“Selamat malam, Tuan Oliver.” Seorang pelayan menyapa Oliver yang baru saja tiba di rumah. Di luar cuaca hujan, dan Oliver pulang sedikit terlambat karena harus mengurus kasus yang tengah ditanganinya.Oliver mengangguk singkat membalas sapaan sang pelayan. “Di mana istriku?”“Nyonya ada di kamar, Tuan,” jawab sang pelayan sopan.“Joice pulang ke sini, kan?” tanya Oliver lagi.“Iya, Tuan. Nona Joice pulang ke sini. Beliau sekarang berada di kamarnya,” jawab sang pelayan memberi tahu.Oliver kembali mengangguk. “Aku akan masuk ke dalam.”“Baik, Tuan. Silakan.” Pelayan itu mempersilakan Oliver.Tanpa berkata, Oliver segera masuk ke dalam kamarnya. Pria itu melirik arloji sekilas—waktu menunjukkan pukul delapan malam. Di jam seperti ini biasanya sang istri belum tidur.“Nicole?” Oliver melangkah masuk ke dalam kamar, mendapati Nicole tengah duduk di ranjang sambil membaca buku.“Sayang? Kau sudah pulang?” Nicole turun dari ranjang, melangkah menghampiri Oliver.“Maaf aku pulang terlambat
Dua hari setelah kejadian kecelakaan yang menimpa Joice, pihak bengkel masih belum menemukan penyebab kenapa mobil Joice bisa sampai mengalami rem blong. Terakhir Joice mendapatkan laporan—masalah mobilnya karena kesalahan yang tak memeriksa mobil secara berkala.Joice tak mau ambil pusing. Sebab bagi Joice yang paling penting adalah mobilnya bisa diperbaiki. Pun jika tidak bisa diperbaiki, pasti Joice akan membeli mobil baru. Jadi dia tak mau membuat masalah kecil menjadi besar.“Joice, kau hari ini tidak ada pemotretan?” Nicole melangkah menghampiri Joice, lalu duduk di samping Joice yang tengah bersantai di ruang tengah.“Tidak ada, Nicole. Hari ini aku tidak memiliki jadwal pemotretan. Oh, ya di mana Oliver? Dia sudah berangkat bekerja?” tanya Joice ingin tahu.Nicole mengangguk. “Ya, Oliver sudah berangkat bekerja. Dia sedang menangani kasus berat yang menyita pikirannya. Itu kenapa dia berangkat lebih awal.”Joice mengambil orange juice yang ada di atas meja, dan menyesap perlah
“Miracle kau sudah belanja banyak sekali, kenapa masih tetap ingin berbelanja?” Selena tampak kesal, karena sejak tadi Miracle terus berbelanja. Dua kembar tak identic itu memang kerap berdebat. Apalagi mereka sering sekali berbeda pendapat.“Tunggu sebentar, Kak. Dress ini bagus sekali. Cocok untuk Michaela.” Miracle memegang dress berwarna merah. Dia merasa bahwa dress itu sangat cocok untuk putri sulungnya.Selena mendesah panjang. “Aku yakin Michaela sudah memiliki gaun yang kau pegang itu. Kau ingat kan dulu kau membelikan gaun keluaran terbaru, dari perancang busana kesukaan Michaela, dan ternyata Michaela sudah memiliki gaun itu. Menurutku, kalau kau ingin membelikan pakaian untuk Michaela, kau harus membawa dia. Kau kan mengenal putrimu dengan baik.”Miracle meringis malu di kala Selena mengingatkan kejadian konyol dulu. Saat itu, dirinya pernah membelikan dress keluaran terbaru dari perancang busana ternama di Paris. Dress itu Miracle pesan khusus untuk putri sulungnya. Namun
Marcel melempar dokumen yang baru saja diberikan oleh sekretarisnya. Tampak raut wajah Marcel begitu kesal di kala membaca laporan yang diberikan oleh asistennya.“Aku tidak setuju. Cepat kau bawa dokumen ini, dan kembalikan pada Shawn,” ucap Marcel dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi.Ya, di hadapan Marcel adalah dokumen tentang project yang dikerjakan oleh Geovan Group dan De Luca Group. Project ini ditangani langsung oleh Marcel, karena memang ayahnya memercayakan untuk menangani project ini. Namun, Marcel tak pernah setuju dengan apa yang menjadi ide Shawn.Sang sekretaris menggaruk pelan tengkuk lehernya. “Tuan, tapi Tuan Sean sudah menyetujui ide Tuan Shawn.”Marcel berdecak. “Jelas Pamanku menyetujui ide Shawn, dia pasti menganggap anaknya paling hebat!”“Tuan Besar William juga—”“Semua akan membela Shawn dan menganggap Shawn hebat, karena posisi pria sialan itu cucu laki-laki pertama!” bentak Marcel yang sontak membuat sang sekretaris menundukkan kepalanya, tak bisa menga
PranggPenelope melempar sebuah gelas di tangannya ke dinding. Pecahan gelas serta wine tumpah membaur ke lantai. Raut wajah Penelope menunjukkan rasa kesal yang bercampur dengan emosi yang seolah ingin meledak.“Kenapa bisa sampai gagal!” seru Penelope dengan nada cukup tinggi.Sang asisten menundukkan kepalanya, tak berani menatap Penelope. “Nona, hari ini kebetulan Joice Osbert pergi bersama dengan Nyonya Miracle De Luca. Para preman yang kita sewa dihajar oleh Nyonya Miracle De Luca. Saya lupa calon mertua Anda menguasai bela diri yang cukup hebat.”“Berengsek!” Penelope mengumpat kasar. Napasnya memburu menandakan emosinya sudah memanas, dan sudah tidak lagi bisa tertahankan. Dia emosi karena rencananya gagal total. Pun dia tak mengira kalau hari ini Joice pergi bersama dengan ibu Marcel. “Nona, tenangkan diri Anda. Anda bisa melakukan cara lain. Hari ini Joice Osbert bisa selamat, tapi belum tentu besok dia akan selamat,” tutur sang asisten menenangkan kemarahan Penelope.Penel
Sejak di mana Oliver tahu bahwa Penelope sebagai dalang di balik rem mobil Joice blong; Oliver masih tetap diam, belum sama sekali melakukan tindakan apa pun. Tentu di balik semua ini, Oliver memiliki rencana sendiri. Beberapa hari ini, Oliver disibukan mengurus Nicole. Meskipun memikirkan masalah Joice, tetap saja dia memprioritaskan istri tercintanya. Apalagi sekarang Nicole yang sedang hamil muda.Oliver masih membiarkan seolah-olah Penelope menang. Belum waktunya dirinya meledakan bom yang memang seharusnya dia ledakan. Pria itu bukanlah orang yang gegabah. Terlebih Marcel telah cinta buta pada Penelope. Hal tersebut yang membuat Oliver membutuhkan waktu untuk membongkar semuanya.“Sayang, aku ingin bertemu dengan Daddy-ku. Aku merindukannya.” Nicole melangkah mendekat, menghampiri Oliver yang tengah duduk di sofa kamar.“Kau ingin ke rumah Daddy-mu?” Oliver menarik tubuh Nicole, duduk di pangkuannya.Nicole mengangguk. “Iya, Sayang. Aku ingin ke rumah Daddy-ku. Boleh, yaa? Kondis
Nicole menyandarkan kepalanya di dada bidang Oliver, dan memeluk pinggang suaminya itu. Sepulang mengunjungi Shania, Nicole dan Oliver langsung pulang ke mansion mereka. Oliver tak bisa membiarkan Nicole terlalu lama berada di luar. Kondisi Nicole yang sedang hamil muda, membuat Oliver begitu overprotective.“Sayang, tadi aku berbicara dengan Bibi Esther. Kau tahu? Ternyata dia memiliki kisah hidup seperti Daddy-ku,” ucap Nicole pelan memberi tahu.Kening Oliver sedikit mengerut. “Kisah hidup seperti Daddy-mu? Apa maksudmu, Nicole?”Nicole terdiam sebentar. “Bibi Esther pernah melakukan kesalahan di masa lalu. Dia berselingkuh sampai membuat anaknya membencinya. Dia juga sudah bercerai dengan suaminya, dan bahkan sampai detik ini dia tidak menikah lagi. Sekarang yang dia sesali adalah anaknya tidak mau bertemu dengannya. Jujur, aku sangat kasihan padanya. Aku juga pernah membenci ayahku, tapi ayahku tetaplah sosok penting yang membuatku ada di dunia ini. Sebenci-bencinya aku pada ayah
Sebuah restoran megah dengan musik instrument membuat para pengunjung nyaman berada di sana. Suasana restoran tak terlalu ramai. Sebagian yang datang banyak membawa pasangan tapi juga ada yang hanya sekedang meeting pekerjaan. Nicole dan Joice duduk di dekat jendela, menikmati pemandangan yang indah. Mereka berbincang sambil tertawa seperti sahabat dekat. Nicole dan Joice itu sangat cocok. Apalagi Joice terkenal ramah dan Nicole terkenal hangat. Itu yang membuat dua wanita tersebut mudah sekali akrab.Tak selang lama, pelayan datang menghidangkan makanan lezat ke hadapan Nicole dan Joice. Tepat di kala makanan lezat sudah terhidang; Nicole dan Joice mulai menikmati makanan mereka.“Nicole, kau sudah minta izin pada Oliver, kan? Aku tidak mau dimarahi dia. Oliver itu galak persis seperti Marcel,” ucap Joice sambil menikmati tenderloin steak-nya.Nicole tersenyum samar. “Tadi aku sudah menelepon Oliver, tapi dia tidak menjawab teleponku. Mungkin dia sedang sibuk bertemu dengan client-n