Wajah Lintang berubah muram, tetapi dia tetap menganggukkan kepalanya.Mendengar itu, Hanny langsung tertegun. Wajahnya memucat, kemudian dia berkata dengan cemas, "Tuan, bukankah kamu barusan ....""Diam!"Lintang yang sedari tadi sudah dipenuhi amarah langsung melangkah maju dan menendangnya. Ini semua gara-gara wanita ini. Dialah yang mencelakainya.Kristin kaget saat melihat pemandangan ini. Dia jelas merasa kasihan dan buru-buru berkata, "Kak Tobi ...."Tobi paham dengan maksud Kristin. Barusan dia memang sangat emosi. Apalagi, selama bertahun-tahun ini, dia terus merasa bersalah kepada Kristin.Awalnya, dia memasukkannya ke dalam perusahaannya untuk menjaganya, tetapi dia tidak menyangka wanita itu malah akan mendapat perlakuan seperti ini.Melihat tatapan mata Kristin yang baik hati, Tobi menoleh dan berkata, "Oh ya, jangan hukum terlalu keras. Lagi pula, dia juga seorang wanita. Beri mereka pelajaran saja agar kelak mereka nggak berani melakukannya lagi.""Tapi, perusahaan suda
"Memberiku promosi?"Stella tertegun sejenak"Benar. Mulai besok, Kristin akan menjadi manajer departemen kita dan kamu akan menjadi asistennya," kata Vina sambil tersenyum."Ah ...."Stella tercengang. Tak disangka, masih ada hal sebaik itu. Namun, dia juga teringat akan posisi Vina yang sekarang ini menjabat sebagai manajer mereka. Mau tidak mau, dia pun bertanya,"Bagaimana denganmu, Bu Vina?"Vina selalu baik kepada mereka. Selain itu, dia juga mendukung Vina."Jangan khawatirkan aku. Oh ya, kamu bukan hanya punya kesempatan ini. Kalau kinerjamu bagus, jabatanmu juga akan terus meningkat mengikuti posisi Kristin ke depannya."Vina tersenyum dan berkata, "Tak perlu diragukan lagi, Kristin pasti akan punya masa depan yang cerah. Jadi, kamu harus berusaha keras dan jangan lewatkan kesempatan ini.""Ini ...."Stella benar-benar kebingungan. Benarkah ada hal sebagus ini? Apa dia kini punya kesempatan untuk meraih kesuksesan?Ini sungguh hal yang luar biasa."Kerja bagus-bagus. Siapa tahu
"Sepertinya kamu nggak bisa memakainya besok.""Ah? Apa maksudnya?""Karena aku butuh liontin giok itu besok. Pinjamkan liontin itu kepadaku dulu," jelas Tobi."Begitu rupanya. Bikin kaget saja. Kak Tobi bisa ambil liontin itu kapan saja. Lagi pula, itu memang milikmu. Kamu nggak perlu meminjamnya.""Mana bisa. Aku sudah berikan liontin itu kepadamu, jadi sekarang itu milikmu. Hanya saja, situasinya agak istimewa kali ini, jadi aku butuh liontin giok itu," kata Tobi."Ya!"Kak Tobi tidak mengatakan apa yang ingin dia lakukan dengan liontin giok itu, jadi Kristin juga tidak bertanya lagi. Kalau Kak Tobi merasa perlu, dia pasti akan mengatakannya kepadanya.Setelah keduanya selesai makan, Tobi mengajak Kristin untuk membeli banyak barang kebutuhan untuknya. Selesai berbelanja, barulah mereka kembali ke kompleks perumahan Kristin.Tobi juga membantu Kristin menenteng barang belanjaan mereka sampai di depan pintu.Begitu membuka pintu, Meli langsung menyambut Tobi dengan ramah. Meli tersen
Keesokan paginya, tepat jam enam, Tobi telah dibangunkan oleh dering ponselnya. Dia mengambil ponselnya dan menjawab, "Halo!""Kak Tobi, apa yang kamu lakukan? Kamu masih tidur?"Terdengar suara mendesak Jessi dari seberang sana."Ya, masih pagi begini, kalau nggak tidur, apa lagi yang bisa kulakukan?" tanya Tobi dengan bingung."Kamu masih bisa tidur?""Masa kamu belum tahu? Widia sudah mau pergi ke Jatra dengan Rio, tuan muda dari Keluarga Yudistira hari ini." Jessi bahkan lebih khawatir dibandingkan Tobi.Menurut pemahamannya, Kak Tobi telah mengenal Widia sejak kecil, apalagi Kak Tobi tidak pernah melupakannya. Dia pasti sangat mencintai Widia.Dia juga mendengar hal ini dari ayahnya, Damar."Oh, itu yang kamu maksud. Aku tahu, kok.""Kamu tahu? Kalau begitu, kenapa kamu nggak khawatir sama sekali? Apa kamu sungguh nggak menyukainya lagi?""Oh ya, kudengar kalian sudah bercerai?"Jessi juga baru saja mengetahui hal ini. Meski begitu, dia juga ingin mengingatkan Tobi. Dia ingin pria
Saat itu, Martha berada di sisi Widia. Dia mulai memarahi Tobi, kakak iparnya, berkali-kali. Sia-sia kakak sepupunya begitu memercayainya. Meski Martha sudah mengatakan yang sebenarnya kepadanya, pria itu masih belum muncul juga.Dasar pengecut!Ekspresi Widia tampak dingin sekaligus sedih. Dia tahu nasibnya tidak bisa diubah lagi. Namun, apa pun yang terjadi, sekalipun harus mengorbankan nyawanya, dia juga tidak akan membiarkan tubuhnya dinodai Rio.Selain Tobi, dia tidak akan mengizinkan pria lain menyentuh tubuhnya.Sekalipun harus membuat Keluarga Lianto hancur.Dia juga tidak peduli begitu banyak lagi. Salahkan saja kakek dan orang tuanya sendiri.Andai dia meninggal di kediaman Keluarga Yudistira di Jatra, seharusnya Rio tidak punya alasan untuk mencelakai orang tuanya dan keluarganya."Kak Widia, kamu yakin mau pergi bersama Tuan Rio?" tanya Martha tidak tahan lagi."Kalau nggak? Memangnya aku punya jalan lain?"Widia tersenyum sedih dan berkata, "Martha, kalau kamu punya kesemp
Sayangnya, Kakek Muhar dan yang lainnya tidak tahu apa yang dipikirkan Rio. Di mata Rio, Keluarga Lianto hanyalah keluarga lemah yang tidak pantas dibandingkan dengan keluarganya.Lagi pula, mereka memang tidak berada pada level yang sama.Asalkan Rio angkat bicara, apalagi hanya dengan satu perintah, dia akan punya banyak cara untuk menghancurkan Keluarga Lianto.Setelah masuk dan bertegur sapa sebentar, semua orang mulai menyebut nama Widia.Saat ini, Widia juga tidak bisa terus bersembunyi di dalam kamarnya. Jadi, dia hanya bisa menguatkan dirinya dan mulai berjalan keluar.Martha berada di belakangnya, tetapi tidak mengikutinya keluar.Dia sungguh tidak tahan melihat adegan itu.Tak disangka, kakak iparnya, Tobi, begitu berengsek dan pengecut. Dia pasti akan memarahi pria itu habis-habisan.Martha tidak peduli lagi dengan pandangan Tobi terhadap dirinya.Jadi, dia diam-diam menghubungi nomor telepon Tobi.Ternyata, Tobi saat ini sudah sampai di luar kediaman Lianto, tetapi dia tida
Kakek Muhar menyetujuinya dan langsung berpesan kepada cucunya, "Widia, mulai sekarang, ikuti perkataan Tuan Rio. Kamu harus patuh dan jangan lakukan hal yang nggak pantas kamu lakukan.""Betul. Jangan tunjukkan sikap keras kepalamu di hadapan Tuan Rio. Apa pun yang Tuan Rio katakan, kamu harus mengikutinya. Apa pun yang dia minta, lakukan saja dengan patuh. Yang paling penting lagi, kamu harus banyak berbuat, banyak belajar, dan kurangi bicara."Ibunya Widia segera mengingatkan putrinya berulang kali. Seolah-olah ingin mengajari putrinya bagaimana cara menjadi seorang istri yang bijaksana.Saat mendengar itu, Rio bertambah bangga. Seperti inilah orang-orang kelas bawah yang tinggal di kota kecil seperti ini.Begitu putri mereka disukai oleh tuan muda yang mulia seperti dirinya, hanya dengan beberapa kata saja sudah cukup untuk membuat mereka bersyukur.Makin mendengar pujian yang dilontarkan Kakek Muhar dan ibunya Widia, dia makin memandang rendah Keluarga Lianto, termasuk Widia.Dia
Begitu suara Tobi terdengar, semua orang langsung melihat ke arah pintu.Lantaran Kakek Muhar sangat memprioritaskan acara bahagia hari ini, selain seluruh kerabat Keluarga Lianto, bahkan beberapa temannya pun turut hadir di sana.Bisa dikatakan, lumayan banyak orang yang ada di sana sekarang.Saat ini, Martha tampak terkejut. Mendengar suara itu, dia langsung melihat ke arah pintu. Bukankah itu kakak ipar yang sedari tadi dia nantikan?Dia datang!Kakak ipar benar-benar datang. Dia tidak membohonginya!Apalagi, yang barusan pria itu katakan bukan hanya membuat orang tersentuh, tetapi juga begitu menegangkan. Namun, yang paling penting adalah bagaimana dia bisa mengatasi amarah Tuan Rio?Benar saja. Martha berbalik dan menatap Rio. Wajah pria itu tampak muram. Dia menatap Tobi lekat-lekat. Niat membunuh di matanya bisa terlihat jelas.Namun, kakak sepupunya jelas sangat gembira dan antusias.Widia memang sangat antusias. Padahal, dia barusan sudah begitu putus asa.Tak disangka, tepat