Paviliun HouxiangDeyun meminta pelayan kediamannya menyiapkan dua kamar untuk tamunya, sedangkan ia sendiri bergegas masuk ke ruang belajar untuk mencari buku harian Daehan. Surat yang Ye Rong berikan padanya, membuatnya semakin penasaran untuk membuktikan dugaannya. Lama berkutat dengan kumpulan buku bacaan ayahnya, Deyun menyungging senyum lega manakala melihat buku lusuh bersampul cokelat.“Akhirnya …,” gumamnya lega.Dibukanya dengan cepat halaman demi halaman. Tiba-tiba, Deyun berhenti di tengah buku. Matanya bergerak cepat membaca tulisan tangan Daehan. Mulutnya komat-kamit seiring gerakan telunjuknya di atas kertas.“Tidak mungkin. Ini tidak mungkin.”“Jenderal!” Seorang prajurit memanggil Deyun dari balik pintu.Buru-buru, Deyun menutup buku di tangannya dan menormalkan mimiknya. “Masuk.”Prajurit itu memberi hormat. “Lapor, Jenderal. Ada penyusup menyerang kamar tamu.”Senyum miring terbit di bibir jenderal muda itu. “Mereka tidak ingin membuang waktu rupanya,” gumam Deyun.
Wang Yang berpikir keras sembari mengendus aroma tinta yang dipakai untuk menulis surat palsu mengatasnamakan Li Daehan di tangannya.‘Aku harus menyingkirkan Deyun dari masalah ini,’ batin Wang Yang. ‘Hal ini akan membuatnya bimbang dalam memutuskan.’“Sebenarnya apa yang sedang kau lakukan?” tanya Deyun lagi, ketika Wang Yang kembali menghidu kertas.“Aku mencoba mengenali jenis tinta yang dipakai menulis surat,” sahut Wang Yang asal.Deyun mengernyit heran. “Sejak kapan kau mempunyai kemampuan ini?”“Kau meremehkanku?” Wang Yang melirik tajam ke arah Deyun. ‘Dia bukan orang yang bisa dikelabui dengan mudah. Aku harus memikirkan cara yang aman.’“Tidak. Aku hanya ingin tahu,” elak Deyun cepat.“Ini jenis tinta yang tidak pernah dipakai di kalangan istana. Dan yang terpenting, surat ini ditulis jauh setelah paman Li meninggal.”
“Yoo’er!” ulang Wang Yang lebih lantang. “Ada apa dengannya? Kenapa dia menghindariku?” gumam Wang Yang penasaran. Wang Yang berniat mengejar Yoo’er, tapi pemuda itu menghilang begitu cepat di antara bangunan istana. “Ada apa dengannya? Mencurigakan!” Wang Yang celingukan mencari sosok Yoo’er di antara tiang kayu besar berwarna merah. “Ke mana perginya?” Wang Yang mulai kesal. “Yang Mulia, Yang Mulia!” Wang Yang berbalik. Dilihatnya, Xia Lin—Kepala Biro Astronomi—tergopoh-gopoh berjalan ke arahnya. “Yang Mulia, hamba sudah mengelilingi seluruh istana ini untuk mencari Anda,” ucap pria paruh baya berjenggot putih panjang itu. ‘Masih saja belum berubah. Suka berlebihan!’ gerutu Wang Yang dalam hati. “Ada apa, Paman Xia?” “Yang Mulia, dua hari lagi adalah Hari Jadi Dinasti Wang. Bertepatan dengan itu, Bulan Kasmaran sedang bersinar penuh. Hamba rasa, itu waktu yang tepat untuk melangsungkan pernikahan kerajaan,” cerocos Xia Lin ta
Wang Yang berdiri termangu di depan pintu utama kediamannya ditemani tatapan canggung dua penjaga yang berdiri di sisi kanan dan kiri pintu besar terbuat dari kayu tebal penuh ukiran. Dua penjaga yang masing-masing membawa pedang tergantung di pinggang itu, saling tatap tanpa kata, bingung harus bersikap.Seolah tidak menghiraukan sekitarnya, Wang Yang berjalan mondar-mandir di halaman, tenggelam dalam pikirannya sendiri.“Hei, bagaimana ini?” tanya penjaga di sisi kanan.Penjaga sisi kiri hanya mengendikkan bahu.‘Apa aku harus masuk ke dalam dan menemui Deyun?’ batin Wang Yang sambil terus berjalan perlahan. Sejurus kemudian, kepalanya menggeleng. ‘Tidak, aku belum menemukan alasan yang tepat setelah membuatnya jatuh tertidur.’Ujung sepatunya terantuk pinggiran taman, membuat Wang Yang berbalik dan kembali melangkah.‘Tapi siapa yang bisa aku ajak bicara selain Deyun?’ Wang Yang berhenti dan
“Hanya kau yang aku percaya, Ning’er.”Ruyu yang datang membawa nampan berisi teh dan kudapan bersamaan dengan gerakan Wang Yang, mundur beberapa langkah tanpa suara dan berbalik pergi diiring senyum malu.“Ayah pernah berkata padaku, seorang pemimpin besar, terkadang mengalami krirs rasa percaya pada orang-orang terdekatnya. Saat itu terjadi, ada baiknya mengambil waktu sendiri dan berpikir tenang. Hmm?” Zening menasehati seraya mengelus lembut rahang kokoh Wang Yang.“Apa kau keberatan mendengar keluh kesahku?” tanya Wang Yang memelas tanpa memindahkan kepalanya.Zening tersenyum. “Tidak lagi ada keberatan, sejak aku memutuskan untuk menikahi seorang raja. Aku hanya khawatir, akan membuatmu semakin berat untuk memilih.”Wang Yang memejamkan matanya, merasa nyaman dengan ucapan Zening dan posisinya. “Aku lebih senang kau bicara akrab begini denganku. Jangan lagi menjaga jarak di sat hanya
Istana BaratWang Yang membaringkan Zening perlahan ke atas pembaringan besar yang biasanya dia gunakan untuk melepas penat. Sekitar lima langkah di belakangnya, Huazhi berdiri dengan tangan menyilang di depan tubuhnya.“Hamba sudah melarang para pelayan untuk keluar masuk kediaman, Yang Mulia.”Wang Yang mengangguk mengerti seraya menarik selimut menutup tubuh calon istrinya. Ia tersentak saat hendak berbalik pergi, telapak tangannya ditarik oleh jemari kurus dan hangat milik Zening.“Kau sudah sadar? Kau baik-baik saja?” panik Wang Yang seraya duduk di ranjang.Zening menarik tubuhnya duduk dan menyungging senyum penuh rasa bersalah. “Maafkan aku, Kak. Aku hanya berpura-pura pingsan untuk menghentikan gunjingan para pelayan di paviliun.” Zening tertunduk malu.Raut kepanikan perlahan memudar, berganti guratan lega. “Kau berhasil menipuku kali ini.” Wang Yang dan Huazhi tersenyum bersamaan.“Kak, apa benar Deyun merencanakan pemberontakan?” Zening menatap Wang Yang dengan mata berkac
“Ahh!” pekik Zening seraya membekap mulutnya sendiri.“Musnahkan bola itu!” titah Wang Yang. “Jangan sampai ada yang merebutnya darimu dan memakainya untuk kejahatan!”‘Dia terlihat gusar,’ batin Huazhi iba melihat junjungannya terpukul dan sangat kecewa dengan apa yang disampaikannya.“Aku tidak menduga, bibi Song Bin bisa melakukan hal kejam seperti ini.” Wang Yang menggeleng lemah. “Apa lagi yang kau tahu tentang dayang Song?”Huazhi tidak serta-merta menjawab. Pria itu menjadi gusar. Bola Roh sudah membuat Wang Yang tampak sedih, Huazhi tidak ingin menambah luka tuannya.“Katakan, tidak perlu ragu. Sudah tidak ada lagi yang bisa melukaiku sekarang. Aku hanya perlu mendahulukan kepentingan rakyatku.”“Dukun itu juga berkata bahwa sebelumnya, dayang Song pernah sekali menggunakan sihir ini pada seorang pria yang tinggal di istana. Itu dia lakukan karena pria itu lebih memilih menikahi wanita lain, sedangkan saat itu dayang Song sedang mengandung anak dari pria itu dan dipaksa untuk
Ruang Belajar KekaisaranHuazhi hanya berdiri memperhatikan Wang Yang berjalan mondar-mandir di tengah ruangan. Sejak mengekori tuannya keluar dari kamar pribadinya dengan wajah kesal, Huazhi tidak berani membuka mulutnya.“Aku benar-benar tidak bisa mengerti jalan pikirannya. Apa dia kira aku jenis pria yang akan memanfaatkan keadaannya? Dasar bodoh!” omel Wang Yang tanpa berhenti berjalan.Huazhi menjura hormat. “Yang Mulia, jangan marah. Hamba yakin, Nona Li tidak bermaksud demikian. Dia hanya sedang terguncang setelah apa yang terjadi.”Wang Yang berpaling dengan tatapan tajam. “Kenapa aku menangkap kesan bahwa kau lebih mengerti dirinya dibandingkan aku?”Sontak, kedua tangan Huazhi melambai berkali-kali mendengar kecurigaan Wang Yang. “Bu-bukan begitu, Yang Mulia. Hamba hanya menebak isi pikiran Nona Li.”“Siapa kau, berani menebak isi pikiran calon istriku?!” hardik Wang Yang.“Ahh …,” desah Huazhi menggosok tengkuknya putus asa, bingung apa yang harus diucapkan selanjutnya.“H