“Dia apa?”
“Dia bukan Wang Hao.”
Wang Yang memicing bingung. “Bukan Wang Hao, maksud Bibi?”
“Dia bukan keturunan dinasti ini,” imbuh Song Bin cepat. “Lebih tepatnya, dia tidak layak menyandang marga Wang di depan namanya.”
“Aku semakin bingung,” aku Wang Yang. “Tolong katakan dengan jelas apa yang Bibi ketahui.”
“Dia adalah keturunan Zhao. Ye Rong hamil setelah malam itu.”
“Tapi, bisa saja itu anak ayah. Bukankah dia tetap menjadi selir?” tanya Wang Yang.
Wang Yang tidak ingin kehilangan harapannya untuk memiliki sekutu dalam tujuan balas dendamnya. Berdasar cerita yang baru didengarnya, Wang Yang yakin, Hao’er memiliki tujuan yang sama dengannya, menghancurkan Suying dan Ziliang.
Song Bin menggeleng. “Ayahmu tidak pernah sekalipun menyentuh Ye Rong. Tepatnya, dia tidak mengizinkan ayahmu menyentuhnya. Setelah
Balai Pengobatan Istana“Bagaimana kondisinya?” tanya Deyun pada pengawal yang berjaga di luar pintu kamar.“Tabib sedang memeriksanya, Jenderal.”Setelah menerima kabar dari Wang Yang tentang adiknya dan Zihao di tepi danau, Deyun bergegas menemui pemuda itu. Sudah saatnya Deyun menjelaskan kejadian yang sebenarnya agar pemuda itu tidak terus salah paham dan mengganggu adiknya.Deyun masuk ke dalam kamar. Dilihatnya, Zihao sedang tertidur pulas.“Bagaimana kondisinya?” tanya Deyun pada tabib yang sedang menuliskan resep obat.“Jenderal,” sapa tabib itu. “Dia hanya terguncang. Saya sudah menuliskan resep obat untuk membuatnya lebih tenang dan banyak istirahat agar kondisinya segera pulih,” sambung tabib itu seraya menyerahkan resep obat.“Terima kasih, Tabib.”Sepeninggalnya tabib istana, Deyun duduk di sisi ranjang menatap Wang Hao yang sudah menanggalkan topengnya. Ditatapnya wajah tampan pemuda itu beberapa saat.“Kau sudah salah mengira selama ini,” gumam Deyun iba.“Kalau kau han
Paviliun HouxiangDeyun meminta pelayan kediamannya menyiapkan dua kamar untuk tamunya, sedangkan ia sendiri bergegas masuk ke ruang belajar untuk mencari buku harian Daehan. Surat yang Ye Rong berikan padanya, membuatnya semakin penasaran untuk membuktikan dugaannya. Lama berkutat dengan kumpulan buku bacaan ayahnya, Deyun menyungging senyum lega manakala melihat buku lusuh bersampul cokelat.“Akhirnya …,” gumamnya lega.Dibukanya dengan cepat halaman demi halaman. Tiba-tiba, Deyun berhenti di tengah buku. Matanya bergerak cepat membaca tulisan tangan Daehan. Mulutnya komat-kamit seiring gerakan telunjuknya di atas kertas.“Tidak mungkin. Ini tidak mungkin.”“Jenderal!” Seorang prajurit memanggil Deyun dari balik pintu.Buru-buru, Deyun menutup buku di tangannya dan menormalkan mimiknya. “Masuk.”Prajurit itu memberi hormat. “Lapor, Jenderal. Ada penyusup menyerang kamar tamu.”Senyum miring terbit di bibir jenderal muda itu. “Mereka tidak ingin membuang waktu rupanya,” gumam Deyun.
Wang Yang berpikir keras sembari mengendus aroma tinta yang dipakai untuk menulis surat palsu mengatasnamakan Li Daehan di tangannya.‘Aku harus menyingkirkan Deyun dari masalah ini,’ batin Wang Yang. ‘Hal ini akan membuatnya bimbang dalam memutuskan.’“Sebenarnya apa yang sedang kau lakukan?” tanya Deyun lagi, ketika Wang Yang kembali menghidu kertas.“Aku mencoba mengenali jenis tinta yang dipakai menulis surat,” sahut Wang Yang asal.Deyun mengernyit heran. “Sejak kapan kau mempunyai kemampuan ini?”“Kau meremehkanku?” Wang Yang melirik tajam ke arah Deyun. ‘Dia bukan orang yang bisa dikelabui dengan mudah. Aku harus memikirkan cara yang aman.’“Tidak. Aku hanya ingin tahu,” elak Deyun cepat.“Ini jenis tinta yang tidak pernah dipakai di kalangan istana. Dan yang terpenting, surat ini ditulis jauh setelah paman Li meninggal.”
“Yoo’er!” ulang Wang Yang lebih lantang. “Ada apa dengannya? Kenapa dia menghindariku?” gumam Wang Yang penasaran. Wang Yang berniat mengejar Yoo’er, tapi pemuda itu menghilang begitu cepat di antara bangunan istana. “Ada apa dengannya? Mencurigakan!” Wang Yang celingukan mencari sosok Yoo’er di antara tiang kayu besar berwarna merah. “Ke mana perginya?” Wang Yang mulai kesal. “Yang Mulia, Yang Mulia!” Wang Yang berbalik. Dilihatnya, Xia Lin—Kepala Biro Astronomi—tergopoh-gopoh berjalan ke arahnya. “Yang Mulia, hamba sudah mengelilingi seluruh istana ini untuk mencari Anda,” ucap pria paruh baya berjenggot putih panjang itu. ‘Masih saja belum berubah. Suka berlebihan!’ gerutu Wang Yang dalam hati. “Ada apa, Paman Xia?” “Yang Mulia, dua hari lagi adalah Hari Jadi Dinasti Wang. Bertepatan dengan itu, Bulan Kasmaran sedang bersinar penuh. Hamba rasa, itu waktu yang tepat untuk melangsungkan pernikahan kerajaan,” cerocos Xia Lin ta
Wang Yang berdiri termangu di depan pintu utama kediamannya ditemani tatapan canggung dua penjaga yang berdiri di sisi kanan dan kiri pintu besar terbuat dari kayu tebal penuh ukiran. Dua penjaga yang masing-masing membawa pedang tergantung di pinggang itu, saling tatap tanpa kata, bingung harus bersikap.Seolah tidak menghiraukan sekitarnya, Wang Yang berjalan mondar-mandir di halaman, tenggelam dalam pikirannya sendiri.“Hei, bagaimana ini?” tanya penjaga di sisi kanan.Penjaga sisi kiri hanya mengendikkan bahu.‘Apa aku harus masuk ke dalam dan menemui Deyun?’ batin Wang Yang sambil terus berjalan perlahan. Sejurus kemudian, kepalanya menggeleng. ‘Tidak, aku belum menemukan alasan yang tepat setelah membuatnya jatuh tertidur.’Ujung sepatunya terantuk pinggiran taman, membuat Wang Yang berbalik dan kembali melangkah.‘Tapi siapa yang bisa aku ajak bicara selain Deyun?’ Wang Yang berhenti dan
“Hanya kau yang aku percaya, Ning’er.”Ruyu yang datang membawa nampan berisi teh dan kudapan bersamaan dengan gerakan Wang Yang, mundur beberapa langkah tanpa suara dan berbalik pergi diiring senyum malu.“Ayah pernah berkata padaku, seorang pemimpin besar, terkadang mengalami krirs rasa percaya pada orang-orang terdekatnya. Saat itu terjadi, ada baiknya mengambil waktu sendiri dan berpikir tenang. Hmm?” Zening menasehati seraya mengelus lembut rahang kokoh Wang Yang.“Apa kau keberatan mendengar keluh kesahku?” tanya Wang Yang memelas tanpa memindahkan kepalanya.Zening tersenyum. “Tidak lagi ada keberatan, sejak aku memutuskan untuk menikahi seorang raja. Aku hanya khawatir, akan membuatmu semakin berat untuk memilih.”Wang Yang memejamkan matanya, merasa nyaman dengan ucapan Zening dan posisinya. “Aku lebih senang kau bicara akrab begini denganku. Jangan lagi menjaga jarak di sat hanya
Istana BaratWang Yang membaringkan Zening perlahan ke atas pembaringan besar yang biasanya dia gunakan untuk melepas penat. Sekitar lima langkah di belakangnya, Huazhi berdiri dengan tangan menyilang di depan tubuhnya.“Hamba sudah melarang para pelayan untuk keluar masuk kediaman, Yang Mulia.”Wang Yang mengangguk mengerti seraya menarik selimut menutup tubuh calon istrinya. Ia tersentak saat hendak berbalik pergi, telapak tangannya ditarik oleh jemari kurus dan hangat milik Zening.“Kau sudah sadar? Kau baik-baik saja?” panik Wang Yang seraya duduk di ranjang.Zening menarik tubuhnya duduk dan menyungging senyum penuh rasa bersalah. “Maafkan aku, Kak. Aku hanya berpura-pura pingsan untuk menghentikan gunjingan para pelayan di paviliun.” Zening tertunduk malu.Raut kepanikan perlahan memudar, berganti guratan lega. “Kau berhasil menipuku kali ini.” Wang Yang dan Huazhi tersenyum bersamaan.“Kak, apa benar Deyun merencanakan pemberontakan?” Zening menatap Wang Yang dengan mata berkac
“Ahh!” pekik Zening seraya membekap mulutnya sendiri.“Musnahkan bola itu!” titah Wang Yang. “Jangan sampai ada yang merebutnya darimu dan memakainya untuk kejahatan!”‘Dia terlihat gusar,’ batin Huazhi iba melihat junjungannya terpukul dan sangat kecewa dengan apa yang disampaikannya.“Aku tidak menduga, bibi Song Bin bisa melakukan hal kejam seperti ini.” Wang Yang menggeleng lemah. “Apa lagi yang kau tahu tentang dayang Song?”Huazhi tidak serta-merta menjawab. Pria itu menjadi gusar. Bola Roh sudah membuat Wang Yang tampak sedih, Huazhi tidak ingin menambah luka tuannya.“Katakan, tidak perlu ragu. Sudah tidak ada lagi yang bisa melukaiku sekarang. Aku hanya perlu mendahulukan kepentingan rakyatku.”“Dukun itu juga berkata bahwa sebelumnya, dayang Song pernah sekali menggunakan sihir ini pada seorang pria yang tinggal di istana. Itu dia lakukan karena pria itu lebih memilih menikahi wanita lain, sedangkan saat itu dayang Song sedang mengandung anak dari pria itu dan dipaksa untuk