dan bengkak akibat cengkraman kuat Marcel tadi. Joice memang sama sekali tak mengeluh. Akan tetapi ringisan perih tak bisa tertutupi.“Sakit?” tanya Shawn seraya menatap Joice.“Sedikit,” jawab Joice pelan.Shawn mengambil salep luka lebam yang ada di kotak obat, dan mengoleskan ke pergelangan tangan Joice. “Tindakan Marcel termasuk dalam kekerasan. Kau bisa menuntut Marcel, dan memenjarakan Marcel untuk memberikannya pelajaran.”Joice menggelengkan kepalanya tegas. “Tidak, Shawn. Aku tidak mungkin menjebloskan Marcel ke penjara. Aku mencintai Marcel, Shawn.”Shawn mengembuskan napas kasar mendengar ungkapan cinta Joice untuk Marcel. “Kau tahu, Joice? Rasa cintamu yang berlebihan bisa membunuhmu perlahan.”Joice menekuk bibirnya. “Aku tidak peduli, Shawn. Yang terpenting bagiku adalah aku mencintai Marcel. Cintaku pada Marcel tidak akan pernah berubah. Dulu, sekarang, dan selamanya.”Marcel ada
Oliver menenggak vodka di tangannya hingga tandas. Raut wajah Oliver tampak menunjukkan jelas kemarahan dan emosi tertahannya. Sepulang dari jamuan makan malam, Oliver segera membawa Nicole dan Joice pulang. Meski Oliver sempat berdebat dengan Marcel, tapi kakek, nenek, dan kedua orang tuanya tak ada yang tahu sama sekali tentang hal tersebut. Tentu Oliver menjaga agar kedua orang tuanya serta kakek dan neneknya tak ada yang tahu tentang permasalahan ini.“Sayang?” Nicole melangkah masuk ke dalam ruang kerja Oliver.Oliver menatap Nicole dengan tatapan lekat. “Nicole, kenapa kau belum tidur?”Nicole duduk di pangkuan sang suami, membenamkan wajahnya di leher suaminya itu. “Aku tidak bisa tidur. Aku belum mengantuk, Sayang.”Oliver menarik tubuh Nicole, membenarkan posisi duduk sang istri. “Nicole, kau sedang hamil. Tidak baik tidur malam.”“Biarkan seperti ini, Sayang. Aku ingin duduk di pangkuanmu dan memelukmu.” Nicole menciumi leher Oliver lembut.Oliver tak bisa melarang kalau Nic
“Sayang, hari ini aku akan ke rumah Daddy-ku. Aku sangat merindukannya.” Nicole melangkah menghampiri Oliver yang tengah bersiap-siap ke kantor. Wanita cantik itu masih belum kembali aktif bekerja. Dia masih menyerahkan pekerjaannya pada sang asisten pribadinya. Hamil muda membuatnya mendapatkan banyak larangan.“Nicole, hari ini aku harus bertemu dengan client-ku. Ada kasus berat yang sedang aku tangani. Aku tidak bisa menemanimu. Tapi nanti aku pasti akan menjemputku,” ucap Oliver sambil memberikan kecupan ke bibir sang istri.Nicole tersenyum hangat seraya melingkarkan tangannya di leher sang suami. “Aku menyetir sendiri saja. Aku akan pulang sore. Kau tidak usah mencemaskanku.”“Nicole, kau berangkat dengan sopir saja. Jangan sendiri,” ucap Oliver menekankan.Sejak di mana Nicole hamil, Oliver memang cenderung lebih overprotective. Pria tampan itu melarang Nicole melakukan hal berat. Lebih tepatnya, Oliver ingin Nicole ingin banyak beristirahat.Nicole menghela napas dalam. “Sayan
Mobil Joice sudah bergerak-gerak tak beraturan. Berkali-kali Joice nyaris ingin menabrak. Beruntung, Joice mampu mengendalikan mobilnya. Entah sampai kapan Joice mampu mengendalikan mobilnya. Dia ingin menabrak ke sisi kiri, tapi posisinya tak memungkinkan. Jika menabrak ke sisi kanan pun tak memungkinkan.Joice nyaris putus asa. Dalam hati, Joice tak mempermasalahkan jika dirinya terluka. Namun, Joice tentu tak ingin orang lain terluka karenanya. Dia sampai menekan klakson berkali-kali agar tidak ada orang yang melewatinya. Orang di luar pasti tidak tahu, dan beranggapan kalau Joice sudah tak waras menekan klakson berkali-kali.Joice tampak berpikir sejenak. Akhirnya dia memutuskan menginjak pedal gas, dan menyingkir dari jalan raya yang kerap di lalui banyak orang. Entah apa yang terjadi padanya. Yang penting Joice tak mencelakai orang lain.“Lebih baik aku mencoba menghubungi Marcel lagi. Mungkin saja sekarang dia mau menjawabku,” gumam Joice yang memutuskan untuk kembali mencoba m
“Selamat malam, Tuan Oliver.” Seorang pelayan menyapa Oliver yang baru saja tiba di rumah. Di luar cuaca hujan, dan Oliver pulang sedikit terlambat karena harus mengurus kasus yang tengah ditanganinya.Oliver mengangguk singkat membalas sapaan sang pelayan. “Di mana istriku?”“Nyonya ada di kamar, Tuan,” jawab sang pelayan sopan.“Joice pulang ke sini, kan?” tanya Oliver lagi.“Iya, Tuan. Nona Joice pulang ke sini. Beliau sekarang berada di kamarnya,” jawab sang pelayan memberi tahu.Oliver kembali mengangguk. “Aku akan masuk ke dalam.”“Baik, Tuan. Silakan.” Pelayan itu mempersilakan Oliver.Tanpa berkata, Oliver segera masuk ke dalam kamarnya. Pria itu melirik arloji sekilas—waktu menunjukkan pukul delapan malam. Di jam seperti ini biasanya sang istri belum tidur.“Nicole?” Oliver melangkah masuk ke dalam kamar, mendapati Nicole tengah duduk di ranjang sambil membaca buku.“Sayang? Kau sudah pulang?” Nicole turun dari ranjang, melangkah menghampiri Oliver.“Maaf aku pulang terlambat
Dua hari setelah kejadian kecelakaan yang menimpa Joice, pihak bengkel masih belum menemukan penyebab kenapa mobil Joice bisa sampai mengalami rem blong. Terakhir Joice mendapatkan laporan—masalah mobilnya karena kesalahan yang tak memeriksa mobil secara berkala.Joice tak mau ambil pusing. Sebab bagi Joice yang paling penting adalah mobilnya bisa diperbaiki. Pun jika tidak bisa diperbaiki, pasti Joice akan membeli mobil baru. Jadi dia tak mau membuat masalah kecil menjadi besar.“Joice, kau hari ini tidak ada pemotretan?” Nicole melangkah menghampiri Joice, lalu duduk di samping Joice yang tengah bersantai di ruang tengah.“Tidak ada, Nicole. Hari ini aku tidak memiliki jadwal pemotretan. Oh, ya di mana Oliver? Dia sudah berangkat bekerja?” tanya Joice ingin tahu.Nicole mengangguk. “Ya, Oliver sudah berangkat bekerja. Dia sedang menangani kasus berat yang menyita pikirannya. Itu kenapa dia berangkat lebih awal.”Joice mengambil orange juice yang ada di atas meja, dan menyesap perlah
“Miracle kau sudah belanja banyak sekali, kenapa masih tetap ingin berbelanja?” Selena tampak kesal, karena sejak tadi Miracle terus berbelanja. Dua kembar tak identic itu memang kerap berdebat. Apalagi mereka sering sekali berbeda pendapat.“Tunggu sebentar, Kak. Dress ini bagus sekali. Cocok untuk Michaela.” Miracle memegang dress berwarna merah. Dia merasa bahwa dress itu sangat cocok untuk putri sulungnya.Selena mendesah panjang. “Aku yakin Michaela sudah memiliki gaun yang kau pegang itu. Kau ingat kan dulu kau membelikan gaun keluaran terbaru, dari perancang busana kesukaan Michaela, dan ternyata Michaela sudah memiliki gaun itu. Menurutku, kalau kau ingin membelikan pakaian untuk Michaela, kau harus membawa dia. Kau kan mengenal putrimu dengan baik.”Miracle meringis malu di kala Selena mengingatkan kejadian konyol dulu. Saat itu, dirinya pernah membelikan dress keluaran terbaru dari perancang busana ternama di Paris. Dress itu Miracle pesan khusus untuk putri sulungnya. Namun
Beberapa bulan berlalu … Wengen, Switzerland. Tiga pengasuh dibuat pusing luar biasa oleh Olivia yang begitu aktif. Balita kecil itu terus berlari-lari sambil bermain bola kecil yang sejak tadi dia lempar-lempar. Tiga pengawal sudah siap siaga melihat setiap gerak Olivia yang sangat cepat. Entah dulu Nicole mengidam apa sampai membuat Olivia selincah ini. Baik pengasuh dan pengawal tidak bisa santai dalam menjaga balita kecil itu. Sedikit saja terabaikan, pasti Olivia sudah berulah.Tindakan Olivia memang kerap membuat Nicole sakit kepala. Apalagi waktu ketika Nicole masih hamil besar. Dia dibuat pusing luar biasa dengan tindakan putri kecilnya yang sangat aktif. Olivia sering susah diberi tahu Nicole. Balita kecil itu paling tunduk pada ayahnya. Hal tersebut yang membuat Nicole terkadang jengkel.“Olivia, pelan-pelan, Nak. Jangan berlari seperti itu,” ucap Nicole berseru dengan nada sedikit keras, tapi sayangnya tak menghentikan balita kecil yang sangat aktif itu. Nicole sampai men
Oliver berlari menelusuri koridor rumah sakit. Raut wajah pria itu tampak sangat panik dan penuh khawatir. Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, dia tak henti mengumpati kebodohannya. Harusnya hari ini dia tak pergi ke mana-mana. Jika sampai ada hal buruk yang menimpa istri dan anaknya, maka dia tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri. Saat Oliver sudah dekat dengan ruang persalinan, langkah kakinya terhenti melihat Joice mondar-mandir di depan ruangan persalinan. Raut wajah Oliver berubah, menatap lekat dan tegas sepupunya itu.“Joice?” tegur Oliver.Joice yang sejak tadi mondar-mandir tak jelas, terkejut melihat Oliver ada di hadapannya. “Oliver? Astaga, akhirnya kau muncul,” serunya bahagia melihat Oliver sudah datang. Sejak tadi dia sudah panik karena Oliver tak kunjung datang.“Di mana Nicole?” tanya Oliver cepat.Joice menyentuh lengan Oliver sambil berkata cemas, “Nicole ada di dalam. Segera kau masuk. Dari tadi dia terus menjerit kesakitan.” Oliver mengangguk, dan
*Nicole, aku pergi sebentar ingin bertemu ayahku. Ada kasus rumit yang sedang aku tangani dan aku membutuhkan pendapat ayahku. Aku tidak akan lama. Aku akan segera pulang. Kau jangan ke mana-mana. Your husband—Oliver.* Nicole mengembuskan napas panjang membaca note dari suaminya itu. Raut wajahnya nampak kesal. Pagi ini, Nicole bangun terlambat sedangkan Oliver bangun lebih awal. Dia yakin Oliver tak membangunkannya, karena tidak mau mengganggunya. Sungguh, itu sangat menyebalkan. Nicole mengikat rambut asal, dan meminum susu hangat yang baru saja diantarkan. Hari ini, Nicole terbebas dari menjaga Olivia, karena putri kecilnya itu sedang diculik keluarganya. Well, Olivia memang kerap menjadi rebutan. Wajar saja, karena Olivia adalah cucu pertama di keluarga Nicole dan juga cucu pertama di keluarga Oliver. Hal tersebut yang menjadikan Olivia kerap sekali diculik sana sini.“Lebih baik aku mandi,” gumam Nicole yang memutuskan ingin mandi. Meskipun kesal masih ada, tapi dia tidak mau k
“Nicole, pakailah gaun ini.” Oliver menunjuk sebuah kotak yang berisikan sebuah gaun indah yang ada di hadapannya. Pria itu sengaja menyiapkan gaun cantik untuk sang istri tercinta.Nicole mengalihkan pandangannya, menatap gaun yang ditunjuk Oliver. “Sayang, kau ingin mengajakku ke mana sampai aku harus memakai gaun seindah itu?” tanyanya lembut. Jika hanya pergi ke tempat-tempat terdekat saja, mana mungkin Oliver memintanya memakai gaun secantik yang ada di hadapannya itu.Oliver mendekat dan memberikan kecupan di kening sang istri. “Aku akan mengajakmu dan Olivia makan malam di luar. Gantilah segera pakaianmu.” “Kau akan mengajakku dan Olivia makan malam di luar?” ulang Nicole begitu antusias bahagia.“Ya, kita akan makan malam di luar. Bersiaplah.” Oliver membelai lembut pipi Nicole.Nicole tersenyum bahagia. Detik selanjutnya, Nicole menggenggam tangan Olivia—mengajak putrinya untuk mengganti pakaian. Gaun yang dibelikan Oliver sangatlah cantik. Bahkan gaun Nicole itu kembaran d
Oliver meminta Nicole untuk tak lagi mengingat tentang masalah Joice dan Marcel. Pria itu tak ingin istrinya sampai terlalu kepikiran dan berdampak pada tumbuh kembang anak mereka. Usia kandungan Nicole sudah besar. Sebentar lagi anak kedua mereka akan lahir ke dunia. Yang Oliver inginkan adalah Nicole hanya fokus pada anak-anak mereka saja. Pun berita tentang Marcel sudah Oliver bungkam. Media dilarang lagi untuk memberitakan tentang salah satu anggota keluarganya.Pagi menyapa Nicole sudah bersiap-siap. Hari ini dia dan Oliver akan periksa kandungan. Wanita itu tampil sangat cantik dengan balutan dress khusus ibu hamil berwarna navy. Rambut panjang Nicole tergerai sempurna. Riasan tipis membuatnya semakin cantik. Meski hanya memakai lip balm tapi bibir penuh Nicole tampak sangat seksi.Nicole dianugerahi paras yang luar biasa cantik. Dia tak perlu memakai riasan tebal, karena wanita itu sudah sangat cantik. Hamil membuatnya bahkan bertambah cantik meskipun bentuk tubuhnya sudah mela
Nicole merasakan kebebasan di kala Selena dan Samuel menculik Olivia. Well, Olivia menjadi cucu pertama di keluarga Maxton—membuat Olivia benar-benar seperti anak emas. Selena dan Samuel kerap sekali membawa Olivia ke rumah mereka untuk menginap. Mengingat tiga adik kandung Oliver yang lain berada di luar negeri—membuat kehadiran Olivia menjadi warna yang baru di keluarga Maxton.“Ah, perutku kenyang sekali.” Nicole mengusap-usap perut buncitnya di kala baru saja selesai menikmati tiramisu cake yang diantarkan oleh sang pelayan.Waktu menunjukkan pukul sepuluh pagi. Tak banyak aktivitas Nicole selain bersantai. Pekerjaannya sudah ditangani oleh asistennya. Sejak di mana dia hamil lagi, Oliver meminta Nicole menyerahkan pekerjaannya pada sang asisten.Jarak kehamilan pertama dan kehamilan kedua tidak jauh. Bisa dikatakan kehamilan kedua ini memang tak Nicole sangka. Nicole pikir dia tidak akan langsung hamil, karena baru saja melahirkan. Jadi setiap berhubungan badan dengan sang suami—
Satu tahun berlalu … “Olivia, jangan naik-naik ke atas meja, Nak.”Nicole mendesah panjang dengan raut wajah yang begitu kelelahan. Olivia—putri pertamanya yang baru bisa berjalan itu amat sangat aktif. Baru saja Oliva berusia satu tahun—dan harapan Nicole adalah Olivia menjadi anak yang tenang dan lembut seperti anak-anak perempuan lain.Sayangnya harapan Nicole tinggal harapan. Semakin hari Olivia semakin aktif. Dua pengasuh saja harus menjaga Olivia dengan baik. Pasalnya, jika tak diawasi, Olivia selalu saja berusaha memanjat posisi tempat yang tinggi. Hal itu yang membuat Nicole khawatir luar biasa. Ucapan Nicole tak didengar oleh Olivia. Balita kecil itu terus memanjat meja. Dengan penuh waspada, dua pengasuh sudah siaga merentangkan tangan—berjaga jika sampai Olivia terjatuh, maka dua pengasuh itu berhasil menangkap tubuh Olivia.Nicole memijat keningnya di kala rasa pusing menyerangnya. Menjaga Olivia harus extra hati-hati. Beberapa minggu lalu saja, Olivia hampir tercebur ke
Oliver mondar-mandir panik di dalam ruang bersalin. Suara jeritan menggema membuat Oliver tidak bisa tenang. Dua jam lalu, dokter mengatakan masih belum waktunya, karena kepala bayi belum terlihat. Teriakan sakit Nicole disebabkan oleh kontraksi. Masih butuh beberapa waktu sampai waktunya siap untuk Nicole melahirkan.Oliver nyaris gila akibat kepanikan dan ketakutannya. Berkali-kali dia meminta dokter untuk memberikan obat agar istrinya tidak kesakitan, tapi sang dokter mengatakan bahwa kontraksi adalah hal normal dirasakan ibu hamil.Otak Oliver seakan blank tidak mampu berpikir jernih. Pria itu tidak tahu harus melakukan apa selain mondar-mandir tidak jelas. Setiap kali sang istri menjerit kesakitan, membuat seluruh tubuh Oliver seakan mati rasa.Dulu, di kala ibunya melahirkan adiknya, dia tidak ikut di dalam ruang bersalin. Hal itu menyebabkan Oliver tak tahu perjuangan seorang wanita hamil. Yang Oliver lihat sekarang—sang istri seperti berada di ambang kematian.“Ahg!” jerit Nic
“Iya, Mom. Aku sudah meminta pelayan menyiapkan makan malam untuk kita. Kau tidak usah membawa makanan apa pun. Makanan yang sudah disiapkan sangat banyak.”“Hm, tadinya Mommy ingin membuat cake.” “Tidak usah, Mom. Dessert juga sudah disiapkan. Kau tidak usah repot-repot. Kau dan Dad cukup datang saja. Semua menu makanan sudah disiapkan.”“Baiklah, Sayang. Sampai nanti malam.” “Iya, Mom. Sampai nanti malam.”Panggilan tertutup. Nicole meletakan ponselnya ke tempat semula. Tampak senyuman di wajah wanita itu terlukis begitu hangat. Hari ini adalah hari di mana Nicole akan makan malam bersama dengan keluarganya. Pun tentu ibu tiri dan saudara tirinya juga akan datang.Nicole sekarang sudah tidak lagi memanggil Esther dengan sebutan ‘Bibi’. Sekarang, dia sudah memanggil Esther dengan sebutan ‘Mommy’. Jika dulu, Nicole tidak pernah dekat dengan ibu tirinya, kali ini dia sangat dekat dengan ibu tirinya yang baru.Sosok Esther bukanlah sosok ibu tiri yang kejam. Malah yang ada Esther sela