Kediaman Mempelai, Paviliun Lingyin
Wang Yang mencari obor terdekat yang bisa dipakainya sebagai penerangan. Ia mengambil satu obor yang menempel di dinding istana, bergegas masuk ke dalam paviliun dan mulai menyalakan lentera dan lilin hingga seluruh ruangan menjadi terang benderang.
Ia tersentak manakala melihat tubuh seorang wanita diikat tali tambang di salah satu tiang penyangga bangunan dengan mulut disumpal sehelai kain.
“Ning’er!”
Wang Yang segera menghampiri dan berlutut di samping wanita itu. Tangan kirinya meraih dagu wanita itu, sementara tangan kanannya mendekatkan obor ke wajah wanita itu. Mata Wang Yang menajam, dahinya mengernyit berusaha mengenali wajah perempuan yang penuh luka.
“Ning’er!” panggil Wang Yang lagi, lebih keras dari sebelumnya.
Tidak ada jawaban. Wang Yang berlari keluar melempar obor di tangannya, lalu kembali ke sisi wanita itu. Meraih kepalanya, mengambil kain di mulutnya
Wang Yang berbalik dan berjalan cepat menuju pintu. “Zening! Kau di dalam?!”“Yang Mulia, apakah itu Anda?!” balas Zening dengan girang. “Tolong buka pintunya, Yang Mulia!”Wang Yang melihat pintu itu dipasangi gembok besar yang mustahil dihancurkan dengan pedang. Ia meletakkan kedua tangannya pada daun pintu dan mencoba mendorong sekuat tenaga, gagal. “Buka pintunya!” titahnya pada tiga pengawal yang sudah berdiri dekat di belakangnya.Tiga pengawal itu segera maju begitu Wang Yang mengambil langkah mundur.“Nona, sebaiknya Anda menjauh dari pintu. Kami akan mendobrak pintunya. Mundurlah sejauh mungkin!” Pengawal senior memberikan instruksi dengan lantang.“Ya, aku sudah menjauh dari, aaa ...!”Terdengar teriakan Zening sekilas, lalu hening.“Ning’er! Apa yang terjadi?!” Wang Yang kembali maju dan memukul daun pintu dengan panik. Mendengar teria
Lutut tua Zhaolin lemas seperti kehilangan sendi. Pria tambun itu jatuh berlutut. “Ampun, Yang Mulia. Hamba ....” Kalimat Zhaolin menggantung di ujung lidahnya. Brak! Wang Yang menggebrak meja dengan keras hingga tubuh Zhaolin tersentak. “Cheng Zhaolin! Aku punya saksi yang bisa membuatmu kehilangan kepala, kau tahu?!” hardiknya geram. “Ampuni hamba, Yang Mulia ...!” ratap Zhaolin sembari bersujud, meletakkan dahinya di lantai dingin. “Hamba akan katakan semua yang hamba tahu. Ampuni pria tua ini, Yang Mulia!” “Katakan! Aku akan pertimbangkan setelah mendengarmu bicara.” Zhaolin berdiri di atas kedua lututnya dan mulai berjalan menghampiri Wang Yang. “Hamba hanya budak yang menjalankan perintah, Yang Mulia! Sungguh ...!” Wang Yang menggeleng pelan. “Bukan ini yang mau aku dengar. Huazhi ...!” “Tidak, tidak, jangan. Gudang pangan itu sudah direnovasi atas perintah ratu dan kanselir. Di dalamnya ada banyak ruang rahasia untuk mengurung pelayan dan pengawal yang berbuat salah,” tu
Zening segera mundur, terlalu cepat hingga jatuh terduduk. Tangannya menumpu ke belakang menahan berat tubuhnya. Namun sekali lagi, jemarinya menyentuh sesuatu yang rasanya mirip seperti sebelumnya.“Argh ...! Argh ...!” teriaknya panik seraya merangkak menjauh.Lantai di bawah lutut Zening tidak lagi datar dan dingin, tapi bergelombang dan liat. Zening yang diserang ketakutan, terus merangkak menuju titik cahaya. Mulutnya tak henti berteriak dan menangis. Ia tahu betul, saat ini dirinya sedang merangkak di atas tumpukan tubuh manusia.Semakin dekat ke sumber cahaya, bau menyengat yang menusuk menyesakkan dada membuat tangis Zening makin menjadi.Dug!Dahi Zening terantuk dinding batu di depannya luar biasa keras, detik berikutnya rasa pening dan nyeri bercampur menghantam kesadarannya. Suasana lorong yang gelap, menjadi kabur dan berubah semakin gelap.***“Kenapa wajahmu cemberut begitu?” tanya pengawal yang
“Tuan, di sini tempatnya.” Zhaolin menunjuk ke arah bangunan dari kayu yang terlihat rapuh dari luar.“Tempat apa ini?” tanya Huazhi seraya maju mendekat ke arah pintu.“K-kami menyebutnya Lorong Kematian.”Huazhi menoleh cepat pada Zhaolin. “Lorong Kematian? Jadi rumor tentang tempat hukuman itu benar?”Saat pertama kali memasuki istana, lima tahun lalu, Huazhi sempat mendengar obrolan para prajurit tentang Lorong Kematian yang sering digunakan untuk mengurung dan menyiksa pelayan dan prajurit yang berbuat salah hingga mereka meninggal dan membusuk di tempat itu.Huazhi sempat menganggap itu hanyalah kabar burung yang sengaja diceritakan untuk menakut-nakuti mereka yang baru memasuki lingkungan istana. Namun malam ini, ia berdiri di depan pintu Lorong Kematian untuk menemukan calon istri raja.“Siapa yang begitu berani bertindak gegabah pada calon istri raja?” gumamnya kagum pada o
Huazhi mencermati setiap langkahnya, mengingat setiap detail bangunan dan cara keluar dari Lorong Kematian. Bau menyengat menyambut mereka, refleks Huazhi menutup hidung dengan bagian dalam lengan kanannya. “Apa kita akan tinggal di sini, Tuan?” “Tidak, selama kau bisa menemukan jalan keluarnya.” Huazhi mengulang cara yang sama. Meraba sisi dinding, menghentak lantai dengan kuat, memukul dinding yang diduganya pembuka pintu rahasia. “Tuan, saya ingat betul tempat ini. Jalan ini hanya bisa dibuka dari luar. Mereka hanya membukanya setiap satu pekan. Apa kita akan menunggu di sini selama satu pekan?” Huazhi hanya diam tidak menjawab. Tangannya terangkat meminta Zhaolin menghentikan ocehannya. Ia melangkah maju menghampiri dinding bercelah yang mengirimkan sinar jingga kemerahan dari balik dinding. “Dinding ini tidak setebal bagian lain. Kemungkinan ini adalah pintu keluarnya.” Huazhi mengetuk dinding menggunakan gagang pedangnya. Tuk tuk tuk. Huazhi mengulang menggunakan sisi lua
Klinik Pengobatan IstanaTabib Kepala dan dua asistennya sibuk di depan tungku. Mereka mendapat titah langsung dari raja untuk menyembuhkan Huazhi dan Zhaolin yang ditemukan dalam kondisi pingsan dan basah di tepi kolam pencucian setelah seharian menghilang.Huazhi menderita luka robek di kepala bekang, sedangkan Zhaolin di pelipis kirinya. Wang Yang menduga, mereka diserang saat menjalankan tugas darinya. Raut wajah raja muda itu nampak cemas melihat kondisi dua orang kepercayaannya yang sedang terbaring tak sadarkan diri.“Berapa lama lagi mereka akan siuman?” tanya Wang Yang pada salah satu tabib.“Izin menjawab, Yang Mulia. Kami tidak bisa memperkirakannya karena dua orang ini sudah terlalu lama kedinginan. Kami sudah memberi ramuan untuk mengobati luka dan mengembalikan suhu tubuh mereka. Kita hanya bisa menunggu tubuh bereaksi terhadap ramuan yang diberikan.”Wang Yang mengernyit tidak sepakat dengan pendapat yang tabi
Deyun meletakkan potongan kain sutra ke atas meja.“Apa ini?” Wang Yang meraih potongan kain yang Deyun bawa. “Dari mana kau dapatkan ini?”“Kasim Cheng menggenggamnya erat. Kemungkinan besar itu adalah robekan pakaian orang yang menyerang mereka. Kau mengenalinya?”Tidak sulit bagi Wang Yang menerka pemilik potongan kain di tangannya karena hanya sedikit orang yang memakai pakaian berbahan sutra mahal seperti yang dipegangnya.“Wang Mu Lan.”“Putri Mu Lan? Apa kau yakin?” Deyun menyeringai tak percaya sambil menggosok tengkuknya yang terasa berat. “Bu-bukan, maksudku bagaimana kau bisa begitu cepat mengenalinya? Lagipula, dia hanya seorang gadis muda, bagaimana mungkin dia memukul Huazhi dan Zhaolin?”“Cih, bagaimana kau bisa menduduki posisi jenderal di usia muda sedangkan kemampuan berpikirmu masih mudah terpengaruh,” cibir Wang Yang.“Aku beritahu kau sebuah cerita. Ayahanda pernah menghadiahkan seekor kelinci padanya sebagai hadiah ulang tahun saat ia berusia sepuluh tahun. Mu La
Wang Yang menegakkan punggungnya, terkejut sekaligus tertarik dengan berita yang Xu Jin bawa. “Di mana dia sekarang?”“Ampun, Yang Mulia. Saya tahu ini tidak pantas saya lakukan. Tapi saya terpaksa ....”“Katakan berapa banyak yang kamu mau! ” potong Wang Yang cepat.Wang Yang sadar betul, gaji yang diterima para prajuritnya sangat kecil karena penggelapan besar-besaran yang dilakukan beberapa pejabat istana yang belum bisa diselesaikannya. Tidak aneh bila Xu Jin ingin memperoleh imbalan atas apa yang sudah ia lakukan.“Hamba minta diizinkan keluar dari istana, Yang Mulia,” lirih Xu Jin dengan kepala tertunduk.Sontak Wang Yang dan Deyun saling pandang, takjub mendengar permintaan sederhana Xu Jin.‘Masih ada orang baik dan polos sepertimu di dalam istana ini,’ kagum Wang Yang dalam hati.“Beri aku satu alasan, kenapa aku harus melepaskanmu sebagai imbalan? Bukankah ema