"Vania, ngapain kamu di sini?" Dafa menjaga jaraknya dengan Vania agar tidak terlalu dekat.
"Lagi makan es krim lah. Oh ya Mas ke sini sama siapa?"
"Mau tahu aja kamu!" Dafa menjawab dengan ketus lalu pergi menjauhi Vania.
Vania sejak dulu menjadi penggemar Dafa, berulang kali Vania menyatakan cinta. Tapi Dafa menolaknya.
Dafa melihat ke kanan dan kiri. Ia mencari dimana keberadaan Senja.
Saat itu Senja tengah bermain ayunan bersama kedua anaknya. "Syukurlah! Senja tidak melihat Vania dan aku berduaan tadi. Kalau tidak, Senja pasti akan cemburu."
Dafa kembali lagi ke meja kasir dan mulai memesan es krim lagi. Ia membeli dua es krim rasa coklat strawberry dan dua lagi rasa coklat dengan taburan kacang almond di atasnya.
"Es krim datang!" Dafa membawa nampan berisi empat mangkuk es krim.
"Hore!" Shanum dan Salsa kegirangan.
"Ayo kita duduk di sebelah sana!" Dafa menunjuk sebuah saung yang ada di bawah pohon Eboni.
Anak anak dengan semangat berlarian ke arah saung. Sesampainya di sana, mereka makan es krim dengan lahap.
"Seneng nggak Om ajak ke sini?" tanya Dafa.
"Seneng banget!" seru Shanum.
"Besok kita ke sini lagi ya Om?" tanya Salsa.
"Ya sayang."
Semua orang berbincang sambil menikmati es krim. Suasana terasa sangat menyenangkan.
Usai menyantap es krim, mereka kembali pulang ke rumah. Sepanjang perjalanan pulang, si kembar bermain dengan seru. Saling menggelitik satu sama lain, hingga suara tawa mereka terdengar cukup kencang. Dan tanpa disadari, ikat rambut milik Shanum terlepas dan jatuh ke bawah mobil.
"Sayang kalau bercanda, suaranya jangan kencang kencang dong! Nanti Om Dafa nggak bisa konsentrasi menyetir," Senja mengingatkan kedua anaknya.
"Iya Mama sayang!" Si kembar menjawab dengan kompak.
Dafa melirik Shanum dan tersenyum kepadanya.
"Kamu emang wanita yang paling hebat, yang pernah aku temui. Saat bersama kamu, aku merasa jadi lelaki yang paling sempurna," tutur Dafa.
"Ah Mas ini bisa aja! Aku itu nggak istimewa. Aku biasa saja, Mas."
"Kamu normal, kamu memiliki dua orang anak perempuan yang cantik. Dan aku bisa menjadi Ayah bagi mereka."
Ucapan Dafa, secara tidak sengaja didengar oleh Shanum dan Salsa.
"Om Dafa, mau jadi Ayah kita?" Shanum jadi penasaran.
"Iya sayang. Kalian seneng nggak kalau Om jadi Ayah kalian?"
"Seneng sekali!"
Kedua anak kecil yang masih sangat polos ini, tak begitu paham mengenai hubungan Ibunya dengan si lelaki bernama Dafa. Mereka hanya mengira jika Dafa hanyalah sebatas teman saja untuk Senja.
Tanpa terasa, mereka sudah sampai di rumah. Senja dan kedua anaknya turun dari mobil.
"Mas, nggak ikutan turun?"
"Mas mau ke rumah Ibu. Mau bicarain soal pernikahan kita. Kita nggak mungkin hidup tanpa ikatan tali pernikahan. Iya kan?"
"Iya Mas," sahut Senja sambil tersenyum.
"Oh iya, ini uang buat kamu. Kalian makan yang bener ya. Kalau nggak sempat beli gas, nggak usah masak. Beli aja makanan matang. Di sini ada banyak warung. Kalau malas keluar, kamu pesan online saja." Dafa mengeluarkan dompet dan mengambil sepuluh lembar uang seratus ribuan. Ia menyerahkan uang itu kepada Senja.
"Uang apa ini, Mas?" Senja canggung menerima uang milik Dafa.
"Uang buat jajan anak anak. Besok Mas ke sini lagi. Malam ini, Mas harus nginep dulu di rumah Ibu. Kalau nggak ada halangan, dua atau tiga hari lagi kita resmikan pernikahan kita." Dafa mengatakan hal ini sambil menatap dalam.
Senja pun mengangguk mantap. Dafa melambaikan tangan dan berpamitan. Mobil Dafa dengan cepat menghilang dari pandangan Senja.
"Sayang, ayo kita masuk ke dalam," ucap Senja kepada kedua anaknya yang saat ini tengah asyik bermain di bawah pohon ceri.
Shanum dan Salsa mengikuti ucapan sang Ibu. Mereka masuk ke dalam rumah dan langsung menuju ke kamar.
"Aku mau nonton kartun," tutur Salsa.
"Iya, ayo kita nonton," sahut Shanum.
Senja melihat raut kebahagiaan yang terpancar dari kedua wajah anak kembarnya.
"Setelah sekian lama, Shanum dan Senja bisa tersenyum dan bebas melakukan apapun yang mereka inginkan. Terima kasih ya Mas. Karena kebaikan hatimu, kami bisa sebahagia ini sekarang," ucap Senja bermonolog dalam hati sambil melamunkan Dafa.
"DRrt!" Ponsel milik Senja berbunyi.
Senja meraih ponselnya dari tas, dan melihat ada sebuah pesan teks singkat yang masuk ke ponselnya. Isi pesan itu, membuat Senja mengerutkan keningnya.
"Dasar pelac*r!"
Sepenggal kata umpatan dari nomor tidak dikenal, membuat Senja shock.
"Siapa ini? Kenapa mengolok olok aku seperti ini?" Senja mencoba untuk menghubungi si pemilik nomor.
Namun hingga berkali kali Senja mencoba untuk menelepon, si pemilik nomor tidak mau menjawab panggilan yang masuk.
"Kenapa dia mau mengangkat telepon dariku? Siapa dia ini?" Senja penasaran.
Tak selang berapa lama, nomor asing itu kembali mengirimkan sebuah pesan.
"Tenang pelac*r, aku bukanlah musuhmu. Aku ada di pihakmu!"
Kalimat yang baru saja masuk ke ponsel Senja, benar benar membuat Senja frustasi.
"Apa apaan ini! Kenapa dia terus mengirimkan pesan dengan kata kata yang tidak pantas?"
Sedetik kemudian, terdengar suara ketukan pintu.
"Paket!" seorang lelaki menggunakan jaket warna hijau berteriak di depan rumah Senja.
Senja membuka pintu rumah, ia terkejut melihat kurir pengantar paket yang membawa sebuah kotak berukuran lumayan besar.
"Paketnya Bu!"
"Tapi saya nggak pesan paket!"
"Ibu namanya Senja Maharani kan?"
"Iya, tapi saya nggak merasa pesan apa apa!"
"Ini kiriman dari Pak Dafa!"
Setelah mengatakan nama Dafa, Senja baru mau menerima paket besar tersebut.
Senja meletakkan paket itu di atas meja tamu. Dan kurir yang mengantar paket sudah pergi dari rumahnya.
"Paket apa ini?" Senja membuka paket tersebut. Setelah dibuka, ternyata isi paket itu adalah buket bunga mawar dan sekotak coklat.
Dan ada sebuah kertas yang berisi tulisan terselip di dalam kotak coklat. "Terima kasih sudah mau menjadi bagian terpenting dalam hidupku."
Senja tersenyum melihat pemberian Dafa, tapi handphonenya kembali mendapatkan sebuah pesan teks singkat.
"Pelac*r, aku akan membantumu supaya cepat menikah dengan pujaan hatimu itu!"
"Pasti hanya orang iseng." Kali ini Senja mengabaikan pesan singkat yang masuk.
"PranG!" Suara kaca yang dilempari menggunakan batu, terdengar oleh Senja.
Senja dengan buru buru keluar dari rumah. Dari kejauhan, terlihat seorang lelaki mengenakan topi baseball sedang berdiri menatap ke arah Senja.
"Siapa dia? Apakah dia yang barusan mengirimkan pesan teks itu?"
Dafa sampai di rumah. Sang Ibu membuka pintu rumah dan mempersilahkan anaknya untuk masuk."Wah ada apa nih? Kok wajah anak Mama hari ini kelihatan sumringah?" "Dafa mau nikah Ma."Hah? Sama siapa?""Namanya Senja Malini. Tapi, dia seorang janda.""Janda? Punya anak apa nggak?" "Ada dua orang anaknya, Ma. Gimana menurut Mama?" "Dua orang anak? Laki laki atau perempuan anaknya?" "Perempuan Ma. Dua anak perempuan. Dan mereka kembar."Wajah Ayu terlihat cemberut. Seakan Ayu merasa kecewa dengan pilihan Dafa."Mama nggak setuju ya? Tapi Dafa sayang banget sama Senja dan kedua anaknya. Mereka membuat kehidupan Dafa jadi lebih berarti.""Eh siapa yang bilang nggak setuju? Mama setuju banget! Kapan kamu mau mengenalkan Mama sama Senja?" Dafa yang berbahagia mendengar ucapan Ibunya, langsung memeluk Ibunya dengan erat."Sekarang Ma? Mama mau nggak?"Ayu melirik ke arah jam dinding rumahnya, yang saat ini sedang menunjukkan pukul delapan malam."Apa nggak terlalu malam kita ke sana?""Ngg
"Aku harus bagaimana sekarang?" Senja mulai menangis karena ia tak memiliki uang cash yang cukup."Apa ada mesin ATM di dekat sini?" "Ada Bu, di ujung jalan sana." Waitress menjawab dengan raut wajahnya yang ketus.Senja berpikir, ia akan pergi ke mesin ATM untuk mengambil sejumlah uang cash namun tepat saat ia bangkit berdiri dari kursi, Dafa sudah ada tepat di belakangnya."Tenanglah," ucap Dafa."Ini uangnya." Dafa memberikan sejumlah uang kepada Waitress. Senja menutup mata dan bernafas lega karena pertolongan datang tepat waktu."Mas yang tadi, aku minta maaf. Aku benar benar minta maaf! Tapi, Mas kok bisa ada di sini lagi? Bukannya tadi Mas nganterin Mama pulang ya?""Iya, nggak apa apa kok. Mama juga nggak marah. Mama pulang sama supirnya.""Lalu kenapa Mama kamu pergi gitu aja?""Mama itu mengidap OCD. Jadi kalau Mama kena percikan bumbu atau cairan apapun yang mengotori pakaiannya, ya kambuh deh. Mama harus pulang harus mandi. Aku nggak bisa jelasin secara detailnya."Senja
Senja duduk di kursi tamu, pipinya terlihat basah karena air mata yang tak mau berhenti mengalir. "Kenapa Mas Dafa pergi?" Senja menggulir layar ponselnya ke atas dan ke bawah. Matanya memang tertuju pada layar ponsel, tapi pikirannya terbang tak tentu arah.Terdengar suara deru mesin mobil. Dan pintu yang terbuka. Tapi Senja yang terlanjur sedih, tak menghiraukan suara suara yang terdengar di telinganya."Sayang, kamu kenapa?" Dafa baru saja pulang, dengan membawa sebuah buket bunga mawar merah.Senja menatap Dafa, memindai wajah suaminya dengan hati hati. Ia merasa jika saat ini, ia sedang bermimpi dan apa yang ia lihat tidaklah nyata."Sayang! Kenapa hanya diam saja?" Dafa meraba pipi istrinya dengan lembut.Sedangkan Senja, langsung mencubit pipi Dafa dengan kasar. Membuat pria berbadan tegap ini mengerang kesakitan."Aw! Apa apaan ini? Kenapa mencubitku?"Mendengar Dafa berteriak, Senja pun meminta maaf atas apa yang telah ia perbuat."Ma maaf! Aku kira Mas itu cuma bayangan s
Senja melepaskan tangan Dafa yang memegangi lengannya dengan cukup kuat. Ia berlari ke halaman tapi mobil yang dikendarai oleh mertuanya sudah sampai ke luar pagar.Senja berlari sampai ke arah pagar. Tapi security dengan segera menutup pintu pagar."Senja! Tenanglah. Mama nggak akan menyakiti mereka," tutur Dafa."Tapi Mas, Mama mau bawa mereka kemana? Baju Shanum basah, dia bahkan belum sempat ganti baju. Kalau dia masuk angin gimana?""Masalah baju, pasti Mama akan membelikan mereka baju baru. Tapi kemana mereka, aku juga tidak tahu!"Senja mulai menangis. Ia merasa sedih ketika mengingat anak anaknya yang merengek saat dipaksa masuk ke dalam mobil."Maafin Mama. Mama salah sama Shanum dan juga Salsa," ucap Senja bermonolog."Sayang, jangan khawatir. Mereka akan baik baik saja." Dafa mencoba untuk menenangkan istrinya.Senja tak menghiraukan ucapan Dafa. Ia berlari dan masuk ke dalam rumah. Di ruang tamu, sudah ada Bi Sari yang sedang menyapu teras."Bi Sari, tadi Bibi yang bicara
Senja sedang berjongkok di dekat freezer box sambil menutupi wajah menggunakan kedua tangannya. Kompor kaca yang digunakan oleh Senja untuk membuat kaldu udang, pecah dan serpihan kacanya berserakan kemana mana."Ya ampun Non! Kenapa bisa jadi seperti ini?" Bi Sari memegangi kepalanya dengan mulut menganga karena kaget."Maafkan saya Bi. Saya tidak sengaja melakukannya.""Waduh gawat! Sudah jam berapa sekarang? Dan kamu masih belum masak. Mama sebentar lagi akan pulang. Lalu kita akan bilang apa sama Mama kalau kamu belum masak?" Dafa lebih panik melihat reaksi Ibunya saat mendapati menantu perempuan keluarga Suryaningrat tidak menjalankan tugas wajib."Beli saja, Pak," tutur Bi Sari.Awalnya Dafa hendak menolak, namun karena tak ada waktu lagi, Dafa menerima usulan Bi Sari."Ya Bi. Kalau begitu, Bibi tolong bereskan kekacauan yang ada di dapur ini ya. Saya akan memesan makanan."Senja menatap kekacauan yang ada di dapur, dengan perasaan campur aduk."Sayang, kamu tadi mau masak apa?
Senja mengusap bulir bening yang menetes di pipinya lalu menuju ke dapur. Ia hendak membantu Bi Sari untuk mencuci piring ataupun mengerjakan pekerjaan rumah yang lainnya. Tapi Bi Sari meminta Senja untuk duduk duduk saja di ruang tamu."Aduh Non. Jangan bantuin Bibi. Non itu adalah menantu rumah ini. Menantu rumah dilarang melakukan pekerjaan kasar. Jadi urusan cuci piring dan yang lainnya biar saya yang kerjakan. Non, duduk duduk saja di ruang keluarga.""Tapi saya bosen Bi. Masa saya di sini nggak ngerjain apa apa," sahut Senja."Ya memang begitu adanya Non. Kecuali kebiasaan yang ada di rumah ini, soal menantu baru yang wajib memasak di hari pertama setelah pernikahan.""Begitu ya Bi. Oh iya, di rumah sebesar ini apa cuma Bibi yang bertugas membersihkan rumah?" Senja penasaran."Tidak Non. Ada banyak yang seperti Bibi. Tapi di rumah paviliun.""Rumah paviliun?" Senja heran."Iya rumah paviliun. Rumah ini kan rumah induk. Yang tinggal di sini, hanya Bu Ayu dan Pak Respati. Jadi pek
"Mas Dafa! Ini nggak seperti yang Mas pikirkan." Senja berusaha menjelaskan.Namun pandangan Dafa tidak sedang tertuju pada wajah cantik istrinya. Dafa malah sibuk melihat si pria dengan tatapan tajam."Beraninya kau menyentuh istriku!" Dafa bicara dengan mata melotot."Kejadian yang barusan itu bukan kesengajaan!" Si pria menjawab."Lalu apa?" Si pria tak menjawab. Ia malah pergi begitu saja dari hadapan Dafa. Sedangkan Senja segera meraih tangan suaminya, agar lebih tenang."Mas, dia tadi ke sini dan menaruh garam pada saus saladku. Rasa saus saladku pasti sudah keasinan sekarang. Dan aku ingin mengusir dia dari sini. Aku juga nggak tahu siapa dia. Aku nggak kenal dia." Senja berusaha menjelaskan."Jangan dekati dia lagi. Dan tidak usah bicara dengannya!" Dafa bicara sebentar setelah itu ia pergi ke kamar Ibunya.****Acara makan malam pun tiba. Semua anggota keluarga sudah berkumpul di ruang makan. "Kejutan!" Ayu bicara sembari menggandeng tangan kecil Shanum dan Salsa.Senja men
"Senja, tolong jaga nada bicaramu agar tetap pelan. Jangan buat keributan. Kita ini sedang kedatangan banyak tamu!" Ayu menyahut.Karena Ibu mertuanya sendiri yang menegur, Senja pun kembali duduk ke kursinya. Namun Senja masih menatap dengan tajam ke arah Lily dan juga Dafa.Bahkan ketika acara makan malam sudah dimulai, Senja tidak bisa menikmati setiap suapan yang masuk ke dalam mulutnya karena ia tengah dibakar oleh api curiga."Sst! Makanlah dengan fokus!" Pria yang duduk di dekat Senja malah lebih mengkhawatirkan cara makan Senja yang terkesan berantakan.Senja menoleh dengan kerutan di keningnya. Ia tak menyangka, jika ada pria lain yang akan memperhatikannya sedetail itu."Kenapa melihatku seperti itu? Ayo cepat makanlah! Kau butuh tenaga untuk menghadapi setiap tantangan hidup!" Si pria kembali bicara."Tantangan apa maksudmu? Kenapa kau bicara denganku? Kita kan tidak saling mengenal!" "Aku mengenalmu." Si pria menjawab dengan singkat.Ketika Senja dan si pria sedang bicara
Bagas menyodorkan selembar tissue ke arah Senja. Senja pun lantas melihat ke arah Bagas."Jangan menangis. Aku ada di sini. Entah kau mau menerimanya atau tidak, tapi aku akan tetap ada di dekatmu." Bagas bicara sembari menatap Senja, lekat lekat.Senja melihat ke arah Ethan yang tertidur lelap dalam dekapan Bagas."Dia sudah tertidur, kau juga sebaiknya pergi tidur. Jaga kesehatanmu. Anak anak membutuhkan dirimu. Aku pun sama!" seru Bagas.Mendengar hal ini, perasaan Senja jadi tak karuan. Antara senang dan juga ragu, bercampur jadi satu dalam benaknya.Senja pergi keluar dari kamar anaknya. Ia tidur di kamarnya sendiri.*****Malam ini, Lily duduk terdiam menatap ke arah pintu keluar penjara. Ia sedang meratapi nasibnya.Suasana terasa begitu sepi. Tak ada suara yang terdengar. Polisi yang bertugas untuk menjaga penjara, semuanya sedang tertidur pulas. Narapidana lain juga tampak tertidur pulas."Bisa bisanya mereka tidur senyenyak itu!" Lily menatap benci ke arah para Polisi. Wani
Setelah hampir tiga jam mereka menunggu di depan ruangan operasi, akhirnya Dokter keluar."Bagaimana keadaan Dafa?" Ayu bertanya dengan wajah panik."Kami minta maaf. Kami telah melakukan yang terbaik untuk pasien. Tapi kondisi pasien, masih tak ada perubahan dan semakin memburuk."Senja melongo hingga terjatuh ke lantai. Ayu pun sama kagetnya dengan Senja. Dunianya seakan berhenti ketika mendengar penjelasan dari Dokter."Mama. Senja. Kalian harus kuat!" Bagas mencoba untuk menenangkan mereka berdua."Pak Bagas, harapan hidup pasien sangat tipis. Alat bantu bernafas, jika tidak begitu membantu. Jadi semua peralatan medis yang menunjang kehidupan pasien, akan kami lepas.""Tidak!" Ayu berteriak."Jangan! Berapapun biayanya akan aku bayar! Jangan lepas selang infus atau apapun dari tubuh Dafa. Aku yakin, Dafa akan sehat! Dia akan kembali pulih!" Ayu melanjutkan ucapannya."Baik Bu. Tenanglah. Anda harus kuat dan tabah. Semuanya hanya bisa kita pasrahkan kepada sang pemberi kehidupan."
Willy baru saja sampai di kantor polisi. Ia bahkan belum memarkirkan mobilnya, tapi seorang kawannya yang berprofesi sebagai seorang Polisi sudah mendatangi dirinya."Pak! Lily ditangkap!""Saya tahu itu! Makanya saya datang ke sini. Kenapa hal ini bisa terjadi? Apa kamu nggak bisa mengatur bawahan kamu?" Willy bicara sembari menyetir pelan dan memarkirkan mobil miliknya.Willy keluar dari mobil. "Saya bisa apa Pak? Mereka mengikuti Lily dan menangkap basah Lily melakukan tindakan pidana." Willy tak banyak bicara. Ia menyerahkan sejumlah uang kepada teman Polisinya tersebut."Ambil uang itu. Mintalah berapapun yang kamu inginkan. Tapi pastikan Lily lolos dari kasus hukum!" "Saya tidak berani berjanji. Tapi saya akan mengusahakannya.""Ingat! Awak media jangan sampai memberitakan mengenai masalah ini!""Sampai sekarang, kami tak mengizinkan awak media masuk ke sini.""Kalau kamu gagal membela anak saya, maka saya akan temui kolega saya yang jabatannya jauh di atas kamu! Dan saya aka
Bagas akhirnya melepaskan Lily. Ia berjalan menjauh. Sementara itu, Irwan sudah memanggil ambulans.Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk menunggu, mobil ambulans sudah terdengar. Dafa dan Senja masuk ke dalam mobil ambulans. Begitu juga dengan Bagas. Tangan Bagas terus mengeluarkan darah. Darah juga merembes dari dada Dafa."Maafkan aku. Gara gara aku, kalian berdua jadi terluka." "Tidak ini bukanlah salahmu!" sahut Dafa.Setelah mengatakan hal ini, Dafa pingsan tak sadarkan diri.****Mobil ambulans akhirnya sampai di rumah sakit. Dafa dibawa ke ruangan ICU. Bagas dibawa ke UGD. Semuanya sedang mendapatkan perawatan medis.Sementara itu, Irwan menghubungi rekan kerjanya yang lain untuk membantunya mengamankan lokasi serta membantunya membawa mobil milik para korban dan tersangka.Irwan tak lupa menghubungi Ayu dan mengabarkan kejadian buruk ini."Apa! Dimana? Kenapa bisa seperti itu!" Ayu berteriak karena kaget ketika Irwan menceritakan kronologi yang terjadi."Mereka sudah dibaw
Kelima lelaki yang berdiri di hadapan Senja, mulai melepas pakaian mereka lalu disusul dengan celana yang mereka kenakan. Kelimanya menyeringai dan tertawa tak jelas melihat Senja yang ketakutan.Sementara itu, Bagas masih ada di luar. Saat ia mengendap masuk ke dalam, seseorang berdiri di belakangnya."PRak!" Lelaki asing itu memukul Bagas menggunakan kayu.Bagas memegangi kepalanya. Ia meringis kesakitan sembari menoleh ke belakang dan menatap wajah si pria."Siapa kau!" si pria berteriak dengan marah."Hai ada penyusup di sini!" si pria memanggil teman temannya yang ada di dalam gudang.Lily yang ada di dalam gudang dan mendengar teriakan si pria, segera keluar dari gudang, untuk memeriksa apa yang terjadi.Namun Bagas tak kalah cekatan dengan si pria. Belum satu orang pun datang ke tempat itu, Bagas meraih balik kayu dari tangan si pria. Ia mengayunkan balik kayu ke kepala si pria."BRak! PRak!" Si pria mengaduh kesakitan. Bagas mengambil pisau kecil yang menyembul di dekat saku
Dari kejauhan, Bagas yang baru saja keluar dari rumah sakit sesuai menjenguk temannya, terperanjat melihat Lily dan beberapa laki laki yang berdiri menghadap ke arah sebuah mobil."Apa yang mereka lakukan? Kenapa Lily ada di sini? Pasti ada yang tidak beres!" Bagas bicara dalam hati. Ia bersembunyi di balik dinding dan mengamati pembicaraan mereka dengan seksama."Cepat bawa dia ke gudang tembakau kita yang ada di perbatasan kota!" Lily memerintahkan anak buahnya."Siapa yang akan dia bawa ke sana?" Bagas bicara dalam hati.Dua orang lelaki masuk ke dalam mobil. Mereka memindahkan tubuh Senja ke kursi belakang kemudi. "Kami berangkat sekarang!" Dua anak buahnya pamit."Aku akan menyusul!" Lily menjawab.Mobil hitam melaju tepat di hadapan Bagas. Bagas melongo kaget karena ia tersadar jika mobil yang baru saja lewat adalah milik Dafa."Apakah yang di dalam mobil adalah Senja?" Bagas pun berinisiatif untuk mengikuti mobil itu.Ia masuk ke dalam mobil dan dengan lihai mengikuti mobil
"Kualitas sperma pasien, sangat buruk. Hal ini akan menyebabkan, pasien mengalami kesulitan untuk memiliki momongan.""Apa?" Ayu melongo mendengar penjelasan Dokter."Nggak mungkin Dok. Saya pernah cek kesuburan, aman kok! Nggak ada masalah! Sekarang kenapa bisa bermasalah!" Dafa protes."Bisa anda katakan dimana anda melakukan tes itu?""Di Rumah Sakit Goldy Health. Waktu itu saya dan mantan istri saya melakukan tes bersama."Dokter hanya menggelengkan kepalanya sembari menyodorkan selembar kertas berisi catatan medis."Dafa, menurut Mama, Dokter Alin ini lebih bisa dipercaya. Sebab, dulu kamu tes. Katanya Lily yang susah punya anak. Divonis mandul segala macam. Nyatanya? Dia bisa hamil!" seru Ayu."Iya ya." "Sudahlah Mas. Nggak perlu bahas soal anak lagi. Kalau memang tiba waktunya, kita punya momongan, kita pasti akan punya!" seru Senja."Kemungkinannya sangat tipis sekali untuk bisa memiliki momongan." Dokter menyahut.Dafa tampak shock dengan ucapan Dokter. Ia menundukkan wajahn
Bangkai tikus itu telah dimasukkan oleh security rumah, ke dalam kantong plastik. Namun meskipun begitu, bau busuknya masih tercium oleh semua orang."Siapa yang berani membuang bangkai ke sini Pak? Perumahan ini dijaga ketat. Kenapa sampai ada orang yang berani keliaran di sini dengan tujuan yang tak baik." Dafa mulai emosi."Setahu saya semenjak Pak Mulyo sudah pensiun dari security perumahan, mereka membebaskan orang orang untuk keluar masuk wilayah ini.""Nggak beres ini! Lama lama perumahan kita akan jadi kumuh." Suara keributan yang terjadi, membuat Ayu ikut keluar dari rumah."Ada apa? Kenapa semuanya berkumpul di sini?""Ada yang melemparkan bangkai tikus ke sini, Ma." Dafa menjawab."Jorok! Itu paling kerjaan orang iseng. Pengangguran yang iri dengan kehidupan orang lain. Sudahlah abaikan saja!" seru Ayu.Ayu melenggang masuk lagi ke dalam rumah. Pak Man mengantarkan Bi Sari berbelanja.Dafa dan Senja juga masuk ke dalam rumah. "Ada apa Ma?" tanya Ethan yang ikut penasaran.
Sembari fokus menyetir, Senja meraih ponselnya dan menelepon Dafa."Mas!" Terdengar suara istrinya yang sedang gemetar karena panik."Ada apa sayang? Kenapa suaramu berubah menjadi seperti orang yang sedang panik?""Mas, aku takut! Ada orang yang sejak tadi mengikuti aku!""Mengikuti? Maksudnya?""Di belakang mobilku, ada orang yang menggunakan sepeda motor. Dia mengejar mobilku. Aku belok ke kanan, dia juga ikut belok ke kanan.""Tenang! Jangan takut dan jangan panik! Kamu fokus melihat ke arah depan saja. Jangan pikirkan orang itu. Dan jangan menyetir ke tempat sepi. Aku akan menyusulmu sekarang. Katakan dimana posisimu!" seru Dafa."Jembatan Helly!" sahut Senja."Baiklah! Di dekat Jembatan Helly ada sebuah pasar yang cukup besar. Menyetir lah ke arah pasar itu. Lalu minta bantuan pada orang orang yang ada di pasar. Penjahat seperti mereka akan berpikir ulang, jika kau sudah ada di dalam pasar.""Baiklah!" Senja menutup ponselnya.Dafa segera masuk ke dalam mobil dan menyusul istrin