Klinik Pengobatan Istana
Tabib Kepala dan dua asistennya sibuk di depan tungku. Mereka mendapat titah langsung dari raja untuk menyembuhkan Huazhi dan Zhaolin yang ditemukan dalam kondisi pingsan dan basah di tepi kolam pencucian setelah seharian menghilang.
Huazhi menderita luka robek di kepala bekang, sedangkan Zhaolin di pelipis kirinya. Wang Yang menduga, mereka diserang saat menjalankan tugas darinya. Raut wajah raja muda itu nampak cemas melihat kondisi dua orang kepercayaannya yang sedang terbaring tak sadarkan diri.
“Berapa lama lagi mereka akan siuman?” tanya Wang Yang pada salah satu tabib.
“Izin menjawab, Yang Mulia. Kami tidak bisa memperkirakannya karena dua orang ini sudah terlalu lama kedinginan. Kami sudah memberi ramuan untuk mengobati luka dan mengembalikan suhu tubuh mereka. Kita hanya bisa menunggu tubuh bereaksi terhadap ramuan yang diberikan.”
Wang Yang mengernyit tidak sepakat dengan pendapat yang tabi
Deyun meletakkan potongan kain sutra ke atas meja.“Apa ini?” Wang Yang meraih potongan kain yang Deyun bawa. “Dari mana kau dapatkan ini?”“Kasim Cheng menggenggamnya erat. Kemungkinan besar itu adalah robekan pakaian orang yang menyerang mereka. Kau mengenalinya?”Tidak sulit bagi Wang Yang menerka pemilik potongan kain di tangannya karena hanya sedikit orang yang memakai pakaian berbahan sutra mahal seperti yang dipegangnya.“Wang Mu Lan.”“Putri Mu Lan? Apa kau yakin?” Deyun menyeringai tak percaya sambil menggosok tengkuknya yang terasa berat. “Bu-bukan, maksudku bagaimana kau bisa begitu cepat mengenalinya? Lagipula, dia hanya seorang gadis muda, bagaimana mungkin dia memukul Huazhi dan Zhaolin?”“Cih, bagaimana kau bisa menduduki posisi jenderal di usia muda sedangkan kemampuan berpikirmu masih mudah terpengaruh,” cibir Wang Yang.“Aku beritahu kau sebuah cerita. Ayahanda pernah menghadiahkan seekor kelinci padanya sebagai hadiah ulang tahun saat ia berusia sepuluh tahun. Mu La
Wang Yang menegakkan punggungnya, terkejut sekaligus tertarik dengan berita yang Xu Jin bawa. “Di mana dia sekarang?”“Ampun, Yang Mulia. Saya tahu ini tidak pantas saya lakukan. Tapi saya terpaksa ....”“Katakan berapa banyak yang kamu mau! ” potong Wang Yang cepat.Wang Yang sadar betul, gaji yang diterima para prajuritnya sangat kecil karena penggelapan besar-besaran yang dilakukan beberapa pejabat istana yang belum bisa diselesaikannya. Tidak aneh bila Xu Jin ingin memperoleh imbalan atas apa yang sudah ia lakukan.“Hamba minta diizinkan keluar dari istana, Yang Mulia,” lirih Xu Jin dengan kepala tertunduk.Sontak Wang Yang dan Deyun saling pandang, takjub mendengar permintaan sederhana Xu Jin.‘Masih ada orang baik dan polos sepertimu di dalam istana ini,’ kagum Wang Yang dalam hati.“Beri aku satu alasan, kenapa aku harus melepaskanmu sebagai imbalan? Bukankah ema
Kediaman Raja Gao Ping, Kota WuEsok adalah hari pernikahan Zhao Ming Lan dan Gao Ping. Namun, sejak pagi tadi wanita cantik berwajah tirus itu mengurung diri dalam kamar, tidak menunjukkan raut bahagia seperti kebanyakan calon pengantin.“Ini adalah pernikahan keduaku dan semuanya terjadi untuk membahagiakanmu, Ayah.” Ming Lan mengusap air mata yang meleleh di pipinya. “Tidak ada lagi yang tersisa dariku, Kak Yang’er. Pupus sudah harapanku bersanding denganmu.”Ia merebahkan kepalanya di atas meja rias berbantal lengan, tanpa sadar ia tertidur. Entah sudah berapa lama Ming Lan tertidur, ia terkejut saat seseorang mengguncang bahunya.“Nona, Nona, bangunlah. Hari sudah hampir gelap.”Ming Lan tersentak dan mendongak terlalu cepat mengakibatkan lehernya terkilir. “Akh ...!” serunya kesakitan.“Ada apa, Nona?” tanya pelayan khawatir.“Leherku sepertinya terkilir. To
“Kenapa diam? Masih berpikir bisa membodohi ayahku?” cibir Ming Lan dengan kepala menggeleng.“Kumis palsu dan pakaian kumal, tidak akan cukup untuk mengelabui aku dan ayahku. Perlu kau tahu, Xiao Bao adalah kusir kesukaan keluargaku. Tamatlah riwayatmu kali ini!” desis Ming Lan, kesal melihat kebodohan pria yang beberapa saat lalu berkata dengan beraninya ingin membawanya kabur.“Aku benar-benar tidak mengerti tujuanmu menyamar dan mengajakku kabur dengan begitu beraninya. Apa kau menaruh perasaan padaku?” tanya Ming Lan angkuh.“Anda benar, Nona. Saya jatuh hati saat pertama kali melihat Anda menangis di tepi danau. Setelah tahu semua ini, apa Anda bersedia kabur bersama saya?”Ming Lan menyeringai kesal sekaligus jijik. “Kau pikir siapa dirimu? Dengar, aku sudah menetapkan hati menikahi Gao Ping dan mewujudkan keinginan ayahku.”“Pikirkan saja bagaimana kau keluar dari tempat ini
Kediaman Putri Mu Lan, Paviliun MouerDua orang penjaga pintu membungkuk hormat manakala melihat Wang Yang berjalan mendekat. Satu diantaranya hendak mengumumkan kedatangan raja, tapi urung karena Wang Yang menahannya menggunakan gerakan kepala.Wang Yang masuk tanpa suara ke dalam ruang tamu tempat Mu Lan sedang bergerak gusar mengitari sebuah meja.“Apa yang menganggu pikiranmu, Adikku?” sapa Wang Yang mengejutkan Mu Lan.“Eh, Kakak Yang. Kapan kau datang? Maaf, aku tidak mendengarnya.” Mu Lan bergegas menghampiri Wang Yang dan bergelayut manja di lengan kokoh pria pujaannya. “Ayo, kita duduk. Aku akan menuangkan teh untukmu.”Terkejut dan bahagia, membuat Mu Lan tidak melihat seorang gadis yang datang bersama Wang Yang. Ia terlalu fokus pada Wang Yang, menuangkan teh dan menyajikan kue ketan ke hadapan pria itu.“Apa yang membawamu kemari, Kak? Sejak kau naik tahta dan memiliki calon istri, kau ti
“Ada apa ini?!”“Bu ...!” Mu Lan berlari ke belakang Suying meminta perlindungan begitu melihat ibunya datang. “Kak Yang ingin membawaku ke ruang interogasi,” lapor Mu Lan dengan suara memelas.“APA?!” Mata Suying membola mendengar aduan Mu Lan. Ia berpaling menatap Wang Yang. “Yang Mulia, apa yang membuat Putri Mu Lan pantas dimasukkan ke ruangan mengerikan itu?”“Ratu bisa tanyakan langsung pada Putri, apa yang sudah dia lakukan hingga pantas dimasukkan ke dalam ruang interogasi,” balas Wang Yang.Suying tampak kurang suka dengan jawaban Wang Yang yang merendahkan putrinya. “Memangnya kesalahan apa yang kau buat hingga kakak yang kau puja begitu tega memasukkanmu ke ruang interogasi?” tanya Suying tanpa mengalihkan matanya dari Wang Yang.Mu Lan mulai terisak manaja. “Aku sungguh tidak tahu, Bu. Kak Yang menuduhku memukul wajah pelayan Li Zening dan menyekap
“Li Zening!” bentak Deyun. “Kak, apa kau sadar, sejak Wang Yang hadir dalam kehidupan kita, kau sering membentak dan marah padaku. Apa kau sadari itu?” Mata Zening berkaca-kaca. “Ning’er, aku tidak pernah bermaksud untuk marah dan melukai hatimu. Tapi aku minta kau mengerti apa yang ....” Zening mengangkat tangannya. “Cukup, Kak. Kalau kita teruskan, akan jadi pertengkaran besar. Aku sedang mengharapkan pemakluman, bukan penghakiman. Untuk beberapa waktu, biarkan aku tinggal di sini dan menenangkan diri.” Deyun mendesah dan tertunduk. “Baiklah, aku akan datang dua hari lagi. Aku harap,” “Kak! Aku tidak akan kabur atau lari lagi. Aku hanya ingin menenangkan diri setelah apa yang aku alami. Bisakah?” Dua bulir air mata jatuh dari mata cantik Zening. Tanpa berkata lagi, Deyun berbalik dan melangkah pergi. Ia tidak ingin membuat adiknya semakin terluka. Di luar kuil, Xu Jin masih berjaga sambil duduk di tangga kuil. “Xu Jin,” pangg
Kediaman Ratu Qi, Istana Selatan Suying mendorong Mu Lan dengan kasar hingga tubuh gadis itu mendarat keras di kursi kayu. Amarah yang sudah ditahannya sejak melangkah keluar dari kediaman putri, kini siap meledak menghancurkan apa saja yang ada di dekatnya. “Katakan, bagaimana bisa kau begitu ceroboh dalam bertindak?!” hardik Suying mengagetkan putrinya. “Aku menerima laporan dari salah satu penjaga pintu ruang rahasia bahwa kau datang dan memaksa mereka memindahkan mayat tanpa sepengetahuanku.” Suying melangkah maju ke depan kursi menghampiri Mu Lan. Menopangkan dua tangannya pada lengan kursi, mengungkung tubuh Mu Lan yang mulai gemetar ketakutan melihat kilatan marah di mata ibunya. “Berani sekali kau bertindak tanpa memberitahukannya padaku lebih dulu. Apa kau tahu akibat dari perbuatan bodohmu ini, hah?!” Mu Lan melirik ke sisi tubuhnya. Buku jari Suying memutih karena mencengkeram kuat lengan kursi yang didudukinya, menandakan ibunya sa