Wang Yang melihat bayangan hitam yang berkelebat pergi saat kakinya melangkah masuk. ‘Siapa itu? Apa mungkin penyusup? Kenapa Zening tidak berteriak memanggil pengawal?’
Rasa khawatirnya membuat Wang Yang bergegas masuk, bahkan sebelum penjaga selesai meneriakkan kalimat protokolernya. Sekilas, sempat dilihatnya Zening berbalik dari jendela dengan tergesa.
“Apa yang kau lakukan di sana?” tanya Wang Yang mengejutkan Zening. ‘Dia kenal siapa bayangan tadi.’ Wang Yang menerka dalam hati, melihat dari reaksi Zening yang bingung menutup jendela dengan tubuhnya.
“Eh, a-ku hanya ingin, ehm, merasakan udara malam,” sahut Zening bingung.
“Tutup jendelanya, aku tidak ingin ada yang melihatku bercumbu denganmu.” Wang Yang terus memperhatikan sikap gelisah Zening, kepalanya berulang kali menengok ke kanan dan kiri sebelum menutup jendela.
Wang Yang bergerak cepat ke hadapan Zening, memeluk tubuh rampi
Dua pengawal itu menempatkan Zening di antara mereka dan mulai berjalan beriringan menuju timur istana. Cukup jauh mereka berjalan, melewati beberapa bangunan besar termasuk Aula Huanyang hingga akhirnya berhenti di depan sebuah pintu kayu yang nampak rapuh.“Pelayan wanita itu ada di dalam, Nona.”Zening berpaling pada pengawal yang sedang berbicara padanya dan pintu tua di depannya bergantian. “Di dalam sana maksudmu?” tanya Zening meyakinkan dirinya seraya menunjuk pintu kayu yang nyaris roboh.“Ya, di dalam sana. Tapi kami hanya bisa mengantar sampai sini, Nona,” ujar salah satu pengawal seraya mendorong Zening masuk melintasi pintu kayu dan menutupnya dengan cepat sebelum Zening sempat bereaksi.Dug. Dug. Dug.“Hei ... buka!” teriak Zening panik sambil memukul daun pintu dengan kepalan tangannya. “Kurang ajar kalian! Buka pintunya!” ulang Zening marah.“Kak, bagaimana kal
Amarah Ziliang tersulut menyadari bahwa putri semata wayangnya sudah berubah dan berani menatapnya dengan sorot mata menantang. Dilemparnya gulungan peta di tangannya dan bergegas menghampiri putrinya. Tangan kanan Ziliang sudah terangkat ke udara, bersiap melayangkan tamparan ke arah pipi mulus Zhao Ming Lan.Plak!Mata Ziliang membeliak kaget manakala pergelangan tangannya dicekal dengan kuat oleh jemari lentik Ming Lan, menangkis tamparannya.“K-kau ...!” bentak Ziliang terkejut.“Hentikan bertindak kasar padaku, Ayah!” balas Ming Lan tak kalah tegas. “Sudah saatnya kau mulai mendengar perkataanku.” Ming Lan melempar tangan Ziliang kasar dan berjalan ke samping Gao Ping, bergelayut manja di lengan pria itu.“Aku sudah putuskan akan menikahi Gao Ping dan membuatmu menjadi seperti apa yang kau impikan selama ini, penguasa Yongjin.” Ming Lan menoleh mesra ke arah pria berumur di sampingnya dan terseny
Kediaman Mempelai, Paviliun LingyinWang Yang mencari obor terdekat yang bisa dipakainya sebagai penerangan. Ia mengambil satu obor yang menempel di dinding istana, bergegas masuk ke dalam paviliun dan mulai menyalakan lentera dan lilin hingga seluruh ruangan menjadi terang benderang.Ia tersentak manakala melihat tubuh seorang wanita diikat tali tambang di salah satu tiang penyangga bangunan dengan mulut disumpal sehelai kain.“Ning’er!”Wang Yang segera menghampiri dan berlutut di samping wanita itu. Tangan kirinya meraih dagu wanita itu, sementara tangan kanannya mendekatkan obor ke wajah wanita itu. Mata Wang Yang menajam, dahinya mengernyit berusaha mengenali wajah perempuan yang penuh luka.“Ning’er!” panggil Wang Yang lagi, lebih keras dari sebelumnya.Tidak ada jawaban. Wang Yang berlari keluar melempar obor di tangannya, lalu kembali ke sisi wanita itu. Meraih kepalanya, mengambil kain di mulutnya
Wang Yang berbalik dan berjalan cepat menuju pintu. “Zening! Kau di dalam?!”“Yang Mulia, apakah itu Anda?!” balas Zening dengan girang. “Tolong buka pintunya, Yang Mulia!”Wang Yang melihat pintu itu dipasangi gembok besar yang mustahil dihancurkan dengan pedang. Ia meletakkan kedua tangannya pada daun pintu dan mencoba mendorong sekuat tenaga, gagal. “Buka pintunya!” titahnya pada tiga pengawal yang sudah berdiri dekat di belakangnya.Tiga pengawal itu segera maju begitu Wang Yang mengambil langkah mundur.“Nona, sebaiknya Anda menjauh dari pintu. Kami akan mendobrak pintunya. Mundurlah sejauh mungkin!” Pengawal senior memberikan instruksi dengan lantang.“Ya, aku sudah menjauh dari, aaa ...!”Terdengar teriakan Zening sekilas, lalu hening.“Ning’er! Apa yang terjadi?!” Wang Yang kembali maju dan memukul daun pintu dengan panik. Mendengar teria
Lutut tua Zhaolin lemas seperti kehilangan sendi. Pria tambun itu jatuh berlutut. “Ampun, Yang Mulia. Hamba ....” Kalimat Zhaolin menggantung di ujung lidahnya. Brak! Wang Yang menggebrak meja dengan keras hingga tubuh Zhaolin tersentak. “Cheng Zhaolin! Aku punya saksi yang bisa membuatmu kehilangan kepala, kau tahu?!” hardiknya geram. “Ampuni hamba, Yang Mulia ...!” ratap Zhaolin sembari bersujud, meletakkan dahinya di lantai dingin. “Hamba akan katakan semua yang hamba tahu. Ampuni pria tua ini, Yang Mulia!” “Katakan! Aku akan pertimbangkan setelah mendengarmu bicara.” Zhaolin berdiri di atas kedua lututnya dan mulai berjalan menghampiri Wang Yang. “Hamba hanya budak yang menjalankan perintah, Yang Mulia! Sungguh ...!” Wang Yang menggeleng pelan. “Bukan ini yang mau aku dengar. Huazhi ...!” “Tidak, tidak, jangan. Gudang pangan itu sudah direnovasi atas perintah ratu dan kanselir. Di dalamnya ada banyak ruang rahasia untuk mengurung pelayan dan pengawal yang berbuat salah,” tu
Zening segera mundur, terlalu cepat hingga jatuh terduduk. Tangannya menumpu ke belakang menahan berat tubuhnya. Namun sekali lagi, jemarinya menyentuh sesuatu yang rasanya mirip seperti sebelumnya.“Argh ...! Argh ...!” teriaknya panik seraya merangkak menjauh.Lantai di bawah lutut Zening tidak lagi datar dan dingin, tapi bergelombang dan liat. Zening yang diserang ketakutan, terus merangkak menuju titik cahaya. Mulutnya tak henti berteriak dan menangis. Ia tahu betul, saat ini dirinya sedang merangkak di atas tumpukan tubuh manusia.Semakin dekat ke sumber cahaya, bau menyengat yang menusuk menyesakkan dada membuat tangis Zening makin menjadi.Dug!Dahi Zening terantuk dinding batu di depannya luar biasa keras, detik berikutnya rasa pening dan nyeri bercampur menghantam kesadarannya. Suasana lorong yang gelap, menjadi kabur dan berubah semakin gelap.***“Kenapa wajahmu cemberut begitu?” tanya pengawal yang
“Tuan, di sini tempatnya.” Zhaolin menunjuk ke arah bangunan dari kayu yang terlihat rapuh dari luar.“Tempat apa ini?” tanya Huazhi seraya maju mendekat ke arah pintu.“K-kami menyebutnya Lorong Kematian.”Huazhi menoleh cepat pada Zhaolin. “Lorong Kematian? Jadi rumor tentang tempat hukuman itu benar?”Saat pertama kali memasuki istana, lima tahun lalu, Huazhi sempat mendengar obrolan para prajurit tentang Lorong Kematian yang sering digunakan untuk mengurung dan menyiksa pelayan dan prajurit yang berbuat salah hingga mereka meninggal dan membusuk di tempat itu.Huazhi sempat menganggap itu hanyalah kabar burung yang sengaja diceritakan untuk menakut-nakuti mereka yang baru memasuki lingkungan istana. Namun malam ini, ia berdiri di depan pintu Lorong Kematian untuk menemukan calon istri raja.“Siapa yang begitu berani bertindak gegabah pada calon istri raja?” gumamnya kagum pada o
Huazhi mencermati setiap langkahnya, mengingat setiap detail bangunan dan cara keluar dari Lorong Kematian. Bau menyengat menyambut mereka, refleks Huazhi menutup hidung dengan bagian dalam lengan kanannya. “Apa kita akan tinggal di sini, Tuan?” “Tidak, selama kau bisa menemukan jalan keluarnya.” Huazhi mengulang cara yang sama. Meraba sisi dinding, menghentak lantai dengan kuat, memukul dinding yang diduganya pembuka pintu rahasia. “Tuan, saya ingat betul tempat ini. Jalan ini hanya bisa dibuka dari luar. Mereka hanya membukanya setiap satu pekan. Apa kita akan menunggu di sini selama satu pekan?” Huazhi hanya diam tidak menjawab. Tangannya terangkat meminta Zhaolin menghentikan ocehannya. Ia melangkah maju menghampiri dinding bercelah yang mengirimkan sinar jingga kemerahan dari balik dinding. “Dinding ini tidak setebal bagian lain. Kemungkinan ini adalah pintu keluarnya.” Huazhi mengetuk dinding menggunakan gagang pedangnya. Tuk tuk tuk. Huazhi mengulang menggunakan sisi lua