Senja melepaskan tangan Dafa yang memegangi lengannya dengan cukup kuat. Ia berlari ke halaman tapi mobil yang dikendarai oleh mertuanya sudah sampai ke luar pagar.
Senja berlari sampai ke arah pagar. Tapi security dengan segera menutup pintu pagar."Senja! Tenanglah. Mama nggak akan menyakiti mereka," tutur Dafa."Tapi Mas, Mama mau bawa mereka kemana? Baju Shanum basah, dia bahkan belum sempat ganti baju. Kalau dia masuk angin gimana?""Masalah baju, pasti Mama akan membelikan mereka baju baru. Tapi kemana mereka, aku juga tidak tahu!"Senja mulai menangis. Ia merasa sedih ketika mengingat anak anaknya yang merengek saat dipaksa masuk ke dalam mobil."Maafin Mama. Mama salah sama Shanum dan juga Salsa," ucap Senja bermonolog."Sayang, jangan khawatir. Mereka akan baik baik saja." Dafa mencoba untuk menenangkan istrinya.Senja tak menghiraukan ucapan Dafa. Ia berlari dan masuk ke dalam rumah. Di ruang tamu, sudah ada Bi Sari yang sedang menyapu teras."Bi Sari, tadi Bibi yang bicara sama Mama kan. Tadi aku lihat Mama bisik bisik sama Bibi. Tolong katakan, Mama mau bawa anak anak aku kemana Bi?""Oh itu Non. Nyonya mau bawa anak anak ke tempat les."Jawaban Bi Sari membuat Senja melongo kaget. Sebab ia berpikir jika Ayu, akan benar benar menghukum kedua anaknya dengan hukuman yang berat."Les gimana maksudnya Bi? Anak anak saya saja belum sekolah dan belum bisa baca tulis.""Les etika, Non. Di rumah Miss Tesaa.""Les etika? Les apa itu Bi?""Mereka akan belajar banyak di sana. Cara berjalan, cara bersikap. Bahkan cara makan di meja," sahut Dafa."Apa Mas? Apa mereka tidak terlalu kecil untuk menerima pelajaran itu?""Tidak sayang. Di rumah Miss. Tesaa juga ada play ground yang cukup luas. Mereka pasti betah ada di sana. Kamu nggak usah khawatir lagi ya!""KRinG!" Handphone Dafa berbunyi."Iya, Ma."Kasih tahu Senja ya, minta dia segera memasak untuk makan siang. Kebiasaan yang ada di rumah kita, harus tetap berjalan. Katakan juga kepada Senja, agar tak usah khawatir dengan kedua anaknya. Mereka senang berada di sini.""Ya Ma." Dafa menutup telepon."Mama ngomong apa, Mas?""Kata Mama, kamu nggak usah khawatir soal anak anak. Dan Mama minta, kamu fokus menyiapkan makan siang."Senja pun meminta Bi Sari untuk menunjukkan letak dapur."Bi, bisa tolong antar saya ke dapur?""Iya tentu saja, Non."Bi Sari jalan lebih dulu. Senja mengikuti di belakangnya. Meski hati dan pikirannya masih gelisah memikirkan Shanum dan Salsa, tapi Senja tetap mengikuti perintah dari mertuanya."Ini dapurnya, Non. Semua bahan makanan ada di kulkas. Dan beras ada di sebelah sana. Kalau mungkin Non butuh terigu, ada di sisi kanan dekat kompor." Bi Sari sedikit menjelaskan tata letak bumbu dan bahan makanan yang ada di dapur."Iya Bi."Senja mulai membuka kulkas dan melihat bahan apa saja yang bisa ia gunakan untuk memasak.Kulkas besar yang mirip dengan lemari pakaian itu, menyimpan banyak sekali sayur mayur. Bukan hanya sayuran hijau, tapi juga ada buah."Kulkas orang kaya emang beda ya," ucap Senja.Senja menutup pintu kulkas. Ia terlalu bingung menentukan pilihan. Kali ini, matanya tertuju pada mesin yang berbentuk kotak besar dan berwarna putih dengan tutup kaca di atasnya."Bahkan ada freezer box juga di sini."Senja membuka tutup freezer box. Beraneka ragam daging, ada di sana. Mulai dari dada ayam slice sampai daging sapi giling tersedia lengkap. Ada juga daging olahan, berupa sosis, bakso dan sejenisnya."Aku semakin bingung harus memasak apa untuk makan siang, hari ini."Senja memilah - milah daging yang ada di dalam freezer box. Dan pilihannya jatuh pada udang beku."Aku akan buat menu makanan yang agak berbeda."Senja mengeluarkan udang beku dari freezer box. Lalu kemudian, ia mengambil beberapa sayuran pelengkap dari dalam kulkas. Rencananya, Senja akan membuat mie laksa.Semua bahan yang diperlukan, sudah ia siapkan. Kini tibalah waktunya untuk menyalakan kompor dan mulai memasak."Aku akan buat kaldu udangnya lebih dulu," ucap Senja.Ia menaruh panci kecil berisi kepala dan kulit udang serta beberapa liter air, di atas kompor yang sudah menyala."Sementara aku menunggu kaldunya siap, aku akan membuat bumbu halusnya dulu," tutur Senja sembari mengupas bawang merah dan bawang putih.Saking fokusnya ia mengupas bawang dan menyiapkan bahan pelengkap untuk membuat mie laksa, Senja tidak sadar jika kuah kaldu udangnya sudah mendidih dan bahkan meluber ke luar panci.Suara air yang beradu dengan percikan api, baru membuat Senja menoleh. Dengan buru buru, Senja mematikan kompor. Dan karena panik, ia secara tidak sengaja meletakkan panci berisi kuah kaldu udang di atas kompor yang memiliki permukaan kaca tersebut."PRaak!""BooM!"Suara ledakan terdengar cukup kencang. Bi Sari yang saat itu masih belum selesai membersihkan ruang tamu, terjingkat karena mendengar suara ledakan tersebut.Sementara Dafa dengan sigap, berlari menuju ke dapur untuk melihat apa yang telah terjadi."Aaaaa!" Tiba tiba terdengar suara teriakan Senja. Dafa dan Bi Sari makin panik.Senja sedang berjongkok di dekat freezer box sambil menutupi wajah menggunakan kedua tangannya. Kompor kaca yang digunakan oleh Senja untuk membuat kaldu udang, pecah dan serpihan kacanya berserakan kemana mana."Ya ampun Non! Kenapa bisa jadi seperti ini?" Bi Sari memegangi kepalanya dengan mulut menganga karena kaget."Maafkan saya Bi. Saya tidak sengaja melakukannya.""Waduh gawat! Sudah jam berapa sekarang? Dan kamu masih belum masak. Mama sebentar lagi akan pulang. Lalu kita akan bilang apa sama Mama kalau kamu belum masak?" Dafa lebih panik melihat reaksi Ibunya saat mendapati menantu perempuan keluarga Suryaningrat tidak menjalankan tugas wajib."Beli saja, Pak," tutur Bi Sari.Awalnya Dafa hendak menolak, namun karena tak ada waktu lagi, Dafa menerima usulan Bi Sari."Ya Bi. Kalau begitu, Bibi tolong bereskan kekacauan yang ada di dapur ini ya. Saya akan memesan makanan."Senja menatap kekacauan yang ada di dapur, dengan perasaan campur aduk."Sayang, kamu tadi mau masak apa?
Senja mengusap bulir bening yang menetes di pipinya lalu menuju ke dapur. Ia hendak membantu Bi Sari untuk mencuci piring ataupun mengerjakan pekerjaan rumah yang lainnya. Tapi Bi Sari meminta Senja untuk duduk duduk saja di ruang tamu."Aduh Non. Jangan bantuin Bibi. Non itu adalah menantu rumah ini. Menantu rumah dilarang melakukan pekerjaan kasar. Jadi urusan cuci piring dan yang lainnya biar saya yang kerjakan. Non, duduk duduk saja di ruang keluarga.""Tapi saya bosen Bi. Masa saya di sini nggak ngerjain apa apa," sahut Senja."Ya memang begitu adanya Non. Kecuali kebiasaan yang ada di rumah ini, soal menantu baru yang wajib memasak di hari pertama setelah pernikahan.""Begitu ya Bi. Oh iya, di rumah sebesar ini apa cuma Bibi yang bertugas membersihkan rumah?" Senja penasaran."Tidak Non. Ada banyak yang seperti Bibi. Tapi di rumah paviliun.""Rumah paviliun?" Senja heran."Iya rumah paviliun. Rumah ini kan rumah induk. Yang tinggal di sini, hanya Bu Ayu dan Pak Respati. Jadi pek
"Mas Dafa! Ini nggak seperti yang Mas pikirkan." Senja berusaha menjelaskan.Namun pandangan Dafa tidak sedang tertuju pada wajah cantik istrinya. Dafa malah sibuk melihat si pria dengan tatapan tajam."Beraninya kau menyentuh istriku!" Dafa bicara dengan mata melotot."Kejadian yang barusan itu bukan kesengajaan!" Si pria menjawab."Lalu apa?" Si pria tak menjawab. Ia malah pergi begitu saja dari hadapan Dafa. Sedangkan Senja segera meraih tangan suaminya, agar lebih tenang."Mas, dia tadi ke sini dan menaruh garam pada saus saladku. Rasa saus saladku pasti sudah keasinan sekarang. Dan aku ingin mengusir dia dari sini. Aku juga nggak tahu siapa dia. Aku nggak kenal dia." Senja berusaha menjelaskan."Jangan dekati dia lagi. Dan tidak usah bicara dengannya!" Dafa bicara sebentar setelah itu ia pergi ke kamar Ibunya.****Acara makan malam pun tiba. Semua anggota keluarga sudah berkumpul di ruang makan. "Kejutan!" Ayu bicara sembari menggandeng tangan kecil Shanum dan Salsa.Senja men
"Senja, tolong jaga nada bicaramu agar tetap pelan. Jangan buat keributan. Kita ini sedang kedatangan banyak tamu!" Ayu menyahut.Karena Ibu mertuanya sendiri yang menegur, Senja pun kembali duduk ke kursinya. Namun Senja masih menatap dengan tajam ke arah Lily dan juga Dafa.Bahkan ketika acara makan malam sudah dimulai, Senja tidak bisa menikmati setiap suapan yang masuk ke dalam mulutnya karena ia tengah dibakar oleh api curiga."Sst! Makanlah dengan fokus!" Pria yang duduk di dekat Senja malah lebih mengkhawatirkan cara makan Senja yang terkesan berantakan.Senja menoleh dengan kerutan di keningnya. Ia tak menyangka, jika ada pria lain yang akan memperhatikannya sedetail itu."Kenapa melihatku seperti itu? Ayo cepat makanlah! Kau butuh tenaga untuk menghadapi setiap tantangan hidup!" Si pria kembali bicara."Tantangan apa maksudmu? Kenapa kau bicara denganku? Kita kan tidak saling mengenal!" "Aku mengenalmu." Si pria menjawab dengan singkat.Ketika Senja dan si pria sedang bicara
"Wanita tidak tahu malu!" Senja bicara dengan suara pelan namun dengan nada cukup tegas. Sorot matanya yang tajam, memindai wajah Lily secara keseluruhan.Tanpa diduga, Lily menampar balik wajah Senja. "PLak!"Senja yang tidak terima dengan perilaku Lily, langsung menarik rambut Lily. Hingga beberapa helai rambut Lily terlepas.Keduanya mulai saling jambak dan juga saling mengumpat. Membuat semua orang, menoleh ke arah mereka. "Hentikan! Jangan seperti ini! Kalian ini seperti anak kecil saja!" Dafa mencoba melerai.Namun ucapan Dafa, tidak didengar oleh kedua wanita yang tengah dilanda api cemburu tersebut."Dafa adalah suamiku! Jangan dekati dia lagi!""Apa kau bilang?" Lily bertanya dengan serius.Ketika pertikaian yang terjadi semakin tak terkendali, Ayu datang dan melerai mereka berdua."Senja, hentikan tindakan bod0hmu ini. Kau ini adalah seorang ibu dari dua orang anak. Kendalikan emosi yang ada pada dirimu!" Ayu menasehati."Tapi wanita tidak jelas ini, sejak tadi terus mengg
Tanpa terasa bulir bening mulai menetes dari sudut mata wanita berparas cantik tersebut. Ia tak menyangka sedikitpun, jika ia akan dijadikan istri kedua tanpa persetujuan."Kau mungkin sedang bercanda. Ya aku tahu itu. Kau sedang bercanda. Iya kan?" Senja bicara pelan dengan suara gemetar menahan tangis."Aku bicara dengan serius. Inilah faktanya. Kau berada di dalam rumah kami, dengan statusmu yakni sebagai istri kedua!" Bagas menegaskan.Senja tampak menggelengkan kepalanya. Ia menangis tanpa mengeluarkan suara. Hanya terlihat bagian bahunya yang bergerak naik turun."Jangan menangis! Semua sudah terjadi!" Bagas menyodorkan sapu tangan ke arah Senja.Senja tidak mau menerima sapu tangan tersebut. Ia menutupi wajahnya dan terus menangis dalam kesunyian."Jika kedua anakmu melihatmu menangis, mereka akan ikut sedih.""Aku tidak mau berada dalam posisi ini. Aku akan minta cerai saja," ucap Senja dengan matanya yang sayu."Semua keputusan ada di tanganmu," sahut Bagas.Bagas menaruh sa
"Hentikan! Sudah cukup! Jangan bertengkar lagi!" Senja berteriak.Keduanya menoleh ke arah Senja dan menghentikan aksi adu jotos yang telah mereka lakukan."Ayo masuk ke dalam kamar!" seru Dafa sembari memegangi tangan Senja."Lepaskan aku! Aku bisa jalan sendiri!" Senja menepis pegangan tangan Dafa.Senja berjalan pergi dari sana, Dafa mengikutinya dari belakang sembari mendengus kesal."Senja, berapa kali harus aku katakan agar kau tidak mendekati pria itu lagi!" Dafa memegangi lengan Senja dan memaksa Senja untuk berhenti berjalan sejenak."Pria itu lagi? Pria yang kau sebut adalah Kakak kandungmu sendiri! Ada apa denganmu Mas? Apa yang salah dengan pemikiranmu! Mas menjadikan aku sebagai istri kedua, tanpa sepengetahuanku!""Aku bisa jelaskan itu. Aku dan Lily menikah hanya Karena konspirasi perusahaan kami. Tidak lebih dari itu." Dafa memberikan alasan klasik."Mas pikir, aku akan percaya begitu saja dengan apa yang Mas katakan?" Senja melengos pergi."Senja, percayalah padaku. A
Senja berjalan dengan cepat menghampiri kedua anaknya."Mama," sapa Shanum."Kalian barusan manggil dia dengan sebutan apa?" Senja bertanya dengan tegas."Ehm! Nenek tadi bilang, Mama kami sekarang ada dua. Mama Senja dan Mama Lily," jawab Shanum."Dan kalian mau mau saja mengikuti ucapan dari Nenek Ayu?" Senja bertanya dengan keningnya yang mengkerut."Senja, kenapa pagi pagi begini sudah membuat keributan? Mereka sedang makan pagi. Dan Lily yang membuatkan sarapan untuk mereka. Kamu seharusnya berterima kasih kepada Lily! Bukan malah marah marah seperti ini," tutur Ayu."Aku berterima kasih, setelah ditipu mentah mentah?" "Senja! Jaga bicaramu!" bentak Ayu."Aku bicara benar kan Ma? Anak kesayangan Mama tidak memberitahuku jika dia sudah menikah sebelumnya!" "Lalu kenapa?" Lily ikut bicara."Aku dan kedua anakku akan pergi dari rumah ini! Kami tidak akan tinggal di sini lagi!" Senja menarik tangan kedua anaknya. Ia sedikit memaksa kedua anaknya agar mau bangkit dari tempatnya dudu
Bagas menyodorkan selembar tissue ke arah Senja. Senja pun lantas melihat ke arah Bagas."Jangan menangis. Aku ada di sini. Entah kau mau menerimanya atau tidak, tapi aku akan tetap ada di dekatmu." Bagas bicara sembari menatap Senja, lekat lekat.Senja melihat ke arah Ethan yang tertidur lelap dalam dekapan Bagas."Dia sudah tertidur, kau juga sebaiknya pergi tidur. Jaga kesehatanmu. Anak anak membutuhkan dirimu. Aku pun sama!" seru Bagas.Mendengar hal ini, perasaan Senja jadi tak karuan. Antara senang dan juga ragu, bercampur jadi satu dalam benaknya.Senja pergi keluar dari kamar anaknya. Ia tidur di kamarnya sendiri.*****Malam ini, Lily duduk terdiam menatap ke arah pintu keluar penjara. Ia sedang meratapi nasibnya.Suasana terasa begitu sepi. Tak ada suara yang terdengar. Polisi yang bertugas untuk menjaga penjara, semuanya sedang tertidur pulas. Narapidana lain juga tampak tertidur pulas."Bisa bisanya mereka tidur senyenyak itu!" Lily menatap benci ke arah para Polisi. Wani
Setelah hampir tiga jam mereka menunggu di depan ruangan operasi, akhirnya Dokter keluar."Bagaimana keadaan Dafa?" Ayu bertanya dengan wajah panik."Kami minta maaf. Kami telah melakukan yang terbaik untuk pasien. Tapi kondisi pasien, masih tak ada perubahan dan semakin memburuk."Senja melongo hingga terjatuh ke lantai. Ayu pun sama kagetnya dengan Senja. Dunianya seakan berhenti ketika mendengar penjelasan dari Dokter."Mama. Senja. Kalian harus kuat!" Bagas mencoba untuk menenangkan mereka berdua."Pak Bagas, harapan hidup pasien sangat tipis. Alat bantu bernafas, jika tidak begitu membantu. Jadi semua peralatan medis yang menunjang kehidupan pasien, akan kami lepas.""Tidak!" Ayu berteriak."Jangan! Berapapun biayanya akan aku bayar! Jangan lepas selang infus atau apapun dari tubuh Dafa. Aku yakin, Dafa akan sehat! Dia akan kembali pulih!" Ayu melanjutkan ucapannya."Baik Bu. Tenanglah. Anda harus kuat dan tabah. Semuanya hanya bisa kita pasrahkan kepada sang pemberi kehidupan."
Willy baru saja sampai di kantor polisi. Ia bahkan belum memarkirkan mobilnya, tapi seorang kawannya yang berprofesi sebagai seorang Polisi sudah mendatangi dirinya."Pak! Lily ditangkap!""Saya tahu itu! Makanya saya datang ke sini. Kenapa hal ini bisa terjadi? Apa kamu nggak bisa mengatur bawahan kamu?" Willy bicara sembari menyetir pelan dan memarkirkan mobil miliknya.Willy keluar dari mobil. "Saya bisa apa Pak? Mereka mengikuti Lily dan menangkap basah Lily melakukan tindakan pidana." Willy tak banyak bicara. Ia menyerahkan sejumlah uang kepada teman Polisinya tersebut."Ambil uang itu. Mintalah berapapun yang kamu inginkan. Tapi pastikan Lily lolos dari kasus hukum!" "Saya tidak berani berjanji. Tapi saya akan mengusahakannya.""Ingat! Awak media jangan sampai memberitakan mengenai masalah ini!""Sampai sekarang, kami tak mengizinkan awak media masuk ke sini.""Kalau kamu gagal membela anak saya, maka saya akan temui kolega saya yang jabatannya jauh di atas kamu! Dan saya aka
Bagas akhirnya melepaskan Lily. Ia berjalan menjauh. Sementara itu, Irwan sudah memanggil ambulans.Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk menunggu, mobil ambulans sudah terdengar. Dafa dan Senja masuk ke dalam mobil ambulans. Begitu juga dengan Bagas. Tangan Bagas terus mengeluarkan darah. Darah juga merembes dari dada Dafa."Maafkan aku. Gara gara aku, kalian berdua jadi terluka." "Tidak ini bukanlah salahmu!" sahut Dafa.Setelah mengatakan hal ini, Dafa pingsan tak sadarkan diri.****Mobil ambulans akhirnya sampai di rumah sakit. Dafa dibawa ke ruangan ICU. Bagas dibawa ke UGD. Semuanya sedang mendapatkan perawatan medis.Sementara itu, Irwan menghubungi rekan kerjanya yang lain untuk membantunya mengamankan lokasi serta membantunya membawa mobil milik para korban dan tersangka.Irwan tak lupa menghubungi Ayu dan mengabarkan kejadian buruk ini."Apa! Dimana? Kenapa bisa seperti itu!" Ayu berteriak karena kaget ketika Irwan menceritakan kronologi yang terjadi."Mereka sudah dibaw
Kelima lelaki yang berdiri di hadapan Senja, mulai melepas pakaian mereka lalu disusul dengan celana yang mereka kenakan. Kelimanya menyeringai dan tertawa tak jelas melihat Senja yang ketakutan.Sementara itu, Bagas masih ada di luar. Saat ia mengendap masuk ke dalam, seseorang berdiri di belakangnya."PRak!" Lelaki asing itu memukul Bagas menggunakan kayu.Bagas memegangi kepalanya. Ia meringis kesakitan sembari menoleh ke belakang dan menatap wajah si pria."Siapa kau!" si pria berteriak dengan marah."Hai ada penyusup di sini!" si pria memanggil teman temannya yang ada di dalam gudang.Lily yang ada di dalam gudang dan mendengar teriakan si pria, segera keluar dari gudang, untuk memeriksa apa yang terjadi.Namun Bagas tak kalah cekatan dengan si pria. Belum satu orang pun datang ke tempat itu, Bagas meraih balik kayu dari tangan si pria. Ia mengayunkan balik kayu ke kepala si pria."BRak! PRak!" Si pria mengaduh kesakitan. Bagas mengambil pisau kecil yang menyembul di dekat saku
Dari kejauhan, Bagas yang baru saja keluar dari rumah sakit sesuai menjenguk temannya, terperanjat melihat Lily dan beberapa laki laki yang berdiri menghadap ke arah sebuah mobil."Apa yang mereka lakukan? Kenapa Lily ada di sini? Pasti ada yang tidak beres!" Bagas bicara dalam hati. Ia bersembunyi di balik dinding dan mengamati pembicaraan mereka dengan seksama."Cepat bawa dia ke gudang tembakau kita yang ada di perbatasan kota!" Lily memerintahkan anak buahnya."Siapa yang akan dia bawa ke sana?" Bagas bicara dalam hati.Dua orang lelaki masuk ke dalam mobil. Mereka memindahkan tubuh Senja ke kursi belakang kemudi. "Kami berangkat sekarang!" Dua anak buahnya pamit."Aku akan menyusul!" Lily menjawab.Mobil hitam melaju tepat di hadapan Bagas. Bagas melongo kaget karena ia tersadar jika mobil yang baru saja lewat adalah milik Dafa."Apakah yang di dalam mobil adalah Senja?" Bagas pun berinisiatif untuk mengikuti mobil itu.Ia masuk ke dalam mobil dan dengan lihai mengikuti mobil
"Kualitas sperma pasien, sangat buruk. Hal ini akan menyebabkan, pasien mengalami kesulitan untuk memiliki momongan.""Apa?" Ayu melongo mendengar penjelasan Dokter."Nggak mungkin Dok. Saya pernah cek kesuburan, aman kok! Nggak ada masalah! Sekarang kenapa bisa bermasalah!" Dafa protes."Bisa anda katakan dimana anda melakukan tes itu?""Di Rumah Sakit Goldy Health. Waktu itu saya dan mantan istri saya melakukan tes bersama."Dokter hanya menggelengkan kepalanya sembari menyodorkan selembar kertas berisi catatan medis."Dafa, menurut Mama, Dokter Alin ini lebih bisa dipercaya. Sebab, dulu kamu tes. Katanya Lily yang susah punya anak. Divonis mandul segala macam. Nyatanya? Dia bisa hamil!" seru Ayu."Iya ya." "Sudahlah Mas. Nggak perlu bahas soal anak lagi. Kalau memang tiba waktunya, kita punya momongan, kita pasti akan punya!" seru Senja."Kemungkinannya sangat tipis sekali untuk bisa memiliki momongan." Dokter menyahut.Dafa tampak shock dengan ucapan Dokter. Ia menundukkan wajahn
Bangkai tikus itu telah dimasukkan oleh security rumah, ke dalam kantong plastik. Namun meskipun begitu, bau busuknya masih tercium oleh semua orang."Siapa yang berani membuang bangkai ke sini Pak? Perumahan ini dijaga ketat. Kenapa sampai ada orang yang berani keliaran di sini dengan tujuan yang tak baik." Dafa mulai emosi."Setahu saya semenjak Pak Mulyo sudah pensiun dari security perumahan, mereka membebaskan orang orang untuk keluar masuk wilayah ini.""Nggak beres ini! Lama lama perumahan kita akan jadi kumuh." Suara keributan yang terjadi, membuat Ayu ikut keluar dari rumah."Ada apa? Kenapa semuanya berkumpul di sini?""Ada yang melemparkan bangkai tikus ke sini, Ma." Dafa menjawab."Jorok! Itu paling kerjaan orang iseng. Pengangguran yang iri dengan kehidupan orang lain. Sudahlah abaikan saja!" seru Ayu.Ayu melenggang masuk lagi ke dalam rumah. Pak Man mengantarkan Bi Sari berbelanja.Dafa dan Senja juga masuk ke dalam rumah. "Ada apa Ma?" tanya Ethan yang ikut penasaran.
Sembari fokus menyetir, Senja meraih ponselnya dan menelepon Dafa."Mas!" Terdengar suara istrinya yang sedang gemetar karena panik."Ada apa sayang? Kenapa suaramu berubah menjadi seperti orang yang sedang panik?""Mas, aku takut! Ada orang yang sejak tadi mengikuti aku!""Mengikuti? Maksudnya?""Di belakang mobilku, ada orang yang menggunakan sepeda motor. Dia mengejar mobilku. Aku belok ke kanan, dia juga ikut belok ke kanan.""Tenang! Jangan takut dan jangan panik! Kamu fokus melihat ke arah depan saja. Jangan pikirkan orang itu. Dan jangan menyetir ke tempat sepi. Aku akan menyusulmu sekarang. Katakan dimana posisimu!" seru Dafa."Jembatan Helly!" sahut Senja."Baiklah! Di dekat Jembatan Helly ada sebuah pasar yang cukup besar. Menyetir lah ke arah pasar itu. Lalu minta bantuan pada orang orang yang ada di pasar. Penjahat seperti mereka akan berpikir ulang, jika kau sudah ada di dalam pasar.""Baiklah!" Senja menutup ponselnya.Dafa segera masuk ke dalam mobil dan menyusul istrin