"Siapa yang memberi tanda merah di situ?!" tanya Sean dengan menatap geram pada istrinya, seraya menunjuk bagian dadanya.
Sontak saja sang istri terperanjat dan melihat ke arah dadanya. Matanya terbelalak tatkala retina matanya menangkap tanda merah yang terhias dengan indahnya pada kedua aset berharganya. Lidahnya kelu, sehingga tidak bisa menjawab pertanyaan suaminya. Bukan hanya itu saja, dia juga tidak tahu harus menjawab apa."Jawab!" bentak Sean dengan mengeratkan gigi-giginya.Celine tersentak dan ketakutan melihat kilatan amarah yang terlihat dalam mata suaminya. Sungguh dia tidak pernah melihat sang suami marah hingga menyeramkan seperti saat ini.Mata Sean semakin tajam dan menggertak, seolah menyuruh istrinya agar secepatnya menjawab pertanyaan yang diberikannya. Sontak saja sang istri secara spontan membuka bibirnya dan menjawab cepat, tanpa sempat memikirkan apa yang akan dikatakannya."Aku tidak tahu. Mungkin saja nyamuk atau semut yang menggigit di situ," ucapnya terbata-bata."Nyamuk? Semut? Mana mungkin bisa sampai seperti itu?" tanya kembali Sean sambil mengernyitkan dahinya."Bisa saja. Semua bisa terjadi. Mungkin saja nyamuk atau semut yang menggigitku, ketika aku ketiduran saat menunggumu pulang tadi," jawab Celine dengan gugup dan terlihat kebingungan.'Menunggu? Jika dia sedari tadi berada di rumah dan menungguku di dalam kamar ini, kemungkinan besar pria brengsek itu berada di dalam kamar. Aku harus menemukannya,' batin Sean sambil mengedarkan pandangan matanya ke seluruh penjuru ruangan kamarnya.Celine mengikuti arah pandang suaminya yang seolah sedang mencari sesuatu, dan bertanya padanya."Cari apa, Sayang? Apa ada yang kamu butuhkan?"Sean beranjak dari tempat tidur, dan berjalan menuju pintu kaca yang menghubungkan dengan balkon kamar mereka. Disibaklah gorden tersebut oleh Sean, dan dia terlihat sedang mencari sesuatu di sekitar balkon tersebut."Sayang! Apa yang sedang kamu cari?" tanya sang istri kembali dari tempat tidurnya."Aku sedang mencari orang yang kemungkinan telah memberikan tanda merah itu," jawab Sean seraya membuka pintu ya g terbuat dari kaca.Seketika tubuh Celine menegang. Dia benar-benar ketakutan jika suaminya melihat Dave atau mengetahui sesuatu tentang kejadian tadi."Mencari siapa? Dari tadi aku hanya sendiri di kamar ini. Lagi pula aku ketiduran setelah mengirim pesan padamu tadi. Jadi--"Sean membalikkan badannya dan menatap tegas pada istrinya, seraya berkata,"Apa mungkin ada orang yang menyelinap dan melakukan itu padamu?""Apa?! Tidak mungkin!" seru Celine dengan gugup setelah kaget mendengar dugaan dari suaminya.Sean berjalan ke balkon dan melihat sekitarnya. Bahkan dengan teliti dia memperhatikan di bawah balkon dan sekitarnya."Ck! Kenapa tidak ada tanda-tanda orang masuk atau keluar dari kamar?" gerutu Sean sembari berjalan masuk ke dalam kamarnya.Celine menahan senyumnya. Dia merasa lega karena Dave tidak tertangkap basah oleh Sean. Sebisa mungkin dia menyembunyikan ekspresi wajahnya, agar sang suami tidak mengetahui keresahannya.Dia beranjak dari tempat tidurnya dengan keadaan yang masih polos, tidak ada sehelai benang pun menutupi kulit mulus yang terlihat dari tubuh indahnya. Berjalanlah dia dengan sangat menggoda, seolah menyambut kedatangan suaminya yang juga sedang berjalan ke arahnya.Pelukan Celine menjadi hipnotis tersendiri bagi Sean yang juga tidak memakai kain penutup di tubuhnya. Sentuhan sesama kulit mereka pun memberi kesan tersendiri saat ini."Sayang, apa mungkin ada orang yang bisa masuk ke dalam kediaman keluarga Mayer? Sebelum masuk pun, pasti mereka akan takut karena penjagaan ketat di luar dan dalam rumah ini," ucap Celine seraya menggambar abstrak dengan menggunakan jemari lentiknya pada dada bidang suaminya.Sean merasakan gelenyar aneh akibat ulah dari istrinya yang sedang menggodanya. Apalagi kerlingan mata indah sang istri yang seolah dengan nakalnya memberikan kode padanya.Tanpa berpikir panjang, Sean mengangkat tubuh sang istri, dan membawanya kembali menuju singgasana peristirahatan mereka."Kenapa kamu jadi senakal ini, Sayang?" tanya Sean dengan sumringah, seraya menatap intens manik mata sang istri yang sedang berada dalam kungkungannya.Celine hanya tersenyum nakal, dan masih saja berusaha menggoda, serta merayunya. Dia berusaha keras agar Sean, sang suami tidak lagi curiga pada tanda merah yang membekas di dadanya.Gayung pun bersambut. Sean membalasnya dengan sentuhan-sentuhannya, hingga mereka saling terbuai dan larut dalam keheningan malam.Bibir Celine tersenyum tipis melihat sang suami telah tertidur lelap sambil memeluk erat tubuhnya. Dia pun kembali memejamkan matanya, dan berkata dalam hatinya,'Untung saja dia tidak mempermasalahkan lagi tanda merah ini. Ternyata Dave sangat liar. Akan tetapi, tidak bisa ku pungkiri, aku menyukai permainannya. Sangat berbeda jauh dengan Sean, adiknya.'Di dalam kamarnya, Dave telah keluar dari kamar mandi, dan berjalan menuju balkon kamarnya sambil mengusap-usap rambutnya menggunakan handuk. Dia menghirup udara yang terasa menyegarkan di pertengahan malam itu."Udara malam yang menyegarkan," ucapnya sambil menyandarkan kedua siku tangannya pada tembok pembatas pagar.Beberapa detik kemudian, dia menoleh ke samping kirinya. Bibirnya sedikit menyunggingkan senyum, seraya berkata lirih,"Ternyata dia hebat juga. Pantas saja jika Sean sangat mengaguminya."Balkon yang berada di sebelahnya merupakan balkon kamar milik Sean. Sehingga sangat mudah baginya ketika melarikan diri dari kamar mereka.Dia terkekeh tatkala melihat jendela kamar Sean yang terhubung dengan balkon kamar mereka. Jendela itu mengingatkan akan tingkah konyolnya sewaktu melarikan diri, setelah melakukan hubungan terlarang dengan adik iparnya.Bukan hanya itu saja, bahkan sepatu miliknya terjatuh di bawah balkon kamar Sean ketika tadi sedang terburu-buru melarikan diri, sehingga menimbulkan bunyi benda yang jatuh dari tempat tinggi. Beruntungnya, sepatu tersebut tidak terlihat oleh Sean, ketika mencari orang yang diduga telah menyusup ke dalam kamarnya.Dave masuk kembali ke dalam kamarnya. Dia tersenyum melihat sepatu kiri miliknya yang tergeletak di lantai."Besok saja aku mengambilnya," ucap Dave sambil membayangkan sepatu kanan miliknya yang terjatuh tadi.******************************"Pagi, Ma, Pa," sapa Sean yang sedang berjalan sambil bergandengan tangan dengan istrinya menuju meja makan.Semua pasang mata yang berada di meja makan, mengarah pada sepasang suami istri tersebut, termasuk Dave. Sang kakak ipar yang sedang meminum kopinya, kini menatap istri adiknya seolah sedang mengaguminya.'Dia memang cantik dan sangat mempesona. Apalagi permainannya semalam. Dia benar-benar mampu memuaskan ku.''Kenapa dia menatapku seperti itu? Apa karena kejadian semalam? Ini sungguh membuatku tidak nyaman,' batin Celine."Selamat pagi. Apa semalam tidur kalian nyenyak?" tanya sang mama pada putra dan menantunya setelah menjawab salam mereka.Sean menganggukkan kepalanya, seraya berkata,"Tidur kami berdua sangat nyenyak, Ma."Kemudian dia melihat ke arah Dave yang duduk di sebelah sang Mama."Dave, apa semalam kamu tidak pulang?"Dave meletakkan cangkir kopinya kembali di atas meja. Kemudian dia melihat ke arah Sean, dan berkata,"Aku pulang semalam. Ada apa?""Benarkah? Lalu, kenapa Mama mencari mu seperti orang hilang?" tanya Sean balik dengan menatap heran pada Dave, kemudian beralih menatap sang mama dan bertanya padanya."Ma, ada apa sebenarnya?"Celine hanya diam dan duduk di kursi yang biasa didudukinya. Dia tidak berniat sama sekali untuk ikut dalam pembicaraan mereka seperti biasanya. "Semalam, setelah kalian masuk ke dalam kamar, Mama kembali menghubungi Dave. Ternyata dia berada di dalam kamarnya," jawab Anna disertai helaan nafasnya, sembari melihat ke arah Dave yang sama sekali tidak merasa bersalah telah membuat cemas seluruh anggota keluarganya.Dave telah menjadi duda enam bulan yang lalu, sejak meninggalnya Levina, istri sahnya dikarenakan kecelakaan bersama dengannya. Rasa bersalah pada mendiang istrinya, masih saja membayanginya hingga saat ini pun tidak bisa melupakannya.Seketika Sean me
"Kenapa dia meneleponku?"Bimbang. Saat ini Celine merasa bingung hanya karena telepon dari seseorang. Jarinya bergerak hendak menekan tombol hijau, tapi seketika diurungkannya. "Aku jawab atau tidak?" gumam Celine yang terlihat bingung pada wajahnya.Namun, ekspresi wajah Celine terlihat kehilangan ketika panggilan telepon tersebut berakhir dengan panggilan tak terjawab.Seketika dia terkesiap tatkala melihat layar ponselnya kembali menyala dan menampilkan nama si penelepon. Tanpa sadar, jemari lentiknya menyentuh tombol hijau, sehingga panggilan telepon itu pun terjawab olehnya. 'Halo.'Terdengar suara seorang pria yang sangat familiar di telinganya. Tanpa sadar pun dia menjawab sapaan si penelepon."Halo, Dave."'Bagaimana hasil pemeriksaannya? Apa kamu sedang hamil?' Pertanyaan Dave membuat Celine tercengang. Tanpa sadar Celine pun bertanya balik padanya."Kenapa kamu bertanya, Dave?"'Aku hanya ingin memastikan saja. Takutnya semalam--'"Cukup, Dave!" sahut Celine dengan cepat.
"Bagaimana hasil pemeriksaannya, Celine?" Suara sang ibu mertua menghentikan langkah Celine ketika hendak berjalan menuju kamarnya. Celine pun mendekati sang mertua dan memegang kedua tangannya, menampakkan wajah sedihnya dengan matanya yang berkaca-kaca, seraya berkata,"Maaf, Ma. Celine belum bisa memberikan cucu pada Mama."Senyum Anna pudar. Terlihat raut kekecewaan di wajah cantiknya meskipun sudah berusia senja. "Tidak masalah. Ini bukan salahmu. Mungkin belum saatnya Tuhan memberikan keturunan pada keluarga ini," tutur Anna dengan lemah lembut pada menantunya.Celine memeluk tubuh ibu mertuanya dengan air matanya yang menetes. Dalam hati dia meminta maaf padanya, karena melakukan malam panas dengan kakak iparnya di dalam kamarnya. Anna mengurai pelukan mereka. Diusapnya air mata sang menantu dengan lembut, seraya bertanya padanya."Lalu, kenapa tadi merasa mual dan sedikit pucat? Apa kamu sakit? Apa dokter sudah memberikanmu obat?" Celine menganggukkan kepalanya tanpa menjaw
"Mungkin aku akan lembur nanti," ucap Sean sambari memakai bajunya.Celine menatap suaminya dari cermin rias yang ada di hadapannya. Dia memperhatikannya, seraya berkata dalam hati,'Jelas sekali berbeda. Permainan ranjangnya sangat berbeda dengan Dave. Kenapa aku masih saja bisa merasakan sentuhan, ciuman dan permainannya? Oh Tuhan, ada apa denganku? Tolong jangan siksa aku dengan cara seperti ini. Jauhkan aku dari rasa suka pada Dave. Dia kakak iparku, Tuhan.""Sayang, ada apa? Kenapa kamu bengong seperti itu?" tanya Sean yang menatap istrinya dari tempatnya saat ini, melalui cermin yang ada di hadapan sang istri.Celine pun terkesiap. Dia gugup dan salah tingkah, seolah tertangkap basah sedang melakukan sesuatu."Tidak. Aku hanya merasa kesepian tiap kali kamu pulang terlambat dari bekerja," jawabnya dengan gugup.Sean tersenyum. Dia berjalan menghampiri istrinya, dan memeluknya dari belakang."Maafkan aku, Sayang. Aku akan usahakan agar tidak lagi pulang terlambat," ucapnya lembut,
Senyum Celine seketika lenyap. Dia berdiri mematung di depan pintu ruangan suaminya. Kakinya terasa berat, tidak bisa digerakkan. Bahkan air matanya menetes dengan sendirinya. Brak!Tas yang berisi beberapa box makanan, terlepas dari tangannya, hingga isi dalam tas tersebut berserakan di lantai.Sontak saja Sean yang sedang duduk di kursi kebesarannya, menoleh ke arah pintu. Secepat kilat dia mendorong tubuh wanita yang berada di pangkuannya, sehingga wanita tersebut jatuh di lantai dan berteriak kesakitan."Sayang!" seru Sean dari tempat duduknya, menatap kaget pada istrinya yang masih berdiri mematung di tempatnya.Seketika Celine tersadar. Sekuat tenaga dia menggerakkan kakinya agar bisa meninggalkan tempat tersebut."Sayang, tunggu! Ini salah paham! Akan aku jelaskan semuanya!" seru Sean sembari beranjak dari duduknya, berniat untuk mengejar istrinya.Celine berlari tanpa mendengarkan perintah suaminya. Bahkan air matanya mengiringi langkah kakinya meninggalkan ruangan sang suami
Dave menatap iba pada wanita cantik yang sedang berurai air mata di hadapannya. Tangisan adik iparnya itu, seolah mengiris hatinya. "Kenapa aku bisa mempunyai adik sebodoh dia? Bodoh sekali dia, menyia-nyiakan wanita secantik dan sebaik kamu," ujar Dave dengan kesalnya menatap pintu ruangannya.Jemari lentik Celine dengan cepatnya mengusap air mata yang jatuh begitu saja di pipinya, tatkala mendengar ucapan dari kakak iparnya. Dalam hati dia sungguh menyesalkan kedatangannya ke kantor suaminya. Akan tetapi, ada rasa sedikit bersyukur karena dia memergoki suaminya bermesraan dengan wanita lain. "Lebih baik mengetahuinya sekarang daripada tidak sama sekali. Meskipun ini sangat menyakitkan, tapi aku harus bisa mengatasi rasa sakit ini sekarang. Mungkin Tuhan tidak memberikan kami anak hingga detik ini karena kasihan padaku. Aku tidak bisa membayangkan, bagaimana nantinya apabila aku memergoki mereka pada saat aku dalam keadaan hamil atau sesudah melahirkan," ucap Celine dengan suara ya
Brak!"Apa dia marah padamu?" tanya wanita cantik bertubuh seksi yang sedang duduk di sofa ruangan Sean sambil menyilangkan kakinya.Sean menatap ke arah wanita tersebut setelah melampiaskan kemarahannya pada pintu. Dia menghela nafasnya, kemudian berkata,"Aku tidak bisa menemukannya. Entah ada di mana dia sekarang. Bahkan teleponku tidak diangkat olehnya."Wanita cantik itu tersenyum, dan beranjak dari duduknya. Dia berjalan berlenggak-lenggok menghampiri Sean, dan melingkarkan kedua tangannya pada leher pria tampan berstatuskan suami Celine."Tenanglah. Dia sudah dewasa. Aku yakin dia baik-baik saja," ucapnya sambil tersenyum, dan mengedipkan sebelah matanya. Sean melepaskan tangan wanita tersebut, seraya berkata,"Dia istriku. Sudah sewajarnya jika aku mengkhawatirkannya.""Lebih tepatnya istri yang tidak bisa memberikanmu seorang anak," ucap wanita tersebut, sambil menatap genit pada Sean."Raisa, jangan membahas itu lagi," tukas Sean disertai helaan nafasnya.Raisa, wanita cant
"Berani-beraninya Sean melakukan itu di dalam ruangan kantornya!" Dave mengeram kesal melihat apa yang dilakukan adiknya bersama dengan wanita yang sangat dikenalnya. Tidak heran jika Dave mengenal Raisa. Sejak wanita itu berpacaran dengan Sean, hampir setiap wanita tersebut berada di rumah keluarga Mayer. Bahkan semua anggota keluarga mereka sangat mengenalnya.Beberapa detik kemudian, Dave tersenyum licik. Pandangan matanya tidak lepas dari layar laptopnya. "Tidak ku sangka, seorang Sean bisa melakukan ini dengan wanita yang bukan istrinya," ucapnya disertai seringainya.Tiba-tiba dia dikagetkan dengan suara dering ponselnya. Diambilnya ponsel itu, dan segera diangkatnya, setelah melihat nama si penelepon ya g tertera pada layar ponselnya."Halo."'Dave, apa kamu berada di kantor bersama dengan Sean dan istrinya?' tanya seorang wanita dari seberang sana."Iya, Ma. Kemungkinan besar kita akan tidur di kantor."'Kenapa kalian harus menghabiskan hidup kalian sepanjang hari di kanto
Suara detak jantung dari seorang pasien pria yang terbaring di atas tempat tidur pasien, terdengar menggema dalam ruang ICU setelah mendapatkan operasi selama beberapa jam. Deraian air mata dari beberapa orang yang berada di luar ruang tesebut, tidak dapat didengarnya, seolah dunia mereka kini berbeda. Wanita tua yang berpenampilan modis dan terlihat lebih muda dari usianya, sedang berdiri di depan jendela kaca ruang ICU. Pandangan matanya tidak lepas dari pasien yang ada di dalam ruangan tersebut. Mata sembabnya masih saja mengeluarkan air mata, seolah tidak bisa merelakan apa yang dilihatnya saat ini. "Kenapa nasib Sean bisa begini, Pa?!" tanyanya dengan suara serak pada sang suami yang ada di sebelahnya. "Sabar, Ma. Papa yakin, Sean akan baik-baik saja. Sean adalah seorang Mayer. Dia pasti kuat dan berusaha untuk bertahan, agar bisa kembali pulang bersama dengan kita," tutur Antonio yang berusaha menenangkan hati istrinya. Deraian air mata yang membasahi pipi Anna, membuat
"Mama?!" ujar Sera dengan suara yang bergetar.Perempuan muda itu berlari menghampiri seorang wanita paruh baya yang berpenampilan seksi, dan memakai makeup, lengkap dengan lipstik berwarna merah menyala. Dipeluknya wanita yang dipanggilnya dengan sebutan mama tersebut, dan berkata,"Sera takut, Ma."Air matanya menetes di pipi, dan mengenai baju wanita paruh baya yang dipeluknya. Hal yang paling dibenci oleh Raisa, kini dilakukan oleh putrinya. Raisa sangat marah jika bajunya terkena makeup orang lain pada saat berpelukan dengannya. Terlebih lagi jika air mata orang tersebut menempel di bajunya.Sang mama menjauhkan tubuh putrinya, dan memperhatikan penampilan perempuan muda tersebut yang masih sesenggukan mengeluarkan air mata. "Ada apa denganmu, Sera? Kenapa kamu seperti ini? Dan juga kenapa kamu berada di tempat ini?" tanya Raisa sembari menatap putrinya dengan heran.Sera menundukkan kepalanya, sembari mengusap kasar air mata yang menetes di kedua pipinya. Akan tetapi, dia tidak
"Semuanya sudah lengkap. Sepertinya masalah ini sudah bisa kita proses sekarang," ucap polisi yang sebelumnya telah bersitegang dengan Sean."Silahkan, Pak. Kami menyerahkan mereka pada pihak kepolisian," ujar seorang pria yang berasal dari arah belakangnya.Seketika putra kedua dari keluarga Mayer tersebut, menoleh ke arah sumber suara. Sontak saja matanya terbelalak melihat sosok yang sangat familiar sedang berdiri bersama dengan dua orang pria yang diapit oleh beberapa polisi dan beberapa pria berpakaian serba hitam. "Om Sean," lirih perempuan yang saat ini sedang membuat Sean tercengang dengan penampilannya.Betapa tidak tercengang ketika Sean melihat keadaan putri dari wanita yang menjadi partner ranjangnya. Rambutnya berantakan dan terkesan acak-acakan. Wajahnya terlihat begitu lelah, dengan makeup yang luntur karena peluhnya. Dan satu hal membuat Sean tidak bisa berkata-kata yaitu penampilan Sera saat ini yang persis seperti ibunya.Ingatan Sean tertuju pada saat dirinya menja
Seketika dua orang pria dan seorang wanita terhenyak kaget, tatkala pintu kamar yang mereka tempati dibuka dengan kerasnya dari luar. Beberapa pria berpakaian serba hitam masuk ke dalam kamar tersebut, dan menangkap basah mereka bertiga dalam keadaan polos sedang bersenang-senang bersama. Kedua pria tersebut merupakan karyawan hotel yang bekerja pada bagian parkir, sehingga mereka berdua terlihat ketakutan saat ini.Berbeda dengan kedua pria itu. Sera yang usianya jauh lebih muda dari mereka berdua, terlihat sangat menikmati permainannya. Dia berada di atas tubuh seorang pria, dan pria yang satunya lagi memanjakannya dari belakang tubuhnya. Bahkan dia tidak mau menghentikan gerakannya. "Cepat lakukan! Aku sudah tidak tahan lagi! Jangan berhenti! Aku mohon!" ujar Sera dengan suara yang tertahan, diiringi dengan lenguhannya dan lebih mempercepat gerakannya.Hal itu membuat pria yang berada di bawah tubuhnya merasa tersiksa. Dia ingin menghentikannya, tapi hasratnya mengatakan tidak mau
Dave mengepalkan kedua tangannya ketika mendengar cerita dari sang putra tentang apa yang dilakukan oleh Sean padanya. Kilatan amarah terlihat dari mata pria paruh baya yang selalu membuat sang adik iri padanya. "Tidak pernah ku sangka dia akan berbuat senekat itu padamu," ujar Dave dengan penuh amarah. Hatinya kini dikuasai oleh amarahnya pada sang adik. Bahkan Dave telah berjanji dalam hatinya, dia akan memberi Sean pelajaran yang setimpal, jika berani menyentuh istri dan putranya, meskipun nyawanya menjadi taruhan. "Apa mungkin dia ingin menghancurkan kita, Dad?" tanya sang putra dengan ragu-ragu. Dave menoleh ke arah putranya. Dia memaksakan senyumnya, berusaha agar putra kesayangannya tidak mengkhawatirkan hal itu. "Jangan pikirkan hal itu, Hero. Daddy akan mengatasi semuanya. Kamu hanya perlu fokus pada kehidupan dan masa depanmu. Tetaplah waspada dan hati-hati pada siapa pun, meski orang tersebut kenal dan sangat dekat denganmu," tutur Dave, sembari menepuk-nepuk lirih
Hero menyeringai melihat si pengintai telah mendapatkan pelajaran dari sang asisten. Bahkan saat ini, gadis itu telah dibawa oleh dua orang pria yang sama sekali tidak dikenalnya. Mereka berdua diperintahkan oleh asisten Hero untuk memuaskan hasrat sang gadis di dalam kamar salah satu hotel tersebut.Sera pun tidak menolaknya. Dia sangat membutuhkan sentuhan dari pria untuk memuaskan hasratnya. Apalagi saat ini dia dalam pengaruh obat, sehingga bertindak aktif dan agresif ketika bersenang-senang dengan dua pria dewasa yang sangat berpengalaman.Pikirannya kosong. Hanya hasrat yang memburu sedang menguasai hati serta pikirannya. Senyuman dan lenguhannya menandakan kepuasan Sera akan perlakuan dan sentuhan dari kedua pria yang bermain dengannya. "Siapa sebenarnya dia?" tanya Hero pada sang asisten ketika si pengintai sudah keluar dari ruangan tersebut bersama dengan kedua pria suruhan mereka. "Dia suruhan dari pria yang menemui anda di ruang pesta," jawab sang asisten seraya memberika
Tepuk tangan meriah mengiringi pemasangan cincin di kedua jari pasangan yang sedang bertunangan. Hero dan Serena merupakan pasangan yang berbahagia pada hari ini. Semua keluarga besar, kolega, dan rekan kerja telah datang untuk menjadi saksi peristiwa penting tersebut, dan tentu saja mereka berbondong-bondong memberikan ucapan selamat pada pasangan yang sedang berbahagia.Setelah semua rangkaian acara selesai dilakukan, dan mengantarkan sang kekasih hati pulang bersama keluarganya, Hero meminta ijin pada kedua orang tuanya untuk beristirahat sejenak, meninggalkan pesta tersebut yang masih dipenuhi oleh tamu undangan."Tolong bawakan saya obat sakit kepala," perintah Hero pada asistennya, sembari berjalan keluar dari area pesta.Tanpa menunggu lama, sang asisten pun bergegas mengambilkan obat untuk sang bos, dan membawakan sebotol air mineral untuk dibawa ke ruang peristirahatan yang hanya digunakan pada saat pesta berlangsung.Di dalam ruangan itu, seorang pemuda berpenampilan rapi de
Perkataan Sean terngiang-ngiang di telinga Hero, hingga menyita pikirannya. Pemuda tersebut memikirkan panggilan Sean padanya. 'Putra? Kenapa pria tadi memanggilku sebagai putranya? Apa aku mirip dengan putranya?' batin Hero sembari membayangkan percakapannya bersama dengan Sean.Dirinya mengatakan bahwa tidak akan terpengaruh dengan perkataan pria asing tersebut. Akan tetapi, hatinya menolak untuk melupakannya. Kata "putra" masih saja membekas pada ingatannya. "Ada apa, Hero? Apa kamu gugup?" tanya seorang pria baya sembari terkekeh duduk di sampingnya.Sontak saja pemuda tampan yang menjadi sorotan dalam acara tersebut, menoleh ke arah sumber suara. Seketika dia terkejut tatkala melihat sosok pria yang menjadi panutannya selama ini."Papa?! Sejak kapan Papa berada di sini?"Dave tersenyum, dan menepuk-nepuk lirih pundak putranya, seraya berkata,"Apa yang sedang kamu khawatirkan? Bukankah seorang Hero tidak pernah sekali pun merasa khawatir?" Hero menghela nafasnya. Dia tersenyum
"Sean?!" celetuk Celine yang terkejut melihat sang mantan suami berdiri di hadapannya sambil tersenyum."Kamu bertambah cantik. Aku senang bisa melihatmu lagi, Sayang," tutur Sean sembari tersenyum, dan tatapan matanya seolah sedang menginginkan sang wanita.Celine menguatkan dirinya, agar terlihat tidak terpengaruh oleh kehadiran sang mantan. Sayangnya, ekspresi tubuhnya tidak mengatakan demikian. Dadanya bergerak naik turun seiring dengan nafasnya yang memburu menahan ketakutannya. 'Mimpi itu menjadi kenyataan. Tidak. Aku tidak boleh terlihat lemah dan takut padanya. Aku harus bersikap berani dan tidak terpengaruh dengan kehadirannya,' batin sang wanita dengan mencengkeram erat dress yang dipakainya."Kenapa kamu berada di sini?" tanya Celine yang berusaha terlihat berani di hadapan mantan suaminya.Sean menyeringai. Dia menatap lapar pada wanita cantik yang ada di hadapannya. Memang benar jika Sean semakin tertarik ketika melihat mantan istrinya. Dia tidak menampiknya, dan rasa in