Dave menatap lekat wajah pria yang sedang berada di hadapannya. Dia merasa tidak asing dengan pria tersebut. Hingga akhirnya dia menyadari bahwa ingatannya tidak bermasalah, setelah pria dengan tinggi badan yang sama sepertinya, mengulurkan tangannya sembari memperkenalkan dirinya.'Kenapa dia mencari ku?' tanya Dave dalam hati seraya menatap curiga pada pria tersebut.James tersenyum getir melihat uluran tangannya tidak dijabat oleh pria yang sengaja ditemuinya. Ada rasa tidak percaya diri dan juga merasa terhina. Akan tetapi, perasaannya tidak mengubah pendiriannya untuk membalas kekecewaannya pada sang kekasih hati."Apa kita bisa berbicara sebentar? Ada hal penting yang ingin saya bicarakan dengan anda," tukas pria asing tersebut dengan sangat sopan."Hal penting apa?" tanya balik Dave dengan penasaran.James menarik kembali uluran tangannya, dan mengepalkan kedua tangannya yang berada di samping tubuhnya, seraya berkata,"Bisakah kita berbicara berdua di dalam?"Seketika Dave meng
Sebuah mobil mewah berwarna putih terparkir tidak jauh dari depan rumah keluarga Mayer. Dalam mobil tersebut, terdapat seorang pria paruh baya yang berpenampilan rapi dengan setelan jas berwarna navy sedang bersama dengan seorang wanita muda berpenampilan feminin dan berkelas. Mereka berdua sengaja memarkir mobilnya di tempat tersebut, agar bisa menyaksikan apa yang akan dilakukan oleh James di depan rumah keluarga Mayer.Pria paruh baya tersebut menatap bengis pada sosok James yang sedang diperhatikannya. Bahkan dia mengumpat kasar ketika mengetahui apa yang diperbuat pria dari masa lalu putrinya."Sheila, apa pria seperti itu yang kamu sukai?" tanya pria paruh baya tersebut dengan nada meninggi yang dikuasai dengan amarah.Seketika wanita yang duduk di sebelahnya, beringsut ketakutan, dan menundukkan kepalanya."Maafkan Sheila, Pa," ucapnya lirih dengan suara bergetar.Sungguh dia tidak pernah menyangka jika James akan bertindak sejauh itu. Apalagi dia tidak pernah mengira jika pria
Sontak saja pria yang sedang bingung itu, semakin ketakutan. Dengan refleknya dia menggerakkan pantatnya ke lantai, hingga membentur dinding yang terasa dingin dan lembab. James, dia duduk dengan kedua tumitnya yang ditekuk di depan dadanya, dan memeluk erat kedua lututnya. Badannya gemetar ketakutan, sehingga kedua tangannya mencengkeram celananya.Kedua pria berbadan besar dan kekar itu, tertawa semakin keras melihat reaksi ketakutan dari pria yang diculiknya."Badan saja digedein, digertak sedikit saja, sudah menciut!" seru salah satu pria penculik tersebut, dan disambut tawa oleh keduanya.'Benar. Aku sedang diculik. Kenapa aku bisa sampai melupakan hal sepenting itu? Tapi, kenapa mereka menculik ku? Apa salahku?' batin James di sela ketakutannya."Kita tinggalkan saja dia. Tidak mungkin dia berani melarikan diri. Nyalinya saja seciut itu," ujar salah satu penculik, dan mereka kembali tertawa mengejeknya."Tunggu! Siapa yang menyuruh kalian untuk menculik ku?!" tanya James dengan
"Baik, Bos. Kami akan membereskannya. Bos tidak perlu mengkhawatirkan apa pun."Percakapan antara ketua penculik dengan sang bos telah berakhir, dan menyisakan tanda tanya dalam pikiran James.'Apa maksudnya? Apa dia akan membunuhku? Siapa dalang dari semua ini? Apa aku mengenalnya? Aku baru saja kembali ke negara ini, aku rasa tidak punya musuh di sini. Apa mungkin para debt colector itu? Atau mungkin keluarga Sheila? Tapi, bisa juga dari keluarga Mayer, karena ucapan pria tua tadi yang menyuruh Dave untuk mengurusku.'Pertanyaan demi pertanyaan hanya bisa ditanyakan oleh James dalam hatinya. Tidak ada jawaban yang didapatkannya dengan pasti. Dan tentu saja membuatnya semakin resah dan gelisah akan nasibnya.Sang ketua penculik berdiri dari duduknya. Dia menyeringai dan menatap bengis padanya. Kakinya bergerak selangkah demi selangkah mendekati tawanannya. James semakin mengkerut seiring langkah pria bertato banyak itu, mendekatinya."Katakan padaku. Apa yang kamu inginkan dengan mem
Raisa mengumpulkan semua tenaganya yang tersisa untuk mencari bajunya. Wanita bertubuh polos itu, berjalan terseok-seok, menahan tubuhnya yang masih terasa berat. Dengan keinginan kuatnya, dia mencoba mengitari seluruh ruang kamar tersebut, dan memeriksa satu per satu tempat untuk mencari pakaiannya.Namun, di seluruh ruangan kamar tersebut, tidak ada satu pun pakaian miliknya yang sebelumnya masih menempel di badannya. Bahkan lingerie yang dipakainya pun lenyap entah ke mana."Oh Tuhan, ada di mana pakaianku? Kenapa tidak ada satu pun yang bisa aku gunakan?" gumamnya disertai dengan helaan nafasnya.Masih dalam posisi berdiri di tengah-tengah, kedua matanya masih menelisik seluruh ruangan kamar nan besar itu, berharap bisa menemukan pak Ekoaiannya. Alan tetapi, retina matanya tidak menangkap satu pun yang menyerupai pakaiannya. "Sial! Apa yang terjadi denganku?!" umpatnya dengan kasar, seolah tiba-tiba mendapatkan tenaga dari kemarahannya.
Di saat detik-detik terakhir pintu lift akan tertutup, tangan waiter tersebut berhasil masuk pada sela pintu liftnya. Tentu saja waiter tersebut berusaha dengan sekuat tenaga agar bisa menangkap Raisa dan membawanya kepada pihak hotel.Namun, Raisa juga tidak bisa tinggal diam. Dia berusaha agar tidak tertangkap oleh waiter tersebut. Seketika matanya terbelalak tatkala melihat jari-jari tangan sang waiter menyelip di antara pintu lift yang akan tertutup. Dengan refleknya buronan wanita tersebut berteriak sekencang+kencangnya dari dalam lift."Tidak! Jangan!" teriaknya seraya menendang jari-jari tangan waiter tersebut, hingga sandalnya pun ikut terhempas bersama jari-jari sang waiter ke luar lift, dan mendarat dengan indahnya pada wajah si pengejar.Dalam hitungan detik saja, pintu lift tersebut tertutup rapat, sehingga Raisa berhasil meloloskan diri dari kejaran sang waiter yang seolah sedang memburunya. Nafasnya terengah-engah seiring dengan debaran jantungnya yang mengalun bak gender
Sumpah serapah dan umpatan dikeluarkan oleh Raisa sepanjang jalan menuju ke kantor polisi. Semua ini karena Raisa tidak mau bekerja sama untuk menyelesaikannya dengan pihak keamanan dari hotel tersebut. Wanita yang menyembunyikan tubuh polosnya dalam kain sprei putih milik kamar hotel, menolak menjawab semua pertanyaan yang diberikan oleh pihak keamanan padanya."Wanita bodoh! Harusnya kau jawab saja pertanyaan yang diberikan tadi. Sekarang kau rasakan sendiri akibatnya!" ujar salah satu pria berseragam petugas keamanan yang sedang mengantarkannya menuju Kantor Polisi.Tawa tiga orang petugas keamanan yang berada dalam satu mobil dengannya, membuat Raisa semakin kesal. Emosinya serasa akan meledak saat ini. Rasa malunya telah tertutupi dengan rasa lapar yang semakin menyulut emosinya. Dia menatap tajam pada semua pria yang menertawakannya. "Lihatlah dia! Sepertinya dia ingin melawan kita," ucap salah satu dari tiga pria tersebut disertai tawanya, dan disambut tawa oleh dua pria lainny
"Saya tidak bisa menghubunginya," tukas Raisa dengan entengnya, tanpa melihat ke arah polisi yang berbicara dengannya. "Kenapa? Bukankah anda bilang bahwa Sean Mayer adalah suami anda? Atau anda berniat untuk membohongi kami?" tanya sang polisi sembari mengernyitkan dahinya.Seketika Raisa melihat ke arah polisi yang ada di hadapannya, dan menatap kesal padanya, seraya berkata,"Saya tidak bohong! Saya berkata jujur! Jika Bapak tidak percaya, silahkan saja tanyakan secara langsung padanya!" "Jika tidak berbohong, seharusnya anda bisa menghubungi dia sekarang. Itu jika anda benar-benar istrinya," ujar sang polisi sembari terkekeh di akhir ucapannya.Tawa polisi tersebut membuat Raisa semakin kesal. Perutnya yang sedang kelaparan membuat emosinya semakin membuncah.Brak!Dipukulnya meja yang ada di hadapannya dengan sangat keras, sembari berdiri dan menatap tajam pada polisi tersebut. Dia pun berkata,"Itu karena tas, HP dan pakaian saya dicuri orang!" Sontak saja semua pasang mata m
Suara detak jantung dari seorang pasien pria yang terbaring di atas tempat tidur pasien, terdengar menggema dalam ruang ICU setelah mendapatkan operasi selama beberapa jam. Deraian air mata dari beberapa orang yang berada di luar ruang tesebut, tidak dapat didengarnya, seolah dunia mereka kini berbeda. Wanita tua yang berpenampilan modis dan terlihat lebih muda dari usianya, sedang berdiri di depan jendela kaca ruang ICU. Pandangan matanya tidak lepas dari pasien yang ada di dalam ruangan tersebut. Mata sembabnya masih saja mengeluarkan air mata, seolah tidak bisa merelakan apa yang dilihatnya saat ini. "Kenapa nasib Sean bisa begini, Pa?!" tanyanya dengan suara serak pada sang suami yang ada di sebelahnya. "Sabar, Ma. Papa yakin, Sean akan baik-baik saja. Sean adalah seorang Mayer. Dia pasti kuat dan berusaha untuk bertahan, agar bisa kembali pulang bersama dengan kita," tutur Antonio yang berusaha menenangkan hati istrinya. Deraian air mata yang membasahi pipi Anna, membuat
"Mama?!" ujar Sera dengan suara yang bergetar.Perempuan muda itu berlari menghampiri seorang wanita paruh baya yang berpenampilan seksi, dan memakai makeup, lengkap dengan lipstik berwarna merah menyala. Dipeluknya wanita yang dipanggilnya dengan sebutan mama tersebut, dan berkata,"Sera takut, Ma."Air matanya menetes di pipi, dan mengenai baju wanita paruh baya yang dipeluknya. Hal yang paling dibenci oleh Raisa, kini dilakukan oleh putrinya. Raisa sangat marah jika bajunya terkena makeup orang lain pada saat berpelukan dengannya. Terlebih lagi jika air mata orang tersebut menempel di bajunya.Sang mama menjauhkan tubuh putrinya, dan memperhatikan penampilan perempuan muda tersebut yang masih sesenggukan mengeluarkan air mata. "Ada apa denganmu, Sera? Kenapa kamu seperti ini? Dan juga kenapa kamu berada di tempat ini?" tanya Raisa sembari menatap putrinya dengan heran.Sera menundukkan kepalanya, sembari mengusap kasar air mata yang menetes di kedua pipinya. Akan tetapi, dia tidak
"Semuanya sudah lengkap. Sepertinya masalah ini sudah bisa kita proses sekarang," ucap polisi yang sebelumnya telah bersitegang dengan Sean."Silahkan, Pak. Kami menyerahkan mereka pada pihak kepolisian," ujar seorang pria yang berasal dari arah belakangnya.Seketika putra kedua dari keluarga Mayer tersebut, menoleh ke arah sumber suara. Sontak saja matanya terbelalak melihat sosok yang sangat familiar sedang berdiri bersama dengan dua orang pria yang diapit oleh beberapa polisi dan beberapa pria berpakaian serba hitam. "Om Sean," lirih perempuan yang saat ini sedang membuat Sean tercengang dengan penampilannya.Betapa tidak tercengang ketika Sean melihat keadaan putri dari wanita yang menjadi partner ranjangnya. Rambutnya berantakan dan terkesan acak-acakan. Wajahnya terlihat begitu lelah, dengan makeup yang luntur karena peluhnya. Dan satu hal membuat Sean tidak bisa berkata-kata yaitu penampilan Sera saat ini yang persis seperti ibunya.Ingatan Sean tertuju pada saat dirinya menja
Seketika dua orang pria dan seorang wanita terhenyak kaget, tatkala pintu kamar yang mereka tempati dibuka dengan kerasnya dari luar. Beberapa pria berpakaian serba hitam masuk ke dalam kamar tersebut, dan menangkap basah mereka bertiga dalam keadaan polos sedang bersenang-senang bersama. Kedua pria tersebut merupakan karyawan hotel yang bekerja pada bagian parkir, sehingga mereka berdua terlihat ketakutan saat ini.Berbeda dengan kedua pria itu. Sera yang usianya jauh lebih muda dari mereka berdua, terlihat sangat menikmati permainannya. Dia berada di atas tubuh seorang pria, dan pria yang satunya lagi memanjakannya dari belakang tubuhnya. Bahkan dia tidak mau menghentikan gerakannya. "Cepat lakukan! Aku sudah tidak tahan lagi! Jangan berhenti! Aku mohon!" ujar Sera dengan suara yang tertahan, diiringi dengan lenguhannya dan lebih mempercepat gerakannya.Hal itu membuat pria yang berada di bawah tubuhnya merasa tersiksa. Dia ingin menghentikannya, tapi hasratnya mengatakan tidak mau
Dave mengepalkan kedua tangannya ketika mendengar cerita dari sang putra tentang apa yang dilakukan oleh Sean padanya. Kilatan amarah terlihat dari mata pria paruh baya yang selalu membuat sang adik iri padanya. "Tidak pernah ku sangka dia akan berbuat senekat itu padamu," ujar Dave dengan penuh amarah. Hatinya kini dikuasai oleh amarahnya pada sang adik. Bahkan Dave telah berjanji dalam hatinya, dia akan memberi Sean pelajaran yang setimpal, jika berani menyentuh istri dan putranya, meskipun nyawanya menjadi taruhan. "Apa mungkin dia ingin menghancurkan kita, Dad?" tanya sang putra dengan ragu-ragu. Dave menoleh ke arah putranya. Dia memaksakan senyumnya, berusaha agar putra kesayangannya tidak mengkhawatirkan hal itu. "Jangan pikirkan hal itu, Hero. Daddy akan mengatasi semuanya. Kamu hanya perlu fokus pada kehidupan dan masa depanmu. Tetaplah waspada dan hati-hati pada siapa pun, meski orang tersebut kenal dan sangat dekat denganmu," tutur Dave, sembari menepuk-nepuk lirih
Hero menyeringai melihat si pengintai telah mendapatkan pelajaran dari sang asisten. Bahkan saat ini, gadis itu telah dibawa oleh dua orang pria yang sama sekali tidak dikenalnya. Mereka berdua diperintahkan oleh asisten Hero untuk memuaskan hasrat sang gadis di dalam kamar salah satu hotel tersebut.Sera pun tidak menolaknya. Dia sangat membutuhkan sentuhan dari pria untuk memuaskan hasratnya. Apalagi saat ini dia dalam pengaruh obat, sehingga bertindak aktif dan agresif ketika bersenang-senang dengan dua pria dewasa yang sangat berpengalaman.Pikirannya kosong. Hanya hasrat yang memburu sedang menguasai hati serta pikirannya. Senyuman dan lenguhannya menandakan kepuasan Sera akan perlakuan dan sentuhan dari kedua pria yang bermain dengannya. "Siapa sebenarnya dia?" tanya Hero pada sang asisten ketika si pengintai sudah keluar dari ruangan tersebut bersama dengan kedua pria suruhan mereka. "Dia suruhan dari pria yang menemui anda di ruang pesta," jawab sang asisten seraya memberika
Tepuk tangan meriah mengiringi pemasangan cincin di kedua jari pasangan yang sedang bertunangan. Hero dan Serena merupakan pasangan yang berbahagia pada hari ini. Semua keluarga besar, kolega, dan rekan kerja telah datang untuk menjadi saksi peristiwa penting tersebut, dan tentu saja mereka berbondong-bondong memberikan ucapan selamat pada pasangan yang sedang berbahagia.Setelah semua rangkaian acara selesai dilakukan, dan mengantarkan sang kekasih hati pulang bersama keluarganya, Hero meminta ijin pada kedua orang tuanya untuk beristirahat sejenak, meninggalkan pesta tersebut yang masih dipenuhi oleh tamu undangan."Tolong bawakan saya obat sakit kepala," perintah Hero pada asistennya, sembari berjalan keluar dari area pesta.Tanpa menunggu lama, sang asisten pun bergegas mengambilkan obat untuk sang bos, dan membawakan sebotol air mineral untuk dibawa ke ruang peristirahatan yang hanya digunakan pada saat pesta berlangsung.Di dalam ruangan itu, seorang pemuda berpenampilan rapi de
Perkataan Sean terngiang-ngiang di telinga Hero, hingga menyita pikirannya. Pemuda tersebut memikirkan panggilan Sean padanya. 'Putra? Kenapa pria tadi memanggilku sebagai putranya? Apa aku mirip dengan putranya?' batin Hero sembari membayangkan percakapannya bersama dengan Sean.Dirinya mengatakan bahwa tidak akan terpengaruh dengan perkataan pria asing tersebut. Akan tetapi, hatinya menolak untuk melupakannya. Kata "putra" masih saja membekas pada ingatannya. "Ada apa, Hero? Apa kamu gugup?" tanya seorang pria baya sembari terkekeh duduk di sampingnya.Sontak saja pemuda tampan yang menjadi sorotan dalam acara tersebut, menoleh ke arah sumber suara. Seketika dia terkejut tatkala melihat sosok pria yang menjadi panutannya selama ini."Papa?! Sejak kapan Papa berada di sini?"Dave tersenyum, dan menepuk-nepuk lirih pundak putranya, seraya berkata,"Apa yang sedang kamu khawatirkan? Bukankah seorang Hero tidak pernah sekali pun merasa khawatir?" Hero menghela nafasnya. Dia tersenyum
"Sean?!" celetuk Celine yang terkejut melihat sang mantan suami berdiri di hadapannya sambil tersenyum."Kamu bertambah cantik. Aku senang bisa melihatmu lagi, Sayang," tutur Sean sembari tersenyum, dan tatapan matanya seolah sedang menginginkan sang wanita.Celine menguatkan dirinya, agar terlihat tidak terpengaruh oleh kehadiran sang mantan. Sayangnya, ekspresi tubuhnya tidak mengatakan demikian. Dadanya bergerak naik turun seiring dengan nafasnya yang memburu menahan ketakutannya. 'Mimpi itu menjadi kenyataan. Tidak. Aku tidak boleh terlihat lemah dan takut padanya. Aku harus bersikap berani dan tidak terpengaruh dengan kehadirannya,' batin sang wanita dengan mencengkeram erat dress yang dipakainya."Kenapa kamu berada di sini?" tanya Celine yang berusaha terlihat berani di hadapan mantan suaminya.Sean menyeringai. Dia menatap lapar pada wanita cantik yang ada di hadapannya. Memang benar jika Sean semakin tertarik ketika melihat mantan istrinya. Dia tidak menampiknya, dan rasa in