Senja sedang berjongkok di dekat freezer box sambil menutupi wajah menggunakan kedua tangannya.
Kompor kaca yang digunakan oleh Senja untuk membuat kaldu udang, pecah dan serpihan kacanya berserakan kemana mana."Ya ampun Non! Kenapa bisa jadi seperti ini?" Bi Sari memegangi kepalanya dengan mulut menganga karena kaget."Maafkan saya Bi. Saya tidak sengaja melakukannya.""Waduh gawat! Sudah jam berapa sekarang? Dan kamu masih belum masak. Mama sebentar lagi akan pulang. Lalu kita akan bilang apa sama Mama kalau kamu belum masak?" Dafa lebih panik melihat reaksi Ibunya saat mendapati menantu perempuan keluarga Suryaningrat tidak menjalankan tugas wajib."Beli saja, Pak," tutur Bi Sari.Awalnya Dafa hendak menolak, namun karena tak ada waktu lagi, Dafa menerima usulan Bi Sari."Ya Bi. Kalau begitu, Bibi tolong bereskan kekacauan yang ada di dapur ini ya. Saya akan memesan makanan."Senja menatap kekacauan yang ada di dapur, dengan perasaan campur aduk."Sayang, kamu tadi mau masak apa? Biar aku carikan makanan terenak dari restoran!""Mie laksa." Senja menjawab singkat.Dafa berlalu dari hadapan Senja. Ia mengambil handphone dan mulai menelepon salah seorang temannya yang memiliki usaha rumah makan."Ya Dafa, ada apa?""Aku mau pesan laksa. Mie laksa maksudnya. Kamu ada menu mie laksa atau nggak di restoran?""Tentu saja ada. Mau berapa porsi?""Lima porsi. Tolong buatkan yang spesial ya. Uangnya aku transfer. Dan satu lagi, kirim dengan cepat! Jangan sampai terlewat dari jam sebelas siang."Sementara Dafa mengobrol dengan temannya. Senja membantu Bi Sari membereskan kekacauan di dapur."Kompornya rusak ini Non. Kalau Nyonya tahu, aduh bisa marah besar," tutur Bi Sari."Kita akan beli yang baru, Bi. Mama nggak boleh sampai tahu masalah kompor yang pecah ini," sahut Dafa."Maafin aku ya, Mas.""Tenang sayang. Ada aku di sini. Apapun yang terjadi, aku akan menjaga kamu. Oh iya, tadi kamu nggak apa apa kan? Nggak ada luka kan?""Nggak apa apa kok, Mas. Cuma bagian siku aku, kena percikan kuah kaldu aja."Mendengar hal itu, Dafa dengan cekatan mengambil obat luka bakar dari kotak P3K. Ia mengajak Senja untuk duduk di ruang tamu sembari mengobati Senja."Kamu benar benar baik, Mas. Aku beruntung bisa menikah dengan kamu.""Yang beruntung itu aku, sayang. Aku beruntung bisa bertemu dengan wanita sehebat kamu. Dan bisa menjadi Ayah dari kedua anak kembar kamu."Keduanya saling menatap tanpa berkedip. Dafa mendekatkan bibirnya ke arah Senja. Keduanya saling menautkan bibir mereka. Pemandangan romantis ini, tak sengaja dilihat oleh Bi Sari."Ehem! Permisi. Maaf Pak." Bi Sari bicara dengan canggung.Dafa dan Senja kaget mendengar suara Bi Sari. Keduanya langsung menjaga jarak dan duduk dengan tegak."Iya Bi, ada apa?" Dafa bertanya."Saya mau mengingatkan lagi soal kompornya."Dafa mengangguk paham, ia segera menelepon toko elektronik langganannya agar mengirimkan sebuah kompor listrik yang sama persis bentuk dan warnanya dengan kompor yang ia miliki sebelumnya."Urusan kompor sudah aman. Nggak ada yang perlu kita khawatirkan lagi," ucap Dafa setelah selesai memesan kompor baru.Senja kembali ke dapur untuk membantu Bi Sari membersihkan kekacauan yang telah ia perbuat. Bagaimana pun juga, hari ini adalah tugasnya untuk memuaskan perut perut lapar di rumah mertuanya."Mas Dafa sudah baik banget sama aku dan juga anak anak. Aku harus bisa jadi istri yang baik untuk Mas Dafa," Senja bicara dalam hati.Tepat saat jam di dinding menunjukkan pukul setengah sebelas siang, kurir restoran datang mengantarkan makanan berbarengan dengan kurir yang membawa kompor baru pesanan Dafa.Dafa meminta Senja untuk memindahkan makanan restoran ke piring. Dan menyajikannya di ruang makan keluarga.Sementara kurir kompor, diminta menata ulang kompor di dapur."Tolong kerjakan dengan cepat ya Pak. Sebelum jam sebelas, semuanya harus sudah beres.""Siap Bos. Jangan khawatir. Kami kami yang disuruh kemari sudah berpengalaman."Tepat jam sebelas siang, kompor baru sudah dipasang. Dan di atas meja makan, sudah penuh dengan makanan yang tersaji hangat.Ayu pulang, saat kediamannya sudah kembali tertata dengan apik. Ketika Ayu turun dari mobil, Senja terus melihat ke dalam mobil."Sedang menunggu Shanum dan Salsa turun dari mobil? Mereka tidak akan kembali siang ini. Mereka akan selesai belajar, sore nanti." Ayu menjelaskan tanpa diminta."Apa mereka baik - baik saja Ma?""Tentu saja mereka baik. Kami pergi mampir ke butik untuk membeli pakaian lalu kami pergi ke rumah Miss. Tesaa."Ayu lantas menunjukkan beberapa foto Shanum dan Salsa dari ponsel pribadinya. Nampak di sana, dua orang gadis kecil tengah bersenang senang dengan mainan baru mereka.Melihat kedua anaknya dalam kondisi yang benar benar aman serta nyaman, Senja merasa sangat tenang."Sekarang, apa kamu baru percaya dengan Mama? Oh ya? Bagaimana dengan masakanmu? Mama harap, Mama bisa puas dengan hasil masakanmu," ucap Ayu sembari berjalan ke ruang makan.Dafa dan Senja berjalan mengikuti di belakang Ayu. Sesampainya di ruang makan, Ayu mencium aroma wangi kuah kaldu udang dengan bumbu rempah yang kental."Mie laksa, aku tak sabar untuk mencicipinya.""BRooM!" Deru mesin mobil yang dikendarai oleh Respati, Ayah dari Dafa terdengar di halaman rumah.Respati pulang, agar bisa mencicipi makan siang buatan Senja. Setelah semuanya berkumpul di ruang makan, acara makan siang pun dimulai.Ayu memasukkan satu sendok penuh kuah kaldu udang ke dalam mulutnya. Ia mulai mengecap dan menikmati santapan lezat siang itu."Bagaimana Ma?" Senja bertanya mengenai rasa makanan.Ayu tak menjawab. Ia kembali mencicipi makanan yang tersaji di depannya hingga satu mangkuk penuh habis tak bersisa. Respati juga tampak menikmati laksa tersebut."Laksa buatan Senja, tiada tandingannya. Benar - benar enak." Respati memuji.Setelah selesai makan siang, ia kembali ke kantor. Kali ini, Dafa ikut ke kantor bersama dengan Ayahnya. Meninggalkan Senja di rumah berduaan dengan sang Ibu."Sayang, ada urusan di kantor yang mengharuskan aku untuk datang. Kamu nggak apa apa kan kalau di sini sendirian tanpa aku?""Nggak apa apa kok, Mas.""Ya udah, kalau gitu aku pergi dulu."Senja mencium punggung tangan Dafa dan Dafa mencium kening Senja.Senja berdiri di teras rumah, menatap mobil hitam yang dikendarai oleh Dafa dan Respati hingga bayangan mobil itu menghilang.Setelah itu, Senja kembali masuk ke dalam. Ia berpikir untuk membantu Bi Sari membereskan meja makan. Ketika Senja sampai di ruang makan, Ayu menatapnya dengan tajam dan terlihat menyimpan amarah."Pembohong!" Tiba tiba saja Ayu mengolok olok Senja.Senja hanya diam sembari mengerutkan kening."Bi Sari, buang semua sisa makanan ini. Dan pastikan di dapur tidak ada lagi makanan matang!" Ayu bicara sembari menatap Senja dalam dalam."Mama, marah sama Senja? Senja bisa jelasin kok Ma," ucap Senja memohon.Senja memegangi pergelangan tangan Ayu, tapi Ayu menepisnya. Ayu berlalu dari hadapan Senja. Ia masuk ke dalam kamarnya sembari membanting pintu kamar."BRak!"Pada posisi ini, Senja menjadi sangat tidak enak hati dan juga canggung."Bagaimana sekarang? Hari pertama di rumah mertua, kacau sekali," keluh Senja dengan mata berkaca kaca.Senja mengusap bulir bening yang menetes di pipinya lalu menuju ke dapur. Ia hendak membantu Bi Sari untuk mencuci piring ataupun mengerjakan pekerjaan rumah yang lainnya. Tapi Bi Sari meminta Senja untuk duduk duduk saja di ruang tamu."Aduh Non. Jangan bantuin Bibi. Non itu adalah menantu rumah ini. Menantu rumah dilarang melakukan pekerjaan kasar. Jadi urusan cuci piring dan yang lainnya biar saya yang kerjakan. Non, duduk duduk saja di ruang keluarga.""Tapi saya bosen Bi. Masa saya di sini nggak ngerjain apa apa," sahut Senja."Ya memang begitu adanya Non. Kecuali kebiasaan yang ada di rumah ini, soal menantu baru yang wajib memasak di hari pertama setelah pernikahan.""Begitu ya Bi. Oh iya, di rumah sebesar ini apa cuma Bibi yang bertugas membersihkan rumah?" Senja penasaran."Tidak Non. Ada banyak yang seperti Bibi. Tapi di rumah paviliun.""Rumah paviliun?" Senja heran."Iya rumah paviliun. Rumah ini kan rumah induk. Yang tinggal di sini, hanya Bu Ayu dan Pak Respati. Jadi pek
"Mas Dafa! Ini nggak seperti yang Mas pikirkan." Senja berusaha menjelaskan.Namun pandangan Dafa tidak sedang tertuju pada wajah cantik istrinya. Dafa malah sibuk melihat si pria dengan tatapan tajam."Beraninya kau menyentuh istriku!" Dafa bicara dengan mata melotot."Kejadian yang barusan itu bukan kesengajaan!" Si pria menjawab."Lalu apa?" Si pria tak menjawab. Ia malah pergi begitu saja dari hadapan Dafa. Sedangkan Senja segera meraih tangan suaminya, agar lebih tenang."Mas, dia tadi ke sini dan menaruh garam pada saus saladku. Rasa saus saladku pasti sudah keasinan sekarang. Dan aku ingin mengusir dia dari sini. Aku juga nggak tahu siapa dia. Aku nggak kenal dia." Senja berusaha menjelaskan."Jangan dekati dia lagi. Dan tidak usah bicara dengannya!" Dafa bicara sebentar setelah itu ia pergi ke kamar Ibunya.****Acara makan malam pun tiba. Semua anggota keluarga sudah berkumpul di ruang makan. "Kejutan!" Ayu bicara sembari menggandeng tangan kecil Shanum dan Salsa.Senja men
"Senja, tolong jaga nada bicaramu agar tetap pelan. Jangan buat keributan. Kita ini sedang kedatangan banyak tamu!" Ayu menyahut.Karena Ibu mertuanya sendiri yang menegur, Senja pun kembali duduk ke kursinya. Namun Senja masih menatap dengan tajam ke arah Lily dan juga Dafa.Bahkan ketika acara makan malam sudah dimulai, Senja tidak bisa menikmati setiap suapan yang masuk ke dalam mulutnya karena ia tengah dibakar oleh api curiga."Sst! Makanlah dengan fokus!" Pria yang duduk di dekat Senja malah lebih mengkhawatirkan cara makan Senja yang terkesan berantakan.Senja menoleh dengan kerutan di keningnya. Ia tak menyangka, jika ada pria lain yang akan memperhatikannya sedetail itu."Kenapa melihatku seperti itu? Ayo cepat makanlah! Kau butuh tenaga untuk menghadapi setiap tantangan hidup!" Si pria kembali bicara."Tantangan apa maksudmu? Kenapa kau bicara denganku? Kita kan tidak saling mengenal!" "Aku mengenalmu." Si pria menjawab dengan singkat.Ketika Senja dan si pria sedang bicara
"Wanita tidak tahu malu!" Senja bicara dengan suara pelan namun dengan nada cukup tegas. Sorot matanya yang tajam, memindai wajah Lily secara keseluruhan.Tanpa diduga, Lily menampar balik wajah Senja. "PLak!"Senja yang tidak terima dengan perilaku Lily, langsung menarik rambut Lily. Hingga beberapa helai rambut Lily terlepas.Keduanya mulai saling jambak dan juga saling mengumpat. Membuat semua orang, menoleh ke arah mereka. "Hentikan! Jangan seperti ini! Kalian ini seperti anak kecil saja!" Dafa mencoba melerai.Namun ucapan Dafa, tidak didengar oleh kedua wanita yang tengah dilanda api cemburu tersebut."Dafa adalah suamiku! Jangan dekati dia lagi!""Apa kau bilang?" Lily bertanya dengan serius.Ketika pertikaian yang terjadi semakin tak terkendali, Ayu datang dan melerai mereka berdua."Senja, hentikan tindakan bod0hmu ini. Kau ini adalah seorang ibu dari dua orang anak. Kendalikan emosi yang ada pada dirimu!" Ayu menasehati."Tapi wanita tidak jelas ini, sejak tadi terus mengg
Tanpa terasa bulir bening mulai menetes dari sudut mata wanita berparas cantik tersebut. Ia tak menyangka sedikitpun, jika ia akan dijadikan istri kedua tanpa persetujuan."Kau mungkin sedang bercanda. Ya aku tahu itu. Kau sedang bercanda. Iya kan?" Senja bicara pelan dengan suara gemetar menahan tangis."Aku bicara dengan serius. Inilah faktanya. Kau berada di dalam rumah kami, dengan statusmu yakni sebagai istri kedua!" Bagas menegaskan.Senja tampak menggelengkan kepalanya. Ia menangis tanpa mengeluarkan suara. Hanya terlihat bagian bahunya yang bergerak naik turun."Jangan menangis! Semua sudah terjadi!" Bagas menyodorkan sapu tangan ke arah Senja.Senja tidak mau menerima sapu tangan tersebut. Ia menutupi wajahnya dan terus menangis dalam kesunyian."Jika kedua anakmu melihatmu menangis, mereka akan ikut sedih.""Aku tidak mau berada dalam posisi ini. Aku akan minta cerai saja," ucap Senja dengan matanya yang sayu."Semua keputusan ada di tanganmu," sahut Bagas.Bagas menaruh sa
"Hentikan! Sudah cukup! Jangan bertengkar lagi!" Senja berteriak.Keduanya menoleh ke arah Senja dan menghentikan aksi adu jotos yang telah mereka lakukan."Ayo masuk ke dalam kamar!" seru Dafa sembari memegangi tangan Senja."Lepaskan aku! Aku bisa jalan sendiri!" Senja menepis pegangan tangan Dafa.Senja berjalan pergi dari sana, Dafa mengikutinya dari belakang sembari mendengus kesal."Senja, berapa kali harus aku katakan agar kau tidak mendekati pria itu lagi!" Dafa memegangi lengan Senja dan memaksa Senja untuk berhenti berjalan sejenak."Pria itu lagi? Pria yang kau sebut adalah Kakak kandungmu sendiri! Ada apa denganmu Mas? Apa yang salah dengan pemikiranmu! Mas menjadikan aku sebagai istri kedua, tanpa sepengetahuanku!""Aku bisa jelaskan itu. Aku dan Lily menikah hanya Karena konspirasi perusahaan kami. Tidak lebih dari itu." Dafa memberikan alasan klasik."Mas pikir, aku akan percaya begitu saja dengan apa yang Mas katakan?" Senja melengos pergi."Senja, percayalah padaku. A
Senja berjalan dengan cepat menghampiri kedua anaknya."Mama," sapa Shanum."Kalian barusan manggil dia dengan sebutan apa?" Senja bertanya dengan tegas."Ehm! Nenek tadi bilang, Mama kami sekarang ada dua. Mama Senja dan Mama Lily," jawab Shanum."Dan kalian mau mau saja mengikuti ucapan dari Nenek Ayu?" Senja bertanya dengan keningnya yang mengkerut."Senja, kenapa pagi pagi begini sudah membuat keributan? Mereka sedang makan pagi. Dan Lily yang membuatkan sarapan untuk mereka. Kamu seharusnya berterima kasih kepada Lily! Bukan malah marah marah seperti ini," tutur Ayu."Aku berterima kasih, setelah ditipu mentah mentah?" "Senja! Jaga bicaramu!" bentak Ayu."Aku bicara benar kan Ma? Anak kesayangan Mama tidak memberitahuku jika dia sudah menikah sebelumnya!" "Lalu kenapa?" Lily ikut bicara."Aku dan kedua anakku akan pergi dari rumah ini! Kami tidak akan tinggal di sini lagi!" Senja menarik tangan kedua anaknya. Ia sedikit memaksa kedua anaknya agar mau bangkit dari tempatnya dudu
Dafa berusaha menemani Senja dan kedua anaknya hingga sore hari. Ia bahkan mengambil cuti hari ini, agar bisa tetap bersama dengan Senja.Bagaimanapun juga, Dafa tidak ingin Senja merasa kecewa karena menikah dengannya."Malam ini, kita semua turun ke ruang makan untuk makan bersama ya?" Dafa membujuk."Aku aku," ucap Senja dengan wajah ragu."Aku apa? Kita turun bersama. Tidak perlu ragu." Dafa memastikan.Senja tampak mengambil nafas panjang lalu menghembuskannya dengan cepat."Senja, aku menikah denganmu bukan untuk mempermainkan hidupmu. Atau melakukan hal buruk terhadapmu dan anak anakmu." Dafa mencoba untuk meyakinkan."Lalu kenapa kau menikah lagi padahal kau sudah memiliki istri?" tanya Senja."Aku ingin seorang anak. Dan Lily tidak bisa memberikannya untukku.""Kau menganggapku pabrik anak?" Senja agak tersinggung."Senja, tidak ada yang mengatakan hal seburuk itu padamu. Ayolah coba untuk berpikir positif! Kita menikah dan kita berharap memiliki seorang anak adalah hal yang
Bagas menyodorkan selembar tissue ke arah Senja. Senja pun lantas melihat ke arah Bagas."Jangan menangis. Aku ada di sini. Entah kau mau menerimanya atau tidak, tapi aku akan tetap ada di dekatmu." Bagas bicara sembari menatap Senja, lekat lekat.Senja melihat ke arah Ethan yang tertidur lelap dalam dekapan Bagas."Dia sudah tertidur, kau juga sebaiknya pergi tidur. Jaga kesehatanmu. Anak anak membutuhkan dirimu. Aku pun sama!" seru Bagas.Mendengar hal ini, perasaan Senja jadi tak karuan. Antara senang dan juga ragu, bercampur jadi satu dalam benaknya.Senja pergi keluar dari kamar anaknya. Ia tidur di kamarnya sendiri.*****Malam ini, Lily duduk terdiam menatap ke arah pintu keluar penjara. Ia sedang meratapi nasibnya.Suasana terasa begitu sepi. Tak ada suara yang terdengar. Polisi yang bertugas untuk menjaga penjara, semuanya sedang tertidur pulas. Narapidana lain juga tampak tertidur pulas."Bisa bisanya mereka tidur senyenyak itu!" Lily menatap benci ke arah para Polisi. Wani
Setelah hampir tiga jam mereka menunggu di depan ruangan operasi, akhirnya Dokter keluar."Bagaimana keadaan Dafa?" Ayu bertanya dengan wajah panik."Kami minta maaf. Kami telah melakukan yang terbaik untuk pasien. Tapi kondisi pasien, masih tak ada perubahan dan semakin memburuk."Senja melongo hingga terjatuh ke lantai. Ayu pun sama kagetnya dengan Senja. Dunianya seakan berhenti ketika mendengar penjelasan dari Dokter."Mama. Senja. Kalian harus kuat!" Bagas mencoba untuk menenangkan mereka berdua."Pak Bagas, harapan hidup pasien sangat tipis. Alat bantu bernafas, jika tidak begitu membantu. Jadi semua peralatan medis yang menunjang kehidupan pasien, akan kami lepas.""Tidak!" Ayu berteriak."Jangan! Berapapun biayanya akan aku bayar! Jangan lepas selang infus atau apapun dari tubuh Dafa. Aku yakin, Dafa akan sehat! Dia akan kembali pulih!" Ayu melanjutkan ucapannya."Baik Bu. Tenanglah. Anda harus kuat dan tabah. Semuanya hanya bisa kita pasrahkan kepada sang pemberi kehidupan."
Willy baru saja sampai di kantor polisi. Ia bahkan belum memarkirkan mobilnya, tapi seorang kawannya yang berprofesi sebagai seorang Polisi sudah mendatangi dirinya."Pak! Lily ditangkap!""Saya tahu itu! Makanya saya datang ke sini. Kenapa hal ini bisa terjadi? Apa kamu nggak bisa mengatur bawahan kamu?" Willy bicara sembari menyetir pelan dan memarkirkan mobil miliknya.Willy keluar dari mobil. "Saya bisa apa Pak? Mereka mengikuti Lily dan menangkap basah Lily melakukan tindakan pidana." Willy tak banyak bicara. Ia menyerahkan sejumlah uang kepada teman Polisinya tersebut."Ambil uang itu. Mintalah berapapun yang kamu inginkan. Tapi pastikan Lily lolos dari kasus hukum!" "Saya tidak berani berjanji. Tapi saya akan mengusahakannya.""Ingat! Awak media jangan sampai memberitakan mengenai masalah ini!""Sampai sekarang, kami tak mengizinkan awak media masuk ke sini.""Kalau kamu gagal membela anak saya, maka saya akan temui kolega saya yang jabatannya jauh di atas kamu! Dan saya aka
Bagas akhirnya melepaskan Lily. Ia berjalan menjauh. Sementara itu, Irwan sudah memanggil ambulans.Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk menunggu, mobil ambulans sudah terdengar. Dafa dan Senja masuk ke dalam mobil ambulans. Begitu juga dengan Bagas. Tangan Bagas terus mengeluarkan darah. Darah juga merembes dari dada Dafa."Maafkan aku. Gara gara aku, kalian berdua jadi terluka." "Tidak ini bukanlah salahmu!" sahut Dafa.Setelah mengatakan hal ini, Dafa pingsan tak sadarkan diri.****Mobil ambulans akhirnya sampai di rumah sakit. Dafa dibawa ke ruangan ICU. Bagas dibawa ke UGD. Semuanya sedang mendapatkan perawatan medis.Sementara itu, Irwan menghubungi rekan kerjanya yang lain untuk membantunya mengamankan lokasi serta membantunya membawa mobil milik para korban dan tersangka.Irwan tak lupa menghubungi Ayu dan mengabarkan kejadian buruk ini."Apa! Dimana? Kenapa bisa seperti itu!" Ayu berteriak karena kaget ketika Irwan menceritakan kronologi yang terjadi."Mereka sudah dibaw
Kelima lelaki yang berdiri di hadapan Senja, mulai melepas pakaian mereka lalu disusul dengan celana yang mereka kenakan. Kelimanya menyeringai dan tertawa tak jelas melihat Senja yang ketakutan.Sementara itu, Bagas masih ada di luar. Saat ia mengendap masuk ke dalam, seseorang berdiri di belakangnya."PRak!" Lelaki asing itu memukul Bagas menggunakan kayu.Bagas memegangi kepalanya. Ia meringis kesakitan sembari menoleh ke belakang dan menatap wajah si pria."Siapa kau!" si pria berteriak dengan marah."Hai ada penyusup di sini!" si pria memanggil teman temannya yang ada di dalam gudang.Lily yang ada di dalam gudang dan mendengar teriakan si pria, segera keluar dari gudang, untuk memeriksa apa yang terjadi.Namun Bagas tak kalah cekatan dengan si pria. Belum satu orang pun datang ke tempat itu, Bagas meraih balik kayu dari tangan si pria. Ia mengayunkan balik kayu ke kepala si pria."BRak! PRak!" Si pria mengaduh kesakitan. Bagas mengambil pisau kecil yang menyembul di dekat saku
Dari kejauhan, Bagas yang baru saja keluar dari rumah sakit sesuai menjenguk temannya, terperanjat melihat Lily dan beberapa laki laki yang berdiri menghadap ke arah sebuah mobil."Apa yang mereka lakukan? Kenapa Lily ada di sini? Pasti ada yang tidak beres!" Bagas bicara dalam hati. Ia bersembunyi di balik dinding dan mengamati pembicaraan mereka dengan seksama."Cepat bawa dia ke gudang tembakau kita yang ada di perbatasan kota!" Lily memerintahkan anak buahnya."Siapa yang akan dia bawa ke sana?" Bagas bicara dalam hati.Dua orang lelaki masuk ke dalam mobil. Mereka memindahkan tubuh Senja ke kursi belakang kemudi. "Kami berangkat sekarang!" Dua anak buahnya pamit."Aku akan menyusul!" Lily menjawab.Mobil hitam melaju tepat di hadapan Bagas. Bagas melongo kaget karena ia tersadar jika mobil yang baru saja lewat adalah milik Dafa."Apakah yang di dalam mobil adalah Senja?" Bagas pun berinisiatif untuk mengikuti mobil itu.Ia masuk ke dalam mobil dan dengan lihai mengikuti mobil
"Kualitas sperma pasien, sangat buruk. Hal ini akan menyebabkan, pasien mengalami kesulitan untuk memiliki momongan.""Apa?" Ayu melongo mendengar penjelasan Dokter."Nggak mungkin Dok. Saya pernah cek kesuburan, aman kok! Nggak ada masalah! Sekarang kenapa bisa bermasalah!" Dafa protes."Bisa anda katakan dimana anda melakukan tes itu?""Di Rumah Sakit Goldy Health. Waktu itu saya dan mantan istri saya melakukan tes bersama."Dokter hanya menggelengkan kepalanya sembari menyodorkan selembar kertas berisi catatan medis."Dafa, menurut Mama, Dokter Alin ini lebih bisa dipercaya. Sebab, dulu kamu tes. Katanya Lily yang susah punya anak. Divonis mandul segala macam. Nyatanya? Dia bisa hamil!" seru Ayu."Iya ya." "Sudahlah Mas. Nggak perlu bahas soal anak lagi. Kalau memang tiba waktunya, kita punya momongan, kita pasti akan punya!" seru Senja."Kemungkinannya sangat tipis sekali untuk bisa memiliki momongan." Dokter menyahut.Dafa tampak shock dengan ucapan Dokter. Ia menundukkan wajahn
Bangkai tikus itu telah dimasukkan oleh security rumah, ke dalam kantong plastik. Namun meskipun begitu, bau busuknya masih tercium oleh semua orang."Siapa yang berani membuang bangkai ke sini Pak? Perumahan ini dijaga ketat. Kenapa sampai ada orang yang berani keliaran di sini dengan tujuan yang tak baik." Dafa mulai emosi."Setahu saya semenjak Pak Mulyo sudah pensiun dari security perumahan, mereka membebaskan orang orang untuk keluar masuk wilayah ini.""Nggak beres ini! Lama lama perumahan kita akan jadi kumuh." Suara keributan yang terjadi, membuat Ayu ikut keluar dari rumah."Ada apa? Kenapa semuanya berkumpul di sini?""Ada yang melemparkan bangkai tikus ke sini, Ma." Dafa menjawab."Jorok! Itu paling kerjaan orang iseng. Pengangguran yang iri dengan kehidupan orang lain. Sudahlah abaikan saja!" seru Ayu.Ayu melenggang masuk lagi ke dalam rumah. Pak Man mengantarkan Bi Sari berbelanja.Dafa dan Senja juga masuk ke dalam rumah. "Ada apa Ma?" tanya Ethan yang ikut penasaran.
Sembari fokus menyetir, Senja meraih ponselnya dan menelepon Dafa."Mas!" Terdengar suara istrinya yang sedang gemetar karena panik."Ada apa sayang? Kenapa suaramu berubah menjadi seperti orang yang sedang panik?""Mas, aku takut! Ada orang yang sejak tadi mengikuti aku!""Mengikuti? Maksudnya?""Di belakang mobilku, ada orang yang menggunakan sepeda motor. Dia mengejar mobilku. Aku belok ke kanan, dia juga ikut belok ke kanan.""Tenang! Jangan takut dan jangan panik! Kamu fokus melihat ke arah depan saja. Jangan pikirkan orang itu. Dan jangan menyetir ke tempat sepi. Aku akan menyusulmu sekarang. Katakan dimana posisimu!" seru Dafa."Jembatan Helly!" sahut Senja."Baiklah! Di dekat Jembatan Helly ada sebuah pasar yang cukup besar. Menyetir lah ke arah pasar itu. Lalu minta bantuan pada orang orang yang ada di pasar. Penjahat seperti mereka akan berpikir ulang, jika kau sudah ada di dalam pasar.""Baiklah!" Senja menutup ponselnya.Dafa segera masuk ke dalam mobil dan menyusul istrin