Senja membuka matanya. Ia melihat Dafa memeluk Shanum dengan posisi membungkuk. Sisi kiri tubuh Dafa berbenturan dengan bumper depan mobil.
Semua orang mulai berdatangan untuk menolong Dafa dan juga Shanum. Beberapa warga tampak mengetuk kaca jendela mobil yang menyetir dengan ugal ugalan tersebut.
Seorang pria dengan kondisi setengah sadar karena pengaruh alkoh0l turun dari mobil.
"Maafkan aku! Aku tidak sengaja."
"Bawa dia ke kantor Polisi." Senja sangat marah.
"Ya ya benar! Bawa dia ke kantor Polisi." Semua orang yang ada di sana mendukung ucapan Senja.
Tapi Dafa malah meminta hal yang sebaliknya. "Sudahlah, jangan memperpanjang masalah. Yang penting aku dan Shanum baik baik saja."
Senja dan warga sekitar, tak bisa bertindak lebih jauh. Karena Dafa selaku korban tabrakan, meminta jalan damai.
"Terima kasih Pak." Si pria mengucapkan kalimat singkat tersebut, lalu pergi begitu saja. Kerumunan warga mulai membubarkan diri.
Setelah itu Senja, Dafa dan si kembar, masuk ke dalam rumah kontrakan berukuran cukup luas tersebut.
Senja memang terkejut ketika melihat semua perabotan rumah tangga yang lengkap ada di sana. Mulai dari meja dan kursi tamu serta pendingin ruangan yang ada di sana. Tapi, saat ini ia fokus mengobati tangan dan kaki Dafa yang memar karena terkena tabrakan tadi.
"Aaa! Pelan pelan!" Dafa mengerang ketika Senja mengoleskan minyak penghangat ke area tubuhnya yang memar.
"Aku mungkin akan jadi ketagihan ditabrak mobil," tutur Dafa.
"Ngomong apaan sih Mas!"
"Ya karena perawatnya secantik kamu. Jadi bikin ketagihan ditabrak," sahut Dafa diiringi gelak tawa.
"Dasar perayu! Udah ah aku mau lihat anak anak dulu."
Anak anak Senja masuk ke dalam kamar yang letaknya dekat dengan ruang tamu. Lalu mulai melompat lompat di atas kasur empuk yang ada di sana.
"Ternyata disini juga ada tempat tidur. Apa Mas Dafa menyewa rumah ini lengkap dengan perabotannya?"
Dafa berdiri di belakang Senja dan menepuk bahu Senja.
"Gimana, kamu suka dengan rumahnya? Aku harap kamu dan anak anak betah tinggal di sini."
Senja mengangguk pelan. Dafa tersenyum sambil menatap Senja.
"Aku akan pesan makanan online saja untuk malam ini," tutur Dafa.
Dafa meraih ponselnya dan mulai menggulir layar ponselnya untuk memilih makanan.
"Aku mau makan ayam goreng!"
"Aku juga ya Om!"
Kedua anak Senja, sudah memilih menu makan malam mereka.
"Senja, mau makan apa?" tanya Dafa.
"Apapun Mas. Yang penting ada nasi."
Dafa pun memesan makanan, sesuai dengan permintaan anak anak. Ia memesan dua porsi ayam panggang dan dua porsi ayam goreng. Dafa juga memesan empat gelas jus jeruk, sebagai pelengkapnya.
Satu jam kemudian, pesanan Dafa sampai di rumah. Semua orang makan bersama.
"Enak sekali ayamnya ya, Ma!" Shanum memuji makanan yang sedang ia makan.
"Rasanya sedap." Salsa ikut bicara.
"Iya sayang. Ayo ucapin terima kasih sama Om Dafa!"
"Makasih ya Om!" Si kembar bicara dengan kompak. Dafa tersenyum sambil mengangguk.
"DuAr!" petir terdengar menyambar dengan suara yang cukup kencang.
Usai makan, Senja meminta kedua anaknya untuk mandi. Sementara Senja, akan mulai menata baju ke dalam lemari.
"Sayang, kalian mandi dulu ya. Mama mau beresin baju baju kita dulu."
"Iya, kalian mandi dulu ya. Karena di daerah ini, kalau hujan deras pasti mati lampu!" sahut Dafa.
Si kembar mengangguk dan bergegas menuju ke kamar mandi. Keduanya pun bermain air bersama sambil tertawa lepas di dalam kamar mandi.
"Sayang, mandinya yang bener ya. Jangan bermain air terlalu lama!" ucap Senja dari balik pintu kamar mandi.
"Iya Mama sayang!"
Setelah kedua anak kembarnya selesai mandi, kini giliran Senja yang mandi. Dan terakhir adalah Dafa.
Hujan di luar rumah mereka, turun makin deras. Petir juga terdengar menyambar beberapa kali. Si kembar mulai rewel karena merasa tak nyaman dengan situasi tersebut.
"Ma, aku takut!"
"Shanum juga takut!"
"Kalian lebih baik tidur. Mama akan ceritakan dongeng untuk kalian," ucap Senja.
Senja bercerita tentang kisah bawang merah dan bawang putih. Tak butuh waktu lama untuk Senja bercerita, kedua anak kembarnya sudah tertidur pulas.
Saat ini, tiba tiba saja lampu rumah padam. Kondisi menjadi gelap gulita. Senja yang phobia dengan keadaan gelap, jadi cemas. Ia meraih ponselnya dan menyalakan senter.
"Mas!" Senja memanggil Dafa.
Tapi Dafa tak menjawab panggilan dari Senja. Wanita muda dengan paras ayu nan menawan ini pun, keluar dari kamar dan meninggalkan kedua anaknya tidur di atas ranjang sendirian.
Senja berjalan ke ruang tamu dengan perlahan sembari terus memanggil nama Dafa.
"Mas Dafa!"
"Wush!" Dari arah belakang, ada nafas berat dan hangat yang mendengus dan menerpa bagian leher Senja.
Sontak, Senja pun menoleh dengan wajah ketakutan. Karena ia berpikir, jika yang sedang berdiri di belakangnya adalah hantu.
Namun dugaannya kali ini salah. Ternyata yang berdiri di belakangnya adalah Dafa.
"Mas Dafa! Bikin kaget aja!" Senja terjingkat karena kaget.
Dafa tak menjawab apa apa. Ia malah mendekatkan dirinya ke arah Senja. Lalu merengkuh tubuh Senja. Dafa memeluknya dengan erat seraya menciumi aroma wangi yang ada pada rambut Senja.
"Mas Dafa, lepasin aku Mas! Jangan begini!" bisik Senja.
"Sssst! Diam saja dan nikmatilah kebersamaan kita ini," ucap Dafa dengan tatapan dalam.
Dafa menautkan bibirnya ke bibir Senja. Keduanya memejamkan mata dan mulai terbawa suasana.
Terlebih lagi Senja yang sudah menjadi janda selama kurang lebih dua tahun, ia merasa sentuhan Dafa begitu membangkitkan gairahnya.
Tangan Dafa mulai bergerilya ke arah gunung kembar Senja. Mengusap bagian ujungnya dengan lembut, hingga membuat Senja merintih.
"Enak?" tanya Dafa.
Pipi Senja tampak memerah, ia sudah berada di ujung puncak kebahagiaan. Dafa tak mau menyia nyiakan hal ini. Ia pun menggendong Senja dan membawanya ke kamar yang lain.
"Ceklek!" Terdengar suara pintu yang terkunci.
Dafa menggunakan handphonenya sebagai senter dan meletakkannya di meja kecil dekat dengan tempat tidur. Ia kemudian, melepaskan kemeja yang dikenakan.
Senja menikmati pemandangan indah yang ada di hadapannya tersebut. Dada bidang seorang pria dengan sedikit bulu yang yang menghiasi.
"Mas," bisik Senja.
Dafa tak menjawab, ia tengah sibuk menyambar puncak gunung kembar menggunakan lidahnya. Sementara tangan kekarnya mulai meraih ke bagian hutan rimba yang cukup lebat. Jemari Dafa, merasakan ada cairan hangat yang keluar dari hutan rimba tersebut.
Keduanya mulai saling meraih dan menyentuh. Hingga keperkasaan Dafa masuk ke area paling dalam dari hutan rimba.
Suasana kamar yang tadinya dingin, berubah menjadi panas membara. Suara nafas Senja dan Dafa saling bersahutan.
Akhirnya setelah bermain beberapa saat, mereka mencapai puncak secara bersamaan. Mereka berdua kelelahan dan tertidur hingga pagi.
Keesokan paginya, si kembar bangun dari tidur lebih dulu. Mereka mencari Senja ke seluruh penjuru rumah.
"Mama!"
"Mama kemana?"
"Kok rumah sepi sih!"
Mendengar teriakan Shanum dan juga Salsa, Senja terbangun dari tidurnya.
"Shanum, Salsa!" Senja menyingkirkan tangan Dafa yang melingkar di atas perutnya.
Senja meraih bajunya yang ada di ujung tempat tidur. Lalu merapikan diri ke kamar mandi.
Senja membuka pintu kamar dan menyelinap keluar dari sana. Saat itu, kedua anaknya sudah berada di luar rumah.
"Sayang!"
"Mama! Mama dari mana aja? Kami dari tadi nyariin Mama!"
"Mama tadi ada di dapur kok!"
"Nggak ada! Tadi kami ke dapur, tapi nggak ada siapa siapa disana."
"Mama bohong ya?" tanya Shanum.
Senja jadi salah tingkah dan kebingungan, bagaimana menjawab pertanyaan kritis dari kedua anak kembarnya.
"Mama tadi di dapur, sayang."
"Lagi ngapain di dapur?"
"Bikin sarapan."
"Emangnya kita punya stok sayuran dan lauk ya Ma? Kita aja barusan pindah ke rumah ini!"
"Ehm ada kok!" Senja berb0hong.
Tanpa ia duga, kedua anaknya berlarian menuju ke dapur dan memeriksa isi kulkas.
Tepat saat mereka akan membuka pintu kulkas, Dafa sudah berdiri di dekat pintu dapur.
"Selamat pagi anak anak. Bagaimana tidur kalian semalam? Oh iya, hari ini Om Dafa ingin pergi ke rumah es krim. Apa kalian berdua mau ikut?"
"Mau!" Si kembar menjawab kompak dan melompat kegirangan. Mereka berdua pun bergegas mandi.
"Kamu juga mandi ya sayang. Dandan yang cantik. Kita jalan jalan hari ini," tutur Dafa kepada Senja.
"Kamu nggak pergi ke kantor, Mas?"
"Aku akan ambil libur untuk beberapa hari sekalian persiapan pernikahan kita!"
****
Dafa, Senja dan kedua anak kembarnya berangkat menuju ke rumah es krim yang ada di luar kota. Mereka harus menempuh jarak sekitar satu jam, agar bisa sampai ke sana.
Setibanya di rumah es krim, Shanum dan Salsa turun dari mobil dengan penuh semangat. Mereka berlarian ke arah ayunan yang ada disana. Senja pun mengikuti kedua anaknya. Sementara Dafa, sedang sibuk memesan es krim.
Ketika Dafa sedang memilih es krim yang ada di daftar menu, seorang wanita berambut keriting berjalan mendekatinya.
"Mas Dafa," ucapnya sembari menepuk bahu Dafa agak kencang.
Dafa menoleh dan melotot kaget, ketika melihat wanita tersebut. Dan si wanita, mulai memegang lengan Dafa lalu bergelayutan dengan manja.
"Vania, ngapain kamu di sini?" Dafa menjaga jaraknya dengan Vania agar tidak terlalu dekat."Lagi makan es krim lah. Oh ya Mas ke sini sama siapa?" "Mau tahu aja kamu!" Dafa menjawab dengan ketus lalu pergi menjauhi Vania. Vania sejak dulu menjadi penggemar Dafa, berulang kali Vania menyatakan cinta. Tapi Dafa menolaknya.Dafa melihat ke kanan dan kiri. Ia mencari dimana keberadaan Senja. Saat itu Senja tengah bermain ayunan bersama kedua anaknya. "Syukurlah! Senja tidak melihat Vania dan aku berduaan tadi. Kalau tidak, Senja pasti akan cemburu."Dafa kembali lagi ke meja kasir dan mulai memesan es krim lagi. Ia membeli dua es krim rasa coklat strawberry dan dua lagi rasa coklat dengan taburan kacang almond di atasnya."Es krim datang!" Dafa membawa nampan berisi empat mangkuk es krim."Hore!" Shanum dan Salsa kegirangan."Ayo kita duduk di sebelah sana!" Dafa menunjuk sebuah saung yang ada di bawah pohon Eboni.Anak anak dengan semangat berlarian ke arah saung. Sesampainya di sana
Dafa sampai di rumah. Sang Ibu membuka pintu rumah dan mempersilahkan anaknya untuk masuk."Wah ada apa nih? Kok wajah anak Mama hari ini kelihatan sumringah?" "Dafa mau nikah Ma."Hah? Sama siapa?""Namanya Senja Malini. Tapi, dia seorang janda.""Janda? Punya anak apa nggak?" "Ada dua orang anaknya, Ma. Gimana menurut Mama?" "Dua orang anak? Laki laki atau perempuan anaknya?" "Perempuan Ma. Dua anak perempuan. Dan mereka kembar."Wajah Ayu terlihat cemberut. Seakan Ayu merasa kecewa dengan pilihan Dafa."Mama nggak setuju ya? Tapi Dafa sayang banget sama Senja dan kedua anaknya. Mereka membuat kehidupan Dafa jadi lebih berarti.""Eh siapa yang bilang nggak setuju? Mama setuju banget! Kapan kamu mau mengenalkan Mama sama Senja?" Dafa yang berbahagia mendengar ucapan Ibunya, langsung memeluk Ibunya dengan erat."Sekarang Ma? Mama mau nggak?"Ayu melirik ke arah jam dinding rumahnya, yang saat ini sedang menunjukkan pukul delapan malam."Apa nggak terlalu malam kita ke sana?""Ngg
"Aku harus bagaimana sekarang?" Senja mulai menangis karena ia tak memiliki uang cash yang cukup."Apa ada mesin ATM di dekat sini?" "Ada Bu, di ujung jalan sana." Waitress menjawab dengan raut wajahnya yang ketus.Senja berpikir, ia akan pergi ke mesin ATM untuk mengambil sejumlah uang cash namun tepat saat ia bangkit berdiri dari kursi, Dafa sudah ada tepat di belakangnya."Tenanglah," ucap Dafa."Ini uangnya." Dafa memberikan sejumlah uang kepada Waitress. Senja menutup mata dan bernafas lega karena pertolongan datang tepat waktu."Mas yang tadi, aku minta maaf. Aku benar benar minta maaf! Tapi, Mas kok bisa ada di sini lagi? Bukannya tadi Mas nganterin Mama pulang ya?""Iya, nggak apa apa kok. Mama juga nggak marah. Mama pulang sama supirnya.""Lalu kenapa Mama kamu pergi gitu aja?""Mama itu mengidap OCD. Jadi kalau Mama kena percikan bumbu atau cairan apapun yang mengotori pakaiannya, ya kambuh deh. Mama harus pulang harus mandi. Aku nggak bisa jelasin secara detailnya."Senja
Senja duduk di kursi tamu, pipinya terlihat basah karena air mata yang tak mau berhenti mengalir. "Kenapa Mas Dafa pergi?" Senja menggulir layar ponselnya ke atas dan ke bawah. Matanya memang tertuju pada layar ponsel, tapi pikirannya terbang tak tentu arah.Terdengar suara deru mesin mobil. Dan pintu yang terbuka. Tapi Senja yang terlanjur sedih, tak menghiraukan suara suara yang terdengar di telinganya."Sayang, kamu kenapa?" Dafa baru saja pulang, dengan membawa sebuah buket bunga mawar merah.Senja menatap Dafa, memindai wajah suaminya dengan hati hati. Ia merasa jika saat ini, ia sedang bermimpi dan apa yang ia lihat tidaklah nyata."Sayang! Kenapa hanya diam saja?" Dafa meraba pipi istrinya dengan lembut.Sedangkan Senja, langsung mencubit pipi Dafa dengan kasar. Membuat pria berbadan tegap ini mengerang kesakitan."Aw! Apa apaan ini? Kenapa mencubitku?"Mendengar Dafa berteriak, Senja pun meminta maaf atas apa yang telah ia perbuat."Ma maaf! Aku kira Mas itu cuma bayangan s
Senja melepaskan tangan Dafa yang memegangi lengannya dengan cukup kuat. Ia berlari ke halaman tapi mobil yang dikendarai oleh mertuanya sudah sampai ke luar pagar.Senja berlari sampai ke arah pagar. Tapi security dengan segera menutup pintu pagar."Senja! Tenanglah. Mama nggak akan menyakiti mereka," tutur Dafa."Tapi Mas, Mama mau bawa mereka kemana? Baju Shanum basah, dia bahkan belum sempat ganti baju. Kalau dia masuk angin gimana?""Masalah baju, pasti Mama akan membelikan mereka baju baru. Tapi kemana mereka, aku juga tidak tahu!"Senja mulai menangis. Ia merasa sedih ketika mengingat anak anaknya yang merengek saat dipaksa masuk ke dalam mobil."Maafin Mama. Mama salah sama Shanum dan juga Salsa," ucap Senja bermonolog."Sayang, jangan khawatir. Mereka akan baik baik saja." Dafa mencoba untuk menenangkan istrinya.Senja tak menghiraukan ucapan Dafa. Ia berlari dan masuk ke dalam rumah. Di ruang tamu, sudah ada Bi Sari yang sedang menyapu teras."Bi Sari, tadi Bibi yang bicara
Senja sedang berjongkok di dekat freezer box sambil menutupi wajah menggunakan kedua tangannya. Kompor kaca yang digunakan oleh Senja untuk membuat kaldu udang, pecah dan serpihan kacanya berserakan kemana mana."Ya ampun Non! Kenapa bisa jadi seperti ini?" Bi Sari memegangi kepalanya dengan mulut menganga karena kaget."Maafkan saya Bi. Saya tidak sengaja melakukannya.""Waduh gawat! Sudah jam berapa sekarang? Dan kamu masih belum masak. Mama sebentar lagi akan pulang. Lalu kita akan bilang apa sama Mama kalau kamu belum masak?" Dafa lebih panik melihat reaksi Ibunya saat mendapati menantu perempuan keluarga Suryaningrat tidak menjalankan tugas wajib."Beli saja, Pak," tutur Bi Sari.Awalnya Dafa hendak menolak, namun karena tak ada waktu lagi, Dafa menerima usulan Bi Sari."Ya Bi. Kalau begitu, Bibi tolong bereskan kekacauan yang ada di dapur ini ya. Saya akan memesan makanan."Senja menatap kekacauan yang ada di dapur, dengan perasaan campur aduk."Sayang, kamu tadi mau masak apa?
Senja mengusap bulir bening yang menetes di pipinya lalu menuju ke dapur. Ia hendak membantu Bi Sari untuk mencuci piring ataupun mengerjakan pekerjaan rumah yang lainnya. Tapi Bi Sari meminta Senja untuk duduk duduk saja di ruang tamu."Aduh Non. Jangan bantuin Bibi. Non itu adalah menantu rumah ini. Menantu rumah dilarang melakukan pekerjaan kasar. Jadi urusan cuci piring dan yang lainnya biar saya yang kerjakan. Non, duduk duduk saja di ruang keluarga.""Tapi saya bosen Bi. Masa saya di sini nggak ngerjain apa apa," sahut Senja."Ya memang begitu adanya Non. Kecuali kebiasaan yang ada di rumah ini, soal menantu baru yang wajib memasak di hari pertama setelah pernikahan.""Begitu ya Bi. Oh iya, di rumah sebesar ini apa cuma Bibi yang bertugas membersihkan rumah?" Senja penasaran."Tidak Non. Ada banyak yang seperti Bibi. Tapi di rumah paviliun.""Rumah paviliun?" Senja heran."Iya rumah paviliun. Rumah ini kan rumah induk. Yang tinggal di sini, hanya Bu Ayu dan Pak Respati. Jadi pek
"Mas Dafa! Ini nggak seperti yang Mas pikirkan." Senja berusaha menjelaskan.Namun pandangan Dafa tidak sedang tertuju pada wajah cantik istrinya. Dafa malah sibuk melihat si pria dengan tatapan tajam."Beraninya kau menyentuh istriku!" Dafa bicara dengan mata melotot."Kejadian yang barusan itu bukan kesengajaan!" Si pria menjawab."Lalu apa?" Si pria tak menjawab. Ia malah pergi begitu saja dari hadapan Dafa. Sedangkan Senja segera meraih tangan suaminya, agar lebih tenang."Mas, dia tadi ke sini dan menaruh garam pada saus saladku. Rasa saus saladku pasti sudah keasinan sekarang. Dan aku ingin mengusir dia dari sini. Aku juga nggak tahu siapa dia. Aku nggak kenal dia." Senja berusaha menjelaskan."Jangan dekati dia lagi. Dan tidak usah bicara dengannya!" Dafa bicara sebentar setelah itu ia pergi ke kamar Ibunya.****Acara makan malam pun tiba. Semua anggota keluarga sudah berkumpul di ruang makan. "Kejutan!" Ayu bicara sembari menggandeng tangan kecil Shanum dan Salsa.Senja men
Bagas menyodorkan selembar tissue ke arah Senja. Senja pun lantas melihat ke arah Bagas."Jangan menangis. Aku ada di sini. Entah kau mau menerimanya atau tidak, tapi aku akan tetap ada di dekatmu." Bagas bicara sembari menatap Senja, lekat lekat.Senja melihat ke arah Ethan yang tertidur lelap dalam dekapan Bagas."Dia sudah tertidur, kau juga sebaiknya pergi tidur. Jaga kesehatanmu. Anak anak membutuhkan dirimu. Aku pun sama!" seru Bagas.Mendengar hal ini, perasaan Senja jadi tak karuan. Antara senang dan juga ragu, bercampur jadi satu dalam benaknya.Senja pergi keluar dari kamar anaknya. Ia tidur di kamarnya sendiri.*****Malam ini, Lily duduk terdiam menatap ke arah pintu keluar penjara. Ia sedang meratapi nasibnya.Suasana terasa begitu sepi. Tak ada suara yang terdengar. Polisi yang bertugas untuk menjaga penjara, semuanya sedang tertidur pulas. Narapidana lain juga tampak tertidur pulas."Bisa bisanya mereka tidur senyenyak itu!" Lily menatap benci ke arah para Polisi. Wani
Setelah hampir tiga jam mereka menunggu di depan ruangan operasi, akhirnya Dokter keluar."Bagaimana keadaan Dafa?" Ayu bertanya dengan wajah panik."Kami minta maaf. Kami telah melakukan yang terbaik untuk pasien. Tapi kondisi pasien, masih tak ada perubahan dan semakin memburuk."Senja melongo hingga terjatuh ke lantai. Ayu pun sama kagetnya dengan Senja. Dunianya seakan berhenti ketika mendengar penjelasan dari Dokter."Mama. Senja. Kalian harus kuat!" Bagas mencoba untuk menenangkan mereka berdua."Pak Bagas, harapan hidup pasien sangat tipis. Alat bantu bernafas, jika tidak begitu membantu. Jadi semua peralatan medis yang menunjang kehidupan pasien, akan kami lepas.""Tidak!" Ayu berteriak."Jangan! Berapapun biayanya akan aku bayar! Jangan lepas selang infus atau apapun dari tubuh Dafa. Aku yakin, Dafa akan sehat! Dia akan kembali pulih!" Ayu melanjutkan ucapannya."Baik Bu. Tenanglah. Anda harus kuat dan tabah. Semuanya hanya bisa kita pasrahkan kepada sang pemberi kehidupan."
Willy baru saja sampai di kantor polisi. Ia bahkan belum memarkirkan mobilnya, tapi seorang kawannya yang berprofesi sebagai seorang Polisi sudah mendatangi dirinya."Pak! Lily ditangkap!""Saya tahu itu! Makanya saya datang ke sini. Kenapa hal ini bisa terjadi? Apa kamu nggak bisa mengatur bawahan kamu?" Willy bicara sembari menyetir pelan dan memarkirkan mobil miliknya.Willy keluar dari mobil. "Saya bisa apa Pak? Mereka mengikuti Lily dan menangkap basah Lily melakukan tindakan pidana." Willy tak banyak bicara. Ia menyerahkan sejumlah uang kepada teman Polisinya tersebut."Ambil uang itu. Mintalah berapapun yang kamu inginkan. Tapi pastikan Lily lolos dari kasus hukum!" "Saya tidak berani berjanji. Tapi saya akan mengusahakannya.""Ingat! Awak media jangan sampai memberitakan mengenai masalah ini!""Sampai sekarang, kami tak mengizinkan awak media masuk ke sini.""Kalau kamu gagal membela anak saya, maka saya akan temui kolega saya yang jabatannya jauh di atas kamu! Dan saya aka
Bagas akhirnya melepaskan Lily. Ia berjalan menjauh. Sementara itu, Irwan sudah memanggil ambulans.Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk menunggu, mobil ambulans sudah terdengar. Dafa dan Senja masuk ke dalam mobil ambulans. Begitu juga dengan Bagas. Tangan Bagas terus mengeluarkan darah. Darah juga merembes dari dada Dafa."Maafkan aku. Gara gara aku, kalian berdua jadi terluka." "Tidak ini bukanlah salahmu!" sahut Dafa.Setelah mengatakan hal ini, Dafa pingsan tak sadarkan diri.****Mobil ambulans akhirnya sampai di rumah sakit. Dafa dibawa ke ruangan ICU. Bagas dibawa ke UGD. Semuanya sedang mendapatkan perawatan medis.Sementara itu, Irwan menghubungi rekan kerjanya yang lain untuk membantunya mengamankan lokasi serta membantunya membawa mobil milik para korban dan tersangka.Irwan tak lupa menghubungi Ayu dan mengabarkan kejadian buruk ini."Apa! Dimana? Kenapa bisa seperti itu!" Ayu berteriak karena kaget ketika Irwan menceritakan kronologi yang terjadi."Mereka sudah dibaw
Kelima lelaki yang berdiri di hadapan Senja, mulai melepas pakaian mereka lalu disusul dengan celana yang mereka kenakan. Kelimanya menyeringai dan tertawa tak jelas melihat Senja yang ketakutan.Sementara itu, Bagas masih ada di luar. Saat ia mengendap masuk ke dalam, seseorang berdiri di belakangnya."PRak!" Lelaki asing itu memukul Bagas menggunakan kayu.Bagas memegangi kepalanya. Ia meringis kesakitan sembari menoleh ke belakang dan menatap wajah si pria."Siapa kau!" si pria berteriak dengan marah."Hai ada penyusup di sini!" si pria memanggil teman temannya yang ada di dalam gudang.Lily yang ada di dalam gudang dan mendengar teriakan si pria, segera keluar dari gudang, untuk memeriksa apa yang terjadi.Namun Bagas tak kalah cekatan dengan si pria. Belum satu orang pun datang ke tempat itu, Bagas meraih balik kayu dari tangan si pria. Ia mengayunkan balik kayu ke kepala si pria."BRak! PRak!" Si pria mengaduh kesakitan. Bagas mengambil pisau kecil yang menyembul di dekat saku
Dari kejauhan, Bagas yang baru saja keluar dari rumah sakit sesuai menjenguk temannya, terperanjat melihat Lily dan beberapa laki laki yang berdiri menghadap ke arah sebuah mobil."Apa yang mereka lakukan? Kenapa Lily ada di sini? Pasti ada yang tidak beres!" Bagas bicara dalam hati. Ia bersembunyi di balik dinding dan mengamati pembicaraan mereka dengan seksama."Cepat bawa dia ke gudang tembakau kita yang ada di perbatasan kota!" Lily memerintahkan anak buahnya."Siapa yang akan dia bawa ke sana?" Bagas bicara dalam hati.Dua orang lelaki masuk ke dalam mobil. Mereka memindahkan tubuh Senja ke kursi belakang kemudi. "Kami berangkat sekarang!" Dua anak buahnya pamit."Aku akan menyusul!" Lily menjawab.Mobil hitam melaju tepat di hadapan Bagas. Bagas melongo kaget karena ia tersadar jika mobil yang baru saja lewat adalah milik Dafa."Apakah yang di dalam mobil adalah Senja?" Bagas pun berinisiatif untuk mengikuti mobil itu.Ia masuk ke dalam mobil dan dengan lihai mengikuti mobil
"Kualitas sperma pasien, sangat buruk. Hal ini akan menyebabkan, pasien mengalami kesulitan untuk memiliki momongan.""Apa?" Ayu melongo mendengar penjelasan Dokter."Nggak mungkin Dok. Saya pernah cek kesuburan, aman kok! Nggak ada masalah! Sekarang kenapa bisa bermasalah!" Dafa protes."Bisa anda katakan dimana anda melakukan tes itu?""Di Rumah Sakit Goldy Health. Waktu itu saya dan mantan istri saya melakukan tes bersama."Dokter hanya menggelengkan kepalanya sembari menyodorkan selembar kertas berisi catatan medis."Dafa, menurut Mama, Dokter Alin ini lebih bisa dipercaya. Sebab, dulu kamu tes. Katanya Lily yang susah punya anak. Divonis mandul segala macam. Nyatanya? Dia bisa hamil!" seru Ayu."Iya ya." "Sudahlah Mas. Nggak perlu bahas soal anak lagi. Kalau memang tiba waktunya, kita punya momongan, kita pasti akan punya!" seru Senja."Kemungkinannya sangat tipis sekali untuk bisa memiliki momongan." Dokter menyahut.Dafa tampak shock dengan ucapan Dokter. Ia menundukkan wajahn
Bangkai tikus itu telah dimasukkan oleh security rumah, ke dalam kantong plastik. Namun meskipun begitu, bau busuknya masih tercium oleh semua orang."Siapa yang berani membuang bangkai ke sini Pak? Perumahan ini dijaga ketat. Kenapa sampai ada orang yang berani keliaran di sini dengan tujuan yang tak baik." Dafa mulai emosi."Setahu saya semenjak Pak Mulyo sudah pensiun dari security perumahan, mereka membebaskan orang orang untuk keluar masuk wilayah ini.""Nggak beres ini! Lama lama perumahan kita akan jadi kumuh." Suara keributan yang terjadi, membuat Ayu ikut keluar dari rumah."Ada apa? Kenapa semuanya berkumpul di sini?""Ada yang melemparkan bangkai tikus ke sini, Ma." Dafa menjawab."Jorok! Itu paling kerjaan orang iseng. Pengangguran yang iri dengan kehidupan orang lain. Sudahlah abaikan saja!" seru Ayu.Ayu melenggang masuk lagi ke dalam rumah. Pak Man mengantarkan Bi Sari berbelanja.Dafa dan Senja juga masuk ke dalam rumah. "Ada apa Ma?" tanya Ethan yang ikut penasaran.
Sembari fokus menyetir, Senja meraih ponselnya dan menelepon Dafa."Mas!" Terdengar suara istrinya yang sedang gemetar karena panik."Ada apa sayang? Kenapa suaramu berubah menjadi seperti orang yang sedang panik?""Mas, aku takut! Ada orang yang sejak tadi mengikuti aku!""Mengikuti? Maksudnya?""Di belakang mobilku, ada orang yang menggunakan sepeda motor. Dia mengejar mobilku. Aku belok ke kanan, dia juga ikut belok ke kanan.""Tenang! Jangan takut dan jangan panik! Kamu fokus melihat ke arah depan saja. Jangan pikirkan orang itu. Dan jangan menyetir ke tempat sepi. Aku akan menyusulmu sekarang. Katakan dimana posisimu!" seru Dafa."Jembatan Helly!" sahut Senja."Baiklah! Di dekat Jembatan Helly ada sebuah pasar yang cukup besar. Menyetir lah ke arah pasar itu. Lalu minta bantuan pada orang orang yang ada di pasar. Penjahat seperti mereka akan berpikir ulang, jika kau sudah ada di dalam pasar.""Baiklah!" Senja menutup ponselnya.Dafa segera masuk ke dalam mobil dan menyusul istrin