"Mungkin aku akan lembur nanti," ucap Sean sambari memakai bajunya.
Celine menatap suaminya dari cermin rias yang ada di hadapannya. Dia memperhatikannya, seraya berkata dalam hati,'Jelas sekali berbeda. Permainan ranjangnya sangat berbeda dengan Dave. Kenapa aku masih saja bisa merasakan sentuhan, ciuman dan permainannya? Oh Tuhan, ada apa denganku? Tolong jangan siksa aku dengan cara seperti ini. Jauhkan aku dari rasa suka pada Dave. Dia kakak iparku, Tuhan.""Sayang, ada apa? Kenapa kamu bengong seperti itu?" tanya Sean yang menatap istrinya dari tempatnya saat ini, melalui cermin yang ada di hadapan sang istri.Celine pun terkesiap. Dia gugup dan salah tingkah, seolah tertangkap basah sedang melakukan sesuatu."Tidak. Aku hanya merasa kesepian tiap kali kamu pulang terlambat dari bekerja," jawabnya dengan gugup.Sean tersenyum. Dia berjalan menghampiri istrinya, dan memeluknya dari belakang."Maafkan aku, Sayang. Aku akan usahakan agar tidak lagi pulang terlambat," ucapnya lembut, tepat di telinga istrinya, sehingga membuat bulu kuduk sang istri meremang.Kecupan hangat dari bibir Sean, mendarat pada pipi mulus sang istri. Kemudian dia kembali berbisik,"Ayo kita sarapan sekarang. Pasti semuanya sedang menunggu kita."Enggan rasanya Celine makan pagi bersama semua anggota keluarga seperti biasanya. Bukan karena dia menghindari mertuanya, tapi dia enggan bertemu dengan Dave, kakak ipar yang selalu mengganggu pikirannya.Pasangan suami istri tersebut, berjalan menuju meja makan dengan bergandengan tangan, layaknya pasangan suami istri yang baru saja menikah dan sedang hangat-hangatnya. Pemandangan tersebut merupakan hal yang setiap hari dilihat oleh penghuni rumah besar itu. Mereka sangat senang melihat Sean dan Celine yang selalu saja terlihat romantis.Berbeda dengan Dave. Entah mengapa, dia merasakan kesal dan seperti ada sesuatu yang tidak nyaman dalam hatinya.'Apa aku cemburu pada adikku sendiri?' batin Dave yang sedang berpura-pura sibuk dengan ponselnya.Dia enggan melihat kebersamaan dan keromantisan adiknya bersama dengan adik iparnya. Akan tetapi, dia ingin selalu memandang wajah cantik sang adik ipar.'Tidak bisa aku biarkan. Sebaiknya aku menghindarinya. Aku tidak boleh menginginkannya,' batin Dave mengingatkan dirinya sendiri.Suasana di meja makan terasa canggung. Dave dan Celine hanya diam saja, tidak ingin menanggapi pembicaraan ringan kedua orang tuanya sebelum mereka memulai makan dan sesudah mereka makan."Celine, jangan lupa meminum suplemen yang diberikan dokter Larissa padamu," tutur Anna sebelum Celine meninggalkan ruang makan."Tentu saja, Ma. Celine sudah memasang alarm agar tidak lupa," ucap Celine seraya tersenyum dan menunjukkan ponselnya.Sean tertawa melihat tingkah istrinya yang menurutnya lucu dan selalu membuatnya tersenyum bahagia. Dia membawa tubuh sang istri dalam pelukannya, dan berkata,"Aku berangkat kerja dulu, ya. Nanti aku kabari jika harus lembur dan pulang telat."Celine menganggukkan kepalanya, dan tersenyum manis melepas kepergian suaminya. Diantarnya sang suami hingga teras rumah. Lambaian tangannya mengiringi laju mobil sang suami hingga keluar dari area rumah besar itu.Berbeda dengan Dave. Dia merasa tingkah Celine sangat menggemaskan. Pandangan matanya tidak lepas dari sang adik ipar.Melihat tatapan mata Dave padanya, Celine merasa canggung. Dia berusaha keras bersikap biasa saja seperti sebelum kejadian malam itu."Akhirnya dia berangkat juga," gumam Celine seraya menghela nafasnya, setelah mobil Dave hilang dari pandangannya. Entah mengapa, dia merasa jika sikap Dave padanya berbeda dengan sebelumnya."Apa hanya perasaanku saja? Apa mungkin aku yang terbawa perasaan?" ucap lirih Celine seraya menatap kosong pada jalanan.Malam harinya, ketika jam makan malam, Sean menghubungi istrinya untuk mengabarkan bahwa dia harus kerja lembur agar proyek yang sedang dikerjakannya bisa cepat selesai."Kenapa kamu murung, Celine? Apa makanannya tidak sesuai dengan seleramu?" tanya Anna penasaran.Celine yang tadinya hanya mengaduk-aduk makanannya, kini dia menghentikan kegiatannya setelah mendengar pertanyaan dari ibu mertuanya."Maaf, Ma. Baru saja Sean mengabari jika dia akan pulang terlambat lagi. Masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikannya di kantor," jawab Celine disertai helaan nafasnya.Anna melihat kesedihan pada wajah murung menantunya. Wanita paruh baya itu tersenyum, dan berkata,"Apa kamu mau mengantarkan makanan untuk Sean ke kantornya? Kalian bisa makan bersama di sana."Seketika senyum Celine mengembang. Entah mengapa, dia memang ingin sekali mengunjungi suaminya di kantor."Apa boleh, Ma?" tanyanya dengan sumringah."Tentu saja. Kamu bersiap-siaplah, biar makanannya disiapkan dulu," ujar Anna sedikit terkekeh.Selang beberapa menit kemudian, Celine kembali ke ruang makan dengan penampilan yang berbeda."Ma, Celine berangkat sekarang," ucapnya sambil membawa tas branded di tangan kanannya."Itu makanan kalian. Bawalah, dan makanlah bersama dengan Sean di kantornya," tutur Anna sambil menunjuk tas yang berisi box makanan di atas meja makan.Setelah Celine berpamitan pada kedua mertuanya, dia membawa tas yang berisi box makanan tadi bersamanya."Pa, apa tidak sebaiknya Sean mengurangi jam kerjanya agar mereka bisa segera memiliki anak?" tanya Anna serius pada suaminya."Tidak ada yang menyuruh Sean untuk lembur, Ma. Itu hanya pilihannya saja, karena dia memang seorang yang bertanggung jawab dengan pekerjaannya," jawab Antonio Mayer sebagai presdir perusahaan Mayer Company.Anna menatap kesal pada suaminya. Dia sangat mengharapkan suaminya bisa mendukungnya, untuk meringankan pekerjaan Sean, agar mereka bisa segera mendapatkan cucu."Ck! Bukankah kita sangat menginginkan kehadiran cucu di rumah ini? Seharusnya Papa memberi Sean libur agar dia dan istrinya bisa honeymoon untuk beberapa hari."Antonio tersenyum mendengar permintaan istrinya. Dia meraih tangan sang istri, seraya berkata,"Sepertinya kita juga harus pergi honeymoon agar mood Mama bisa membaik."Seketika mata Anna berbinar. Antonio benar-benar mengetahui isi hatinya. Dia beranjak dari tempat duduknya, dan duduk di pangkuan suaminya. Tangannya melingkar pada leher sang suami, dan bermanja-manja padanya."Lebih menyenangkan jika kita semua bersama-sama pergi honeymoon. Sayangnya Dave belum mendapatkan pengganti istrinya.""Kita bicarakan besok dengan mereka semua. Jika memang Dave tidak mau ikut, biar dia saja yang memegang alih perusahaan selama Papa dan Sean berlibur," ujar Antonio sambil mengusap lembut pipi mulus sang istri.Anna Ferdinand, seorang wanita cantik pilihan Antonio yang mampu menggetarkan hatinya, dan hanya Anna seorang yang mampu membuat Antonio tidak bisa berpaling darinya. Bahkan di usianya saat ini, Anna masih tetap cantik dan mempesona. Sehingga banyak wanita di luaran sana yang terabaikan meskipun dengan gencar mendekati Antonio. Hati seorang Antonio tidak goyah, sehingga tidak ada yang mampu mencuri perhatiannya.Selang beberapa saat kemudian, Celine telah tiba di gedung yang menjulang tinggi dengan bertuliskan Mayer Company. Dia berjalan anggun dengan membawa tas branded di tangan kirinya, dan tas makanan di tangan kanannya."Kenapa jantungku tiba-tiba berdebar seperti ini? Apa karena aku akan bertemu dengan Sean? Aneh, tidak biasanya aku seperti ini. Apa ini seperti aku akan kencan dengan Sean untuk pertama kalinya? Atau mungkin seperti malam itu, setelah aku melakukannya dengan Dave?"Senyum Celine seketika lenyap. Dia berdiri mematung di depan pintu ruangan suaminya. Kakinya terasa berat, tidak bisa digerakkan. Bahkan air matanya menetes dengan sendirinya. Brak!Tas yang berisi beberapa box makanan, terlepas dari tangannya, hingga isi dalam tas tersebut berserakan di lantai.Sontak saja Sean yang sedang duduk di kursi kebesarannya, menoleh ke arah pintu. Secepat kilat dia mendorong tubuh wanita yang berada di pangkuannya, sehingga wanita tersebut jatuh di lantai dan berteriak kesakitan."Sayang!" seru Sean dari tempat duduknya, menatap kaget pada istrinya yang masih berdiri mematung di tempatnya.Seketika Celine tersadar. Sekuat tenaga dia menggerakkan kakinya agar bisa meninggalkan tempat tersebut."Sayang, tunggu! Ini salah paham! Akan aku jelaskan semuanya!" seru Sean sembari beranjak dari duduknya, berniat untuk mengejar istrinya.Celine berlari tanpa mendengarkan perintah suaminya. Bahkan air matanya mengiringi langkah kakinya meninggalkan ruangan sang suami
Dave menatap iba pada wanita cantik yang sedang berurai air mata di hadapannya. Tangisan adik iparnya itu, seolah mengiris hatinya. "Kenapa aku bisa mempunyai adik sebodoh dia? Bodoh sekali dia, menyia-nyiakan wanita secantik dan sebaik kamu," ujar Dave dengan kesalnya menatap pintu ruangannya.Jemari lentik Celine dengan cepatnya mengusap air mata yang jatuh begitu saja di pipinya, tatkala mendengar ucapan dari kakak iparnya. Dalam hati dia sungguh menyesalkan kedatangannya ke kantor suaminya. Akan tetapi, ada rasa sedikit bersyukur karena dia memergoki suaminya bermesraan dengan wanita lain. "Lebih baik mengetahuinya sekarang daripada tidak sama sekali. Meskipun ini sangat menyakitkan, tapi aku harus bisa mengatasi rasa sakit ini sekarang. Mungkin Tuhan tidak memberikan kami anak hingga detik ini karena kasihan padaku. Aku tidak bisa membayangkan, bagaimana nantinya apabila aku memergoki mereka pada saat aku dalam keadaan hamil atau sesudah melahirkan," ucap Celine dengan suara ya
Brak!"Apa dia marah padamu?" tanya wanita cantik bertubuh seksi yang sedang duduk di sofa ruangan Sean sambil menyilangkan kakinya.Sean menatap ke arah wanita tersebut setelah melampiaskan kemarahannya pada pintu. Dia menghela nafasnya, kemudian berkata,"Aku tidak bisa menemukannya. Entah ada di mana dia sekarang. Bahkan teleponku tidak diangkat olehnya."Wanita cantik itu tersenyum, dan beranjak dari duduknya. Dia berjalan berlenggak-lenggok menghampiri Sean, dan melingkarkan kedua tangannya pada leher pria tampan berstatuskan suami Celine."Tenanglah. Dia sudah dewasa. Aku yakin dia baik-baik saja," ucapnya sambil tersenyum, dan mengedipkan sebelah matanya. Sean melepaskan tangan wanita tersebut, seraya berkata,"Dia istriku. Sudah sewajarnya jika aku mengkhawatirkannya.""Lebih tepatnya istri yang tidak bisa memberikanmu seorang anak," ucap wanita tersebut, sambil menatap genit pada Sean."Raisa, jangan membahas itu lagi," tukas Sean disertai helaan nafasnya.Raisa, wanita cant
"Berani-beraninya Sean melakukan itu di dalam ruangan kantornya!" Dave mengeram kesal melihat apa yang dilakukan adiknya bersama dengan wanita yang sangat dikenalnya. Tidak heran jika Dave mengenal Raisa. Sejak wanita itu berpacaran dengan Sean, hampir setiap wanita tersebut berada di rumah keluarga Mayer. Bahkan semua anggota keluarga mereka sangat mengenalnya.Beberapa detik kemudian, Dave tersenyum licik. Pandangan matanya tidak lepas dari layar laptopnya. "Tidak ku sangka, seorang Sean bisa melakukan ini dengan wanita yang bukan istrinya," ucapnya disertai seringainya.Tiba-tiba dia dikagetkan dengan suara dering ponselnya. Diambilnya ponsel itu, dan segera diangkatnya, setelah melihat nama si penelepon ya g tertera pada layar ponselnya."Halo."'Dave, apa kamu berada di kantor bersama dengan Sean dan istrinya?' tanya seorang wanita dari seberang sana."Iya, Ma. Kemungkinan besar kita akan tidur di kantor."'Kenapa kalian harus menghabiskan hidup kalian sepanjang hari di kanto
"Apa kamu akan kembali dengannya?" tanya Dave dengan tatapan menyelidik pada adiknya.Sean menatap dingin manik mata kakak kandungnya. Dia merasa sedang dihakimi saat ini."Aku tidak mengerti maksudmu, Dave. Lebih baik kamu kembali saja ke ruangan mu.""Kamu mengusirku, Sean?" tanya Dave sambil menyeringai.Sean menghela nafasnya. Dia mengalihkan perhatiannya pada pekerjaannya, dan berkata,"Tidak mungkin seorang , Mayer bisa bersantai tanpa mengerjakan apa pun.""Aku memang sibuk, tapi aku menyempatkan diri untuk memperingatkan adikku tercinta agar tidak menyesal jika kehilangan wanita baik yang selama ini berada di dekatnya."Setelah mengatakan hal itu, Dave dengan segera beranjak keluar ruangan tersebut, meninggalkan adiknya yang masih tercengang mendengar ucapannya.Sean menatap punggung kakaknya dengan penuh tanya, seraya berkata lirih,"Apa dia tahu kedatangan Raisa di ruanganku?" ******************Di tempat lain, seorang wanita cantik berdiri di depan jend
'Sayang, cepat transfer uang sejumlah yang aku minta tadi,' rengek Raisa melalui telepon."Kenapa jumlahnya begitu besar, Sayang?" tanya Sean mengingat nominal angka pada pesan yang dikirimkan Raisa padanya.'Kamu perhitungan sama aku?' tanya Raisa yang terdengar sedang kesal padanya."Bukan begitu, Sayang. Hanya saja--"'Pelit sekali kamu. Baru juga segitu, tapi kamu sudah mengeluh. Bagaimana jika kita menikah? Pasti kamu akan melarang ku untuk membeli ini dan itu.'Mendengar keluhan kekesalan Raisa, membuat Sean teringat akan Celine. Istri sahnya itu, tidak pernah sama sekali meminta uang dengan jumlah sebesar yang diminta Raisa padanya. Dia hanya menerima uang yang diberikan oleh Sean, tanpa mengeluh kurang atau pun meminta lebih.'Sayang! Cepat transfer! Apa aku harus ke kantormu untuk mengambil uangnya?' rengek Raisa dari seberang sana."Baiklah, akan aku transfer sekarang," ucap Sean diiringi dengan helaan nafasnya.Tanpa mendengarkan perkataan dari sang mantan, Sean segera meng
"Tidak," ucap Sean dengan tegas.Dave menoleh ke arah adiknya. Dia menyeringai, dan berkata,"Kenapa? Apa ada yang membuatmu tidak rela meninggalkan kota ini?" "Tutup mulutmu, Dave!" sentak Sean seraya menatap tajam pada sang kakak."Jaga sikap kalian!" seru Antonio dengan tegas, dan memperlihatkan wajah garangnya, sehingga tidak ada yang berani mengatakan apa pun saat ini."Kita makan dulu. Nanti kita akan membahasnya kembali di ruang keluarga," tutur Anna seraya menggerakkan sendok dan garpunya.Semua orang yang berada di meja makan tersebut pun mengikuti Anna. Mereka mulai menggerakkan peralatan makannya, dan menyantap makanan yang ada di piring masing-masing.Di dalam sebuah ruangan dengan interior mewah, mereka semua berkumpul untuk membahas acara liburan yang direncanakan oleh sang mama. Di hadapan mereka terhidang kopi, teh, beserta makanan ringan."Sean banyak kerjaan, dan tidak bisa meninggalkan pekerjaan begitu saja," tukas Sean menolak ajakan mamanya untuk berlibur."Sean,
Seketika Sean terhenyak mendengar pertanyaan dari sang istri. Dia menangkap tatapan kemarahan dari mata istrinya. Tanpa sadar kakinya melangkah menghampiri sang istri yang sedang duduk di ranjang. Sean pun duduk bersimpuh di hadapannya, seraya berkata,"Sayang, aku tidak ada hubungan apa pun dengannya. Percayalah padaku. Malam itu aku mencari mu, tapi aku tidak menemukanmu. Aku memang tidak pulang ke rumah, karena aku sibuk mencari mu.""Bukannya kalian sedang bersama malam itu, sehingga kamu tidak pulang ke rumah?" tanya Celine sambil menyeringai."Tidak. Aku tidak bersamanya. Aku mencari mu ke sana kemari, tapi tidak menemukanmu," jawab Sean, berusaha membela diri.Celine kembali menyeringai, seolah sedang mengoloknya. Dia menatap intens manik mata suaminya, dan berkata,"Lalu, kenapa kamu tidak pulang ke rumah untuk mencariku? Aku yakin kalian berdua menghabiskan malam yang indah bersama."Gugup. Sean berusaha keras menutupi kegugupannya. Sayangnya, dia tidak bisa menyembunyikan se
Suara detak jantung dari seorang pasien pria yang terbaring di atas tempat tidur pasien, terdengar menggema dalam ruang ICU setelah mendapatkan operasi selama beberapa jam. Deraian air mata dari beberapa orang yang berada di luar ruang tesebut, tidak dapat didengarnya, seolah dunia mereka kini berbeda. Wanita tua yang berpenampilan modis dan terlihat lebih muda dari usianya, sedang berdiri di depan jendela kaca ruang ICU. Pandangan matanya tidak lepas dari pasien yang ada di dalam ruangan tersebut. Mata sembabnya masih saja mengeluarkan air mata, seolah tidak bisa merelakan apa yang dilihatnya saat ini. "Kenapa nasib Sean bisa begini, Pa?!" tanyanya dengan suara serak pada sang suami yang ada di sebelahnya. "Sabar, Ma. Papa yakin, Sean akan baik-baik saja. Sean adalah seorang Mayer. Dia pasti kuat dan berusaha untuk bertahan, agar bisa kembali pulang bersama dengan kita," tutur Antonio yang berusaha menenangkan hati istrinya. Deraian air mata yang membasahi pipi Anna, membuat
"Mama?!" ujar Sera dengan suara yang bergetar.Perempuan muda itu berlari menghampiri seorang wanita paruh baya yang berpenampilan seksi, dan memakai makeup, lengkap dengan lipstik berwarna merah menyala. Dipeluknya wanita yang dipanggilnya dengan sebutan mama tersebut, dan berkata,"Sera takut, Ma."Air matanya menetes di pipi, dan mengenai baju wanita paruh baya yang dipeluknya. Hal yang paling dibenci oleh Raisa, kini dilakukan oleh putrinya. Raisa sangat marah jika bajunya terkena makeup orang lain pada saat berpelukan dengannya. Terlebih lagi jika air mata orang tersebut menempel di bajunya.Sang mama menjauhkan tubuh putrinya, dan memperhatikan penampilan perempuan muda tersebut yang masih sesenggukan mengeluarkan air mata. "Ada apa denganmu, Sera? Kenapa kamu seperti ini? Dan juga kenapa kamu berada di tempat ini?" tanya Raisa sembari menatap putrinya dengan heran.Sera menundukkan kepalanya, sembari mengusap kasar air mata yang menetes di kedua pipinya. Akan tetapi, dia tidak
"Semuanya sudah lengkap. Sepertinya masalah ini sudah bisa kita proses sekarang," ucap polisi yang sebelumnya telah bersitegang dengan Sean."Silahkan, Pak. Kami menyerahkan mereka pada pihak kepolisian," ujar seorang pria yang berasal dari arah belakangnya.Seketika putra kedua dari keluarga Mayer tersebut, menoleh ke arah sumber suara. Sontak saja matanya terbelalak melihat sosok yang sangat familiar sedang berdiri bersama dengan dua orang pria yang diapit oleh beberapa polisi dan beberapa pria berpakaian serba hitam. "Om Sean," lirih perempuan yang saat ini sedang membuat Sean tercengang dengan penampilannya.Betapa tidak tercengang ketika Sean melihat keadaan putri dari wanita yang menjadi partner ranjangnya. Rambutnya berantakan dan terkesan acak-acakan. Wajahnya terlihat begitu lelah, dengan makeup yang luntur karena peluhnya. Dan satu hal membuat Sean tidak bisa berkata-kata yaitu penampilan Sera saat ini yang persis seperti ibunya.Ingatan Sean tertuju pada saat dirinya menja
Seketika dua orang pria dan seorang wanita terhenyak kaget, tatkala pintu kamar yang mereka tempati dibuka dengan kerasnya dari luar. Beberapa pria berpakaian serba hitam masuk ke dalam kamar tersebut, dan menangkap basah mereka bertiga dalam keadaan polos sedang bersenang-senang bersama. Kedua pria tersebut merupakan karyawan hotel yang bekerja pada bagian parkir, sehingga mereka berdua terlihat ketakutan saat ini.Berbeda dengan kedua pria itu. Sera yang usianya jauh lebih muda dari mereka berdua, terlihat sangat menikmati permainannya. Dia berada di atas tubuh seorang pria, dan pria yang satunya lagi memanjakannya dari belakang tubuhnya. Bahkan dia tidak mau menghentikan gerakannya. "Cepat lakukan! Aku sudah tidak tahan lagi! Jangan berhenti! Aku mohon!" ujar Sera dengan suara yang tertahan, diiringi dengan lenguhannya dan lebih mempercepat gerakannya.Hal itu membuat pria yang berada di bawah tubuhnya merasa tersiksa. Dia ingin menghentikannya, tapi hasratnya mengatakan tidak mau
Dave mengepalkan kedua tangannya ketika mendengar cerita dari sang putra tentang apa yang dilakukan oleh Sean padanya. Kilatan amarah terlihat dari mata pria paruh baya yang selalu membuat sang adik iri padanya. "Tidak pernah ku sangka dia akan berbuat senekat itu padamu," ujar Dave dengan penuh amarah. Hatinya kini dikuasai oleh amarahnya pada sang adik. Bahkan Dave telah berjanji dalam hatinya, dia akan memberi Sean pelajaran yang setimpal, jika berani menyentuh istri dan putranya, meskipun nyawanya menjadi taruhan. "Apa mungkin dia ingin menghancurkan kita, Dad?" tanya sang putra dengan ragu-ragu. Dave menoleh ke arah putranya. Dia memaksakan senyumnya, berusaha agar putra kesayangannya tidak mengkhawatirkan hal itu. "Jangan pikirkan hal itu, Hero. Daddy akan mengatasi semuanya. Kamu hanya perlu fokus pada kehidupan dan masa depanmu. Tetaplah waspada dan hati-hati pada siapa pun, meski orang tersebut kenal dan sangat dekat denganmu," tutur Dave, sembari menepuk-nepuk lirih
Hero menyeringai melihat si pengintai telah mendapatkan pelajaran dari sang asisten. Bahkan saat ini, gadis itu telah dibawa oleh dua orang pria yang sama sekali tidak dikenalnya. Mereka berdua diperintahkan oleh asisten Hero untuk memuaskan hasrat sang gadis di dalam kamar salah satu hotel tersebut.Sera pun tidak menolaknya. Dia sangat membutuhkan sentuhan dari pria untuk memuaskan hasratnya. Apalagi saat ini dia dalam pengaruh obat, sehingga bertindak aktif dan agresif ketika bersenang-senang dengan dua pria dewasa yang sangat berpengalaman.Pikirannya kosong. Hanya hasrat yang memburu sedang menguasai hati serta pikirannya. Senyuman dan lenguhannya menandakan kepuasan Sera akan perlakuan dan sentuhan dari kedua pria yang bermain dengannya. "Siapa sebenarnya dia?" tanya Hero pada sang asisten ketika si pengintai sudah keluar dari ruangan tersebut bersama dengan kedua pria suruhan mereka. "Dia suruhan dari pria yang menemui anda di ruang pesta," jawab sang asisten seraya memberika
Tepuk tangan meriah mengiringi pemasangan cincin di kedua jari pasangan yang sedang bertunangan. Hero dan Serena merupakan pasangan yang berbahagia pada hari ini. Semua keluarga besar, kolega, dan rekan kerja telah datang untuk menjadi saksi peristiwa penting tersebut, dan tentu saja mereka berbondong-bondong memberikan ucapan selamat pada pasangan yang sedang berbahagia.Setelah semua rangkaian acara selesai dilakukan, dan mengantarkan sang kekasih hati pulang bersama keluarganya, Hero meminta ijin pada kedua orang tuanya untuk beristirahat sejenak, meninggalkan pesta tersebut yang masih dipenuhi oleh tamu undangan."Tolong bawakan saya obat sakit kepala," perintah Hero pada asistennya, sembari berjalan keluar dari area pesta.Tanpa menunggu lama, sang asisten pun bergegas mengambilkan obat untuk sang bos, dan membawakan sebotol air mineral untuk dibawa ke ruang peristirahatan yang hanya digunakan pada saat pesta berlangsung.Di dalam ruangan itu, seorang pemuda berpenampilan rapi de
Perkataan Sean terngiang-ngiang di telinga Hero, hingga menyita pikirannya. Pemuda tersebut memikirkan panggilan Sean padanya. 'Putra? Kenapa pria tadi memanggilku sebagai putranya? Apa aku mirip dengan putranya?' batin Hero sembari membayangkan percakapannya bersama dengan Sean.Dirinya mengatakan bahwa tidak akan terpengaruh dengan perkataan pria asing tersebut. Akan tetapi, hatinya menolak untuk melupakannya. Kata "putra" masih saja membekas pada ingatannya. "Ada apa, Hero? Apa kamu gugup?" tanya seorang pria baya sembari terkekeh duduk di sampingnya.Sontak saja pemuda tampan yang menjadi sorotan dalam acara tersebut, menoleh ke arah sumber suara. Seketika dia terkejut tatkala melihat sosok pria yang menjadi panutannya selama ini."Papa?! Sejak kapan Papa berada di sini?"Dave tersenyum, dan menepuk-nepuk lirih pundak putranya, seraya berkata,"Apa yang sedang kamu khawatirkan? Bukankah seorang Hero tidak pernah sekali pun merasa khawatir?" Hero menghela nafasnya. Dia tersenyum
"Sean?!" celetuk Celine yang terkejut melihat sang mantan suami berdiri di hadapannya sambil tersenyum."Kamu bertambah cantik. Aku senang bisa melihatmu lagi, Sayang," tutur Sean sembari tersenyum, dan tatapan matanya seolah sedang menginginkan sang wanita.Celine menguatkan dirinya, agar terlihat tidak terpengaruh oleh kehadiran sang mantan. Sayangnya, ekspresi tubuhnya tidak mengatakan demikian. Dadanya bergerak naik turun seiring dengan nafasnya yang memburu menahan ketakutannya. 'Mimpi itu menjadi kenyataan. Tidak. Aku tidak boleh terlihat lemah dan takut padanya. Aku harus bersikap berani dan tidak terpengaruh dengan kehadirannya,' batin sang wanita dengan mencengkeram erat dress yang dipakainya."Kenapa kamu berada di sini?" tanya Celine yang berusaha terlihat berani di hadapan mantan suaminya.Sean menyeringai. Dia menatap lapar pada wanita cantik yang ada di hadapannya. Memang benar jika Sean semakin tertarik ketika melihat mantan istrinya. Dia tidak menampiknya, dan rasa in