"Apa!"Widia dan Lindy seketika membeku di tempat, seakan-akan tidak memercayai apa yang barusan mereka dengar.Bisa-bisanya dia memperoleh Grup Maharta dengan harga dua ratus miliar. Bagaimanapun juga, Grup Maharta punya aset triliunan. Meski saat ini mereka menghadapi banyak krisis, nilai pasarnya tetap ada.Apalagi, Grup Maharta termasuk perusahaan yang sepenuhnya dikuasai oleh Keluarga Maharta.Mereka bahkan tidak mengungkit harga dua miliar yang ditawarkan oleh Frengki sebelumnya.Widia masih tidak sanggup memercayainya. Mungkin dia salah dengar, jadi dia memastikan sekali lagi, "Tobi, apa kamu ada salah? Kamu membeli Grup Maharta dengan harga dua ratus miliar?""Nggak, kok. Lagi pula, aku yang berinisiatif memberikan dua ratus miliar."Tobi tersenyum dan berkata, "Tapi selanjutnya kamu mungkin akan sibuk, jadi kamu harus segera membuat persiapan.""Aku?""Ya, aku nggak punya dua ratus miliar, jadi hanya kamu yang bisa membelinya. Bukankah kamu baru saja memasuki industri perhiasa
Sesampainya di rumah, tak ada satu pun yang peduli dengan luka-luka di tubuh Hugo. Mereka langsung menangkapnya dan mengurungnya di dalam kamar.Begitu Frengki pulang, tanpa berbasa-basi, dia langsung memukul Hugo dengan kasar. Makin dipukul, dia makin emosi, apalagi dia baru saja selesai menandatangani kontrak dan kehilangan perusahaan seluruhnya.Kalau bukan istrinya menghentikannya, Hugo pasti sudah kehilangan separuh nyawanya."Ayah, kita benar-benar kehilangan Grup Maharta?"Hingga saat ini, Hugo masih tidak sanggup menerima kenyataan pahit ini.Emosi Frengki sudah mereda. Bagaimanapun juga, Hugo itu putra semata wayangnya. Dia menghela napas, lalu menyerahkan kontrak di tangannya sambil berkata, "Lihat sendiri."Melihat kontrak di tangannya, Hugo menjadi pucat dan langsung terkulai lemas.Dia tidak pernah menyangka hal seperti ini akan terjadi, apalagi ini semua diakibatkan oleh perilakunya sendiri, hingga membuat keluarganya kehilangan aset triliunan, kehilangan hasil jerih paya
Kata-kata itu seketika membuat Tobi tidak mampu berkutik lagi. Dia pun menerimanya dan berkata, "Ya sudah, aku akan turuti perkataanmu, tetapi setelah perusahaan stabil, kamu harus memuaskan keinginanku.""Apa-apaan ...."Wajah Widia memerah, lalu menegurnya, "Apa yang kamu pikirkan? Selain wanita, apa kamu nggak punya hal lainnya lagi?""Ya, selain wanita, nggak ada yang lainnya lagi."Tobi malah mengiakannya, hanya saja, dia buru-buru menambahkan, "Tapi, aku hanya memikirkanmu."Kalimat itu seketika membuat hati Widia berbunga-bunga, tetapi dia masih menyembunyikannya dan berkata dengan nada ketus, "Masih berpikir untuk menipuku? Aku nggak akan percaya."Seakan sadar dirinya tak mampu menahan rayuan manis Tobi, dia pun berkata, "Sudah larut. Aku harus kembali dan istirahat dulu.""Ya, baiklah.""Aku pikir, lantaran sudah memberikan kontribusi besar, kita akan menginap di hotel malam ini," ucap Tobi sambil menghela napas."Jangan mimpi!"Widia memutar bola matanya ke arah Tobi, kemudi
"Tuan Tobi!"Hendro menyapanya dengan sopan sekaligus memberi isyarat kepada Juneidi agar tidak berbicara dulu.Kebetulan Juneidi datang menemuinya malam ini. Mereka berdua sedang mendiskusikan sesuatu."Ya, Pak Hendro, terima kasih atas bantuanmu hari ini," ujar Tobi."Sama-sama, Dokter Tobi. Aku hanya melaksanakan tugasku hari ini. Kalau nggak, entah bencana seperti apa yang akan terjadi.""Untunglah ada Dokter Tobi yang mengambil tindakan dan menyelesaikan semuanya dengan sigap hingga kita bisa terhindar dari masalah yang lebih besar," ucap Hendro."Benar juga, tapi Pak Hendro bisa memberikan bantuan hari ini, apa kamu nggak takut aku nggak bisa menanganinya dengan baik? Kalau begitu, perusahaan bukan hanya akan bangkrut, tapi juga menimbulkan sensasi, bahkan memengaruhi pekerjaanmu?" tanya Tobi.Hendro langsung menanggapinya, "Dokter Tobi, jangan bercanda. Lantaran Anda sudah buka suara, saya pasti percaya sama Anda.""Bagus, kalau begitu, aku juga mau memberitahumu kabar baik. Pen
Setelah sibuk sepanjang hari, Tobi langsung pergi beristirahat.Dia tidak tahu ada orang yang tengah mengincarnya.Setelah Inggit kembali, dia langsung mengeluh kepada ayahnya, mengatakan betapa sombongnya kelakuan Tobi hari ini, bahkan pria itu berani meremehkan ayahnya.Tidak tahan melihat putrinya ditindas seperti itu, Rizal langsung marah.Dia langsung memerintahkan anak buahnya untuk menyingkirkan Tobi beserta Grup Lianto.Keesokan harinya. Tobi bangun pagi-pagi sekali dan sudah sampai di perusahaan pada jam setengah sembilan.Begitu karyawan-karyawan berpapasan dengannya, mereka langsung menyapanya dengan sopan. Tobi bergegas menuju ruangannya Widia. Mereka berdua pun mendiskusikan dan mengkonfirmasi masalah Grup Maharta.Selanjutnya, mereka juga membahas masalah manajemen departemen penjualan.Bagaimanapun, Tobi kini akan mengelola Grup Maharta dan menjabat sebagai direktur baru. Tentu saja, dia tidak punya waktu untuk menangani masalah di sini lagi, jadi jabatan direktur penjua
Tobi melirik mereka berdua sekilas, lalu berkata sambil tersenyum, "Kalian nggak perlu gugup. Aku cari kalian hari ini lantaran ingin mengumumkan kabar baik.""Kabar baik?""Pak Tobi, jangan menipuku. Aku sudah menunggu kabar baik darimu setiap hari," ucap Shinta sambil berpura-pura marah.Pakaian yang dikenakan Susan hari ini sangat seksi, ditambah dengan sikapnya yang menggemaskan, Tobi hampir tidak bisa menahan diri dan buru-buru berkata, "Tenang saja, kali ini sungguh ada kabar baik."Sebenarnya Shinta hanya tidak ingin suasananya kaku, itu sebabnya dia bercanda. Mendengar tanggapan Tobi, dia pun bertanya dengan, "Pak Tobi, kamu serius?""Tentu saja!""Hari ini, aku sengaja menyuruhmu datang untuk memberitahumu kalau aku akan mempromosikanmu," kata Tobi."Mempromosikanku?"Shinta tertegun sejenak. Bukankah direktur penjualan saat ini masih dipegang oleh Tobi? Apalagi dia sekarang masih menjadi ketua tim. Selain itu, bukankah masih ada Leo?"Benar!""Leo, bagaimana perasaanmu menjad
Setelah termenung beberapa saat, barulah Leo tersadar dan buru-buru berkata, "Terima kasih, Kak Tobi. Kalau bukan karena dukungan Anda, saya masih seorang staf penjualan biasa.""Pokoknya, mulai sekarang, asalkan Kak Tobi memberi perintah, sekalipun harus mengarungi lautan api, aku juga nggak akan ragu sedikit pun.""Mengarungi lautan api? Lupakan saja. Asal kamu punya niat saja."Tobi berkata dengan nada datar, "Jujur saja, alasan kami mengangkat Shinta kali ini juga karena khawatir kamu masih belum cukup berpengalaman, jadi biar dia yang membantu meringankan bebanmu.""Jadi, kalau kamu ingin mengamankan posisi ini, kamu harus bekerja lebih keras lagi. Kalau nggak, posisi ini mungkin akan direbut oleh Shinta.""Pak Tobi, kenapa kamu melakukan ini? Apa kamu nggak takut kami berselisih gara-gara masalah ini?" tanya Shinta."Kak Shinta, tenang saja!"Leo buru-buru menanggapi, "Aku tahu sifatmu, apalagi selama ini kamu kerap menjagaku. Aku yakin kerja sama kita akan berlanjut dengan baik.
Menghadapi pertanyaan resepsionis, Devi langsung memperlihatkan kartu identitas polisinya sambil berkata, "Kami datang ke sini untuk mencari Tobi. Dia dicurigai telah melakukan perkelahian massal."Resepsionis terkejut, lalu buru-buru berkata, "Anda tunggu sebentar, saya akan mengonfirmasi hal ini lebih dulu." Lantaran Tobi sekarang bukan lagi karyawan biasa, dia tidak berani sembarangan menyuruh mereka masuk.Namun, demi memastikan tidak terjadi kesalahan, Devi tidak peduli begitu banyak dan langsung masuk ke dalam. Begitu sampai di dalam, dia mencari orang dan bertanya dengan dingin, "Di mana Tobi?"Karyawan-karyawan di dalam tampak terkejut, lalu menunjuk ruangan Tobi dengan jujur.Saat ini, Tobi telah menerima kabar itu dari resepsionis. Dia baru saja berjalan keluar dari ruangannya dan langsung berpapasan dengan Devi beserta rekannya yang tengah mencarinya."Tobi!""Sudah kubilang, kita pasti akan bertemu lagi. Hanya saja, aku nggak sangka akan secepat ini."Saat teringat ekspresi